Identifikasi sistem Identifikasi Permasalahan Implementasi Program Minapolitan

64 Sumber: diolah dari National Marine Fisheries Service 2011 dan PPN Palabuhanratu 2011 Gambar 17 Fluktuasi harga bigeye tuna fresh per bulan di Tokyo Center Wholesale Market dan PPN Palabuhanratu pada tahun 2008-2011. Indikasi berkembangnya perikanan tuna di Palabuhanratu dapat dilihat dari indikator jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu. Produksi tuna di Palabuhanratu didominasi oleh jenis alat tangkap pancing tonda dan longline . Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah pancing tonda yang beroperasi di PPN Palabuhanratu tahun 2005-2008 jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pancing tonda pada periode tahun 2009-2011. Jumlah alat tangkap longline yang beroperasi pada tahun 2007-2008 relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah alat tangkap longline pada periode tahun 2009-2011. Mulai berkembangnya perikanan tuna di Palabuhanratu, kemungkinan besar merupakan dampak dari pembangunan PPN Palabuhanratu tahap II yang telah dilakukan pada tahun 2002-2005. Dalam Buku Profil Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Lamatta 2011 dijelaskan bahwa pembangunan pelabuhan perikanan tangkap tahap kedua diprioritaskan untuk menunjang aktivitas kapal berukuran 30-150 GT. Artinya, kapal-kapal longline ukuran 30-150 GT dapat 5,000 15,000 25,000 35,000 45,000 55,000 65,000 75,000 85,000 95,000 105,000 115,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan H a rg a r a ta -r a ta b ig ey e tu n a R p k g PPNP 2008 PPNP 2009 PPNP 2010 PPNP 2011 TCWM 2008 TCWM 2009 TCWM 2010 TCWM 2011 65 mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu setelah tahun 2005. Dampak lainnya adalah mulai berkembangnya usaha penanganan hasil tangkapan tuna yang dilakukan oleh beberapa perusahaan agen tuna. Agen tuna ini berfungsi sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan produk tuna dari PPN Palabuhanratu ke perusahaan tuna di Jakarta melalui jalur transportasi darat. Sumber: diolah dari Infofish Trade News dan Statistis PPN Palabuhanratu Gambar 18 Fluktuasi harga ikan layur di pasar CFR Cina dan PPN Palabuhanratu tahun 2010-2011. Gambar 18 juga menunjukkan adanya fluktuasi harga ikan di CFR Cina yang sangat tajam. Puncak harga tertinggi selama 2 tahun terakhir terjadi pada bulan Agustus-September dan bulan April. Pada bulan September 2011 harga ikan layur di CFR mencapai 5,41 USkg atau sekitar Rp 49.186,00 asumsi 1 US = Rp 9.100,00. Harga terendah terjadi sekitar bulan Juni-Juli dan Oktober. Harga ikan layur bulanan di CFR Cina selama tahun 2011 lebih tinggi jika dibandingkan harga ikan layur tahun 2010 pada bulan yang sama. Kondisi ini mengindikasikan 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan H a rg a i k a n l a y u r R p K g CFR Cina 2011 PPN Palabuhanratu 2010 PPN Palabuhanratu 2011 CFR Cina 2010 66 bahwa permintaan pasar layur di CFR Cina semakin meningkat dan menjadi salah satu pasar acuan bagi eksportir layur selain Korea dan Jepang. Gambar 18 juga menunjukkan kondisi pasar ikan layur di PPN Palabuhanratu dimana harga layur dalam 1 tahun terakhir cenderung konstan pada bulan Januari sampai bulan Juli. Harga layur di PPN Palabuhanratu tahun 2011 relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga tahun 2010. Harga rata-rata ikan layur pada bulan Oktober 2011 terjadi penurunan yang sangat tajam dan selisih harganya mencapai sekitar Rp 5.000,00kg. Penurunan harga rata-rata layur tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor kualitas mutu ikan layur dari unit penangkapan payang