Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Penyulingan Minyak Nilam

(1)

UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN

PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM

SKRIPSI

HAMKA SURYA NUGRAHA

F34062370

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERFORMANCE TEST AND FEASIBILITY EVALUATION OF PROTOTYPE SEPARATOR IN PATCHOULI OIL DISTILLATION

Hamka Surya Nugraha and Meika Syahbana Rusli

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Bogor, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone +62 852 105 742 38, e-mail: hamkaipb@yahoo.co.id

ABSTRACT

The purpose of this study was to conduct performance test and feasibility evaluation of patchouli oil separator prototype with flow of distillate more than 1.4 liters/minutes and maximum oil loss at 0.5%, and to compare it with the performance of separators used in an SME (small medium enterprise). Distillation vessel used has a capacity of 380 kg raw material . Performance test of a prototype separator is divided into two groups, i.e. group-A with rate of distillate flow below 1.5 liters/minutes and group-B with above 1.5 liters/minutes. Average distillate temperature is 32 °C in group-A and 38 °C in group-B. Average rate of distillate flow in group-A is 1.3 liters/minute and in group-B is 1.7 liters/minute. The total volume of the prototype separator is 180 liters, volume of the inner cylinder is 10.6 liters, and the holding time of group-A is 8.2 minutes and group-B is 6.2 minutes. The performance test of the SME separator resulted in average distillate temperature of 36 °C, and average distillate flow of 1.5 liters. The total volume of the SME separator is 80 liters, volume of the inner cylinder is 7 liters, and the holding time is 4.7 minutes. Average oil loss during the performance test for separator prototype group-A, group-B and the SME separator is 0.20%, 0.48% and 1.46% respectively. The performance of prototype separator is better than SME separator. The clearness of distillated water from prototype separator is better than from SME separator. Separator prototype is still shows good performance distillate flow of 1.7 liters/minute and distillate temperature below 45 °C.


(3)

Hamka Surya Nugraha. F34062370. Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Penyulingan Minyak Nilam. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli. 2011

RINGKASAN

Separator merupakan alat pemisah minyak dan air distilat dalam proses penyulingan minyak atsiri. Untuk mendapatkan proses pemisahan yang sempurna perlu didisain separator yang sesuai dengan kondisi proses penyulingan dan minyak yang akan dipisahkan.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji kinerja dan evaluasi kelayakan prototipe separator minyak nilam pada laju destilat diatas 1,4 L/menit dengan batas kelayakan loss minyak sebesar 0,5% dari total minyak yang dihasilkan dan membandingkan dengan kinerja separator yang digunakan di industri kecil menengah (IKM). Penelitian dilakukan di IKM penyulingan minyak nilam Wanatiara Desa Sumurwiru Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan, pada bulan November 2010 sampai Februari 2011.

Terdapat dua separator yang diuji kinerjanya, yaitu prototipe separator dan separator IKM sebagai pembanding. Untuk uji kinerja prototipe separator dilakukan 20 uji sedangkan uji kinerja separator IKM 6 kali uji. Data yang diamati adalah suhu distilat, laju distilat, suhu air pendingin, dan minyak yang terbuang (loss) selama penyulingan. Metode penyulingan yang digunakan adalah sistem kukus. Ketel suling yang digunakan memiliki kapasitas 380 kg untuk kadar air bahan 12% -15%.

Hasil pengamatan uji kinerja dan evaluasi kelayakan prototipe separator dibagi menjadi dua, yaitu kelompok A yang memiliki laju distilat dibawah 1,5 liter/menit (uji ke-1 sampai ui ke-15) dan kelompok B untuk laju distilat diatas 1,5 liter/menit (uji ke-16 sampai uji ke-20). Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 0,96% - 2,05% dengan rata-rata 1,29%(db) pada kelompok A dan 1,43% pada kelompok B. Suhu destilat yang didapat dari keseluruhan data berada pada kisaran 27,8-42,7°C dengan suhu rata-rata 32°C pada kelompok A dan 38°C pada kelompok B. Suhu air pendingin rata-rata 26°C dengan laju rata-rata-rata-rata 18 liter/menit. Bobot nilam rata-rata-rata-rata yang diisikan selama proses penyulingan adalah 418 kg (wb) dan 314 kg(db) dengan kadar air rata-rata 26% pada kelompok A dan 19,7% pada kelompok B. Kerapatan bahan rata-rata dalam ketel suling adalah 0,12 kg/liter. Laju destilat rata-rata 1,3 liter/mnt pada kelompok A setara 0,25 liter/kg jam (db) dan 1,7 liter/mnt pada kelompok B setara 0,35 liter/kg jam (db).

