31
6. Kehilangan Kalor Secara Radiasi
Selain secara konveksi alamiah yang disebutkan diatas persamaannya, kehilangan kalor juga terjadi secara radiasi. Kehilangan kalor radiasi pada
suatu permukaan mengikuti pola persamaan: q = . . A. T
p 4
-T
l 4
..................................................................11 Dimana:
q = Energi yang dipancarkan permukaan, W = Emisivitas permukaan
= Konstanta Stefan-Boltzman 5.672 x 10
-8
Wm
2
Δ°K A
= Luas permukaan m
2
T
p
= suhu permukaan °K T
l
= suhu lingkungan °K Zemansky,1994
D. STUDI BANDING KINERJA ALAT
Studi banding ini dilakukan setelah penelitian utama selesai dilaksanakan. Studi banding dilakukan terhadap sistem penyulingan yang sejenis pada
tempat penyulingan minyak pala di desa Cibedug, kecamatan Ciawi, kabupaten Bogor. Hal-hal yang dibandingkan antara lain kapasitas,
rendemen, dan efisiensi prototipe alat dengan penyulingan UKM di Cibedug, yaitu PT Pavettia Atsiri Indonesia.
32
IV PEMBAHASAN
A. UJI KINERJA DAN EFISIENSI ALAT PENYULINGAN 1.
Pengujian Pendahuluan
Hasil uji pendahuluan dapat didilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 . Parameter Hasil Uji Pendahuluan
Parameter nilai
Tekanan Boiler 3,2 kgfcm
2
gauge Tekanan Ketel
1 kgfcm
2
gauge Laju destilat
180 literjam Suhu
air pendingin
72°C Setelah 1 jam pengujian
Suhu destilat 31°C
Dari hasil dari uji pendahuluan tersebut ditetapkan parameter yang digunakan untuk penyulingan menggunakan pototipe antara lain:
a. Penetapan tekanan ketel 1 kgfcm
2
gauge serta menjaga kestabilan dengan mengatur valve.
b. Menjaga laju destilat sebesar 180 literjam setelah tekanan ketel terpenuhi.
c. Penyalaan pompa air pendingin setelah satu jam pengujian d. Menjaga suhu destilat pada range suhu 30 - 35°C
2. Kinerja Berdasarkan Desain
a. Subsistem boiler. Subsistem boiler mempunyai perbedaan yang cukup banyak antara
penyulingan prototipe dengan penyulingan UKM. Perbedaan pada kedua boiler ini salah satunya adalah jenis boiler. Jenis prototipe boiler
adalah gabungan pipa air dan pipa api. Boiler yang digunakan pada penyulingan rakyat berjenis pipa api yang dilengkapi dengan burner
seperti pada umumnya boiler. Perbedaan dimensi secara umum dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan dimensi secara detail dapat dilihat pada
Lampiran 1A.
33
Tabel 5 . Perbandingan Dimensi Umum Boiler
Desain boiler Prototipe
UKM Tangki air
diameter 800
1550 panjang
1.730 1.580
Pipa pindah panas pipa api
Pipa api Ada
Ada jumlah
36 Tidak diketahui
diameter 2 inci
- Pipa pindah panas
pipa air Pipa air
Ada Tidak ada
jumlah 34
- diameter
1,5 inci -
Ruang pembakaran volume Aliran udara panas Alat
sirkulator Blower
sentrifugal Burner minyak
Tipe aliran disedot
ditiupkan Output steam
laju 115 kgjam
98 kgjam Prototipe boiler ini memiliki permukaan pindah panas seluas 7,73
m
2
yang detailnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 . Permukaan Pindah Panas Prototipe Boiler
Bagian Pindah panas
luas satuan mm
2
jumlah Luas mm
2
Tangki air 2.172.880
1 2.172.880 pipa air 1,5 inci
70.746,62 34 2.405.385
pipa api 2 inci 87.630
36 3.154.680 luas permukaan pindah panas mm
2
7.732.945 Permukaan pindah panas pada boiler penyulingan UKM tidak
diketahui detail, karena jumlah pipa api tidak diketahui ukuran dan jumlahnya. Walaupun tidak diketahui,dapat dipastikan luas permukaan
pindah panas berbeda. Dari segi pembuangan asap pada bagian cerobong prototipe boiler,
dilengkapi sistem blower yang mempunyai kapasitas 2500 m
3
jam yang tidak terdapat pada boiler yang ada pada penyulingan yang ada d UKM
Sistem suplai udara untuk pembakaran mempunyai model yang berbeda. Pada prototipe boiler sistem penyuplaian udara dengan cara menyedot
udara, sedangkan pada boiler di penyulingan UKM, sistem penyuplaian
34
udara dengan cara pendorong udara dari burner. Perbedaan cara kerja pada kedua jenis subsistem boiler ini dapat dilihat pada Gambar 12 dan
13.