dimana harganya hanya mencapai sekitar Rp 8.000,00kg. Fakta ini menunjukkan bahwa mutu ikan layur untuk komoditas ekspor dipengaruhi oleh unit penangkapan yang digunakan nelayan cara ikan tertangkap disamping penanganan hasil tangkapan. Berdasarkan penggunaan alat tangkapnya, mutu ikan layur terbaik dihasilkan dari unit penangkapan pancing ulur. Rendahnya hargamutu ikan layur dari unit penangkapan payang kemungkinan besar akibat banyaknya layur dalam kondisi pecah perut. Pada kondisi ikan layur pecah perut, harga di tingkat eksportir di PPN Palabuhanratu turun mencapai sekitar 50 dari harga normal. Oleh karena itu, pihak pengumpul tawe merespon kondisi tersebut dengan melakukan penawaran harga ikan layur dari nelayan payang sangat rendah. Namun jika dilihat dari harga layur di CFR Cina pada bulan Oktober juga menurun tajam, maka kemungkinan besar pihak eksportir layur di Palabuhanratu merespon penurunan harga layur di CFR Cina dengan menurunkan harga beli layur dari tawe. Sebagai konsekunsinya, pihak tawe juga menurunkan harga layur di tingkat nelayan harga yang dicatat di PPN Palabuhanratu adalah harga layur di tingkat nelayan. Gambar 19 menunjukkan bahwa pada tahun 2011, harga layur di Kawasan Teluk Palabuhanratu tertinggi terjadi di PPN Palabuhanratu dengan rata-rata harga selama 1 tahun sekitar Rp 17.000,00kg dan terendah terjadi di TPI Ujung Genteng yaitu sekitar Rp 6.000,00kg. Harga rata-rata layur di 4 TPIPPI lainnya di Kawasan Teluk Palabuhanratu berada di kisaran Rp 8.000,00kg sampai Rp 11.000,00kg. Harga di TPI Ciwaru berfluktuasi pada bulan Januari sampai Juni dan bulan selanjutnya relatif konstan. Secara keseluruhan harga di masing-masing 67 TPI di Kawasan Teluk Palabuhanratu dapat dikatakan cenderung konstan. Kondisi ini terjadi karena harga yang dicatat di masing-masing TPI termasuk di PPN Palabuhanratu adalah harga ikan layur di tingkat nelayan sistem transaksi nelayan dengan pengumpulpemilik kapal. Berdasarkan hasil wawancara, kenaikan harga di tingkat nelayan terjadi ketika harga di tingkat eksportir naik tajam atau terjadi kesepakatan kenaikan harga antar tawe di suatu lokasi. Gambar 19 Fluktuasi harga ikan layur di kawasan minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu tahun 2011. Seluruh ikan layur berkualitas ekspor dibeli oleh pengumpul lokal tawe kemudian dijual kembali ke perusahaan eksportir yang berdomisili di PPN Palabuhanratu. Ikan layur yang tidak termasuk kualitas ekspor dibeli pedagang kecil untuk konsumsi pasar lokal. Atas dasar alasan jarak tempuh masing-masing lokasi TPIPPI ke lokasi perusahaan eksportir, para tawe membeli layur di masing-masing lokasi berbeda-beda. Selisih harga layur di PPN Palabuhanratu dengan TPIPPI lainnya dimanfaatkan oleh tawe untuk biaya penanganan hasil tangkapan, biaya transportasi dan keuntungan usaha. Informasi harga beli layur 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 13000 14000 15000 16000 17000 18000 19000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan H a rg a i k a n l a y u r R p K g PPN Palabuhanratu TPI Ciwaru TPI Cisolok TPI Minajaya TPI Cibangban TPI Ujung Genteng 68 dari pihak perusahaan eksportir umumnya dikuasai oleh para tawe dan informasi tersebut tidak diteruskan ke nelayan. Sistem kontrak informal atau bagi hasil usaha yang diterapkan pemilik kapal sekaligus sebagai pembeli juga membuat nelayan tidak memiliki posisi tawar yang seimbang dalam penentuan harga layur. Pemilik kapal tawe memiliki posisi tawar yang sangat dominan dalam penentuan harga dan di setiap TPI harga layur ditetapkan berdasarkan kesepakatan informal para tawe setempat.

