17 Parameter yang diperhatikan dalam menentukan jenis lumpur yang akan digunakan
dalam pengomposan adalah kadar air dan kandungan logam berat yang bersifat B3 Bahan Berbahaya dan Beracun. Menurut PP No. 85 Tahun 1999 mengenai pengelolaan limbah B3,
logam berat yang termasuk limbah B3 salah satunya adalah Pb. Kandungan Pb sebagai logam berat yang terkandung dalam lumpur tidak membahayakan karena masih berada di
bawah baku mutu zat pencemar dalam limbah untuk penentuan karakteristik sifat racun baku mutu Pb: 5 mgkg menurut PP No. 85 Tahun 1999. Baku mutu PP No. 85 Tahun 1999
bisa dilihat pada lampiran 3. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa lumpur padat memiliki kadar air dan kandungan logam berat Pb yang rendah, oleh karena itu lebih cocok
sebagai bahan baku kompos.
4.2 Suhu harian
Kematangan kompos sebagai produk akhir dari pengomposan ditandai dengan suhu yang sudah dingin dan stabil atau sama dengan suhu lingkungan, serta struktur dan warna
yang menyerupai tanah.Pada tahap pengomposan, data yang diambil selama proses berlangsung adalah suhu harian dari tumpukan bahan kompos. Pengukuran suhu dilakukan
tiap hari dengan menggunakan termometer alkohol yang dimasukkan ke dalam pipa pvc yang ditancapkan pada keempat titik yang telah ditentukan pada tiap box.
Didapatkan data suhu lingkungan sekitar tempat pengomposan, suhu pada box 1, dan suhu pada box 2. Suhu total tiap box merupakan hitungan rata-rata nilai suhu dari keempat
titik pada tiap box. Suhu lingkungan normal berkisar antara 31-34 C sedangkan berkisar 29-
30 C apabila terjadi hujan ketika pengukuran berlangsung. Pada pengomposan kompos box
1 yang menggunakan campuran lumpur padat, jerami, dan pupuk kandangkotoran kambing, suhu pada hari pertama mencapai 38,75
C kemudian naik dan mencapai suhu puncak sebesar 50
C pada hari ke-7. Setelah hari ke-7 suhu kompos cenderung mengalami penurunan drastis sampai hari ke-20 dengan suhu 38,5
C. Setelah itu suhu mengalami naik-turun sampai hari ke-40 dimana suhu sudah mulai
mendingin dan stabil menyamai suhu lingkungan. Pada pengomposan kompos box 2 dengan menggunakan campuran lumpur padat, jerami, dan bakteri probio, suhu pada hari pertama
mencapai 35,5 C kemudian naik dan mencapai suhu puncak sebesar 43,5
C pada hari ke-7. Setelah hari ke-7 suhu kompos cenderung mengalami penurunan suhu yang drastis sampai
hari ke- 18 dengan suhu 36,5 C. Setelah itu suhu mengalami penurunan dan terkadang
menunjukkan adanya sedikit kenaikan suhu. Pada hari ke-39 suhu kompos sudah mulai dingin dan stabil.
Suhu lingkungan normal berkisar antara 32-34 C sedangkan berkisar 29-31
C apabila terjadi hujan atau cuaca mendung ketika pengukuran berlangsung. Suhu lingkungan perlu
dilakukan pengukuran karena bertujuan sebagai perbandingan dengan suhu kompos box 1 dan kompos box 2. Apabila suhu kompos pada kedua box sudah setara dengan suhu
lingkungan, maka kompos dikatakan matang. Suhu kompos pada box 1 sudah stabil dan sama dengan suhu lingkungan pada hari ke- 56, sedangkan suhu kompos pada box 2 sudah
stabil dan sama dengan suhu lingkungna pada hari ke- 53. Pengukuran suhu baru berlangsung selama 60 hari sesuai umur pengomposan oleh karena itu didapat data suhu
kompos selama 60 hari. Data suhu 60 hari tiap box kompos dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
18
Gambar 7. Grafik perbandingan suhu kompos 1 dengan suhu lingkungan
Gambar 8. Grafik perbandingan suhu kompos 2 dengan suhu lingkungan
20 25
30 35
40 45
50 55
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
55 60
65
S u
h u
ͦC
Waktu hari
Grafik Suhu harian 60 hari
suhu lingkungan suhu kompos 1
20 25
30 35
40 45
50 55
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
55 60
65
S u
h u
ͦC
Waktu hari
Grafik Suhu harian 60 hari
suhu lingkungan suhu kompos 2
19 Meningkatnya dan menurunnya suhu dari campuran kedua kompos tersebut
diakibatkan oleh tingkat aktivitas mikroorganismebakteri yang ada di dalam aktivator pupuk kandang maupun bakteri probio. Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa suhu kompos pada box
1 yang menggunakan pupuk kandang sebagai aktivatornya memiliki suhu rata-rata lebih tinggi jika dibandingkan dengan suhu kompos pada box 2 yang menggunakan bakteri probio
sebagai aktivatornya. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan jumlah bakteri dalam 100 ml probio dengan jumlah bakteri dalam 100 kg pupuk kandang, sehingga pada
grafik suhu terlihat perbedaan tingkat aktivitas bakteri pada tumpukan kompos 1 dan tumpukan kompos 2 Yuli A.H et al., 2008. Semakin lama proses pengomposan maka total
jumlah bakteri akan makin turun Yuli A.H et al., 2008
. Bakteri dekomposer mendapat suplai oksigen dari celah-celah di dinding box kompos
yang didesain agar terjadi proses aerasi pada tumpukan kompos tersebut. Pemberian air pun perlu dilakukan secara berkala untuk menjaga kelembapannya.
4.3 Analisis Kandungan Bahan Baku Kompos