Perbedaan sistem penyuplaian udara ini didasarkan bahan bakar yang digunakan. Pada UKM bahan bakar yang digunakan adalah bahan
bakar cair. Bahan bakar cair baik mudah dalam penyalaannya jika dicampur dengan sejumlah udara lalu di sirkulasikan dengan cara
disemburkan. Hal ini dilakukan karena bahan bakar cair mudah terbakar. Sedangkan bakar bakar prototipe adalah bahan bakar padat sehingga
proses pencampuran untuk terbakar lebih sulit. Agar api dapat menyala secara merata, maka sistem sirkulasi udara harus melewati seluruh
bagian kayu. Sistem sirkulasi udara akan lebih mudah dan murah
Steam Keluar
Ke Cerobong
Blower
Pipa api
Pipa Udara
Panas
Udara masuk Udara masuk
Udara masuk
Gambar 12 . Desain dan sistem kerja prototipe boiler
Gambar 13 . Desain dan sistem kerja boiler UKM
Pipa api
Pipa air Udara
Panas
Burner Steam
Keluar Cerobong
Udara Panas
Udara masuk Pipa api
35
apabila dilakukan dengan sistem menyedot. Jika sistem yang digunakan dengan sistem menghembus, maka hanya bagian tertentu pada
tumpukan kayu yang terlewati udara secara sempurna. b. Subsistem Ketel
Subsistem ketel mempunyai perbedaan yang tidak terlalu banyak. Bentuk dan desain insulasi ketel pada kedua jenis penyulingan ini
hampir sama. Perbedaan desain ketel hanya letak keluaran steam, yaitu untuk prototipe terletak disamping atas, sedangkan pada penyulingan di
UKM terletak pada bagian tutup dengan ukuran yang semakin mengecil, dan biasa disebut leher angsa. Perbedaan kelengkapan ketel dapat
dilihat pada Tabel 7, sedangkan dimensi ketel dapat dilihat pada Lampiran 1B.
Tabel 7 . Perbandingan Keadaan Ketel Suling.
Bagian Prototipe
UKM
Dinding insulasi
Ada Ada
Sistem fraksi
Ada tidak ada
Jalur uap keluar Disamping atas
Diatas leher angsa Desain pemasukan
bahan Dilegkapi platform
untuk muat dan bongkar
Ketel dapat dijungkitkan untuk
muat dan bongkar Kapasitas ketel
300 – 500 kg
Optimal 300 kg biji pala
300 – 500 kg biji
pala
Dari segi desain pemasukan bahan, pada prototipe ketel dilengkapi platform. Adanya platform ini akan memudahkan penyuling dalam
memasukkan bahan baku, karena platform cukup luas untuk pemuatan. Pada penyulingan di UKM, ketel didesain bisa dijungkilkan dengan
cara diputar kesamping sehingga bahan mudah dimasukkan. Adanya dinding insulasi akan mengurangi kalor yang hilang pada ketel suling.
Sedangkan dari desain sistem fraksi, adanya sistem fraksi pada suatu ketel suling akan membuat penetrasi uap ke bahan yang disuling,
dalam hal ini biji pala menjadi lebih mudah. Kemudahan uap berpenetrasi ini disebabkan adanya headspace pada setiap fraksinya.
36
c. Subsistem Kondensor Subsistem kondensor dari kedua jenis penyulingan dapat dibedakan
desain seperti Tabel 8. Dimensi kondensor dapat dilihat pada Lampiran 1C.
Tabel 8 . Perbandingan Keadaan Kondensor.
Bagian Prototipe
UKM
Tipe kondensor
Spiral Multitubular
Aliran air pendingin
batch atau kontinyu
Kontinyu.
Desain kondensor yang digunakan pada kedua jenis penyulingan ini sangat berbeda. Tipe kondensor yang digunakan pada penyulingan
prototipe adalah spiral. Tipe kondensor pada penyulingan UKM adalah tipe tubular dengan jumlah pipa pindah panas yang tidak diketahui
jumlah dan ukurannya. Data jumlah pipa yang tidak diketahui ini disebabkan letak pipa yang ada dalam yang tidak dapat dilihat dari
struktur luar, kecuali dari desain rancangan alat. Pada prototipe kondensor, sistem penampung air pendingin
berbentuk kolam dengan ukuran 2 x 2 x 1,2 m, sehingga sistem suplai air pendingin dapat berupa sistem batch dan maupun sistem kontinyu.
Pada kondensor pada penyulingan di UKM hanya dapat dilakukan dengan sistem kontinyu karena jika dibuat sistem batch maka jumlah air
pendingin sangat kurang. Penggunaan air ini dimaksudkan agar penggunaan air dapat lebih dihemat, dengan cara memberikan sistem
batch dengan jumlah air pendingin yang banyak. Penggunaan air pendingin pada penyulingan dengan prototipe
sebanyak 31.077,5 liter untuk 14 jam penyulingan. Sedangkan pada UKM selama 13 jam terukur sebanyak 23.466,24 liter, sehingga jika
dihitung selama 30 jam penyulingan, maka memerlukan air pendingin sebanyak 58.665,6 liter. Data perbandingan kebutuhan air pendingin
pada kondensor kedua penyulingan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 . Perbandingan Penggunaan Air Kondensor.
37
Air pendingin Prototipe
UKM Air dalam bak liter
6.912 -
Sirkulasi air setiap selang 1 jam liter
1.858,9 1.955,5
Kebutuhan air selama proses penyulingan liter
31.077,5 58.665,6
d. Subsistem pipa penghubung Keadaan pipa penghubung dari kedua penyulingan dapat dilihat
pada Tabel 10. Dimensi pipa penghubung dapat dilihat pada Lampiran 1D dan 1E.
Tabel 10 . Perbandingan Keadaan Pipa Penghubung
Bagian Prototipe
UKM
Insulasi
Tidak ada ada
Dimensi panjang
Cukup panjang Sangat panjang
Jenis pipa boiler-ketel Pipa besi
Pipa besi diinsulasi Jenis pipa ketel-
kondensor Stainless steel
Stainless steel
Perbedaan pipa pengubung pada kedua penyulingan jika dilihat dari usaha penghambatan kalor, maka pada penyulingan di UKM lebih baik.
Pada UKM pipa dilapisi sabut dan bahan sejenis gabus untuk menghambat transfer kehilangan panas secara konduksi, selain itu pada
bagian terluar dilapis dengan alumunium foil, sehingga laju radiasi dapat dikurangi. Jika dilihat dari panjang pipa, maka pada penyulingan
di UKM mempunyai pipa penghubung boiler ke ketel lebih panjang, sedangkan pada penghubung ke kondensor, pipa pada penyulingan
protipe lebih panjang. Semakin panjang pipa penghubung maka semakin lebar luas permukaan pipa. Kalor lebih mudah hilang pada
permukaan yang lebih luas, sehingga semakin panjang pipa akan semakin banyak kehilangan kalornya.
e. Subsistem separator. Pada subsistem prototipe separator mempunyai desain bentuk yang
sama dengan penyulingan di UKM. Perbedaan dari segi desain hanya
38
adanya termometer untuk mengetahui suhu minyak dan air. Dari segi desain tampilan separator prototipe mempunyai warna yang lebih
mengkilat. Warna yang lebih mengkilat disebabkan adanya proses penggosokan saat pembuatan. Untuk kedua separator ini menggunakan
bahan stainless steel.
3. Kinerja Berdasarkan Proses
Suatu alat dapat menghasilkan kerja secara maksimal apabila dioperasikan dengan kondisi yang tepat. Kondisi operasi sendiri
disesuaikan dengan kebutuhan. a. Subsistem boiler.
Dari segi penggunaan bahan bakar, pada penyulingan di UKM yang menggunakan bahan bakar minyak yang mempunyai kemudahan
terbakar yang tinggi. Kemudahan terbakar akan berakibat lebih efisien dalam penggunaan udara, sehingga persen udara berlebih akan lebih
kecil. Kondisi proses boiler prototipe dilakukan penahanan steam sampai
tercapai tekanan 3 kgfcm
2
. Keadaan ini dimaksudkan agar steam mempunyai gaya dorong yang lebih tinggi sehingga mampu
menghasilkan laju yang besar. Pada waktu proses terjadi tekanan rata –
rata prototipe boiler hanya 2,1 kgfcm
2
. Pada boiler UKM steam hanya disirkulasikan tanpa adanya penahanan awal, sehingga tekanan hanya
dicapai rata-rata 0,7 kgfcm
2
. Dari kondisi ini prototipe boiler mempunyai daya dorong steam yang lebih tinggi.
b. Subsistem Ketel Pada subsistem ini, proses yang terjadi di ketel adalah penahanan
steam sampai 1 kgfcm
2
gauge, dan dijaga dalam keadaan seperti itu. Proses seperti ini dimaksudkan agar uap lebih cepat berpenetrasi dalam
bahan sampai bagian terdalam. Pada penyulingan UKM, hasil steam dari boiler langsung dialirkan tanpa adanya penahanan. Tujuan sistem
operasi ini ditujukan untuk mengurangi kehilangan energi pada sistem ketel.
39
Pada proses penyulingan di UKM, ketel hanya mendapat setengah dari suplai energi dari boiler. Pada sistem operasi ini, satu boiler
digunakan untuk menyuplai dua sistem penyulingan yang terdiri dari ketel, kondensor, dan separator. Jika dibandingkan pada sistem operasi
kedua penyulingan, boilerlah yang mempunyai beban terbesar. Adanya sistem fraksi pada prototipe ketel dan ditambah dengan
lebih tingginya tekanan, meyebabkan proses penyulingan berlangsung lebih cepat. Hal ini terjadi karena gaya dorong steam yang tinggi hanya
ditujukan untuk sejumlah kecil muatan bahan. Berbeda jika bahan ditumpuk jadi satu pada ketel, maka steam akan lebih sulit berdifusi
dengan bahan. c. Subsistem Kodensor
Pada bagian kondensor dapat diketahui kinerjanya dengan melihat output destilat yang dihasilkan. Pada prototipe kondensor, dihasilkan
suhu rata – rata destilat sebesar 30,7 °C, sedangkan pada kondensor di
UKM suhu rata – rata destilat mencapai 43°C. Dari data tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa kemampuan untuk menurunkan suhu lebih baik pada prototipe kondensor untuk kondisi operasi yang sama.
Dari segi laju alir destilat yang dihasilkan, prototipe ini tidak dapat mencapai target laju alir destilat yang dikehendaki pada pengujian
pertama. Sedangkan pada uji pendahuluan laju alir tercapai. Permasalahan ini disebabkan pada uji pendahuluan tidak terdapat
muatan bahan dalam ketel sehingga steam tidak mempunyai beban yang besar. Pada pengujian kedua laju alir tercapai untuk tiap kg bahan. Hal
ini terjadi karena bahan baku pada pengujian kedua lebih sedikit sehingga nilai pembagi untuk laju alir semakin kecil. Laju alir destilat
rata-rata pada uji coba penyulingan pertama dan kedua sebesar 0,423 literjam kg bahan dan 0,623 literjam kg bahan. Data laju destilat dari
kedua uji coba penyulingan dapar dilihat pada Gambar 14.
