Rasional ZONA AGROEKOLOGI SEBAGAI BASIS KAJIAN KEBERLANJUTAN LAHAN SAWAH

79 menurut budaya dan adil secara sosial Reijntjes et al. 1999. Nasution 1995 mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat sosial dari pengelolaan sumberdaya biologi dengan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup, dan produktivitas sumberdaya sepanjang masa. Menurut Technical Advisory Committee of the CGIAR TAC- CGIAR, 1988, dalam Mangkuprawira, 2007, pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas dan melestarikan sumberdaya alam. Pertanian berkelanjutan diistilahkan oleh Word BankTrie Societies 1998, dalam Notohadinegoro, 1999 sebagai sustainable intensification, yaitu sistem pengelolaan pertanian terpadu yang secara berangsur meningkatkan produktivitas lahan sambil mempertahankan keutuhan dan keaneragaman ekologi dan hayati sumberdaya alam selama jangka panjang, memberikan keuntungan ekonomi kepada para perorangan, menyumbang kepada mutu kehidupan dan memperkuat pembangunan ekonomi negara. Secara ringkas, sistem pertanian berkelanjutan pada hakekatnya adalah back to nature, yakni sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah Salikin, 2003. Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya dan usaha pertanian melalui penerapan teknologi pertanian dan kelembagaan secara berkesinambungan bagi generasi kini dan masa depan Deptan, 2006. Setidaknya, pertanian berkelanjutan mengandung makna empat aspek, yaitu 1 kesadaran ekologi ecological sound, 2 bernilai ekonomi economic viability, 3 berkeadilan sosial social justice, dan 4 berperikemanusiaan humaness Anonim, http:allianceforsustainability.net , 18 Juli 2008. Karena pembangunan pertanian tidak dapat terlepas dari faktor sosial, ekonomi, dan budaya, sistem pertanian berkelanjutan setidaknya mengandung makna sesuai secara teknis, layak secara ekonomi, dan dapat diterima secara sosial dan budaya masyarakat setempat Puslitanak, 1999. Pertanian bisa dikatakan berkelanjutan jika mantap secara ekologis kualitas sumberdaya alam dan kemampuan agroekosistem dijaga dan 80 ditingkatkan, bisa berlanjut secara ekonomi petani mendapat penghasilan yang cukup dan kelestarian sumberdaya alam dijaga, adil sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan kepada petani secara demokratis, manusiawi integritas budaya dan spiritualitas masyarakat petani dijaga dan dipelihara, dan luwes masyarakat petani mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berkelanjutan Gibs, 1986; dalam Reijntjes et al., 1999. Sabiham 2008 mengemukakan bahwa pertanian berkelanjutan adalah sebagai pengelolaan sumberdaya untuk menghasilkan kebutuhan pokok manusia sandang, pangan, dan papan, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam.

4.2.2 Konsep Agroekologi

Istilah agroekologi secara paralel diusulkan oleh ahli zoologi Jerman dan ahli fisiologi tanaman Amerika pada tahun 1930 dan 1939, sebagai sinonim untuk aplikasi ekologi dalam bidang pertanian Gliessman, 2002; Dalgaard et al., 2003. Pemikiran ahli ekologi pada saat itu, walaupun fokusnya relatif masih sempit, telah memberi wawasan ke depan tentang pengintegrasian ekosistem Dalgaard et al., 2003. Lahirnya disiplin ilmu agroekologi, menurut Altieri 1989, dilatarbelakangi oleh adanya ancaman keberlanjutan pengembangan pertanian selama dua dekade terakhir karena keterbatasan sumberdaya, terjadinya degradasi lingkungan, pertumbuhan penduduk yang tinggi, tidak terkontrolnya atau macetnya pertumbuhan ekonomi, marjinalisasi sosial, dan lain-lain. Faktor- faktor yang mengakibatkan terancamnya pembangunan pertanian berkelanjutan tersebut berasal dari ekternalitas negatif dari penerapan revolusi hijau yang telah mengintrodusir penggunaan pupuk kimia sintetis, pestisida, dan bahan-bahan kimia lainnya untuk memacu produktivititas hasil panen biji-bijian Dalgaard et al., 2003; Salikin, 2003. Kekhawatiran terhadap ancaman pertanian berkelanjutan tersebut mendorong pengusulan ilmu agroekologi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan degradasi sumberdaya alam dan lingkungan, serta gizi buruk masyarakat Dalgaard et al., 2003. Dalam berbagai konsep, agroekologi diusulkan sebagai disiplin ilmu baru yang mendefinisikan, mengklasifikan, dan mempelajari sistem pertanian dari