Model Penelitian Kerangka Pemikiran .1 Rasional

11 mengetahui status kemampuan zona agroekologi lahan sawah dalam memproduksi padi untuk memenuhi kebutuhan beras di setiap wilayah provinsi, sedangkan data indeks keberlanjutan digunakan untuk mengevaluasi status keberlanjutan lahan sawah. Tabel 1. Jenis data dan kegunaannya untuk zonasi agroekologi lahan sawah Jenis data Kegunaan Sistem lahan Memetakan kesesuaian lahan padi sawah Penutup lahan Mengidentikasi lahan tersedia dari aspek sebaran lahan sawah Kawasan hutan Mengidentifikasi lahan tersedia dari aspek status kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan konservasi Agroklimat Mengidentifikasi kondisi iklim curah hujan dan suhu untuk pertumbuhan tanaman padi sawah Kondisi irigasi Mengidentikasi ketersediaan air untuk penetapan intensitas pertanaman Ekonomi, dan sosial-budaya Mengidentifikasi kondisi ekonomi, sosial dan budaya petani padi sawah. Nilai indeks keberlanjutan lahan sawah di setiap zona agroekologi dihitung berdasarkan nilai indikator utama keberlanjutan yang diseleksi dan dikelompokkan dengan metode analisis faktor dan diskriminan. Indikator utama yang diperoleh mencerminkan faktor dominan yang menghambat atau mendukung keberlanjutan lahan sawah. Faktor dominan yang menghambat keberlanjutan dapat digunakan sebagai basis kajian pengelolaan lahan sawah untuk merumuskan alternatif kebijakan untuk mendukung penataan ruang dalam rangka menjaga mengatasi keberlanjutan lahan sawah. Dengan menggunakan Analisis Hirarkhi Proses AHP dan mempertimbangkan peraturan dan perundang- undangan yang berlaku, hasil kajian pengelolaan lahan sawah tersebut kemudian dirumuskan sebagai alternatif kebijakan pengelolaan lahan sawah yang diarahkan untuk mewujudkan pemanfaatan lahan sawah berkelanjutan. 12 Model penelitian ini secara keseluruhan dirangkai dalam satu kesatuan yang utuh dalam bab 1, bab2, bab 3, bab 4, bab 5, bab 6, bab 7, dan bab 8 Gambar 4. Bab 1 menguraikan pengantar kondisi faktual dan permasalahan Penetapan Zona Agroekologi dan Daya Dukung Lahan Sawah di setiap wilayah Penentuan Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah Perumusan Kebijakan Pengelolaan Lahan Sawah Pembahasan Umum bab 7 Kesimpulan dan Saran bab 8 - Kondisi Faktual permasalahan - Tujuan, hipotesis, manfaat penelitian - Kerangka pemikiran bab 1 Tinjauan Pustaka bab 2 Metodologi Penelitian bab 3 Hasil dan Pembahasan: Zona Agroekologi Lahan Sawah dan Daya Dukung Lahan sawah di Setiap Wilayah Bab 4 Hasil dan Pembahasan: Status Keberlanjutan Lahan Sawah Bab 5 Hasil dan Pembahasan: Kebijakan Pengelolaan Lahan Sawah untuk mendukung penataan ruang Bab 6 Gambar 4. Keterkaitan antar bab dalam penyajian sistematika disertasi 13 yang mengancam keberlanjutan lahan sawah, tujuan, hipotesis, manfaat penelitian, dan kerangka pemikiran state of the arts. Kondisi faktual dan permasalahan lahan sawah yang mencakup lingkungan biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya disajikan secara lengkap di bab 2. Rangkaian bab 1 Pendahuluan dan bab 2 Tinjauan Pustaka tersebut menjadi dasar penulisan metodologi penelitian bab 3. Bab 3 ini menguraikan filosofi metode yang digunakan untuk menjawab tiga topik bahasan pokok, yaitu 1 penetapan zona agroekologi lahan sawah dan daya dukungnya di setiap wilayah provinsi, 2 penentuan indeks keberlanjutan lahan sawah, dan 3 perumusan alternatif kebijakan pengelolaan lahan sawah berdasarkan status keberlanjutan yang dicerminkan oleh indeks keberlanjutan. Hasil dari pembahasan di bab 4 ini menjadi dasar pembahasan status keberlanjutan lahan sawah berdasarkan nilai indeks keberlanjutan di setiap zona agroekologi yang disajikan di bab 5. Hasil dari pembahasan di bab 5 kemudian dijadikan dasar pembahasan di bab 6, yaitu tentang perumusan kebijakan pengelolaan lahan sawah untuk mendukung penataan ruang dalam rangka mewujudkan pemanfaatan lahan sawah secara berkelanjutan. Bab 7 menguraikan pembahasan umum tentang prospek pulau Jawa berswasembada beras, pengelolaan kelembagaan lahan sawah terpadu, dan pengembangan pemanfaatan peta zona agroekologi lahan sawah melalui Infrastruktur Data Spasial Nasional IDSN. Topik bahasan di bab 7 ini lebih difokuskan pada prospek dan pengembangan hasil penelitian untuk menjawab permasalahan keberlanjutan lahan sawah pada masa datang. Bab 8 menyajikan rangkuman kesimpulan dan saran dari bab 4, bab 5, bab 6, dan bab 7. Kesimpulan dan saran yang disajikan tersebut disinkronkan dengan tujuan, hopotesis, dan manfaat penelitian secara keseluruhan.

