Tingkat Keandalan Penelitian METODOLOGI PENELITIAN

77

4. ZONA AGROEKOLOGI SEBAGAI BASIS KAJIAN KEBERLANJUTAN LAHAN SAWAH

4.1 Rasional

Ide konsep pertanian berkelanjutan di dunia diilhami oleh Komisi Brundtland yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan pada tahun 1987. Paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya Konferensi Dunia di Rio de Janeiro pada tahun 1992, yang mendeklarasikan program pertanian berkelanjutan. Keluarnya gagasan pertanian berkelanjutan merupakan respon terhadap penurunan kualitas sumberdaya alam dan timbulnya masalah ekonomi dan sosial, sebagai dampak dari revolusi hijau yang memperkenalkan pupuk agrokimia, obat pestisida dan bibit unggul Edward, 1994; dalam Altieri, 2002. Proposal tentang konsep agroekologi merupakan upaya untuk memfasilitasi pemecahan masalah yang disebabkan oleh dampak revolusi hijau tersebut Gliessman, 2002. Tujuan utama konsep agroekologi adalah untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan Altieri, 1989, 2002. Munculnya konsep agroekologi di negara- negara maju pada hakekatnya merupakan keinginan para pakar pertanian untuk mengembalikan sistem pertanian yang sesuai dengan kaidah-kaidah ekosistem, dalam hal ini adalah agroekosistem. Pengalaman penerapan revolusi hijau yang mengabaikan kaidah-kaidah ekosistem dalam jangka pendek mungkin dapat meningkatkan produktivitas lahan. Namun demikian, dalam jangka panjang akan dapat mengakibatkan kehancuran sumberdaya alam dan lingkungan. Kekhawatiran inilah yang menjadi dasar pentingnya penerapan konsep agroekologi untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan. Agroekologi adalah ilmu tentang aplikasi konsep dan prinsip-prinsip ekologi untuk mendesain dan mengelola keberlanjutan agroekosistem. Aplikasi agroekologi dapat dikatakan sebagai metode untuk mendiagnosa sistem pertanian yang sehat, dengan mendelineasi prinsip-prinsip ekologi yang sesuai untuk mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan Gliessman, 1998, dalam Gliessman, 2002. Agroekologi ini bersifat multidimensi karena merupakan perpaduan ilmu ekologi, ekonomi, dan sosial Altieri, 2002; Dalgaard et al. 2003. Ketiga dimensi keilmuan tersebut adalah sebagai dasar penilaian keberlanjutan 78 pertanian, yaitu mantap secara ekologis, berlanjut secara ekonomi, adil, manusiawi, dan luwes Gips, 1986; dalam Sabiham, 2008. Karena aspek-aspek agroekologi dapat dipetakan pada skala yang berbeda- beda Dalgaard et al. 2003; Rao dan Rogers, 2006, maka prinsip-prinsip ekologi dapat didelineasi sebagai zona agroekologi, dengan menggunakan teknologi SIG. Sebagaimana yang telah diterapkan di negara-negara maju, zona agroekologi ini cocok untuk digunakan sebagai basis kajian keberlanjutan lahan sawah di Jawa sebagai sentra produksi padi yang nampaknya masih terpuruk karena masalah lingkungan biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya 4.2 Tinjauan Pustaka 4.2.1 Konsep Pertanian Berkelanjutan Kata ”pertanian berkelanjutan” terdiri dari dua kata, yaitu kata ”pertanian” dan ”berkelanjutan”. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1999, kata ”pertanian” diartikan sebagai segala sesuatu yang bertalian dengan tanam-menanam. Kata ”berkelanjutan” berarti berlangsung terus-menerus atau berkesinambungan. Sehingga, dalam konteks kata, pertanian berkelanjutan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan tanam-menanam yang berlangsung terus-menerus atau berkesinambungan. Dalam kata ”keberlanjutan pertanian, kata kunci ”keberlanjutan” dapat diartikan sebagai ”menjaga agar suatu upaya terus berlangsung atau kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak menurun”. Keberlanjutan pada dasarnya berarti sebagai kemampuan lahan untuk tetap produktif sekaligus tetap dapat mempertahankan eksistensi sumberdaya lahan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup manusia. Dalam konteks pertanian, definisi pertanian berkelanjutan ada bermacam- macam. Dari kalangan para pakar ilmu tanah atau agronomi, pertanian berkelanjutan lebih dikenal dengan istilah LEISA Low External Input Sustainable Agriculture, yaitu pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia yang tersedia di tempat seperti tanah, air, tumbuhan, tanaman, dan hewan lokal serta tenaga manusia, pengetahuan, dan ketrampilan dan yang secara ekonomi layak, mantap secara ekologis, disesuaikan 79 menurut budaya dan adil secara sosial Reijntjes et al. 1999. Nasution 1995 mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat sosial dari pengelolaan sumberdaya biologi dengan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup, dan produktivitas sumberdaya sepanjang masa. Menurut Technical Advisory Committee of the CGIAR TAC- CGIAR, 1988, dalam Mangkuprawira, 2007, pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas dan melestarikan sumberdaya alam. Pertanian berkelanjutan diistilahkan oleh Word BankTrie Societies 1998, dalam Notohadinegoro, 1999 sebagai sustainable intensification, yaitu sistem pengelolaan pertanian terpadu yang secara berangsur meningkatkan produktivitas lahan sambil mempertahankan keutuhan dan keaneragaman ekologi dan hayati sumberdaya alam selama jangka panjang, memberikan keuntungan ekonomi kepada para perorangan, menyumbang kepada mutu kehidupan dan memperkuat pembangunan ekonomi negara. Secara ringkas, sistem pertanian berkelanjutan pada hakekatnya adalah back to nature, yakni sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah Salikin, 2003. Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya dan usaha pertanian melalui penerapan teknologi pertanian dan kelembagaan secara berkesinambungan bagi generasi kini dan masa depan Deptan, 2006. Setidaknya, pertanian berkelanjutan mengandung makna empat aspek, yaitu 1 kesadaran ekologi ecological sound, 2 bernilai ekonomi economic viability, 3 berkeadilan sosial social justice, dan 4 berperikemanusiaan humaness Anonim, http:allianceforsustainability.net , 18 Juli 2008. Karena pembangunan pertanian tidak dapat terlepas dari faktor sosial, ekonomi, dan budaya, sistem pertanian berkelanjutan setidaknya mengandung makna sesuai secara teknis, layak secara ekonomi, dan dapat diterima secara sosial dan budaya masyarakat setempat Puslitanak, 1999. Pertanian bisa dikatakan berkelanjutan jika mantap secara ekologis kualitas sumberdaya alam dan kemampuan agroekosistem dijaga dan