Formulasi masalah Identifikasi Permasalahan Implementasi Program Minapolitan

62 antara zona inti dan zona pendukung tersebut akan memperkuat terbentuknya industrialisasi perikanan di zona inti yang merupakan pusat pertumbuhan ekomomi bagi daerah-daerah sekitarnya. Subsistem industrialisasi perikanan dan subsistem kebijakan dan kelembagaan yang berjalan dengan baik tercermin oleh adanya kemitraan bisnis minapolitan yang optimal, keterkaitan antar wilayah dan komiditas, serta daya saing industri terkait dalam kondisi optimal. Resultan dari kedua subsistem tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan tercapainya tujuan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu seperti 1 peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas produk perikanan, 2 peningkatan pendapatan nelayan, 3 integrasi pasar, rantai pasok dan kelembagaan minapolitan, dan 4 pengembangan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah.

4.2 Analisis Model Integrasi Pasar, Rantai Pasok dan Kelembagaan

Mengacu pada struktur sistem minapolitan perikanan tangkap sebagaimana Gambar 16, analisis model integrasi dalam pengembangan minapolitan dibatasi pada 3 aspek yaitu 1 model integrasi pasar ikan komoditas unggulan, 2 model integrasi supply chain komoditas unggulan, dan 3 model integrasi kelembagaan minapolitan.

4.2.1 Analisis model integrasi pasar ikan tuna dan layur

Data time series yang digunakan untuk menganalisis integrasi pasar tuna adalah harga ikan tuna yang dicatat di PPN Palabuhanratu dan harga ikan tuna yang dicatat di Tokyo Central Wholesale Market TCWM. Data time series yang diolah untuk menganalisis integrasi pasar layur adalah harga ikan layur dicatat di PPN Palabuhanratu, CFR Cina, dan 5 PPITPI lain di kawasan Teluk Palabuhanratu Cibangban, Cisolok, Ciwaru, Minajaya, dan Ujung Genteng. Perbedaan harga ikan di pasar acuan PPN Palabuhanratu, TCWM dan CFR Cina menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya integrasi pasar selain adanya fasilitas sarana dan prasarana pasar, serta jaringan transportasi dan komunikasi yang baik. 63

1. Fluktuasi harga ikan tuna dan layur

Gambar 17 menunjukkan bahwa harga bigeye tuna segar di Tokyo Central Wholesale Market sangat berfluktuatif. Dalam 4 tahun terakhir, harga bigeye tuna segar per bulan pada tahun 2011 relatif lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dan pada tahun 2010 harganya relatif paling rendah. Fluktuasi harga bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu juga relatif stabil pada 3 tahun terakhir. Kondisi berbeda terjadi pada tahun 2008, dimana harga bigeye tuna segar relatif rendah pada bulan Januari sampai April harga sekitar Rp 10 ribukg. Kemudian menjelang akhir tahun, harga bigeye tuna segar meningkat hingga mencapai sekitar Rp 24 ribukg. Peningkatan harga bigeye tuna segar terjadi pada tahun 2009-2011, dimana harga rata-rata per tahun secara berturut-turut mencapai Rp 24 ribukg, Rp 27 ribukg dan Rp 28 ribukg. Fenomena rendahnya harga bigeye tuna segar pada bulan Januari-April 2008 jika dikaitkan dengan harga rata-rata bigeye tuna segar 3 tahun sebelumnya ternyata relatif sama. Kisaran harga rata-rata bigeye tuna segar mulai tahun 2005 hingga 2007 secara berturut-turut adalah Rp 8 ribukg, Rp 10 ribukg, dan Rp 10 ribukg. Artinya, pada akhir tahun 2008 merupakan titik balik kenaikan harga bigeye tuna segar hingga mencapai dua kali lipat dari harga tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan harga yang sangat signifikan ini merupakan salah satu indikator mulai berkembangnya usaha perikanan tuna di Palabuhanratu baik yang terkait dengan usaha penangkapan maupun pengolahan pengepakan hasil tangkapan tuna. Tabel 4 Jumlah alat tangkap pancing tonda dan longline yang beroperasi di PPN Pabuhanratu tahun 2005-2011 64 Sumber: diolah dari National Marine Fisheries Service 2011 dan PPN Palabuhanratu 2011 Gambar 17 Fluktuasi harga bigeye tuna fresh per bulan di Tokyo Center Wholesale Market dan PPN Palabuhanratu pada tahun 2008-2011. Indikasi berkembangnya perikanan tuna di Palabuhanratu dapat dilihat dari indikator jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu. Produksi tuna di Palabuhanratu didominasi oleh jenis alat tangkap pancing tonda dan longline . Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah pancing tonda yang beroperasi di PPN Palabuhanratu tahun 2005-2008 jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pancing tonda pada periode tahun 2009-2011. Jumlah alat tangkap longline yang beroperasi pada tahun 2007-2008 relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah alat tangkap longline pada periode tahun 2009-2011. Mulai berkembangnya perikanan tuna di Palabuhanratu, kemungkinan besar merupakan dampak dari pembangunan PPN Palabuhanratu tahap II yang telah dilakukan pada tahun 2002-2005. Dalam Buku Profil Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Lamatta 2011 dijelaskan bahwa pembangunan pelabuhan perikanan tangkap tahap kedua diprioritaskan untuk menunjang aktivitas kapal berukuran 30-150 GT. Artinya, kapal-kapal longline ukuran 30-150 GT dapat 5,000 15,000 25,000 35,000 45,000 55,000 65,000 75,000 85,000 95,000 105,000 115,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan H a rg a r a ta -r a ta b ig ey e tu n a R p k g PPNP 2008 PPNP 2009 PPNP 2010 PPNP 2011 TCWM 2008 TCWM 2009 TCWM 2010 TCWM 2011