Minapolitan perikanan tangkap Minapolitan

27 industri pemasok, industri pendukung, industri terkait dan pembeli serta institusi pendukung non industri. Menurut Widodo et al. 2003, diacu dalam Supomo 2006 menjelaskan beberapa pengertian elemen-elemen dalam klaster industri sebagai berikut: 1 Industri inti meliputi 1 industri yang merupakan perhatian atau tematik dan biasanya dijadikan titik masuk kajian, dapat merupakan sentra industri, dan 2 industri yang maju dicirikan dengan adanya inovasi; 2 Industri pemasok meliputi 1 industri yang memasok dengan produk khusus, dan 2 pemasok khusus spesialis yang mendukung kemajuan klaster dimana yang dipasok seperti bahan baku, bahan tambahan dan aksesoris; 3 Pembeli meliputi 1 distributor atau pemakai langsung, dan 2 pembeli yang sangat “penuntut” yang dapat menjadi pemacu kemajuan klaster. Pembeli antara lain terdiri dari distributor, pengecer, dan pemakai langsung; 4 Industri pendukung meliputi 1 jasa barang, termasuk layanan pembiayaan bank, modal ventura, 2 jasa angkutan, bisnis distribusi, konsultan bisnis, 3 infratruktur jalan raya, telekomunikasi, listrik, 4 peralatan permesinan, alat bantu, 5 jasa pengemasan dan 6 penyedia jasa pengembangan bisnis business development services provider; 5 Industri terkait meliputi 1 industri yang menggunakan infrastruktur yang sama dengan industri inti, dan 2 industri yang menggunakan sumber daya dari sumber yang sama; 6 Lembaga pendukung meliputi 1 lembaga pemerintah yang berupa penentu kebijakan atau melaksanakan peran publik, 2 asosiasi profesi yang bekerja untuk kepentingan anggota, dan 3 lembaga pengembang swadaya masyarakat yang bekerja pada bidang khusus yang mendukung. Selanjutnya Nikijuluw 2005 menjelaskan pula bahwa klaster industri terdiri dari 1 perusahaan sejenis, umumnya perusahaan yang sama ukuran skala dan kapasitas usahanya, dan 2 UKM yang sejenis yang berkolaborasi atau dikolaborasikan dengan perusahaan lain yang lebih besar skala dan kapasitas bisnisnya sebagai perusahaan pengelola atau pembina. Meskipun bukan merupakan hal yang mutlak, kehadiran perusahaan besar ini bisa sangat 28 membantu menyehatkan dan menjamin keberlangsungan hidup klaster industri yang terdiri dari perusahaan UKM yang sejenis. Biasanya perusahaan besar ikut dalam klaster sebagai pembina manajemen dan teknologi produksi, serta menjamin pemasokan bahan baku, menjamin kualitas dan kontrol kualitas produk, serta menjamin pasar.

2.6 Supply Chain Management

2.6.1 Definisi supply chain management

Supply Chain Management SCM merupakan pengelolaan kegiatan- kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah menjadi barang dalam proses atau barang setengah jadi dan barang jadi dan kemudian mengirimkan barang tersebut ke konsumen melalui saluran distribusi. Kegiatan-kegiatan ini mencakup fungsi pembelian tradisional ditambah kegiatan penting lainnya yang berhubungan antara pemasok dan distributor Heizer dan Render 2001, diacu dalam Septanto 2006. Menurut David et al. 2000 dalam Indrajit dan Djokopramono 2002, diacu dalam Marimin dan Maghfiroh 2011 menyebutkan bahwa SCM merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha gudang warehouse, dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien, sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan kepada konsumen dengan kuantitas dan kualitas yang tepat, lokasi yang tepat, serta waktu yang tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan konsumen. Mengacu pada pendapat tersebut, minapolitan dapat dianalogikan sebagai suatu organisasi yang menghubungkan antara pemasok supplier dengan customer retailer, berfungsi untuk mengintegrasikan tuntutan kedua lembaga tersebut agar sinergis dan dapat menjamin kecepatan dan ketepatan dalam distribusi produk. Hubungan antara pemasok, minapolitan dan retailer ini akan membentuk suatu rantai pemasok supply chain. Marimin dan Maghfiroh 2011 juga menjelaskan bahwa untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat, produsen dituntut untuk memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi, sehingga dapat memberikan produk yang berkualitas dan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen. Namun tidak hanya produsen, distributor dan penjual sebagai pihak yang memasok hingga ke 29 konsumen juga harus memiliki keunggulan kompetitif agar produk yang didistibusikan dapat terjaga kualitasnya, tinggi tingkat ketersediaannya, dan singkat waktu penyediaannya. Keunggulan kompetitif tersebut diwujudkan ke dalam kemampuan untuk memasokmenyediakan produk kepada konsumen dengan baik, memadai, cepat, dan tepat. Oleh karena itu, penataan dan penyempurnaan SCM mulai dari produsen hingga ke konsumen menjadi sorotan yang penting. Dijelaskan pula bahwa kajian SCM dapat meliputi kajian deskriptif pada struktur dan anggota rantai, sasaran rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai, performa rantai, hambatan-hambatan, serta rekomendasi. Kemudian dapat dilanjutkan pada kajian strategi peningkatan kinerja SCM. Pada penelitian ini analisis SCM hanya dibatasi pada kajian deskriptif struktur rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai dan sumberdaya rantai.

2.6.2 Perkembangan konsep supply chain management

Pada tahun 1959 dan 1960, kebanyakan perusahaan manufaktur menerapkan produksi masal untuk meminimalkan biaya produksi sebagai strategi utama dalam beroperasi dengan tingkat fleksibilitas yang rendah. Tingkat pengembangan produk baru relatif rendah dan sangat tergantung pada teknologi dan kapasitas yang dimiliki. Operasi yang cenderung menghasilkan kondisi “bottleneck” didukung dengan tingkat inventori yang besar untuk mempertahankan aliran barang yang seimbang yang mengaitkan besarnya tingkat investasi pada work in process inventory WIP. Berbagai teknologi dan kelebihan dengan pelanggan dan supplier dianggap terlalu beresiko dan tidak dapat diterima. Pada tahun 1970, konsep manufacturing resource planning MRP diperkenankan dan para manager kemudian menyadari besarnya pengaruh WIP yang besar terhadap biaya produksi, kualitas, pengembangan produk baru dan waktu pengiriman. Produsen kemudian beralih kepada konsep manajemen baru untuk meningkatkan kinerja perusahaan Septanto 2006. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa kompetisi global yang meningkat pada tahun 1980 memberi tekanan pada organisasi untuk dapat menawarkan produk dengan biaya rendah, berkualitas tinggi dan dapat diandalkan. Produsen kemudian menerapkan konsep just-in-time JIT dan konsep manajemen lainnya untuk dapat