Analisis integrasi kelembagaan minapolitan

111 pengembangan minapolitan, mendorong tumbuhnya investasi dari sektor swasta, memfasilitasi sarana dan prasarana kebutuhan pengembangan minapolitan, serta meningkatkan kemitraan antar kelembagaan, dan peningkatan kapasitas kelembagaan yang terkait langsung dengan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu seperti pengelola pelabuhan perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, kelompok nelayan, Business Development Center, serta kelembagaan kemitraan minapolitan. Business Development Center lebih ditunjukkan kepada fungsi pemberdayaan masyarakat dan memberi ruang gerak dalam menghadapi tantangan globalisasi serta menumbuhkan dan meningkatkan kapasitas nelayan dalam mengahadapi persoalan pengembangan bisnis di bidang kelautan dan perikanan. Peningkatan dan kinerja Business Development Center ini juga perlu dirancang dalam rangka meningkatkan daya sosial yang tinggi terhadap inovasi teknologi dan pengelolaan usaha perikanan dan kelautan. Business Development Center akan lebih optimal ketika mendapat dukungan dari akademisi lembaga pendidikan dan penelitian melalui hasil-hasil riset kuat dan fokus dalam upaya untuk menjawab permasalahan pokok dari sistem minapolitan tersebut. Fungsi dan peran kelembagaan kelompok nelayan selain untuk mengatasi permasalahan usaha nelayan juga untuk meningkatkan posisi tawar nelayan khususnya dalam proses penentuan harga jual ikan. Peningkatan posisi tawar nelayan dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok nelayan kelembagaan kelompok nelayan ABK dan kelompok pemilik kapal. Kapasitas kelembagaan nelayan ABK yang optimal dapat menjadi daya dorong untuk bernegosiasi tentang penentuan harga jual ikan dan sistem bagi hasil usaha dengan pemilik kapal. Kondisi ini diharapkan dapat menekan praktik bisnis monopoli dan mendorong terciptanya fair trade. Terciptanya perdagangan yang adil fair trade dan sistem bagi hasil yang saling menguntungkan win-win partnerships akan berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan ABK. Kapasitas kelembagaan kelompok pemilik kapal yang optimal juga sangat efektif untuk menekan praktek bisnis monopoli harga dari pihak perusahaan. Kelembagaan kemitraan minapolitan dikembangkan untuk membantu mengoptimalkan sistem pemasaran yang adil fair trade. Artinya, kelembagaan 112 kemitraan minapolitan harus mampu menjadi penyeimbang antara kepentingan perusahaan, pemilik kapal dan nelayan ABK. Dengan demikian, kelembagaan kemitraan minapolitan setidaknya terdiri dari kelompok nelayan, pedagang pengumpul pemilik kapal, perusahaan eksportir dan mediator. Nelayan, pemilik kapal dan perusahaan eksportir diharapkan dapat menyepakati jumlah, mutu dan harga ikan yang saling menguntungkan. Perusahaan eksportir diharapkan dapat memberikan jaminan harga minimal pembelian atau rumus harga tertentu yang disepakati oleh pihak-pihak yang bermitra. Mediator merupakan suatu lembaga netral yang memiliki pengetahuan dan kompetensi terhadap obyek yang dimitrakan. Mediator bertugas membuat kajian tentang peluang untuk membangun kemitraan, berusaha menyakinkan dan membangun kepercayaan kelompok nelayan, pemilik kapal dan perusahaan eksportir tentang pentingnya dan manfaat membangun kemitraan bisnis. Berdasarkan pengembangan kelembagaan kemitraan tersebut dapat dijadikan salah satu sarana pengembangan agribisnis industrialisasi perikanan sehingga peningkatan nilai tambah di tingkat kelompok nelayan ABK dapat terwujud secara optimal dan berkesinambungan. Kelembangan keuangan berfungsi untuk mengatasi kelangkaan modal usaha untuk pengembangan agribisnis industrialisasi perikanan, kegiatan usaha kelompok nelayan, perusahaan pelaku bisnis, kegiatan kelembagaan kemitraan minapolitan dan Business Development Center. Integrasi dan sinergitas antar kelembagaan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan agribisnis industrialisasi perikanan di kawasan PPN Palabuhanratu yang didukung oleh sistem minapolitan secara optimal dan berkelanjutan dalam upaya meningkatkan pendapatan nelayan secara bertahap dan nyata.