40
Pada pengujian UKM tidak diketahui data laju kondensatnya karena keterbatasan pengukuran. Besarnya laju kondensat UKM
dipastikan lebih kecil dibanding dengan prototipe. Hal ini dapat dikethui dari kebutuhan air prototipe boiler yang lebih banyak, tekanan
boiler dan ketel yang lebih tinggi. d. Subsistem Pipa Penghubung
Jika dilihat secara kondisi operasi, keunggulan pipa penghubung pada penyulingan rakyat sudah dilengkapi dengan sistem insulasi yang
efektif untuk menghambat laju kalor keluar. Untuk kondisi operasi pada prototipe, sistem instalasi saluran steam dibuat sependek mungkin
sehingga dapat mengurangi luas kontak panas. e. Subsistem Separator.
Dari segi subsistem ini didapatkan kinerja yang tidak jauh berbeda, sehingga bisa dianggap sama dalam proses pemisahan, walau bisa saja
kenyataannya tidak.
4. Efisiensi Energi Sub Sistem Boiler
Dari perbedaan sistem operasi dan desain dari kedua jenis boiler ini didapatkan nilai efisiensi yang lebih besar pada boiler pada penyulingan
UKM. Nilai efisiensi ini sangat dipengaruhi oleh bahan bakar. Bahan bakar cair umumnya mudah terbakar dan memerlukan sedikit udara. Pada
Gambar 14 . Grafik Laju alir destilat. penyulingan prototipe.
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
41
kenyataan penggunaan udara pasti berlebih, sedangkan pada bahan bakar padat lebih sukar terbakar dan lebih sukar dikontrol pembakarannya.
Solusi untuk mengontrol penggunaan bahan bakar padat dapat dilakukan dengan pengecilan ukuran. Perhitungan nilai efisiensi dapat dilihat pada
Lampiran 5 dengan model hitungan pada Lampiran 6. Secara performa prototipe boiler menghasilkan steam yang lebih besar
dan pada prakteknya diaplikasikan untuk 1 sistem penyulingan. Untuk boiler yang digunakan pada penyulingan di UKM satu boiler digunakan
untuk dua sistem penyulingan. Pada penyulingan di UKM output steam dibagi menjadi dua bagian.
Efisiensi yang rendah pada prototipe boiler disebabkan kemampuan menyerap panas pada permukaan pindah panas yang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan suplai bahan bakar. Kalor yang besar dari bahan bakar akan diteruskan melewati cerobong asap. Jika dilihat dari kehilangan
energi memang cukup besar, tetapi dari segi biaya bahan bakar, alat ini mempunyai biaya bahan bakar yang jauh lebih kecil, daripada
menggunakan minyak tanah. Pada penyulingan prototipe didapatkan informasi mengenai
kebutuhan bakar bakar kering mutlak sejumlah 724,42 kg untuk penyulingan pertama dan 744,77 kg untuk penyulingan kedua. Pada
umumnya kayu yang ditemui di UKM memiliki persentase kadar air rata- rata 30. Dari penyulingan ini diperoleh informasi suplai input kalor ke
boiler dari kayu sebesar 13 ribu MJ. Besar nilai kalor kayu rata-rata kering mutlak sebesar 18 MJ untuk tiap kg nya.
Pada penyulingan UKM, bahan bakar yang digunakan berupa minyak tanah. Kebutuhan penggunaan minyak tanah rata-rata 10 liter
setiap jamnya. Untuk penyulingan sampai dengan berakhir waktu pengamatan selama 13 jam digunakan minyak sebanyak 125 liter.
a. Efisiensi Dari hasil percobaan pengujian prototipe ini, didapatkan nilai
efisiensi boiler rata-rata sebesar 31,59 . Nilai efisiensi boiler ini cukup kecil, dikarenakan laju pembuangan kalor sangatlah tinggi. Laju
42
pembuangan kalor yang tinggi ini diperkirakan blower sentrifugal yang bekerja dari awal sampai akhir penyulingan. Bila dilihat dari debit
blower yang jumlahya sebesar 2500m
3
tiap jamnya, maka diperkirakan setiap jamnya sejumlah kalor ikut terbawa oleh blower tersebut. Setiap
bahan bakar dalam menghasilkan api yang optimal dibutuhkan sejumlah udara dengan tingkat perbandingan tetentu. Spesifikasi
blower yang digunakan pada boiler dapat dilihat pada Lampiran 1G. Dimensi boiler dapat pada Lampiran 1A.
5. Efisiensi Energi Sub Sistem Pipa Penghubung Boiler dengan Ketel
Sub sistem ini adalah sub sistem yang sifatnya variabel, yaitu berubah sesuai dengan kondisi tata letak suatu penyulingan. Walaupun sub sistem
ini berubah bergantung kondisi, tapi subsistem ini merupakan titik yang kritis. Sesuai dengan keadaan penyulingan menggunakan prototipe, untuk
mendapatkan tekanan 1 kgfcm
2
gauge pada ketel, boiler memerlukan tekanan minimal 2 kgfcm
2
gauge. Untuk mencapai titik aman, tekanan boiler harus berkisar antara 2-3 kgfcm
2
gauge. a. Efisiensi
Dari kebutuhan tekanan ketel dan suplai tekanan boiler, terdapat selisih tekanan yang tertahan pada pipa penghubung pada prototipe.
Semakin tinggi tekanan akan mengakibatkan suhu meningkat. Suhu permukaan yang meningkat akan menyebabkan peningkatan laju
pembuangan kalor ke udara. Untuk subsistem ini memiliki nilai efisiensi yang tidak jauh
berbeda. Prototipe memiliki efisiensi sedikit lebih besar, hal ini disebabkan pipa penghubung yang cukup panjang untuk penyulingan di
UKM mencapai 19,7 meter sehingga luas permukaan pindah panas ke udara lebih besar, walaupun pipa penghubung ini sudah diberi lapisan
insulator. Jika perbandingan menggunakan basis 1 meter, maka nilai kalor yang terbuang akan lebih kecil pada pipa penghubung pada
penyulingan di UKM. Selama penyulingan 14 jam menggunakan alat prototipe ini
terdapat kehilangan kalor untuk uji coba penyulingan pertama dan kedua sebesar 112,25 MJ dan 110,92 MJ. Dari kehilangan kalor
43
tersebut dapat dihitung efisiensi rata-rata pipa penghubung boiler dengan ketel sebesar 97.45. Untuk penyulingan UKM menghasilkan
nilai kehilangan kalor sejumlah 23,07 MJ dari suplay boiler sejumlah 1.587,43 MJ. Selisih nilai kalor tersebut menghasilkan efisiensi pipa
penghubung boiler ketel sebesar 97,55 . b. Kehilangan Kalor Konveksi
Pada perhitungan kehilangan kalor prototipe dengan pendekatan konveksi, diperoleh data sampel setiap 30 menit, sehingga diperoleh
profil kehilangan kalor kelingkungan untuk penyulingan pertama dan ulangannya seperti pada Gambar 15.
Dari kedua data diatas didapatkan perbedaan profil suhu, walaupun tidak begitu jauh. Perbedaan ini dipengaruhi tekanan dalam, suplai
bahan bakar, dan keakurasian operator dalam pengukuran suhu. Besarnya kehilangan kalor pada pipa pada umumnya dipengaruhi
panjang pipa, sedangkan untuk ukuran pipa pada penyulingan ini cukup kecil
Pada penyulingan UKM, nilai kehilangan kalor karena konveksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan penyulingan prototipe. Kecilnya
nilai kehilangan kalor selain disebabkan lebih kecilnya suplay kalor, juga diakibatkan sistem insulasi pada pipa. Kehilangan kalor secara
Gambar 15 . Grafik Kehilangan Kalor Pada Pipa Penghubung
Boiler – Ketel Prototipe
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
44
konveksi yang tercatat selama 13 jam sebesar 18,15 MJ. Model perhitungan kehilangan
kalor dari kedua penyulingan ini dapat dilihat pada Lampiran 5
Fenomena kehilangan kalor pada penyulingan UKM dapat dilihat pada Gambar 16.
c. Kehilangan Kalor Radiasi Pancaran energi berupa gelombang elektromagnet yang dihasilkan
oleh pipa penghubung, cukup besar nilai per satuan luasnya. Emisivitas untuk pipa berbahan besi kasar oksidasi cukuplah besar yaitu 0.95
Pada profil suhu yang ada pada Gambar 15, menggambarkan fenomena kehilangan kalor total secara konveksi yang terjadi prototipe
pada pipa penghubung ini. Profil respon konveksi dan radiasi didapatkan profil kehilangan kalor total yang dapat dilihat pada Gambar
16.
Data diatas menunjukkan perbedaan yang cukup kecil dari kedua penyulingan ini. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan kondisi waktu
penyulingan sehingga suhu udara saat penyulingan tidak sama. selain kondisi waktu, kondisi suplay steam saat jam yang sama dari kedua
Gambar 16 . Grafik Kehilangan Kalor Radiasi dan Konveksi Pada
Pipa Penghubung Boiler – Ketel Prototipe dan UKM
Waktu Proses Penyulingan Jam ke- Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
45
penyulingan memiliki nilai besaran beda. Untuk respon konveksi dan radiasi tidak terlalu berbeda untuk kedua penyulingan.
Untuk kehilangan kalor secara radiasi pada penyulingan UKM dalam basis per meter, akan dihasilkan nilai kehilangan kalor yang lebih
kecil. Nilai kehilangan yang kecil ini disebabkan oleh nilai emisivitas yang lebih kecil pada alumunium foil dibandingkan dengan pipa besi
yang gelap dan kasar pada prototipe.
6. Efisiensi Energi Sub Sistem Ketel
Ketel suling merupakan sub sistem utama, dimana tempat bahan dimasukkan dan menghasilkan proses distilasi minyak pala terjadi.
Didalamnya terjadi peristiwa transport kalor steam jenuh yang membawa minyak. Model aliran didalam ketel suling diperkirakan terjadi aliran
turbulan yang melewati bahan. Sejumlah besar kalor berupa steam berpenetrasi terhadap bahan dan sebagian juga hilang.