Jumlah minyak yang terbuang (loss) pada setiap penyulingan uji kinerja prototipe separator berkisar antara 0,11- 0,62% dengan rata-rata 0,2% pada kelompok A dan 0,48% pada kelompok B. Air buangan pada prototipe separator sudah jernih. Volume total prototipe separator 180 liter, volume silinder dalam 10,6 liter, dan waktu tinggal 8,2 menit pada kelompok A dan 6,2 menit pada kelompok B. Pengaruh laju distilat terhadap loss, sampel dibagi empat kelompok suhu destilat yaitu, 30-31°C, 32-34°C, 35-36°C dan 39-41°C. Hasilnya laju distilat selalu berbanding lurus dengan loss minyak Tiga kelompok laju distilat yang dibuat untuk melihat pengaruh suhu adalah 1,2 L/menit; 1,3 L/menit; dan 1,4-1,8 L/menit yang menunjukan perubahan suhu distilat berbanding terbalik dengan jumlah loss.

Rendemen minyak yang dihasilkan saat uji kinerja separator IKM berkisar antara 0,89-2,17% (db) dengan nilai rata-rata 1,39%(db). Suhu distilat pada evaluasi kinerja separator IKM memiliki rata-rata 36°C dengan suhu distilat secara keseluruhan berkisar antara 32-43°C. Laju distilat pada evaluasi kinerja separator IKM ini memiliki nilai rata-rata 1,5 liter/menit yang setara dengan 0,29 liter/ kg jam(db). Jumlah minyak yang terbuang (loss) pada setiap penyulingan uji kinerja separator IKM berkisar antara 0,94-2,2% dengan rata-rata 1,46%. Bobot jenisnya minyak yang terbuang ini memiliki densitas rata-rata 0,9816 g/ml. Volume total separator IKM adalah 80 liter, volume silinder dalamnya 7 liter dan waktu tinggal 4,7 menit.

Prototipe separator IPB untuk pengujian kinerja pada kondisi laju distilat total rata-rata 1,4 liter/menit dan suhu distilat 34°C memiliki loss rata-rata 0,3%. Pada laju distilat rata-rata 1,3 liter/menit nilai loss masih sangat rendah. Pada laju distilat rata-rata 1,7 liter/menit nilai loss masih cukup baik dan dapat dinyatakan layak. Prototipe separator IPB memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan separator IKM. Nilai loss rata-rata prototipe separator IPB tiga sampai tujuh kali lebih sedikit dibandingkan separator IKM pada suhu dan laju distilat yang relatif sama. Air buangan pada separator IKM berwarna kekuningan sedangkan air buangan prototipe separator IPB relatif lebih jernih.


(4)

UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN

PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HAMKA SURYA NUGRAHA

F34062370

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Penyulingan Minyak Nilam

Nama : Hamka Surya Nugraha

NIM : F34062370

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Agr. NIP : 19620505 198903 1 027

Mengetahui, Ketua Departemen

Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti NIP : 19621009 198903 2 001


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul: Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Separator Penyulingan Minyak Nilam adalah karya asli saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011 Yang memberi pernyataan

Hamka Surya Nugraha F34062370


(7)

© Hak cipta milik Hamka Surya Nugraha, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,


(8)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Kota Bandung pada tanggal 11 Juli 1988 dari ayah yang bernama M. Rahmat dan Ibu Siti Julaiha. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Pabaki VII, Bandung sampai tahun 2000. Penulis menyelesaikan pendidikan menengahnya di SLTP Islam Cipasung, Tasikmalaya pada tahun 2003 dan di MAN Cipasung, Tasikmalaya pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah dari Kementrian Agama Republik Indonesia. Penulis memilih Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian pada pemilihan mayor tahun 2007. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi. Pada tahun 2007/2008 penulis adalah anggota FBI (Forum Bina Islami) Fateta. Tahun 2009/2010 penulis adalah Ketua Divisi Minat dan Bakat CSS MoRA IPB yang merupakan organisasi penerima beasiswa dari Kementrian Agama RI. Pada tahun 2010 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Peralatan Industri. Penulis melakukan praktek lapang (PL) pada tahun 2009 di PT. Indesso Aroma Cileungsi, Bogor dan menyusun laporan PL

dengan judul “Teknologi Proses Produksi Black Tea Extract PT. Indesso Aroma Cileungsi Bogor”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menulis skripsi dengan judul “Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Penyulingan Minyak Nilam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc.Agr.


