Manajemen Keuangan Daerah Keuangan Daerah

15 aspek kualitas maupun kuantitas. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian dari pemerintah pusat. Dengan kondisi seperti ini, setiap daerah diharapkan dapat menggali dan mengoptimalkan sumber-sumber keuangan guna membiayai keperluan pembangunan di daerah. Pembenahan terhadap permasalahan keuangan daerah, didasari pada beberapa kelemahan yang selama ini ada, yaitu Mulyanto, 2002:17: 1 Transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah belum dilakukan dengan optimal. 2 Terbatasnya peran DPRD dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian maupun pada saat evaluasi anggaran. 3 Masih berorientasi pada input penggunaan anggaran yang tersedia, disbanding kepada output dan outcome pelayanan barang dan jasa kepada masyarakat. 4 Sistem akuntansi yang digunakan pada umumnya masih bertumpu pada cash basic system dan single entry system daripada accrual basic system dan double entry system. 5 Pengendalian dan pengawasan lebih tertuju kepada aspek keuangan financial aspect disbanding kepada masalah manajemen dampak atau kinerjanya performa aspect.

b. Manajemen Keuangan Daerah

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintaha Daerah yang dinilai dengan uang 16 termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pasal 1 Ayat 1 PP No. 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Ciri utama yang menunjukan suatu daerah otonom mampu melaksanakan otonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya E. Koswara dalam Abdul Halim, 2001: 167-168: 1 Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahaannya. 2 Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah PAD, harus menjadi bagian dari sumber keuangan, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehinga peranan Pemerintah Daerah menjadi lebih besar. Reformasi keuangan daerah sebagai konsekuensi logis dari otonomi daerah memberikan peluang untuk menunjukkan kemampuan dalam mengelola anggaran daerah tanpa banyak campur tangan Pemerintah Pusat atau Propinsi Pasal 40 PP No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Untuk itu diperlukan penganggaran yang baik untuk dapat mengatasi kesulitan misalnya dalam penentuan pajak. Tujuan anggaran menurut M. Arief Jamaludin dalam Indra Bastian, 2001:8 adalah : 17 1 Untuk merasionalkan penggunaan dana yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya. 2 Untuk menyempurnakan rencana yang telah disusun oleh pemerintah sebelumnya. 3 Untuk memperinci penggunaan sumber-sumber menurut obyek pembelanjaannya sehingga dapat memudahkan pengawasan terhadap penggunaan penerimaan pemerintah misalnya digunakan untuk belanja pegawai, perjalanan dinas, belanja barang, pemeliharaan, dan lain-lain. 4 Untuk digunakan sebagai landasan formal yuridis penggunaan sumber-sumber penerimaan serta sebagai alat untuk mengadakan pembatasan-pembatasan penggunaannya yang mungkin melebihi ketentuaan anggaran. 5 Untuk menampung dan menganalisis serta memutuskan beberapa alokasi pembiayaan terhadap pelaksanaan dari seluruh program dan proyek-proyek pemerintah yang diusulkan oleh aparat pelaksana. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam era otonomi daerah disusun dengan pendekatan kinerja. Hal ini dipertegas dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Dalam Pasal 8 dinyatakan: “APBD disusun dengan pendekatan kinerja”. Hal ini mengandung maksud bahwa di dalam penyusunan APBD, menggunakan system anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja output atas dasar perencanaan alokasi biaya input yang telah 18 ditetapkan. Di samping itu, setiap penganggaran dalam pos pengeluaran dalam APBD harus didukung oleh adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Dalam penyusunan APBD atas dasar kinerja paling tidak harus memuat adanya 3 tiga hal, yaitu Mulyanto, 2002:4: 1 Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja. 2 Standar pelayanan yang diharapkan dan diperkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan. 3 Bagian APBD yang membiayai Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, serta Belanja ModalPembangunan.

c. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah