2.2 Sifat Fisik dan Kegunaan
Secara morfologis, tanaman Jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat mencapai
antara 15-20 m. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu-abu yang mudah terkelupas. Daun berbentuk opposite
jantung membulat dengan ujung meruncing Sumarna 2001. Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu jati mempunyai berat jenis antara 0,62-
0,75 dan memiliki kelas kuat II dengan penyusutan hingga kering tanur 2,8-5,2. Keawetan kayu tergolong kelas I Sumarna 2001.
Kayu jati hingga saat ini banyak dibutuhkan dalam industri properti, seperti untuk kayu lapis, rangka, kusen, pintu maupun jendela, karena kayu jati
memiliki kelas kuat dan kelas awet yang tinggi. Selain itu, dengan profil yang ditunjukkan oleh garis lingkar tumbuh yang unik dan bernilai artistik tinggi, jati
dibutuhkan para seniman pahat dan pengrajin industri furniture untuk dijadikan berbagai jenis barang kerajinan rumah tangga. Karena kekuatannya pula, kayu jati
digunakan sebagai bahan untuk bak pada angkutan truk, tiang, balok, gelagar, jembatan, maupun bantalan kereta api Sumarna 2001
2.3 Dasar-dasar Pembagian Batang
Tujuan pembagian batang adalah untuk meningkatkan nilai ekonomis, memisahkan berbagai sortimen kayu sesuai peruntukannya dan untuk
mempermudah pengangkutan dari satu batang pohon dengan memperhatikan azas peningkatan mutu sesuai penggunaannya. Nilai sortimen kayu dari sutu batang
pohon ditentukan oleh variasi kualitas, panjang dan diameter. Ketiga variabel yang menentukan nilai tersebut diatur dalam pembagian batang Elias 1998.
Pembagian batang dilakukan dari pangkal, sedangkan pemotongan dilaksanakan dari ujung, bila tidak ditetapkan secara khusus, pemotongan panjang
kayu dilakukan dengan urutan prioritas Perhutani 2005.
Urutan prioritas pembagian batang kayu bundar jati sebagai berikut : Tabel 1 Urutan prioritas pembagian batang kayu bundar jati tahun 2005
No. Jenis Sortimen
Panjang m Diameter cm
1. Kayu Bundar Vinir Vi
2,40-2,90 2,20-2,30
35 up
2. Kayu Bundar Hara H
2,50-2,90 2,20-2,40
1,20-1,90 0,40-0,90
2,50-2,90 2,20-2,40
1,20-1,90 0,70-0,90
30 Up 30 Up
30 Up 30 Up
25-28 25-28
25-28 25-28
3. Kayu Bundar Lokal Industri
IN 2,50-2,90
2,20-2,40 1,20-1,90
0,40-0,90
2,50-2,90 2,20-2,40
1,20-1,90 0,70-0,90
30Up 30Up
30Up 30Up
22-28 22-28
22-28 22-28
4. Kayu Bundar Besar AIII
Lokal 4,10 ke atas
3,10-3,90 2,50-2,90
2,10-2,40 1,10-1,90
0,70-0,90 0,40-0,60
30 Up 30 Up
30 Up 30 Up
30 Up 30 Up
30 Up
5. Kayu Bundar Sedang AII
Lokal 4,00 ke atas
3,00-3,90 2,00-2,90
1,00-1,90 0,70-0,90
0,40-0,60 22-28
22-28 22-28
22-28 22-28
22-28
Tabel 1 Sambungan No.
Jenis Sortimen Panjang m
Diametercm 6.
Kayu Bundar Kecil AI
4,00 ke atas 3,00-3,90
2,00-2,90 1,00-1,90
0,70-0,90 0,40-0,60
4,00 ke atas 3,00-3,90
2,00-2,90 1,00-1,90
0,70-0,90
4,00 ke atas 3,00-3,90
2,00-2,90 1,50-1,90
16-19 16-19
16-19 16-19
16-19 16-19
10-13 10-13
10-13 10-13
10-13
4-7 4-7
4-7 4-7
7. Kayu Bahan Parket
KBP 1,00-1,90
0,40-1,90
1,00-1,90 0,40-1,90
1,00-1,90 0,40-1,90
30Up 30Up
22-28 22-28
16-19 16-19
8. Kayu Bundar Limbah
KBL 0,50
0,50 1,00
9-15 5-8
2-4
9. Brongkol
Maks 0,90 Tidak terbatas
Sumber: Perhutani 2005
2.4 Daur
Menurut Osmaston 1968, daur atau rotasi adalah suatu periode dalam tahun yang diperlukan untuk menanam dan memelihara suatu jenis pohon sampai
mencapai umur yang dianggap masak untuk keperluan tertentu. Jadi sebenarnya istilah daur hanya dipakai untuk pengelolaan hutan tanaman seumur. Untuk hutan
alam, istilah yang mempunyai arti yang sama dengan daur adalah siklus tebang.
Menurut Osmaston 1968, faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya daur adalah:
a. Tingkat kecepatan pertumbuhan tegakan, yang tergantung pada jenis
pohon, lokasi tempat tumbuh serta intensitas penjarangan. b.
Karakteristik jenis, dimana harus diperhatikan umur maksimal secara alami, umur menghasilkan benih, umur kecepatan tumbuh terbaik dan
umur kualitas kayu terbaik. c.
Pertimbangan ekonomi, di mana harus memperhatikan ukuran yang dapat diperoleh.
d. Respon tanah terhadap penggunaan pembukaan lahan yang berulang-
ulang, hal ini erat hubungannya dengan batuan induk dan pelapukan tanah.
2.5 Sortimen Kayu Bundar Jati