(9)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT karena atas limpahan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator

Penyulingan Minyak Nilam” sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya adalah :

1. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan dorongan doa, bimbingan, dan kasih sayang sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahan di IPB.

2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc.Agr selaku dosen pembimbing atas bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak H. Tarsa beserta keluarga selaku pemilik tempat penyulingan minyak nilam yang telah bersedia memberi tempat penelitian dan membantu selama proses penelitian.

4. Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa selama kuliah sampai selesainya skripsi ini.

5. Teman-teman TIN43, CSS Mora IPB43, kontrakan Al-Fikr khususnya Aziz, Budi, Romy dan Ari atas dukungan, saran, semangat, dan persahabatan selama kuliah di IPB.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat, sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2011


(10)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. TUJUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MINYAK NILLAM ... 2

2.1.1. Komposisi Minyak Nilam ... 2

2.1.2. Mutu Minyak Nilam ... 3

2.2. PROSES DAN PERALATAN PENYULINGAN 2.2.1. Penyulingan ... 4

2.2.2. Ketel Uap ... 4

2.2.3. Ketel Suling ... 4

2.2.4. Kondensor ... 5

2.2.5. Separator ... 5

2.3. SEPARATOR ... 5

2.3.1. Disain Separator ... 6

2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Separator ... 7

2.4. HASIL PENELITIAN TERDAHULU ... 7

III. METODOLOGI 3.1. BAHAN DAN ALAT ... 10

3.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 12

3.3. METODE PENELITIAN ... 12

3.3.1. Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator ... 12

3.3.2. Uji Kinerja Separator IKM ... 14

3.3.3. Analisis ... 14

3.3.4. Pengolahan Data ... 15

IV. PEMBAHASAN 4.1. UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN PROTOTIPE SEPARATOR ... 16

4.1.1. Kondisi Umum Penyulingan... 16

a. Rendemen Minyak Nilam ... 16

b. Suhu Distilat ... 18

c. Laju Distilat ... 20

4.1.2. Kinerja Prototipe Separator IPB ... 23

a. Kondisi Umum Prototipe Separator IPB ... 23

b. Loss Minyak ... 24

4.1.3. Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator ... 29

4.2. UJI KINERJA SEPARATOR IKM ... 29


(11)

vii

a. Rendemen Minyak Nilam ... 30

b. Suhu Distilat ... 31

c. Laju Distilat ... 32

4.2.2. Kinerja Sparator IKM... 33

a. Kondisi Umum Separator IKM ... 33

b. Loss Minyak ... 34

4.3. PERBANDINGAN KINERJA PROTOTIPE SEPARATOR DENGAN SEPARATOR IKM ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. SIMPULAN ... 39

5.2. SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komponen minyak nilam hasil penyulingan skala laboratorium dan IKM ... 2

Tabel 2. Karakteristik mutu minyak nilam ... 3

Tabel 3. Perbandingan kecepatan partikel minyak naik melewatia air ... 9

Tabel 4. Perbandingan rendemen (db), kadar minyak , dan kadar air ... 16

Tabel 5. Perbandingan persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) ... 18

Tabel 6. Perbandingan peningkatan suhu distilat ... 19

Tabel 7. Kondisi laju distilat kelompok A ... 21

Tabel 8. Kondisi laju distilat kelompok B ... 22

Tabel 9. Perbandingan laju distilat ... 23

Tabel 10. Data selisih densitas beberapa jenis minyak atsiri dengan air ... 23

Tabel 11. Perbandingan jumlah loss dari penelitian terdahulu dan hasil pengamatan ... 26

Tabel 12. Kecepatan partikel minyak nilam naik melewati air ... 29

Tabel 13. Pengaruh laju dan suhu distilat terhadap loss ... 29

Tabel 14. Perbandingan persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) ... 30

Tabel 15. Perbandingan peningkatan suhu distilat pada prototipe dan separator IKM ... 32

Tabel 16. Perbandingan laju distilat prototipe separator dan separator IKM ... 34

Tabel 17. Perbandingan jumlah loss dari prototipe separator dan separator IKM ... 35


