Juniarto 2004 melaporkan bahwa ekstrak akar purwoceng yang diberikan pada tikus Sprague-Dawley juga dapat meningkatkan derajat spermatogenesis dalam
testis, jumlah maupun motilitas spermatozoa dibandingkan dengan tanpa pemberian purwoceng. Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian ini dilakukan
untuk melihat efektivitas purwoceng yang diberikan pada induk tikus betina yang bunting terhadap kinerja reproduksinya yang meliputi bobot ovarium dan uterus.
Bobot ovarium dan uterus dijadikan parameter pada penelitian ini karena ovarium adalah sumber estrogen dan uterus adalah target organ dari estrogen.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng Pimpinella alpina selama 1-13 hari kebuntingan terhadap bobot
ovarium dan bobot uterus tikus putih betina.
1.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng Pimpinella alpina pada
pertumbuhan dan perkembangan uterus dari tikus betina bunting sehingga dapat dijadikan acuan pada penelitian berikutnya.
1.4 Hipotesa
Hipotesa dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol purwoceng Pimpinella alpina pada tikus putih betina yang bunting selama 1-13 hari dapat
mempengaruhi bobot ovarium dan bobot uterus.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Organ Reproduksi Betina 2.1.1 Ovarium
Organ reproduksi betina terdiri atas dua buah ovari, dua buah tuba falopii, uterus, serviks, vagina, dan vulva. Ovarium bertanggung jawab secara fisiologi
terhadap pengeluaran gamet secara periodik dan produksi hormon steroid estradiol dan progesteron. Kedua aktifitas ini terintegrasi pada suatu proses
pengulangan yang berlangsung terus menerus dari maturasi folikel, ovulasi dan pembentukan korpus luteum dan regresinya sehingga ovarium tidak bisa
dipandang sebagai suatu organ endokrin yang statis dimana ukuran dan fungsinya bisa saja membesar dan mengecil, tergantung dari hormon-hormon yang
mempengaruhinya Speroff et al. 2005. Ovarium merupakan organ reproduksi primer yang mempunyai fungsi sebagai kelenjar eksokrin yaitu penghasil ovum
dan sebagai endokrin yaitu penghasil hormon. Ovarium memproduksi hormon steroid yang memungkinkan berkembangnya ciri-ciri seksual betina sekunder dan
mendukung kebuntingan. Pada umumnya, ovarium terdapat dua buah, yaitu di bagian kanan dan kiri yang terletak dalam rongga pelvis dan menggantung pada
mesovarium. Siklus dalam ovarium akan menghasilkan folikel matang sebagai hasil kerja sama antara hormon-hormon ovarium dan gonadotropin Nalbandov
1990. Perkembangan ovum dan folikel pada ovari dipengaruhi oleh produksi
Follicle Stimulating Hormone FSH. Produksi FSH pada pituitari menyebabkan
folikel menjadi berongga dan menghasilkan estrogen. Gonadotropin juga akan mengaktifkan korpus luteum sehingga melepaskan progesteron yaitu hormon
gonadal yang merangsang mukosa uterus untuk mempersiapkan implantasi jika terjadi fertilisasi Nalbandov 1990. Perubahan ovarium selama siklus seksual
bergantung seluruhnya pada hormon-hormon gonadotropik, FSH, LH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Ovarium yang tidak dirangsang oleh
hormon ini tetap tidak aktif, yang merupakan keadaan pada masa anak-anak, ketika hampir tidak ada hormon-hormon gonadotropik yang disekresikan. FSH
dan LH merupakan glikoprotein kecil dengan berat molekul kira-kira 30 000. Satu-satunya efek dari FSH dan LH yang bermakna adalah testis pada pria dan
ovarium pada wanita Guyton dan Hall 1997. Peningkatan estrogen dalam darah menyebabkan pituitari mengurangi
produksi FSH dan meningkatkan pelepasan LH dan Luteotropic Hormone LTH. Produksi FSH mencapai puncak yang disertai meningkatnya LH menyebabkan
folikel mencapai fase akhir perkembangannya dan menjadi pecah, proses ini disebut dengan ovulasi. LH menyebabkan terjadinya ovulasi dan perubahan
folikel kosong menjadi korpus luteum dan atas pengaruh LTH dihasilkan progesteron. Progesteron menghambat pengeluaran FSH dan estrogen yang akan
mempengaruhi keseimbangan LH, LTH serta korpus luteum Nalbandov 1990. Setelah ovulasi, sel-sel sekretori pada folikel berkembang jadi korpus luteum yang
menyekresikan sejumlah besar hormon progesteron dan estrogen. Kemudian korpus luteum akan berdegenerasi sedangkan hormon progesteron dan estrogen
akan sangat berkurang jumlahnya, keadaan ini diikuti dengan siklus ovarium yang baru Guyton dan Hall 1997.
