BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ratusan tahun silam, nenek moyang kita sudah menggunakan purwoceng sebagai afrodisiak dan untuk mengembalikan energi setelah seharian bekerja.
Purwoceng Pimpinella alpina merupakan tanaman herbal yang akarnya diketahui berkhasiat sebagai diuretikum dan afrodisiak, yakni mampu
meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi Rahayu dan Sunarlim 2002. Purwoceng mengandung senyawa aktif yang pada umumnya bersifat
sebagai penyegar dan tonikum. Beberapa diantaranya merupakan senyawa aktif yang diduga ada kaitannya dengan aktivitas seksual. Senyawa aktif tersebut
antara lain stigmasterol, isoorientin, eugenol, dan dianetole Gunawan 2002. Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup secara endemik
di daerah pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangrango di Jawa Barat, dan area pegunungan di Jawa Timur Darwati dan
Roostika 2006. Rahardjo 2003 dan Syahid et al. 2004 melaporkan bahwa saat ini tanaman tersebut hanya terdapat di dataran tinggi Dieng.
Purwoceng mengandung senyawa kimia kumarin, sterol, saponin, sejumlah kecil alkaloida, dan oligosakarida. Sterol dalam tubuh akan dikonversi menjadi
testosteron sedangkan senyawa aktif lain merangsang susunan saraf pusat untuk memproduksi Luteinizing Hormone LH. Testosteron adalah hormon steroid dari
kelompok androgen yang produksinya diatur oleh kelenjar hipofisis. Organ penghasil testosteron adalah testis pada jantan dan indung telur pada betina.
Testosteron penting untuk kesehatan baik bagi jantan maupun betina. Fungsinya antara lain meningkatkan libido, energi, fungsi imun, dan perlindungan.
Purwoceng dengan kandungan sterolnya juga mampu meningkatkan produksi hormon luteinizing sampai 29.2 Taufiqqurrachman 1999.
Beberapa penelitian telah menunjukkan efek penggunaan akar purwoceng pada kinerja reproduksi tikus putih. Caropeboka 1980 mengebiri tikus jantan
dan menyuntiknya dengan ekstrak akar purwoceng dalam minyak zaitun. Ekstrak akar purwoceng mempunyai aktivitas androgenik pada tikus jantan yang dikebiri.
Juniarto 2004 melaporkan bahwa ekstrak akar purwoceng yang diberikan pada tikus Sprague-Dawley juga dapat meningkatkan derajat spermatogenesis dalam
testis, jumlah maupun motilitas spermatozoa dibandingkan dengan tanpa pemberian purwoceng. Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian ini dilakukan
untuk melihat efektivitas purwoceng yang diberikan pada induk tikus betina yang bunting terhadap kinerja reproduksinya yang meliputi bobot ovarium dan uterus.
Bobot ovarium dan uterus dijadikan parameter pada penelitian ini karena ovarium adalah sumber estrogen dan uterus adalah target organ dari estrogen.
1.2 Tujuan