2. Model integrasi pasar ikan tuna dan layur

Model integrasi pasar ikan tuna dan layur yang merupakan model regresi linier berganda telah memenuhi kaidah-kaidah persyaratan uji analisis seperti uji normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas Lampiran 2-8. Tabel 5 menunjukkan hasil formulasi dan validasi model integrasi pasar bigeye tuna segar dan layur pada berbagai jenis pasar. Hasil validasi model menunjukkan bahwa model integrasi pasar layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina tidak signifikan F hitung F tabel , sama halnya dengan model integrasi pasar layur antara TPI Ciwaru dan PPN Palabuhanratu. Artinya, model integrasi pasar pada daerah- daerah tersebut tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor harga tetapi lebih dominan dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak masuk dalam model seperti aturan main di antara anggota rantai pasok, musim, kebijakan pemerintah, infrastruktur pasar dan kondisi pasar global. Ketujuh model yang dihasilkan adalah: 1 Model integrasi pasar bigeye tuna segar antara PPN Palabuhanratu dan TCWM dengan rumus sebagai berikut: P it = 4248,679 + 0,891P it-1 - 2,955P jt - P jt-1 - 1,333P jt-1 2 Model integrasi pasar ikan layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina dengan rumus sebagai berikut: P it = 9913,106 + 0,347P it-1 + 433,665P jt - P jt-1 + 277,993P jt-1 3 Model integrasi pasar layur antara TPI Ciwaru dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 7872,287 + 0,003P it-1 + 0,07P jt - P jt-1 + 0,147P jt-1 69 4 Model integrasi pasar ikan layur antara TPI Cibangban dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 6299,502+ 0,769 P it-1 - 0,025 P jt -P jt-1 - 0,249 P jt-1 5 Model integrasi pasar layur antara TPI Cisolok dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 2029,607 + 0,000P it-1 + 0,496P jt -P jt-1 - 0,456P jt-1 6 Model integrasi pasar layur antara TPI Minajaya dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 3091,992 + 0,000P it-1 + 0,003P jt -P jt-1 + 0,396P jt-1 7 Model integrasi pasar layur antara TPI Ujung Genteng dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 6145,577 + 1,014 P it-1 + 0,0392 P jt -P jt-1 + 0,356 P jt-1 Berdasarkan model-model tersebut dapat diketahui integrasi pasar ikan dalam jangka pendek dengan melihat nilai koefisien variabel P jt -P jt-1 atau nilai b 2 . Integrasi pasar ikan jangka panjang dilihat dari nilai IMC. Tabel 5 menunjukkan bahwa pasar layur di TPI Ujung Genteng hanya terintegrasi dalam jangka pendek dengan PPN Palabuhanratu nilai b 2 = 0,392 mendekati 1 dan nilai IMC = 2,848 1. Pasar layur di TPI Ciwaru, Cibangban, Cisolok dan Minajaya terintegrasi dalan jangka panjang maupun jangka pendek dengan PPN Palabuhanratu, terlihat dari nilai IMC lebih kecil dari 1 dan nilai b 2 mendekati 1. Pasar yang terintegrasi dalam jangka panjang adalah 1 pasar bigeye tuna segar antara PPN Palabuhanratu dan TCWM, dan 2 pasar layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina. Terjadinya proses integrasi jangka panjang antara pasar bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu dan TCWM akibat informasi harga ikan bigeye tuna segar di TCWM tertransmisikan dengan baik ke agen tuna di PPN Palabuhanratu. Selain itu, sarana transportasi dan komunikasi dari PPN Palabuhanratu ke Jakarta juga cukup baik sehingga memudahkan proses distribusi ikan ke negara tujuan yang dilakukan melalui Jakarta. Berdasarkan fakta di lapangan, harga bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu ditentukan oleh agen pengumpul. Agen sangat 70 dimungkinkan melakukan aksi pengurangan harga beli bigeye tuna segar dari nelayan di Palabuhanratu guna