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Botol Florentine ... 6

Gambar 2 Contoh disain separator untuk minyak yang lebih ringan dari air ... 6

Gambar 3 Contoh disain separator untuk minyak yang lebih berat dan atau lebih ringan dari air ... 7

Gambar 4. Skema peralatan penyulingan pada penelitian terdahulu ... 9

Gambar 5. Skema peralatan penyulingan minyak nilam. ... 10

Gambar 6. Prototipe separator IPB ... 11

Gambar 7. Separator IKM ... 12

Gambar 8. Metode uji kenerja pada prototipe separator IPB ... 13

Gambar 9. Metode uji kinerja separator IKM ... 14

Gambar 10. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) kelompok A ... 17

Gambar 11. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) kelompok B ... 17

Gambar 12a. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja prototipe separator... 18

Gambar 12b. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja prototipe separator ... 19

Gambar 13 Perbandingan suhu air pendingin dan distilat pada percobaan 18 ... 20

Gambar 14 Perbandingan suhu distilat masuk, distilat keluar, dan suhu separator ... 20

Gambar 15. Perubahan laju distilat pada kelompok A ... 22

Gambar 16. Perubahan laju distilat pada kelompok B ... 22

Gambar 17. Kondisi umum prototipe separator ... 24

Gambar 18. Perbandingan jumlah loss minyak pada kelompok A ... 25

Gambar 19. Perbandingan jumlah loss minyak pada kelompok B ... 25

Gambar 20a. Jumlah loss minyak selama penyulingan ... 26

Gambar 20b. Jumlah loss minyak selama penyulingan ... 27

Gambar 21a. Perubahan loss minyak terhadap laju distilat pada prototipe separator ... 27

Gambar 21b. Perubahan loss minyak terhadap laju distilat pada prototipe separator ... 28

Gambar 22. Perubahan loss minyak terhadap suhu distilat pada prototipe separator ... 28

Gambar 23. Perbandingan selisih kadar minyak dan rendemen(db) separator IKM ... 30

Gambar 24. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja separator IKM ... 32

Gambar 25. Perubahan laju distilat selama evaluasi kinerja separator IKM ... 32

Gambar 26. Kondisi umum separator IKM ... 33

Gambar 27. Persentasi jumlah loss minyak selama evaluasi kinerja separator IKM ... 34

Gambar 28. Jumlah loss minyak selama penyulingan separator IKM ... 35

Gambar 29. Perubahan loss terhadap laju distilat pada evaluasi separator IKM ... 36

Gambar 30. Perubahan loss terhadap suhu distilat pada separator IKM ... 36


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.Data lapangan uji kinerja prototipe separator ... 43

Lampiran 2. Data lapangan uji kinerja separator IKM ... 63

Lampiran 3. Rekapitulasi data lapangan kelompok A uji kinerja prototipe ... 69

Lampiran 4. Rekapitulasi data lapangan kelompok B uji kinerja prototipe ... 69

Lampiran 5. Rekapitulasi data lapangan uji kinerja separator IKM ... 70

Lampiran 6. Peralatan Proses Produksi Penyulingan IKM Wanatiara ... 70

Lampiran 7. Rekapitulasi data lapangan penelitian terdahulu ... 71


(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Minyak nilam merupakan minyak atsiri andalan Indonesia yang menguasai 90% pasokan di pasaran dunia. Produksi minyak nilam Indonesia selalu fluktuatif, nilai ekspor tahun 2004 sampai 2007 memiliki nilai rata-rata 2.184 ton dan pada tahun 2007 produksi minyak nilam mencapai 1.152 ton (Ditjen Perkebunan 2009). Tetapi rendahnya kualitas minyak yang dihasilkan masih menjadi tugas besar bagi semua pelaku indsutri minyak nilam di negeri ini.

Proses ekstraksi minyak atsiri yang selama ini diusahakan para penyuling, masih dilakukan secara sederhana dan belum menggunakan teknik penyulingan secara baik dan benar. Selain itu, penanganan hasil setelah produksi belum dilakukan secara maksimal, seperti pemisahan minyak setelah penyulingan, wadah yang digunakan, penyimpanan yang tidak benar, maka akan terjadi proses-proses yang tidak diinginkan, yaitu oksidasi, hidrolisa ataupun polimerisasi (Hernani dan Risfaheri 1989).

Pada industri kecil menengah (IKM) penyulingan minyak nilam, air buangan setelah proses pemisahan air dengan minyak masih berwarna kekuningan sehingga kemungkinan masih adanya minyak yang terkandung di dalam air buangan tersebut. Kehilangan minyak atsiri pada proses penyulingan dapat terjadi pada beberapa tahapan, diantaranya adalah pada tahap perlakuan pendahuluan, proses penyulingan, dan proses pemisahan atau separasi (Ahmad 2010).

Separator merupakan alat pemisah minyak dan air distilat dalam proses penyulingan minyak atsiri. Untuk mendapatkan proses pemisahan yang sempurna perlu didisain separator yang memenuhi standar dan sesuai dengan kondisi proses penyulingan dan minyak yang akan dipisahkan.

Disain alat separator disesuaikan dengan berat jenis minyak yang akan disuling. Berdasarkan berat jenis minyak yang akan disuling disain separator terbagi menjadi tiga disain utama, yaitu: disain untuk minyak yang lebih ringan dari air, minyak yang lebih berat dari air, dan disain yang menggabungkan keduanya (Ketaren 1985).

Pada tahun 2009 prototipe separator yang dikembangkan IPB diuji coba sehingga jumlah rata-rata minyak yang terbuang (loss) berkurang dari 3,1% menjadi 0,16% (Ahmad 2010). Hasil ini sangat memuaskan tetapi belum bisa menunjukan kinerja maksimal karena diuji di bawah kondisi optimalnya. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui kinerja prototipe separator tersebut pada kondisi laju distilat yang lebih besar.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Melakukan uji kinerja dan evaluasi kelayakan prototipe separator minyak nilam pada laju distilat diatas 1,4 liter/menit dengan batas kelayakan loss minyak sebesar 0,5% dari total minyak yang dihasilkan dan membandingkannya dengan laju distilat yang lebih rendah. 2. Melakukan uji kinerja separator pembanding yang digunakan di IKM dengan kondisi


(16)

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MINYAK NILAM

Minyak nilam adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan daun dan ranting tanaman nilam. Minyak nilam memiliki wangi yang khas, sehingga banyak digunakan sebagai pewangi parfum dan zat fiksatif (pengikat). Zat pengikat adalah suatu persenyawaan yang mempunyai daya menguap yang lebih rendah dari pada zat pewangi, sehingga kecepatan penguapan zat pewangi dapat dikurangi atau dihambat (Ketaren 1985). Menurut Luthony dan Rahmayati (1994), peranan minyak nilam sebagai fiksatif belum tergantikan oleh senyawa sintesis apapun sehingga sangat penting dalam dunia perfumery. Selain sebagai fiksatif dalam parfum, minyak nilam dapat digunakan sebagai obat anti infeksi (Santoso 1990). Sifat minyak nilam yang lain yaitu sulit tercuci, dapat larut dalam alkohol, dan dapat dicampur dengan minyak atsiri yang lain (Guenther 1947).

2.1.1 Komposisi Minyak Nilam

Minyak nilam mengandung komponen-komponen seperti : patchouli alkohol, patchouli camphor, eugenol, benzaldehid, cinnamic aldehid, dan cadinen. Aroma yang khas pada minyak nilam disebabkan karena minyak nilam tersusun dari campuran persenyawaan terpen dengan alkohol-alkohol. Menurut Maryadi (2007), minyak nilam mengandung lebih dari 30 jenis komponen kimia, diantaranya adalah 4 hidrokarbon monoterpen, 9 hidrokarbon seskwiterpen, 2 oxigenated monoterpen, 4 epoksi, 5 seskwiterpen alkohol, 1 non seskwiterpen alkohol, 2 seskwiterpen keton dan 3 seskwiterpwn ketoalkohol.

Minyak nilam tersusun dari komponen utama (mayor konstituen) dan komponen kecil (minor konstituen). Komponen utama menurut Lawrence et al dalam PROSEA (1999) yaitu patchouli alkohol, bulnesen, seychellen, patchoulen, caryophyllen, kadinen, pogostol, caryophyllen oksida, norpatchoulenol, elemen, gurjunen, pinen, α-bulenesen, cycloseychellen, dan α-guainen. Sedangkan komponen kecil antara lain azulene, eugenol, benzanaldehide, sinnamaldehide, keton, dan senyawa seskwiterpen lainnya (Santoso 1990).