2.1.2 Uterus
Uterus adalah suatu organ muskular berongga, berdinding tebal, dan terdiri dari otot-otot polos. Uterus terletak di pelvis minor diantara kandung kemih dan
rektum. Selama kebuntingan uterus berfungsi sebagai tempat implantasi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding
uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Uterus terdiri dari fundus uteri, corpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus
proksimal, pada bagian ini kedua tuba fallopii masuk ke uterus. Serviks uteri merupakan bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis berbatasan atau
menembus dinding dalam vagina dan pars supravaginalis. Serviks uteri terdiri dari 3 komponen utama, yaitu otot polos, jalinan jaringan ikat kolagen dan
glikosamin, dan elastin Prawirohardjo 2005. Di samping itu, uterus juga dilengkapi dengan ligamentum penyangga uterus Decherney dan Nathan 2003.
Uterus sangat berperan penting bagi perkembangan dan diferensiasi embrio sebagai sumber nutrisi, tempat implantasi, dan sebagai penunjang fetus sampai
waktu normal kelahiran. Perubahan utama perkembangan embrio dalam fetus selama fase praimplantasi terjadi ketika embrio berkembang dari stadium sel ke-4
atau ke-8 menjadi morula kemudian blastosis. Embrio masih dilindungi oleh membran tambahan, zona pelusida, dan sangat tergantung pada cadangan
makanan sitoplasma telur, tetapi pada saat pelepasan zona, kebutuhan nutrisi embrio praimplantasi yang tumbuh cepat sangat bergantung pada unsur pokok
cairan uterus yang disebut susu uterus atau histotrof. Selama fase ini akan terbentuk ruang antara embrio dan uterus, dan pada spesies politokus hal ini
menyangkut penyebaran embrio ke seluruh tanduk uterus Hunter 1995. Stadium perkembangan embrio berhubungan erat dengan proliferasi
endometrium yang diatur oleh hormon. Selama embrio berada dalam tuba falopii, uterus dipersiapkan untuk menerimanya melalui pembuangan fagositik reruntuhan
pascacoitus seperti spermatozoa mati dan sisa-sisa sperma, produk semen lainnya, dan bakteri yang mungkin masuk pada saat kawin. Peningkatan sekresi
progesteron oleh korpus luteum yang sedang berkembang akan mempengaruhi fase persiapan, yang mengakibatkan proliferasi endometrium dengan
meningkatnya aktivitas kelenjar dan sekresi zalir ke lumen uterus. Zalir uterus bersama dengan komponen seluler tertentu akan membentuk histotrof.
Penggabungan embrio dengan epitelium uterus menyebabkan terbentuknya plasenta dan ketergantungan embrio yang sedang berdiferensiasi pada
metabolisme induknya Hunter 1995. Kelenjar uterus selama fase folikular terlihat sederhana dan lurus dengan
sedikit cabang sedangkan selama fase luteal saat progesteron bekerja terhadap uterus terlihat endometrium bertambah tebal secara mencolok, menjadi bercabang
dan berkelok. Estrogen menyebabkan meningkatnya vaskularisasi dan aktivitas mitosis uterus yang lebih besar mengakibatkan organ bertambah berat. Tetapi
estrogen yang diberikan pada tikus dan mencit mengakibatkan akumulasi air pada lumen uterus. Otot polos miometrium mengalami hiperplasia dan hipertrofi.
Kenaikan bobot uterus seimbang dengan jumlah estrogen yang diberikan Nalbandov 1990.
2.2 Hormon Reproduksi Betina 2.2.1 Estrogen
Estrogen merupakan hormon yang diproduksi oleh ovarium dan plasenta yang berfungsi merangsang perkembangan organ kelamin wanita, payudara,
berbagai sifat kelamin sekunder. Estrogen dibentuk terutama dari 17- ketosteroidnandrostenedion. Estrogen merupakan salah satu hormon reproduksi
pada hewan betina. Hormon ini terutama disekresi oleh sel-sel granulosa penyusun folikel ovarium. Struktur hormon estrogen tersusun atas 18 atom C,
gugus –OH fenolik pada C-3, sifat aromatik cincin A, dan tidak mempunyai gugus metil pada C-10 Dellman dan Brown 1992.