mengambil keuntungan semaksimal mungkin pada saat harga di Tokyo naik. Informasi pasar ekspor tuna juga dikuasai penuh oleh pihak eksportiragen sehingga pemilik kapalnelayan tidak memiliki posisi tawar yang seimbang dengan pihak eksportir dalam hal penentuan harga. Selain itu, pihak agen di Palabuhanratu juga sering melakukan transaksi penjualan dengan nelayan di atas kapal melalui kapal carrier. Pihak agen Palabuhanratu umumnya melakukan sistem penjualan tuna dengan ”sistem titip” yaitu menjual ikan tuna dengan dengan harga yang berlaku di TCWM. Sitorus 2004 menjelaskan bahwa konsep perdagangan dengan ”sistem titip” ini dijalankan dengan menandatangani kesepakatan dimana pembeli diberikan kekuasaan oleh produsen pemilik kapal untuk menjualkan ikan tuna sesuai dengan harga tuna yang berlaku di TCWM. Harga yang diterima oleh produsen adalah harga jual di TCWM dikurangi dengan biaya pengiriman dan pajak pendapatan. Terintegrasinya harga bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu dengan harga di TCWM mencerminkan bahwa pergerakan harga domestik sangat dipengaruhi oleh dinamika harga di pasar Tokyo. Kondisi ini dapat memberikan petunjuk bagi pihak-pihak terkait bahwa pengembangan komoditas ekspor tuna segar seharusnya mempertimbangkan efisiensi dan daya saing di pasar Tokyo pada khususnya maupun pasar dunia pada umumnya. Menurut Clenia 2009 daya saing produk perikanan Indonesia di pasar labil disebabkan oleh pasar yang tidak efisien. Pasar dikatakan efisien apabila kegiatan pemasaran memberikan suatu balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat yaitu produsen, pedagang perantara, dan pengecer serta mampu menyampaikan komoditi hasil ke konsumen dengan biaya rendah. Kurangnya informasi pasar merupakan salah satu hambatan dalam bidang pemasaran hasil perikanan. Agar pasar menjadi lebih efisien Laping 1997 menyarankan pihak pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur secara kontinyu dan mengembangkan sistem informasi pasar. Transportasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi integrasi pasar. Dengan demikian, strategi yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mengembangkan sarana transportasi dan fasilitas pasar. Selain itu, pemerintah juga harus memiliki perhatian yang lebih terhadap pengembangan sistem 71 informasi harga dan transparansi pasar. Transparansi pasar tersebut dapat membantu pedagang untuk memiliki pengetahuan tentang kualitas, kuantitas dan informasi harga komoditas secara lengkap setiap saat. Dalam jangka pendek, sistem pemasaran bigeye tuna segar dari PPN Palabuhanratu ke TCWM tidak terintegrasi. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Sitorus 2004 yang menganalisis integrasi pasar tuna segar antara Benoa dan TCWM. Dijelaskan pula bahwa integrasi pasar jangka pendek disebabkan oleh adanya perubahan margin di TCWM dan informasi perubahan margin yang ada disalurkan dengan baik ke Benoa oleh perwakilan pembeli yang memasarkan ikan tuna segar ke Tokyo. Jika fluktuasi marginnya kecil sedangkan biaya transaksi tetap, maka pedagang tidak tertarik untuk mengadakan transaksi yang lebih besar antara pasar lokal dengan pasar Tokyo. Kondisi ini menyebabkan harga di pasar lokal cenderung konstan dan harga di pasar Tokyo cenderung turun. Laping 1997 menyatakan bahwa respon harga dengan segera integrasi jangka pendek derajat tinggi hanya dapat terjadi jika infrastruktur trasportasi, fasilitas pasar desa yang paling mendasar, sistem informasi harga dan pasar yang transparan sudah terbangun dengan baik. Selama faktor-faktor ini belum terbangun dan tersedia maka respon harga dengan segera tersebut sukar untuk dapat terwujud. Berdasarkan pendapat Laping 