4.3 Analisis Strategi dan Tolok Ukur Keberhasilan Minapolitan di

Palabuhanratu 4.3.1 Analisis SWOT Analisis SWOT dimaksudkan untuk merumuskan strategi pengembangan minapolitan perikanan tangkap yang dilakukan berdasarkan analisis faktor internal dan faktor internal. Matrik IFAS internal factor analysis summary digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kekuatan dan kelemahan implemenentasi program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Tabel 113 11. Matrik EFAS external factor analysis summary digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis peluang dan ancaman program minapolitan Tabel 13.

1. Analisis faktor internal

Pemilihan PPN Pelabuhanratu sebagai zona inti program minapolitan perikanan tangkap tentunya telah dilakukan dengan berbagai pertimbangan khususnya persyaratan yang telah ditetapkan dalam Pedoman Umum Minapolitan KKP 2011. Berdasarkan analisis kondisi internal sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabahanratu, beberapa kekuatan yang teridentifikasi Tabel 11 adalah: 1 Jumlah kapal penangkapan tuna dan layur. Gambar 33 Jumlah kapal tuna dan layur yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base. Gambar 33 menunjukkan bahwa jumlah kapal pancing ulur kapal kincang dan kapal pancing tonda, dalam tiga tahun terakhir, mengalami peningkatan. Pada tahun 2011, jumlah kapal pancing ulur mencapai 345 kapal sedangkan kapal pancing tonda mencapai 163 kapal. Namun jumlah kapal longline sedikit berfluktuasi, terlihat dari jumlah kapal tahun 2009 mencapai 157 kapal, tahun 2010 mencapai 160 kapal, dan tahun 2011 mencapai 149 kapal. Berdasarkan variasi tonase kapal, rata-rata kapal longline yang - 100 200 300 400 Tahun J u m la h K a p a l Pancing Ulur 188 233 345 Pancing Tonda 65 135 163 Longline 157 160 149 2009 2010 2011 114 beroperasi di PPN Palabuhanratu dalam 3 tahun terakhir didominasi oleh kapal longline 20-30 GT 38 kemudian sisanya adalah kapal longline 30-50 GT 28, kapal longline 50-100 GT 28, kapal longline 100-200 GT 6 dan kapal longline 10-20 GT 2. Potensi jumlah kapal tersebut merupakan salah satu kekuatan yang dapat dioptimalkan dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu yang berbasis pada komoditas layur dan tuna. 2 Ketersediaan ikan layur dan tuna Ketersediaan ikan tuna dan layur hanya dilihat dari pendekatan trend produksi. Dalam 9 tahun terakhir Gambar 25 trend produksi layur berfluktuasi dan pada tahun 2011 produksi layur hanya mencapai 60 dari produksi tertinggi yang pernah dicapai pada tahun 2007. Produksi tuna cenderung meningkat Gambar 26 meskipun pada tahun 2011 mengalami sedikit penurunan dibandingkan produksi tahun 2010. Penurunan produksi tuna tahun 2011 kemungkinan berkaitan dengan penurunan jumlah kapal longline yang beroperasi di PPN Palabuhanratu meskipun kapal pancing tonda yang beroperasi mengalami peningkatan. Peningkatan kapal pancing tonda tidak terlalu signifikan terhadap peningkatan produksi tuna bigeye dan yellowfin karena produksi tuna dari kapal pancing tonda hanya mencapai 19 dari total produksi tuna di PPN PalabuhanratuGambar 24. Fenomena trend peningkatan produksi ini menjadi salah satu kekuatan dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Namun, kebutuhan dan tuntutan kegiatan eksploitasi harus memperhatikan keberlanjutan sumberdaya ikan di masa mendatang. 