Bentuk hormon estrogen dalam tubuh hewan betina berupa estradiol-17 β,
estron dan estriol Johnson dan Everitt 1988; Hiller 1991; Ganong 2003. Estrogen steroid alami yang paling kuat di dalam tubuh manusia adalah estradiol-
17 β E
2
, diikuti estron E
1
, dan estriol E
3
. Hormon yang paling dominan yaitu estradiol-17
β karena jumlahnya paling banyak terdapat dalam tubuh dan aktivitasnya paling tinggi Cao et al. 2004. Ketiganya adalah suatu steroid 18
karbon dengan sebuah cincin fenolat A, yaitu suatu cincin aromatik dengan sebuah gugus hidroksil melekat ke karbon 3. Keadaan ini menyebabkan steroid-
steroid tersebut berikatan secara selektif dengan reseptor estrogen. Senyawa ini juga memiliki gugus
β-hidroksil atau keton di posisi 17 cincin C yang berfungsi meningkatkan daya ikatnya Marks et al. 2000.
Efek yang disebabkan oleh hormon estrogen dinamakan efek estrogenik. Efek estrogenik meliputi pertumbuhan payudara, menjaga kesuburan rahim,
menjaga kehalusan kulit, mencegah osteoporosis, dan menjaga kolesterol dalam tubuh Cao et al. 2004. Gambar 1 menunjukkan struktur kimia estrogen. Potensi
estradiol-17 β 12 kali lebih besar dari estron, dan 80 kali lebih besar dari estriol.
Hormon steroid seperti estrogen dan progesteron adalah molekul kecil yang bersifat hidrofobik sehingga dapat berdifusi ke dalam sel. Pada target sel,
estrogen dan progesteron akan mengikat protein reseptor yang ada dalam sitoplasma atau inti Pineda 1983.
Gambar 1 Struktur kimia estrogen Cao et al. 2004.
Estrogen bekerja pada uterus untuk meningkatkan massa endometrium dan miometrium serta meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi oleh efek
oksitosin dan prostaglandin. Estrogen terdapat di berbagai jaringan tubuh hewan seperti ovarium, testis, adrenal, plasenta, dan sedikit banyak ditemukan di
spermatozoa Turner dan Bagnara 1988. Estrogen berfungsi meningkatkan proliferasi dan pertumbuhan sel-sel spesifik pada tubuh dan bertanggung jawab
terhadap perkembangan sebagian besar sifat seksual sekunder betina Guyton 1995. Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel teka interna
dari folikel, korpus luteum, plasenta, dan dalam jumlah sedikit oleh korteks adrenal dan testis. Konsentrasi estrogen menjelang ovulasi mencapai kadar
tertinggi dalam tubuh dan berfungsi menekan produksi FSH dan LH sehingga terjadi ovulasi Hunter 1995.
2.2.2 Progesteron
Progesteron merupakan steroid berkarbon 21 yang memiliki struktur dasar inti pregnan dengan rumusan empat lingkaran Turner dan Bagnara 1988.
Gambar 2 menunjukkan struktur kimia progesteron.
Gambar 2 Struktur kimia progesteron Sarah 1998.
Progesteron pada betina disintesis oleh sel teka folikel yang sedang berkembang dan kemudian oleh korpus luteum sebagai respon terhadap stimulasi
oleh LH dan FSH Corwin 2009. Progesteron disekresi oleh sel lutein korpus luteum, plasenta, dan dalam jumlah sedikit telah diisolasi dari testis dan kelenjar
adrenal. Hormon progesteron diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel endometrium yang pada akhirnya diperlukan untuk makanan fetus. Progesteron mendukung
perkembangan ovum sebelum implantasi, karena secara khusus meningkatkan sekresi tuba fallopii dan uterus untuk memberikan zat-zat gizi yang sesuai bagi
morula dan blastokista yang sedang berkembang serta mempengaruhi pembelahan sel pada embrio yang baru berkembang. Pada proses kebuntingan progesteron
juga berpengaruh pada susunan saraf pusat guna menekan sintesis estrogen sehingga konsentrasinya dalam darah ditekan Guyton 1995.