1997 dan fakta di lapangan, tidak terintegrasinya pasar bigeye tuna antara PPN Palabuhanratu dan TCWM disebabkan oleh sistem informasi harga dan pasar bigeye yang tertutup serta penentuan harga cenderung bersifat monopoli. Praktek bisnis monopoli tersebut ada kemungkinan akibat mekanisme pasar tuna komoditas ekspor di PPN Palabuhanratu tidak dilakukan melalui proses pelelangan sehingga harga tuna yang diterima oleh nelayan di PPN Palabuhanratu tidak dalam kondisi optimal. Secara teoritis, harga sangat dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran atas produk yang diperdagangkan. Kondisi permintaan tuna Indonesia di Jepang dapat mengacu pada penelitian Suharno dan Santoso 2008 yang mengkaji model permintaan yellowfin segar Indonesia di pasar Jepang. Pada penelitian tersebut diperoleh nilai elastisitas permintaan yellowfin segar terhadap harga adalah negatif sebesar 1,283 dan bersifat elastis. Artinya, peningkatan harga yellowfin segar sebesar 1 persen akan membuat permintaan impor yellowfin segar 72 Indonesia oleh Jepang menurun sebesar 1,283 persen, begitu juga sebaliknya. Dengan kondisi seperti ini, maka yellowfin segar Indonesia merupakan produk normal yang sensitif terhadap harga. Namun demikian nilai elastisitas yang lebih besar dari 1 ini dapat menguntungkan Indonesia. Jika Indonesia menurunkan harga sebesar 1 persen, maka permintaan yellowfin segar Indonesia akan meningkat sebesar 1,283 persen. Solusinya adalah Indonesia harus mampu berproduksi yellowin yang bermutu tinggi dengan biaya minimum sehingga harga yellowin segar Indonesia dapat kompetitif dengan harga yellowfin dari negara- negara pesaing. Namun solusi tersebut bukan berarti bahwa seluruh pengusaha tuna Indonesia berlomba-lomba meningkatkan upaya penangkapan tuna tanpa memperhatikan aspek kelestarian sumber daya tuna di masa mendatang. Harga tuna Indonesia yang kompetitif dan menguntungkan secara bisnis di pasar Jepang dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya proses integrasi pasar antara pasar tuna di Indonesia dan pasar tuna di Jepang. Tabel 5 Hasil analisis integrasi pasar bigeye tuna segar dan layur Integrasi pasar Jenis ikan Parameter model Konstanta b 1 b 2 b 3 PPN Palabuhanratu vs TCWM Bigeye segar 4248,679 tn 0,891 -2,955 tn -1,333 tn PPN Palabuhanratu vs CFR Cina Layur 9913,106 0,347 tn 433,665 tn 277,993 tn TPI Ciwaru vs PPN Palabuhanratu Layur 7872,287 tn 0,003 tn 0,070 tn 0,147 tn TPI Cibangban vs PPN Palabuhanratu Layur 6299,502 0,769 -0,025 tn -0,249 tn TPI Cisolok vs PPN Palabuhanratu Layur 2029,607 0,000 0,496 -0,456 TPI Minajaya vs PPN Palabuhanratu Layur 3091,992 0,000 0,003 tn 0,396 TPI Ujung Genteng vs PPN Palabuhanratu Layur 6145,577 1,014 -0,392 -0,356 Integrasi pasar Jenis ikan Validasi model IMC R 2 F nilai Klasifikasi PPN Palabuhanratu vs TCWM Bigeye segar 0,857 85,564 0,668 terintegrasi PPN Palabuhanratu vs CFR Cina Layur 0,256 2,175 tn 0,001 terintegrasi TPI Ciwaru vs PPN Palabuhanratu Layur 0,017 0,039 tn 0,021 terintegrasi TPI Cibangban vs PPN Palabuhanratu Layur 0,863 14,645 0,249 terintegrasi TPI Cisolok vs PPN Palabuhanratu Layur 0,998 2190,200 0,000 terintegrasi TPI Minajaya vs PPN Palabuhanratu Layur 0,999 1800,985 0,000 terintegrasi TPI Ujung Genteng vs PPN Palabuhanratu Layur 0,999 2838,671 2,848 tidak terintegrasi Keterangan : menunjukkan signifikan pada = 5, tn menunjukkan tidak signifikan Tabel 5 menunjukkan bahwa antara harga layur di di PPN Palabuhanratu dan harga layur di CFR Cina terjadi intergasi pasar dalam jangka panjang nilai IMC= 0,0012 1 dan tidak terjadi integrasi pasar jangka pendek nilai b 2 jauh lebih besar dari 1. IMC hampir mendekati nilai 0 terjadi karena nilai b 1