3 Kelengkapan fasilitas pelabuhan perikanan Kelengkapan fasilitas PPN Palabuhanratu merupakan potensi kekuatan yang dapat dikembangkan untuk mendukung program minapolitan perikananan tangkap Lampiran 13. Fasilitas tersebut mencakup fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Optimalisasi fasilitas pelabuhan yang ada saat ini dan rencana pengembangan jangka panjang PPN Palabuhanratu merupakan kekuatan daya saing dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap. Peranan penting yang diharapkan PPN 115 Palabuhanratu dalam menunjang efisiensi usaha perikanan tangkap menurut Lamatta 2011 adalah 1 meningkatkan produksi yang diikuti dengan peningkatan mutu hasil tangkapan, berarti PPN Palabuhanratu haruslah mempunyai coldstorage dan chilling room gudang beku, 2 mengurangi biaya operasional penangkapan ikan melalui efisiensi biaya bahan bakar, es air tawar dan lain-lain di PPN Palabuhanratu, 3 memperoleh data hasil tangkapan yang akurat dalam rangka pengendalian sumberdaya ikan oleh petugas statistik, 4 sistem informasi perikanan baik untuk kepentingan perikanan tangkap maupun pemasaran ikan, dapat selalu memperbaharui data secara real- time dan dalam perkembangannya dapat diakses melalui internet on-line, 5 pelabuhan sebagai klaster perikanan pusat pasar ikan, untuk itu tersedia TPI yang cukup luas dan lembaga keuangan sebagai penyedia uang tunai dan transfer, 6 mempercepat transaksi pemasaran ikan, berarti diberlakukan perdagangan melalui sistem pemasaran yang efektif, 7 pengawasan dan pelayanan perijinan, berarti PPN Palabuhanratu menjadi tempat perijinan satu atap, yaitu berisi perwakilan dari seluruh instansi yang terkait dengan perijinan dimana pelayanan yang disediakan mencakup penerbitan tanda bukti laporan kedatangankeberangkatan kapal, pemeriksaan kesyahbandaran, dan lain-lainnya, 8 meningkatkan pelayanan dan pengawasan sumberdaya ikan, berarti kapal pengawas perikanan dapat memastikan kelancaran tugas pengawasan dengan adanya PPN Palabuhanratu tersebut, 9 mempermudah pemenuhan kebutuhan perbekalan, berarti PPN Palabuhanratu mempunyai kapasitas penuh dalam hal persediaan bahan bakar terutama solar, pabrik es curah dengan bahan baku air laut, stasiun pengisian air tawar bersih, dan kebutuhan konsumsi harian nelayan, 10 pelabuhan sebagai fasilitas wisata bahari dengan lingungan bersih dan higienis, dan 11 pelabuhan sebagai tempat penyerapan tenaga kerja. 4 Komitmen Pemda terhadap program minapolitan Komitmen Pemda Sukabumi tercemin dari kebijakan Pemda untuk mendukung penuh program minapolitan. Komitmen tersebut telah diaktualisasikan dalam rencana program untuk mendukung minapolitan Tabel 18. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Sukabumi 2011 menyebutkan 116 bahwa Pemda memiliki komitmen untuk mendukung minapolitan Palabuhanratu seperti 1 penyediaan RTRW untuk kawasan minapolitan Palabuanratu dalam bentuk PERDA, 2 membantu proses penyediaan lahan untuk perluasan PPNP menjadi PPS, 3 peningkatan akses jalan di sekitar dan menuju minapolitan, 4 kemudahaan pelayanan perijinan untuk mendorong investasi, 5 jaminan ketersediaan air bersih, 6 jaminan ketersediaan pasokan listrik melalui PLTU, dan 7 bantuan penguatan modal, pengetahuan dan ketrampilan bagi Kelompok Usaha Bersama KUB sektor kelautan dan perikanan. 5 Akses transportasi dan telekomunikasi Akses transportasi dan telekomunikasi di wilayah Palabuhanratu cukup memadahi. Salah satu indikatornya adalah banyaknya pasokan ikan dari kawasan Teluk Palabuhanratu Ujung Genteng dan Cisolok dan kabupaten lain masuk ke PPN Palabuhanratu dan distribusi ikan ekspor dari PPN Palabuhanratu ke Jakarta melalui jalur darat. Rencana penuntasan jalan lintas selatan Jawa Barat Gambar 27 diharapkan dapat mempermudah akses transportasi di masa mendatang. Jaringan internet dan telekomunikasi sangat bagus di sekitar PPN Palabuhanratu. Jaringan internet juga telah dimanfaatkan pihak agen dan eksportir untuk membangun komunikasi dengan buyer dan menggali informasi perkembangan harga ikan ekspor di negara tujuan. Kondisi ini menjadi kekuatan daya tarik pelaku usaha perikanan. 