2.3 Tikus Putih Rattus sp.
2.3.1 Karakteristik Umum Tikus Putih Rattus sp.
Tikus digolongkan ke dalam ordo Rodentia hewan pengerat, famili Muridae dari kelompok mamalia hewan menyusui. Ordo Rodentia merupakan
ordo dari kelas mamalia yang terbesar yaitu 40 dari 5000 spesies mamalia. Tikus memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungannya,
baik saat cuaca dingin maupun panas. Klasifikasi tikus putih Rattus norvegicus menurut Myers dan Armitage 2004 adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae Genus :
Rattus Spesies : Rattus norvegicus
Tiga galur atau varietas tikus yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague-Dawley yang memiliki kepala kecil, berwarna
albino putih dan ekornya lebih panjang dari badannya. Galur Wistar memiliki telinga yang panjang, kepala yang lebar, dan ekor yang tidak sama panjang seperti
tubuhnya. Galur Long Evans yang lebih kecil dari tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan Malole dan Pramono 1989. Menurut
Inglis 1980, galur yang sering digunakan untuk penelitian yaitu Spraque- Dawley, Wistar, dan Long-Evans
. Galur Spraque-Dawley berasal dari Spraque- Daley, Madison, Wisconsin Gambar 3. Galur Wistar berasal dari Institut Wistar
di Pennysylvania. Galur Long-Evans berukuran lebih kecil dibandingkan galur Spraque-Dawley
dan Wistar.
Gambar 3 Rattus norvegicus Abimosaurus 2010. Tikus yang sering digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium
yaitu tikus putih Rattus norvegicus. Tikus putih Rattus norvegicus sering digunakan sebagai hewan percobaan atau hewan laboratorium karena telah
diketahui sifat-sifatnya dan mudah dipelihara Veterinary Library 1996. Tikus putih Rattus norvegicus sering digunakan pada berbagai macam penelitian
karena tikus ini memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi, murah serta mudah untuk mendapatkannya Ballenger 2000. Ada dua sifat yang membedakan tikus
dari hewan percobaan lain, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus tidak
mempunyai kantung empedu. Menurut Ballenger 2002 warna umum dari Rattus norvegicus
yaitu abu-abu kehitaman atau cokelat, dapat juga berwarna abu-abu
pucat atau abu-abu putih, namun tikus yang digunakan sebagai hewan percobaan merupakan starin albino dari Rattus norvegicus. Tabel 1 menunjukkan data
biologis dari tikus putih Rattus norvegicus. Tabel 1 Data Biologis Tikus Putih
2.3.2 Sistem Reproduksi Tikus Putih Rattus sp.
Tikus mencapai dewasa kelamin pada umur 50-60 hari, vagina mulai terbuka pada umur 35-90 hari dan testis turun pada umur 20-50 hari. Anak-anak
tikus yang sehat dan kuat dihasilkan bila tikus mulai dikawinkan pada umur 65- 110 hari yaitu pada saat betina mencapai 250 gram bobot badan dan jantan 300
gram. Umur perkawinan pertama tersebut tergantung dari galur tikus dan tingkat pertumbuhannya. Siklus estrus berlangsung 4-5 hari dengan estrus selama 12 jam
setiap siklus dan seperti halnya pada mencit, estrus mulai pada malam hari Malole dan Pramono 1989. Reproduksi pada hewan betina merupakan suatu
proses yang kompleks dan dapat terganggu pada berbagai stadium sebelum dan sesudah permulaan siklus reproduksi. Hewan betina harus menghasilkan ovum
yang hidup dan diovulasikan pada waktu yang tepat. Ia harus memperlihatkan estrus dekat waktu ovulasi sehingga kemungkinan penyatuan sel kelamin jantan
dengan sel telur dan pembuahan dapat dipertinggi. Ia harus menyediakan lingkungan intrauterin yang sesuai untuk konseptus sejak pembuahan sampai
partus, demikian pula lingkungan yang baik untuk anaknya sejak lahir sampai waktu disapih Toelihere 1985.
Kriteria Keterangan Lama hidup
2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun Lama produksi ekonomis
1 tahun Lama bunting
20-22 hari Umur disapih
21 hari Umur dewasa
40-60 hari Umur dikawinkan
10 minggu jantan dan betina Siklus estrus
4-5 hari Lama estrus
9-20 jam Perkawinan Pada
waktu estrus
Berat lahir 5-6 gram
Jumlah anak Rata-rata 9, dan dapat 20
Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo 1987
Tikus merupakan hewan poliestrus yaitu hewan yang memiliki siklus berahi lebih dari dua kali dalam satu tahun. Siklus estrus dipengaruhi dan diatur oleh
hormon-hormon khusus dalam tubuh dan berlangsung selama 4-6 hari, siklus pertama timbul setelah 1-2 hari dari mulainya pembukaan vagina yang terjadi
pada umur 28-29 hari. Siklus estrus terbagi atas empat periode, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus Malole dan Pramono 1989; Smith dan
Mangkoewidjojo 1987. Periode proestrus berlangsung selama 12 jam, secara mikroskopis terlihat sel epitel berinti dari ulasan vagina yang dilakukan Hafez
2000. Periode estrus merupakan periode berahi, dan kopulasi dimungkinkan hanya pada saat ini. Setiap siklusnya berlangsung selama 12 jam Malole dan
Pramono 1989. Periode metestrus berlangsung selama 10-14 jam, pada umumnya tidak terjadi perkawinan. Pada ovarium terbentuk korpus hemorhagi di
tempat folikel de Graaf yang baru melepaskan ovum. Periode diestrus berlangsung selama 60-70 jam. pada masa tersebut terjadi regresi fungsional
korpus luteum. Mukosa vagina tipis dan leukosit bermigrasi melintasinya. Apabila terjadi kebuntingan, siklus akan terganggu selama masa kebuntingan.
Hewan menjadi estrus pada akhir kebuntingan namun siklusnya sekali lagi tertunda sampai akhir laktasi Turner dan Bagnara 1988.
Tikus mempunyai uterus yang berbentuk dupleks, dengan dua serviks, tanpa badan uterus, dan pemisahan tanduk secara sempurna. Seluruh organ tersebut
melekat pada dinding pinggul dan dinding perut dengan perantaraan ligamentum uterus yang lebar, yaitu ligamentum lata uteri. Ligamentum ini membantu uterus
untuk dapat menerima suplai darah dan saraf. Lapisan luar ligamentum lata uteri membentuk ligamentum uterus yang melingkar Nalbandov 1990. Gambar 4
menunjukkan uterus tikus putih yang sedang bunting.
Gambar 4 Uterus tikus putih Needham et al. 2011.
2.4 Purwoceng
Purwoceng adalah tanaman herba komersial yang dapat digunakan sebagai afrodisiak, diuretik, dan tonik Gambar 5. Dewasa ini populasi purwoceng sudah
langka karena mengalami erosi genetik secara besar-besaran, populasinya di Gunung Pangrango Jawa Barat dan area pegunungan di Jawa Timur dilaporkan
sudah musnah karena pembabatan bagian akarnya yang dimanfaatkan sebagai viagra Jawa Darwati dan Roostika 2006.
Gambar 5 Purwoceng Darwati dan Roostika 2006. Pada awalnya tanaman purwoceng di Indonesia hanya dijumpai di daerah
pegunungan Dieng sebagai tanaman liar jenis perdu. Meskipun tergolong jenis perdu, purwoceng merupakan tanaman yang tergolong langka karena selain
tempat tumbuhnya di ketinggian 2000–4000 meter di atas permukaan laut, pertumbuhan purwoceng membutuhkan faktor-faktor lingkungan yang spesifik
Fauzi et al. 2009. Hingga saat ini tidak banyak laporan penelitian tentang purwoceng. Beberapa aspek yang sudah dilaporkan adalah aspek agronomi,
kultur in vitro, fitokimia, dan farmakologi Darwati dan Roostika 2006. Tabel 2 menunjukkan deskripsi dari purwoceng.
Tabel 2 Deskripsi purwoceng
Deskripsi Habitus
Semak, menutup tanah, tinggi ± 25 cm Batang Semu,
bulat, lunak,
hijau pucat Daun
Majemuk, bentuk jantung, panjang + 3 cm, lebar ± 2,5 cm, tepi bergerigi, ujung tumpul, pangkal bertoreh, tangkai panjang ± 5cm, coklat kehijauan,
pertulangan menyirip, hijau Bunga
Majemuk, bentuk payung, tangkai silindris, panjang + 2 cm, kelopak bentuk tabung, hijau, benang sari putih. putik bulat. hijau, mahkota
berambut, coklat Buah
Lonjong, kecil, hijau Biji
Lonjong, kecil, coklat Akar Tunggang,
putih kotor
Sumber: Rahardjo 2003; Yuhono 2004
Seluruh bagian tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional terutama akar. Akar purwoceng berkhasiat sebagai afrosidiak, yakni
dapat membangkitkan hormon seksual dan mengandung senyawa diuretik yang mampu melancarkan air seni. Di samping itu, tanaman ini berkhasiat
melancarkan peredaran darah, menambah stamina, menghangatkan, dan menyehatkan tubuh Gunawan 2002.
