homogen. Kemudian disaring dengan menggunakan kain saring. Hasil ekstrak disimpan di dalam Erlenmeyer sedangkan ampasnya direndam kembali dalam 3.5
liter etanol 70 selama 24 jam dan diaduk setiap 2 jam sekali. Setelah itu larutan disaring dan ekstraknya disatukan dengan hasil ekstrak yang pertama di dalam
Erlenmeyer ukuran 5 liter. Kemudian dilakukan proses evaporasi agar zat pelarut terpisah dengan menggunakan rotari evaporator rotavapor Buchi dengan suhu 48
°
C dengan kecepatan 60 rotasi per menit rpm. Selanjutnya ekstrak kering diperoleh dengan menggunakan alat pengering beku freeze drying. Ekstrak
kering disimpan di dalam botol kaca steril dan dilarutkan kembali dengan akuades sesuai dosis saat perlakuan terhadap hewan coba. Jumlah ekstrak kering yang
didapatkan dari 350 gram simplisia adalah sejumlah 95 gram. Ekstrak ini kemudian dibuat dalam larutan stok sebesar 5 yaitu 5 gram dalam 100 ml
akuades.
3.3.2 Penentuan Dosis Ekstrak Purwoceng
Penentuan dosis ekstrak purwoceng pada tikus didasarkan pada penelitian terdahulu Taufiqurrahman 1999 yaitu sebesar 25 mgml untuk bobot badan tikus
sebesar 300 gram atau 83.25 mgkg bobot badan. Pada penelitian ini larutan stok mengandung 50 mgml sehingga jumlah ekstrak purwoceng yang diberikan pada
tikus yaitu 0.5 ml untuk bobot badan tikus sebesar 300 gram.
3.3.3 Persiapan Hewan Penelitian
Tikus percobaan dibiarkan hidup di dalam kandang selama satu minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kandang. Tikus bunting
diperoleh dari hasil perkawinan alamiah dengan mengawinkan dua tikus betina dan satu tikus jantan dalam satu kandang. Tikus bunting dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok A kontrol dan kelompok B perlakuan. Tikus betina tersebut diberi tanda dengan spidol pada bagian ekor agar tidak keliru, tanpa tanda
untuk kelompok A dan diberi tanda untuk kelompok B. Uji kebuntingan dilakukan pada pagi hari dengan cara ulas vagina tikus betina dan diamati di
bawah mikroskop. Perkawinan ditandai dengan adanya spermatozoa pada ulas vagina dan biasanya tercatat sebagai hari pertama kebuntingan. Tikus yang
bunting harus dipisahkan dari jantan dan diletakkan pada satu kandang. Tikus yang tidak bunting dikembalikan ke kandang untuk dikawinkan kembali.
Tikus yang bunting dipelihara di dalam kandang hewan individu yang terbuat dari plastik berukuran 30 cm × 20 cm × 12 cm serta dilengkapi dengan
kawat penutup pada bagian atas. Pemberian pakan dan minum dilakukan ad libitum
. Pakan yang diberikan yaitu pellet dan air minum diberikan dengan memasukkan ke dalam botol-botol kecil dan dijepitkan pada jaring-jaring kawat.
Botol-botol berisi air tersebut dibuat lubang pada tutupnya agar air tersebut bisa diminum tikus. Penggantian sekam dan pencucian kandang dilakukan setiap satu
minggu sekali.
3.3.4 Perlakuan Hewan
Sepuluh ekor tikus betina bunting yang diperoleh dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
A: lima ekor tikus bunting yang tidak diberi perlakuan kontrol B: lima ekor tikus bunting yang diberi perlakuan, yaitu diberi ekstrak purwoceng
peroral dengan dosis 0.5 ml300 gram bobot badan tikus selama 13 hari kebuntingan dimulai sejak hari ke-1 kebuntingan. Seluruh tikus pada tiap
kelompok tersebut dinekropsi pada hari ke-13 kebuntingan untuk melihat adanya perubahan makroanatomi dari alat reproduksi. Selanjutnya ovarium dan uterus
diambil dan ditimbang bobotnya.
3.3.5 Bagan Penelitian