6 Jumlah industri pengekpor tuna dan layur Jumlah industri pengekspor tuna dan layur yang ada saat ini merupakan kekuatan yang menjadi daya saing dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Perusahaan pengekspor tuna di Palabuhanratu adalah 1 PT. Sari Segara Utama, 2 CV. Rahayu Sentosa Prima, 3 CV. Tuna Tunas Mandiri, 4 CV Burhan, dan 5 CV. Prima Pratama. Adapun perusahaan pengekspor layur adalah 1 PT. Duta I, 2 PT. Duta II, 3 PT. Uri, 4 PT AGB Palabuharatu, 5 PT. Ratu Prima Bahari Nusantara, 6 CV. Bahari Express, 7 PT. Topmed, 8 PT. Jiko Gantung Power. 117 7 Dukungan kegiatan-kegiatan dari APBD untuk pengembangan minapolitan Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan 2011 total anggaran untuk mendukung program minapolitan mencapai Rp 142.668.377.800,00 dan prosentase kontribusi pembiayaan dari APBN, APBD I, APBD II dan lainnya masing-masing adalah 24, 7, 22 dan 47. Tingkat realisasi anggaran dari keempat sumber pembiayaan minapolitan masing-masing mencapai 58,98, 31,00, 67,66 dan 42,69. Anggaran tahun 2012 bersumber dari APBN 80, APBD I 12 dan APBD II 8. Fakta ini menunjukkan bahwa dukungan anggaran dari APBD untuk kegiatan-kegiatan pendukung minapolitan sangat signifikan dan jika dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan internal yang sangat signifikan. 8 Kemampuan beberapa nelayan lokal untuk pengadaan kapal 5GT secara swadaya Pada awalnya kapal pancing tonda kapal motor di atas 5GT yang beroperasi di PPN Palabuhanratu diinisiasi oleh nelayan Bugis Sulawesi namun saat ini sudah dikembangkan oleh nelayan setempat. Pengaruh nelayan Bugis cukup signifikan sebagai pembelajaran bagi nelayan setempat, dan terbukti semakin meningkatnya jumlah kapal tuna dalam tiga tahun terakhir Gambar 33. Semakin bertambahnya kemampuan nelayan lokal untuk bergerak dalam usaha penangkapan menggunakan kapal motor di atas 5 GT merupakan potensi kekuatan yang cukup signifikan dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. 9 Dukungan kegiatan-kegiatan dari investasi swasta Dukungan kegiatan-kegiatan dari investasi swasta pasca ditetapkannya PPN Palabuhanratu sebagai lokasi minapolitan belum signifikan. Namun, dukungan kegiatan yang terkait dengan usaha perikanan tangkap sebelum program minapolitan telah berjalan, terlihat dari investasi swasta di kawasan PPN Palabuhanratu Tabel 9. Banyaknya investasi swasta di kawasan PPN Palabuhanratu menunjukkan bahwa PPN Palabuhanratu memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif bagi pihak swasta dalam mengembangkan usaha di bidang kelautan dan perikanan. Kondisi ini merupakan potensi kekuatan yang 118 cukup signifikan untuk mengembangkan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Tabel 9 Perusahaan yang menyewa lahan industri perikanan di PPN Palabuhanratu tahun 2012 No Penyewa Jenis Usaha Luas Lahan m² 1 PT. Citra Karya Utama Dock 3.300 2 Kopkar ”Mina Nusantara” Bengkel dan pengolahan ikan 200 3 Kopkar ”Mina Nusantara” Dock 2.000 4 Kopkar ”Mina Nusantara” Cold storeage 300 5 PT. Mekar Tunas Raya Sejati Penyaluran BBM 500 6 PT. AGB Tuna Cold storage 900 7 PT. Sari Segara Utama Tempat pengepakan hasil tangkapan Long line 468 8 CV. Permata Mina Pratama Penanganan Ikan 250 9 Yayasan Anak Nelayan Indonesia Penggunaan bangunan semi permanen 120 10 CV. Burhan Penggunaan tanah industri perikanan 600 11 Kopkar ”Mina Nusantara” Penggunaan