Hasil perhitungan efisiensi ketel pada kedua penyulingan ini tidak terlalu jauh berberbeda. Secara prinsip kedua ketel pada penyulingan ini
sama, yaitu badan ketel yang diselimuti oleh insulator. Dari data penyulingan, nilai efisiensi pada ketel penyulingan di UKM yang lebih
tinggi. Besarnya nilai ini disebabkan suplai kalor yang lebih kecil sehingga kehilangannya akan lebih kecil juga. Dalam sistem transport kalor,
temperaturlah yang menjadi pengendali. Semakin tinggi perbedaan suhu alat dengan lingkungan maka semakin tinggi juga kalor yang akan hilang.
Untuk kedua jenis ketel ini dapat dibedakan efisiensi energinya dengan model teknis hitungan pada Lampiran 5.
a. Efisiensi Efisiensi ketel disini diketahui dari dengan melihat input ketel
berupa steam yang dialirkan dari boiler setelah dikurangi kehilangan energi dari pipa penghubung. Energi steam yang diinputkan pada
prototipe ketel diharapkan sama setiap waktunya yaitu sebesar 2706.7 kJkg. Pada kondisi sebenarnya, tekanan pada prototipe ketel berubah
tiap waktunya, sehingga data aktual selama penyulingan membutuhkan energi steam rata-rata sebanyak 2703.85 per kg nya. Untuk nilai
46
efisiensi dari uji coba penyulingan pertama dan kedua didapatkan nilai efisiensi ketel sebesar 91,39 dan 92,19 .
Didalam ketel terjadi kondensasi saat penyulingan. Kondensasi di ketel terjadi disebabkan uap air besuhu tinggi kehilangan sebagian
energi untuk berdifusi dengan bahan, sehingga sebagian uap air tidak dapat mempertahankan fase uapnya berubah menjadi air. Pada uji coba
penyulingan pertama dan kedua didapatkan air yang terkondensasi sebanyak 138 liter dan 145 liter.
Pada penyulingan UKM, ketel mempunyai nilai efisiensi sebesar 98,87 . Nilai efisiensi ini lebih tinggi disebabkan pasokan kalor yang
lebih kecil. Jika pasokan kalor lebih kecil akan berakibat nilai kehilangan yang semakin kecil.
Perhitungan nilai efisiensi ini, didasarkan perbedaan input energi pada ketel dan nilai kehilangan energi berupa kalor yang dihitung
menggunakan pendekatan kehilangan kalor secara konveksi dan radiasi.
b. Kehilangan Kalor Konveksi Nilai kehilangan kalor pada ketel jika dilihat secara parsial, maka
akan dapat dianalisa secara detail bagian mana yang perlu dilakukan perbaikan untuk efisiensi energi. Data kehilangan kalor secara parsial
untuk penyulingan pertama, kedua dan UKM dapat dilihat pada Lampiran 6.
Dari data dapat dilihat bahwa dinding ketel merupakan bagian yang paling banyak menyumbang kehilangan energi. Besarnya
kehilangan kalor ini disebabkan diameternya yang cukup besar sehingga radius pindah panasnya yang tinggi. Selain itu luas
permukaan yang cukup besar. Besarnya kehilangan panas yang cukup besar pada prototipe dinding ketel secara efektif dikurangi dengan
pemasangan dinding insulasi. Pada luas permukaan yang sama 1 m
2
dinding insulsi melepaskan energi rata-rata 2.500 joules dan dinding tanpa insulasi 330 joules. Luas permukaan dinding insulasi 6,29 m
2
dan dinding tanpa insulasi 0,69 m
2
, sehingga kehilangan total lebih besar pada dinding insulasi.
47
Profil kehilangan kalor total baik secara konveksi untuk penyulingan prototipe pertama, kedua dan UKM dapat dilihat pada
Gambar 17, Gambar 18 dan Gambar 19.
Gambar 18 . Grafik Kehilangan Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan
kedua
Gambar 17
. Grafik Kehilangan Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan pertama
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
48
c. Kehilangan Kalor Radiasi Kehilangan kalor dengan cara radiasi tidak jauh berbeda nilainya
dengan konveksinya. Bentuk pola profil radiasi mengikuti profil konveksi hanya saja fluktuasinya sangat besar. Profil kedua nya dapat
dilihat pada Gambar 20.
Gambar 19 . Grafik Kehilangan Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan
UKM
Gambar 20 . Grafik Kehilangan Kalor Radiasi serta Konveksi Pada Ketel
Prototipe dan UKM
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
49
Dari data radiasi prototipe ketel hanya suhu dinding insulasi glasswool yang nilai radiasinya berbeda. Perbedaan nilai ini
disebabkan untuk bagian insulasi memiliki nilai emisivitas yang berbeda karena bahan yang berbeda.
7. Efisiensi Energi Sub Sistem Pipa Penghubung Ketel dengan Kondensor
Subsistem ini merupakan salah satu subsistem yang penting dan sifatnya berubah sesuai dengan kondisi tempat penyulingan. Pada sub
sistem pipa penghubung pada prototipe tidak terjadi penahanan steam pada pipa. Subsistem ini dapat diasumsikan lebih efisien daripada pipa
penghubung antara boiler dan ketel. Subsistem pipa penghubung ke kondensor ini harus terbuat dari bahan stainless steel agar minyak mutu
minyak tidak rusak dengan karena terkontaminasi karat. Sambungan ketel ke kondensor perlu diperhatikan sistem
instalasinya. Instalasi yang cukup panjang akan menyebabkan laju kehilangan yang cukup besar. Nilai pesentase efisiensi dari kedua jenis
pipa penghubung ini, tidak berbeda secara signifikan. Pipa penghubung yang digunakan sama
–sama terbuat dari stainless steel, agar minyak tidak rusak akibat bereaksi dengan senyawaan logam. Teknis hitungan untuk
nilai efisiensi dapat dilihat pada Lampiran 5. a. Efisiensi
Perhitungan efisiensi subsistem ini didasarkan pada input energi yang merupakan output dari ketel suling, dibandingkan dengan
kehilangan kalor yang terjadi dengan pendekatan konveksi dan radiasi. Hasil output energi total rata
–rata yang keluar dari ketel suling diasumsikan sebagai input. Perhitungan loss yang terjadi pada pipa
penghubung ketel kondensor prototipe didapatkan nilai efisiensi sebesar 99,15. Untuk efisiensi pipa penghubung pada UKM
didapatkan nilai sebesar b. Kehilangan Kalor Konveksi
Secara alamiah, udara disekitar akan membawa kalor yang keluar dari pipa tiap satuan waktunya. Dari 2 kali percobaan menggunakan
50
prototipe ini, dihasilkan nilai kehilangan kalor rata – rata dengan cara
konveksi sebesar 15,34 dan 15,62 MJ. Untuk penyulingan UKM hanya dihasilkan kehilangan kalor sebanyak 7,43 MJ selama 13 jam
waktu pengukuran. Fenomena kehilangan kalor total pada pipa penghubung dapat
dilihat pada Gambar 22, sedangkan fenomena kehilangan kalor dengan cara konveksi dapat dilihat pada Gambar 21.
Dari fenomena yang ada, ternyata fluktasi suhu dari kedua penyulingan ini tidak bisa seragam. Banyak faktor internal proses
berupa tekanan dalam ,laju alir, suhu dan faktor luar seperti suhu lingkungan yang mempengaruhi fluktuasi kalor.
c. Kehilangan Kalor Radiasi Untuk kehilangan kalor secara radiasi prototipe rata-rata cukup
kecil yaitu 3,19 MJ. Jika dilihat dari penampakan luar pipa yang cukup mengkilat, maka memiliki nilai emisivitas rendah. Data nilai
emisisvitas bahan stainless yang telah digosok dapat dilihat pada Lampiran 3E
Profil radiasi dari kedua penyulingan dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 21 . Grafik Kehilangan Kalor Pada Pipa Penghubung Ketel-
Kondensor Prototipe
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
51
Gambar 22
. Grafik Kehilangan Kalor Secara Konveksi serta Radiasi pada Prototipe Pipa Penghubung Ketel
– Kondensor dan UKM Kalor radiasi yang hilang dari penyulingan UKM relatif lebih
kecil dibandingkan dengan penyulingan prototipe. Nilai kalor radiasi pada UKM dapat dilihat pada Gambar 22. dan nilai detailnya pada
Lampiran 6. Nilai radiasi dapat diperkecil dengan membuat bahan itu
semengkilat mungkin sehingga mampu memantulkan cahaya atau dengan melapisi dengan bahan yang emisivitasnya rendah. Bahan
yang menyerap radiasi dengan baik, maka benda tersebut memancarkan baik juga.
8. Efisiensi Energi Sub Sistem Kondensor
Efisiensi kalor yang pada sistem kondensor dapat diasumsikan dengan kemampuan kondensor dalam menfransfer energi kedalam air
pendingin. Air pendingin ini dapat berfungsi sebagai recoveri panas. Pada kondensor ini dilakukan 2 jenis perhitungan. Perhitungan yang dilakukan
pada kondensor ini adalah efisiensi recoveri panas dan efisiensi transfer panas. Untuk pembandingan kedua jenis kondensor ini hanya dapat
digunakan perbandingan efisiensi recoveri panas. Metode ini dapat
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
52
digunakan karena tidak melihat lapisan pindah panas pada kedua jenis fluida.
Dari 31.0775 m
3
air yang digunakan untuk prototipe kondensor, memiliki kemampuan menyerap kalor sebanyak 3265,07 MJ dan
3329,24MJ. Untuk input kalor kondensor didapatkan dari output energi rata-rata pipa penghubung ke kondensor yang jumlahnya 3618,08 MJ dan
3638,68MJ, yang diketahui tekanannya dari tekanan ketel. Dari perhitungan ini didapatkan efisiensi rata-rata prototipe kondensor
sebanyak 90,86 . Besarnya nilai efisiensi pada prototipe ini disebabkan bentuk pipa
spiral menghasilkan panas yang cenderung mengumpul. Kondensor tubular yang digunakan pada penyulingan UKM hanya menghasilkan air
pendingin keluar besuhu rata –rata 42°C dibandingkan dengan prototipe
kondensor dengan suhu rata –rata mencapai 57°C. perhitungan nilai
efisiensi dapat dilihat pada Lampiran 5. Suhu yang tercatat air pendingin keluar dapat dilihat profilnya pada Gambar 23.
