Uterus Organ Reproduksi Betina .1 Ovarium

dan LH merupakan glikoprotein kecil dengan berat molekul kira-kira 30 000. Satu-satunya efek dari FSH dan LH yang bermakna adalah testis pada pria dan ovarium pada wanita Guyton dan Hall 1997. Peningkatan estrogen dalam darah menyebabkan pituitari mengurangi produksi FSH dan meningkatkan pelepasan LH dan Luteotropic Hormone LTH. Produksi FSH mencapai puncak yang disertai meningkatnya LH menyebabkan folikel mencapai fase akhir perkembangannya dan menjadi pecah, proses ini disebut dengan ovulasi. LH menyebabkan terjadinya ovulasi dan perubahan folikel kosong menjadi korpus luteum dan atas pengaruh LTH dihasilkan progesteron. Progesteron menghambat pengeluaran FSH dan estrogen yang akan mempengaruhi keseimbangan LH, LTH serta korpus luteum Nalbandov 1990. Setelah ovulasi, sel-sel sekretori pada folikel berkembang jadi korpus luteum yang menyekresikan sejumlah besar hormon progesteron dan estrogen. Kemudian korpus luteum akan berdegenerasi sedangkan hormon progesteron dan estrogen akan sangat berkurang jumlahnya, keadaan ini diikuti dengan siklus ovarium yang baru Guyton dan Hall 1997.

2.1.2 Uterus

Uterus adalah suatu organ muskular berongga, berdinding tebal, dan terdiri dari otot-otot polos. Uterus terletak di pelvis minor diantara kandung kemih dan rektum. Selama kebuntingan uterus berfungsi sebagai tempat implantasi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Uterus terdiri dari fundus uteri, corpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal, pada bagian ini kedua tuba fallopii masuk ke uterus. Serviks uteri merupakan bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis berbatasan atau menembus dinding dalam vagina dan pars supravaginalis. Serviks uteri terdiri dari 3 komponen utama, yaitu otot polos, jalinan jaringan ikat kolagen dan glikosamin, dan elastin Prawirohardjo 2005. Di samping itu, uterus juga dilengkapi dengan ligamentum penyangga uterus Decherney dan Nathan 2003. Uterus sangat berperan penting bagi perkembangan dan diferensiasi embrio sebagai sumber nutrisi, tempat implantasi, dan sebagai penunjang fetus sampai waktu normal kelahiran. Perubahan utama perkembangan embrio dalam fetus selama fase praimplantasi terjadi ketika embrio berkembang dari stadium sel ke-4 atau ke-8 menjadi morula kemudian blastosis. Embrio masih dilindungi oleh membran tambahan, zona pelusida, dan sangat tergantung pada cadangan makanan sitoplasma telur, tetapi pada saat pelepasan zona, kebutuhan nutrisi embrio praimplantasi yang tumbuh cepat sangat bergantung pada unsur pokok cairan uterus yang disebut susu uterus atau histotrof. Selama fase ini akan terbentuk ruang antara embrio dan uterus, dan pada spesies politokus hal ini menyangkut penyebaran embrio ke seluruh tanduk uterus Hunter 1995. Stadium perkembangan embrio berhubungan erat dengan proliferasi endometrium yang diatur oleh hormon. Selama embrio berada dalam tuba falopii, uterus dipersiapkan untuk menerimanya melalui pembuangan fagositik reruntuhan pascacoitus seperti spermatozoa mati dan sisa-sisa sperma, produk semen lainnya, dan bakteri yang mungkin masuk pada saat kawin. Peningkatan sekresi progesteron oleh korpus luteum yang sedang berkembang akan mempengaruhi fase persiapan, yang mengakibatkan proliferasi endometrium dengan meningkatnya aktivitas kelenjar dan sekresi zalir ke lumen uterus. Zalir uterus bersama dengan komponen seluler tertentu akan membentuk histotrof. Penggabungan embrio dengan epitelium uterus menyebabkan terbentuknya plasenta dan ketergantungan embrio yang sedang berdiferensiasi pada metabolisme induknya Hunter 1995. Kelenjar uterus selama fase folikular terlihat sederhana dan lurus dengan sedikit cabang sedangkan selama fase luteal saat progesteron bekerja terhadap uterus terlihat endometrium bertambah tebal secara mencolok, menjadi bercabang dan berkelok. Estrogen menyebabkan meningkatnya vaskularisasi dan aktivitas mitosis uterus yang lebih besar mengakibatkan organ bertambah berat. Tetapi estrogen yang diberikan pada tikus dan mencit mengakibatkan akumulasi air pada lumen uterus. Otot polos miometrium mengalami hiperplasia dan hipertrofi. Kenaikan bobot uterus seimbang dengan jumlah estrogen yang diberikan Nalbandov 1990. 2.2 Hormon Reproduksi Betina 2.2.1 Estrogen

Dokumen yang terkait

Efektivitas pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) selama 13 21 hari kebuntingan terhadap bobot organ reproduksi dan anak tikus putih

1 14 47

Efektivitas pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) selama 13-21 hari kebuntingan terhadap bobot organ reproduksi dan anak tikus putih (Rattus sp.)

0 5 82

Efektifitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari

0 5 78

Efektivitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) Selama 21 Hari Laktasi terhadap Bobot Badan Anak Tikus Putih (Rattus norvegicus)

0 3 94

Efektivitas Pemberian Ektrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) pada Hari 1-13 Kebuntingan terhadap Keberhasilan Implantasi pada Tikus Putih (Rattus sp.)

0 5 72

Tampilan anak tikus jantan (rattus novergicus) dari induk yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng (pimpinella alpina) selama 1-13 hari kebuntingan

1 5 45

Bobot Badan Tikus Betina Bunting Yang Diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella Alpina) Pada Hari 13-21 Kebuntingan

2 14 31

Efektivitas Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella Alpina Kds) Pada Induk Tikus Selama 1-13 Hari Kebuntingan Terhadap Siklus Estrus Anak Betinanya

0 8 40

Tampilan anak tikus betina dari induk bunting yang diberi ekstrak akar purwoceng (Pimpinella alpina KDS) selama 1-13 hari.

0 5 35

Siklus Reproduksi Anak Tikus Dari Induk Yang Diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Selama 13–21 Hari Kebuntingan.

0 2 31