bangunan shelter nelayan 75 12 Kopkar ”Mina Nusantara” Penggunaan bangunan semi permanen 120 13 PT. Danamon Bank simpan pinjam 100 14 Kopkar ”Mina Nusantara” Pemanfaatan ruang kerja TPI 42 15 PT. Ratu Prima Bahari Nusantara Cold storage pabrik es 4.200 16 PT. Paridi Asyudewi Penempatan bunker untuk SPBB 28,80 17 KUD Mina Mandiri ”Sinar Laut” Penggunaanpengelolaan tangki BBM 96 18 CV. Eko Mulyo Pengelolaan dan distribusi air bersih 200 Jumlah 13.499,80 119 Tabel 10 Rencana program untuk mendukung minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu No Program Vol Jumlah anggaran Rp 000.000 Sumber anggaran Instansi 2011 2012 2013 2014 APBN APBD I APBD II 1 Pengembangan lanjutan PPI Cisolok 1 23850 DKP 2 Pengembangan lahan untuk pengembangan PPNP 1 23000 23000 PPNP, DKP 3 Rehab TPI 5 60 50 DKP 4 Pengembangan teknologi penangkapan ikan 1 685 500 500 500 DKP 5 Pengadaan kapal rumpon 10 GT 10 450 450 675 675 Diskan Provinci 6 Pengadaan kapal rumpon 30 GT 10 6000 3000 3000 3000 DKP 7 Bantuan alat tangkap, mesin motor tempel 15 PK, genset mini 1 125 125 125 125 DKP 8 Rumpon laut dalam 8 170 170 170 170 Diskan Provinci 9 Bantuan cool box 40 20 20 20 20 DKP 10 Pasar ikan heigenis 1 PM PM PM PM DKP 11 Pembinaan PSDKP 1 100 100 100 100 DKP 12 Bantuan penguatan modal bagi pengolah, pedagang, pembudidaya dan nelayan 1 200 200 200 200 DKP 13 Penertiban perijinan usaha perikanan 1 25 25 25 25 DKPTim Terpadu 14 Penggantian bagan dengan alat tangkap lain yang ramah lingkungan 1 2000 2000 2000 DKP 15 Temu Pelaku Bisnis Perikanan 1 50 50 50 50 PPNP,Diskan Prov, DKP 16 Pembangunan pabrik es 1 1500 1500 KKP 17 Membangun sentra pengolahan pindang 1 750 KKP 18 Pembinaan P2HP 1 200 200 200 200 DKP 19 Pengadaan unit pengolahan rumput laut skala rumah tangga 1 150 DKP 20 Bantuan modal budidaya udang lobster 1 20 10 10 10 DKP 118 120 10 Posisi PPN Palabuhanratu strategis sebagai fishing based Sumber: Lamatta 2011 dan Simbolon 2011 Gambar 34 Posisi strategis PPN Palabuhanratu dalam wilayah pengembangan Outer Ring Fishing Port di perairan Indonesia. Gambar 34 menunjukkan bahwa posisi PPN Palabuhanratu berada di wilayah pengembangan pelabuhan perikanan lingkar luar outer ring fishing port dan strategis sebagai fishing base. Outer ring fishing port ORFP merupakan konsep baru KKP untuk mengembangkan pelabuhan guna menunjang usaha perikanan tangkap dan industri pengolahan ikan. Dalam Buku II New Pardigm in Marine Fisheries Simbolon 2011 menjelaskan bahwa pembangunan ORFP perairan Indonesia adalah salah satu alternatif yang dapat ditempuh pemerintah dalam rangka memberantas kegiatan illegal, unreported-transhipment, and unregulated fishing IUU fishing. Selain itu juga berimplikasi terhadap percepatan pembangunan kawasan dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat terluar perairan Indonesia, menjaga kelestarian sumberdaya serta mempertahankan integritas NKRI. Solihin 2011 menambahkan bahwa ORFP mempunyai peran yang strategis dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di ZEEI dan perairan perbatasan. Posisi PPN Palabuhanratu di wilayah pengembangan ORFP ini merupakan potensi kekuatan yang diharapkan dapat menarik minat nelayan nasional bersandar di 121 Palabuhanratu. Posisi strategis tersebut dapat menjadi kekuatan yang optimal ketika didukung dengan pengembangan infrastruktur pelabuhan berstandar internasional. Selain potensi kekuatan yang dimiliki sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu juga terdapat beberapa faktor internal yang menjadi kelemahan seperti; 1 Upaya peningkatan kapasitas nelayan kurang optimal Upaya