Gambar 23 . Profil Suhu Pada Prototipe Kondensor dan Kondensor UKM
Dari segi destilat yang dihasilkan penyulingan prototipe menghasilkan suhu detilat yang lebih kecil dengan rata-rata suhu 30,7°C dan pada
penyulingan UKM didapatkan suhu rata-rata destilat sebesar 39°C.
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
53
Sedangkan suhu minyak yang disarankan sama atau mendekati air pendingin yang masuk 30°C DEPRIN, 2007
Jika bentuk kondensor dianalogikan seperti suatu kawat yang dialiri arus listrik, dengan arus listrik yang dianalogikan dari steam, maka dapat
simpulkan bahwa kawat spiral memiliki gaya magnetik lebih besar yang dianalogikan kalor transfer. Analogi ini tidak sepenuhnya benar, karena
ada batasan sifat steam dan listrik, penyebaran induksi magnetik, dan sifat logaritmik penyebaran kalor pada lapisan-lapisan fluida. Sehingga analogi
ini hanya ditekankan pada cara transfer kalor ke air pendingin. Pada model perhitungan efisiensi transfer kalor hanya dilakukan
pada prototipe kondensor yang diketahui luas permukaan pindah panasnya. Efisiensi transfer panas yang dihitung didapatkan nilai mencapai
99,seharusnya pada kenyataan bisa didapatkan nilai sebesar 100. Penurunan nilai ini disebabkan adanya kalor hilang yang tidak terukur saat
air pendingin yang sebagian menguap.
9. Efisiensi Energi Penyulingan
Efisiensi energi penyulingan merupakan hasil perbandingan antara energi yang keluar dari sistem dengan energi yang masuk ke dalam sistem.
Energi yang masuk merupakan energi yang berasal dari bahan bakar sedangkan energi yang keluar dari sistem adalah energi yang diserap oleh
air pendingin di kondensor. Dari perhitungan input panas, kehilangan panas pada tiap subsistem,
dan recoveri panas dapat diketahui neraca energi dari keseluruhan sistem. Neraca energi pada keseluruhan sistem dapat digambarkan seperti Gambar
24. Besarnya kalor yang hilang pada masing subsistem dibuat dengan gambar yang untuk merepresentasikan keadaan yang sebenarnya terjadi
pada prototipe penyulingan. Besarnya nilai kalor pada masing – masing
subsistem didapatkan dari nilai rata-rata dua kali percobaan.
54
Gambar 24 . Ilustrasi Neraca Energi Pada Penyulingan Prototipe
Gambar 24. menunjukkan alur energi yang masuk dan keluar pada sistem penyulingan secara keseluruhan. Kehilangan panas pada tiap
subsistem ditampilkan secara keseluruhan. Untuk nilai efisiensi seluruh subsistem penyulingan disajikan dalam Tabel.5. dibawah yang merujuk dari
Lampiran 5
Tabel 11 . Perbandingan Nilai Efisiensi Alat Penyulingan
Efisiensi Subsistem efisiensi
penyulingan UKM
efisiensi Penyulingan
Pertama efisiensi
Penyulingan Kedua
Boiler 76,37
32,08 31,10
pipa boiler ketel 96,93
97,26 97,28
Ketel 97,45
91,39 92,19
pipa ketel kondensor 99,15
99,49 99,48
kondensor recoveri 39,85
90,24 91,50
kondensor transfer -
99,88 99,00
Total 28,50
25,64 25,43
55
Dari Gambar 24 dan Tabel 11 pada penyulingan prototipe, boiler sebagai alat pembangkit uap yang digunakan untuk penyulingan minyak pala
memerlukan kayu sebagai bahan bakar yang setara 13.222 MJ. Pada boiler tersebut hanya menghasilkan uap sebesar 4176,83 MJ sehingga efisiensi rata-
rata tercatat sebesar 31,59. Rendahnya efisiensi ini diduga terjadi kehilangan kalor di cerobong sebesar 8.620 MJ dan pada dinding boiler sebesar 323,73
MJ akibat perbedaan kemampuan penyerapan panas pada permukaan pindah panas dan suplai energi. Uap dari boiler mengalami perjalanan melalui pipa
penghubung boiler – ketel dimana terdapat kehilangan kalor pada pipa
sebanyak 111,59 MJ sehingga efisiensi rata-rata pipa penghubung ini tercatat sebesar 97,27 .
Uap yang terdapat pada ketel berpenetrasi secara merata dalam bahan dan mencapai seluruh permukaan ketel. Hasil interaksi ini menyebabkan
kehilangan kalor sebanyak 321,23 MJ pada seluruh permukaan ketel sehingga efisiensi rata-rata ketel tercatat 91,79 . Uap air dan minyak dari ketel yang
akan ditransportasikan ke kondensor sebelumnya melalui pipa penghubung ketel
– kondensor. Pada pipa penghubung ini terjadi kehilangan kalor sebanyak 18,67 MJ sehingga efisiensi rata-rata pipa ini sebesar 99,49 . Di
kondensor energi kalor dari uap dilepaskan keair pendingin saat proses kondensasi. Air pendingin pada kondensor hanya mampu menangkap energi
yang dilepaskan sebesar 3703,16 MJ. Sehingga efisiensi rata-rata recoveri kondensor tercatat 90,87 .
B. RENDEMEN MINYAK PALA