2.4.1 Fitokimia
Penelitian yang mempelajari fitokimia purwoceng sudah cukup banyak. Suzery et al. 2004 menunjukkan adanya senyawa stigmasterol dalam akar
purwoceng berdasarkan data spektroskopi. Hernani dan Rostiana 2004 melaporkan pula adanya senyawa kimia yang teridentifikasi secara kualitatif,
yaitu bergapten, marmesin, 4- hidroksi kumarin, umbeliferon, dan psoralen. Tabel 3 menunjukkan kandungan aktif purwoceng.
Tabel 3 Kandungan aktif purwoceng
Senyawa aktif Efek
--Limonena, terkandung dalam seluruh tanaman
Menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans penyebab keputihan, merangsang peristaltic
Anisketone, terkandung dalam buah
Merangsang dan menambah semangat, pereda lelah Asam kafeat, terkandung
dalam seluruh tanaman Merangsang semangat, merangsang aktivitas saraf
pusat, merangsang keluarnya prostaglandin, menghambat keluarnya histamin
Dianethole, terkandung dalam seluruh tanaman
Merangsang hormon estrogen Hydroquinone, terkandung
dalam seluruh tanaman Merangsang ereksi, mengurangi sekresi cairan pada
liang vagina, anti pendarahan di luar haid, merangsang semangat, menaikkan tekanan darah
Isoorientin, terkandung dalam seluruh tanaman
Menambah produksi sperma Phlellandrene, terkandung
dalam seluruh tanaman Memacu ereksi, bahan pengharum dan pewangi
Squalene, terkandung dalam seluruh tanaman
Merangsang semangat, melancarkan transfer oksigen dalam darah
Stigmasterol, terkandung dalam seluruh tanaman
Merangsang hormon estrogen, merangsang terjadinya proses ovulasi, bahan baku pembuatan hormon steroid
Sumber: Gunawan 2002
Pemberian ekstrak akar purwoceng tidak mempengaruhi lamanya daur birahi tikus. Profil hormon Estradiol-17
β plasma tikus-tikus betina selama daur birahi, setelah diberi ekstrak akar purwoceng selama 15 hari memperlihatkan
peningkatan kadar Estradiol dibandingkan dengan normal. Selain itu, ekstrak akar purwoceng dengan dosis 80 mg bubuk akar per tikus, selama 15 hari mengurangi
fertilitas tikus-tikus betina Caropeboka 1983. Hasil uji fitokimia akar purwoceng yang dipakai pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji fitokimia dari akar purwoceng
Jenis Contoh Uji Fitokimia
Hasil Pengujian Akar purwoceng
Alkaloid +++
Saponin -
Tanin +
Fenolik -
Flavonoid +++
Triterfenoid +
Steroid +
Glikosida +
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik 2011.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Maret 2011 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor. Pengamatan dan pengukuran terhadap organ reproduksi betina dilakukan di laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih Rattus norvegicus
galur Sprague-Dawley yang berjumlah 10 ekor tikus betina bunting dan 5 ekor tikus jantan. Bahan yang digunakan antara lain sekam, pakan tikus,
larutan fisiologis NaCl 0.9, etanol 70, kain saring, eter, akuades, ekstrak akar purwoceng.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang tikus yang terbuat dari plastik, jaring-jaring kawat penutup kandang, botol minum tikus, alat
bedah minor, Erlenmeyer, gelas ukur, corong, blender, kain saring, gelas objek, gelas penutup, mikroskop, kamera digital, pompa vakum, rotary vacuum
evaporator Buchi Rotavapor R-205, chiller, spoit 1 ml, sonde lambung dari
stainless steel , oven, wadah porselen, cotton swab, tisu, kapas, kertas label, dan
timbangan analitis digital.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pembuatan Larutan Ekstrak Akar Purwoceng