peningkatan kapasitas nelayan dapat dilihat dari beberapa indikator seperti, pendidikan, pelatihan, pembinaan dan penyuluhan kepada nelayan. Secara umum, baik pemerintah maupun perguruan tinggi terkait telah melakukan upaya peningkatan kapasitas nelayan Palabuhanratu namun masih bersifat sporadis dan belum terintegrasi dalam sistem peningkatan kapasitas yang terukur dan efektif sehingga hasilnya pun belum optimal. Sutomo 2012 menjelaskan bahwa pembinaan nelayan muda tidak terlaksana dengan baik di Palabuhanratu. Peningkatan kapasitas nelayan merupakan faktor penting dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap. Ketika kapasitas nelayan baik, nelayan dapat lebih kreatif dan inovatif dalam mencari nilai tambah baik melalui berbagai inovasi teknologi penangkapan maupun penanganan hasil tangkapan. 2 Ketidakseimbangan posisi tawar di antara anggota primer rantai pasok Anggota primer rantai pasok tuna dan layur yang memiliki posisi tawar paling lemah adalah nelayan yang bekerja pada pemilik kapal. Lemahnya posisi tawar nelayan tersebut dapat dilihat dari kuatnya pemilik kapal dalam menentukan harga dan sistem bagi hasil usaha. Pemilik kapal juga tidak punya posisi tawar yang seimbang dalam penuntuan harga ikan dengan pihak perusahaan eksportir. Ketidakseimbangan posisi tawar antara nelayan, pemilik kapal dan perusahaan eksportir dapat menjadi kelemahan dalam sistem minapolitan karena dapat mendorong praktek bisnis monopoli dan diskriminatif. 122 3 Sosialisasi program minapolitan kurang optimal Sosialisasi program minapolitan belum menyentuh seluruh pelaku dalam sistem minapolitan. Bagi pihak yang telah menerima sosialisasi program belum memiliki pemahaman yang sama dan beberapa pihak terkait masih memahaminya sebagai kegiatan yang berorientasi proyek. Dinas Kelautan dan Perikanan Sukabumi 2011 b menyatakan bahwa program minapolitan Sukabumi belum tersosialisasikan dengan baik kepada lapisan masyarakat seperti aparatur pemerintah, masyarakat kelautan dan perikanan serta masyarakat luas pada umumnya. Kelemahan ini merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja sistem minapolitan. 4 Fkuktuasi produksi tuna dan layur. Pada Gambar 26 menunjukkan fluktuasi produksi tuna dimana trend produksi yellowfin menurun pada tahun 2005-2009 kemudian tahun 2010 produksi yellowfin meningkat dan mencapai level tertinggi selama 9 tahun terakhir. Akan tetapi, pada tahun 2011 kembali mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2010. Produksi bigeye tuna cenderung meningkat selama 9 tahun terakhir dan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2010 meskipun produksi pada tahun 2011 mengalami penurunan. Gambar 25 menunjukkan bahwa selama 9 tahun terakhir produksi layur tertinggi terjadi pada tahun 2007 kemudian 3 tahun berikutnya mengalami penurunan. Produksi layur terendah terjadi pada tahun 2010, kemudian pada tahun 2011 produksinya meningkat sebesar 60 dari produksi tertinggi yang pernah dicapai tahun 2007. Hasil proyeksi produksi layur hingga tahun 2017 menurut Lubis dan Sumiati 2011 cenderung menurun. Kelemahan ini merupakan faktor penting yang harus diantisipasi karena dapat mempengaruhi kinerja sistem minapolitan di masa mendatang. 5 Inkonsistensi anggaran pengembangan minapolitan Program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu akan optimal ketika didukung oleh kebijakan anggaran yang berpihak pada pengembangan minapolitan baik untuk zona inti maupun zona penunjang. Anggaran Pokja Minapolitan pada tahun 2011 tidak disetujui sehingga keberadaan kelembagaan Pokja belum optimal. Penetapan pembiayaan kegiatan Pokja