1.5.3. Rancangan Kebaruan Penelitian

Berdasarkan pada hasil penelusuran penelitian tentang indeks keberlanjutan yang telah ada, kebaruan penelitian indeks keberlanjutan lahan sawah akan terletak pada: 1. Pengklasifikasian lahan sawah yang sesuai dengan potensi lahan, intensitas pertanaman dan status kawasan budidaya. 14 2. Penetapan indikator utama keberlanjutan lahan sawah berbasiskan data spasial agroekologi. 3. Penentuan prioritas kebijakan pengelolaan lahan sawah berdasarkan indikator utama dengan pendekatan batas spasial agroekologi untuk mendukung penataan ruang. 15

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Lahan Sawah

Sistem usahatani lahan sawah di Jawa telah lama dikenal dan dipraktekkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu Adiningsih et al., 2004; Soemarwoto, 2008. Teknologi sistem usahatani di Jawa pertama kali diperkenalkan oleh budaya Dong Son dari Vietnam Utara pada abad ke-3 Yokokura, 1987, dalam Poniman, 1989. Budaya Dong Son tersebut mewariskan sistem usaha tani lahan sawah dalam hal pengolahan tanah dengan kerbau Buffalo-trampling, penanam padi tipe bulu, dan penggunaan ani-ani untuk panen padi. Pengaruh sistem usahatani lahan sawah budaya Dong Son ini kemudian beralkulturasi dengan budaya India pada abad ke-9. Kedatangan budaya India mewariskan teknologi pengolahan tanah sawah dengan sapi bajak dan penggunaan sabit untuk panen Poniman, 1989. Lombard 1990b mengemukakan bahwa pembukaan lahan persawahan di Jawa Tengah dan Jawa Timur diawali pada abad ke-8 dan ke-13, sedangkan di daerah – daerah Pasundan Jawa Barat baru dibuka secara sistimatis pada abad ke-17 dan ke-18. Sejarah awal mula persawahan di Jawa dibuktikan dengan ditemukannya prasasti tentang Tanggul Banjir Harinjing di desa Kepung, di wilayah Sungai Brantas, tertanggal 726 Tahun Caka atau 808 M Angoedi, 1984, dalam Gani, 2006. Pada zaman Mojopahit abad ke-14, lahan sawah di Jawa sangat dilindungi. Perlindungan daerah persawahan ini tertuang dalam kitab Negarakertagama yang ditulis Pangeran Wengker, paman Hayam Wuruk, yaitu: ”Anda hendaknya memperhatikan segala sesuatu yang sesuai dengan kepentingan pedesaan pradesa, bendungan situ, jalanan damarga, bangunan dari batu gerha. Semua karya karya yang berguna itu harus dirawat dengan baik”. Pada masa itu berlaku hukum adat: Barangsiapa membiarkan sawah terbengkelai, harus dianggap bersalah dan membayar denda sebanyak harga beras yang dihasilkan tanah seluas itu. Pada zaman Jawa kuno tersebut, sistem irigasi pembagian air telah diterapkan di lembah Brantas, Jawa Timur. Sistem irigasi kuno lainnya juga dikembangkan, seperti: 1 di hulu Kali Konto yang bersumber di lereng-lereng Gunung Kawi dan mengalir ke Barat sampai bermuara di kali Brantas sebelah Utara Kertosono yang dibangun pada tahun 804