Pengembangan Peta Zona Agroekologi Lahan Sawah melalui IDSN

238 Tabel 51. Kumpulan data untuk pembuatan peta zona agroekologi lahan sawah Tingkat Skala Kumpulan Data Datum Cakupan Data Koordinat Proyeksi N A S I O N A L

1: 1000.000

DGN-95 Wilayah Pulau Geografi UTM P R O V I N S I

1: 250.000 sd

1: 100.000

DGN-95 Wilayah Provinsi Geografi, UTM K A B U P A T E N K O T A

1: 50,000 sd

1:25,000 DGN-95 Wilayah Kabupaten Kota Geografi, UTM - Hipsografi - Komunikasi - Perairan - Batas administrasi - Toponimi - Garis Pantai - Sistem lahan - Agroklimat - Kawasan hutan - Penutup lahan - Irigasi - Sosial-budaya - Hipsografi - Komunikasi - Perairan - Batas administrasi - Toponimi - Garis Pantai - Sistem lahan - Agroklimat - Kawasan hutan - Penutup lahan - Irigasi - Sosial-budaya - Hipsografi - Komunikasi - Perairan - Batas administrasi - Toponimi - Garis Pantai - Sistem lahan - Agroklimat - Kawasan hutan - Penutup lahan - Irigasi - Sosial-budaya 239 Pembangunan IDSN dari aspek teknologi mengandalkan teknologi informasi dan komunikasi ICT. Paradigma pengelolaan data spasial Gambar 87 mengalami perubahan karena disesuaikan dengan perkembangan teknologi ICT yang sangat cepat. Sejak munculnya teknologi SIG dan Inderaja sekitar tahun 1970-an, pengelolaan data spasial terus berkembang dari format analog ke dijital. Seiring dengan perkembangan teknologi ICT hingga saat ini, pengelolaan data spasial diarahkan ke penghimpunan basisdata terpadu yang bersifat seamless dan on line. Melalui basisdata terpadu inilah diharapkan pemanfaatan data dapat dilakukan sharing data secara on line. Pengelolaan data spasial secara terpadu ini merupakan solusi untuk pengelolaan data yang masih bersifat stand alone GIS islands seperti yang diilustrasikan pada Gambar 88. Pemanfaatan data secara bersama melalui basisdata spasial terpadu adalah untuk menghindari duplikasi penyediaan data dan untuk mengoptimalkan daya gunanya dalam mendukung pembangunan nasional Matindas et al., 2009. Gambar 86. Komponen infrastruktur data spasial nasional IDSN 240 Keberhasilan membangun basisdata zona agroekologi lahan sawah berbasis SIG untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan atau ketahanan pangan ditentukan oleh kesiapan IDSN. Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi IDSN di negara kita ditinjau dari aspek kelengkapan data utama, kelembagaan, jaringan komputer dan SDM masih belum memadai. Belum siapnya IDSN ini tentunya dapat menghambat keberhasilan pembangunan basisdata zona agroekologi lahan sawah. Dari aspek kelengkapan data utama, ketersediaan peta dasar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, terutama skala provinsi 1: 250,000 dan kabupatenkota 1: 50,000, 1: 25,000 masih belum lengkap. Wilayah yang belum lengkap peta dasarnya diantaranya pulau Kalimantan, Sumatera, kepulauan Maluku, dan Provinsi Papua. Disamping peta dasar, peta- peta tematik sumber daya lahan yang diperlukan untuk membangun basisdata zona agroekologi lahan sawah seperti peta agroklimat, peta potensi sumberdaya air dan kondisi irigasi juga masih banyak yang belum tersedia. Permasalahan belum lengkapnya peta dasar dan tematik juga masih dijumpai sistem format data yang belum standar. Kondisi tersebut jelas akan dapat mempersulit terwujudya basisdata zona agroekologi lahan sawah yang diinginkan. Selain itu, karena Gambar 87. Perubahan paradigma dalam pengelolaan data spasial Matindas et al., 2009 P P e e t t a a d d i i g g i i t t a a l l P P e e t t a a c c e e t t a a k k a a n n a a n n a a l l o o g g F F i i l l e e s s a a n n d d T T i i l l e e s s N N L L P P B B a a s s i i s s d d a a t t a a s s e e a a m m l l e e s s s s W W o o r r k k f f l l o o w w W W o o r r k k f f l l o o w w I I n n d d i i v v i i d d u u a a l l W W o o r r k k f f l l o o w w s s B B a a s s i i s s d d a a t t a a E E n n t t e e r r p p r r i i s s e e