Tabel 1. Konsentrasi senyawa komponen minyak nilam pada penelitian di laboratorium dan industri rakyat

Komponen Formula Titik Didih (°C)

% konsentrasi komponen minyak nilam Penelitian Industri rakyat

Patchouli alkohol C15H26O 280,37 40,98 23,47

Bulnesen C14H22 242,26 22,78 19,61

α-guaien C14H22O 242,24 13,17 17,56

α-patchoulen C15H24 245,23 9,15 13,12

Norpatachoulenol C15H26O 268,88 8,07 1,92

β-patchoulen C15H24 248,83 1,57 1,85

Pogostol C14H24O 274,43 0,34 1,45

Sumber : Sari dan Sundari (2009)

Komposisi minyak nilam yang dihasilkan di laboratorium dan yang dihasilkan para penyuling di daerah memiliki nilai yang berbeda. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Sari dan


(17)

3

Sundari (2009) yang membandingkan hasil minyak nilam yang disuling di laboratorium dan disuling oleh industri rakyat yang berada di daerah Sumatra Barat. Hasil penelitian tersebut terlihat pada Tabel 1.

Berdasarkan komponen kimianya minyak nilam dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu golongan terpen dan terpen-O. Komponen-komponen golongan terpen diantaranya α

-bulnesen, seychellen, α-patchoulen, dan δ-kadinen. Komponen-komponen yang termasuk dalam golongan terpen-O disebut juga sebagai komponen-komponen berat diantaranya norpatchoulol, patchouli alkohol, dan pogostol (Manitto 1981).

2.1.2 Mutu Minyak Nilam

Mutu minyak atsiri didasarkan atas kriteria atau batasan yang dituangkan dalam standar mutu. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri menurut Ketaren (1985), adalah jenis tanaman dan umur panen, perlakuan bahan sebelum ekstraksi, sistem, jenis peralatan, dan kondisi proses ekstraksi, perlakuan terhadap minyak atsiri setelah ekstraksi, dan yang terakhir pengemasan dan penyimpanan. Berdasarkan SNI 06-2385-2006 persyaratan mutu minyak nilam ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik mutu minyak nilam

No Karakteristik Satuan Standar

1 Warna - Kuning muda-coklat kemerahan 2 Bobot jenis 25°C/25°C - 0,950-0,975

3 Indeks Bias (nD20) - 1,507-1,515 4 Kelarutan dalam etanol 90% pada

suhu 20°C±3°C

- Larutan jernih atau opalensi ringan dengan perbandingan 1:10

5 Bilangan asam - Maksimal 8

6 Bilangan ester - Maksimal 20 7 Putaran optik - (-)48°-(-)65° 8 Patchouli alkohol (C15H26O) % Minimal 30

9 Alpha copaene (C15H24) % Maksimal 0,5

10 Kandungan besi (Fe) mg/kg Maksimal 25 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006)

2.2 PROSES DAN PERALATAN PENYULINGAN

Menurut Miall dalam Guenther (1947), penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut didalam air. Jumlah minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air ditentukan oleh tiga faktor, yaitu besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul masing-masing komponen dalam minyak, dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan yang mengandung minyak. Peralatan yang biasanya digunakan dalam penyulingan terdiri atas : ketel uap, ketel suling, kondensor, dan separator. Peralatan-peralatan inilah yang menjadi salah satu faktor penentu rendemen minyak atsiri (Ketaren 1985).


(18)

4

2.2.1 Proses Penyulingan

Pada penyulingan minyak atsiri uap berfungsi untuk mentransmisikan panas. Berbeda dengan cairan, bahan tanaman tidak mampu untuk meneruskan panas ke seluruh bagian tanaman. Energi panas ditransmisikan melalui air mendidih ke dalam bahan dengan cara perendaman bahan, atau dengan melewatkan uap air (steam) di antara bahan tanaman tersebut. Minyak atsiri yang mudah menguap terdapat dalam kelenjar minyak khusus di dalam kantung minyak atau di ruang antar sel di dalam jaringan tanaman. Minyak atsiri tersebut harus dibebaskan sebelum disuling yaitu dengan merajang atau memotong jaringan tanaman dan membuka kelenjar minyak sebanyak mungkin sehingga minyak dapat dengan mudah diuapkan. Jika bahan tidak dirajang atau dipotong, berarti minyak dalam tanaman harus dibebaskan dengan kekuatan difusi air (hidrodiffusion) (Guenther 1947).

Menurut Dowthwaite dan Ranjani (2007), penyulingan terdiri atas : penyulingan air, penyulingan air dan uap, dan penyulingan uap. Penyulingan air yaitu proses penyulingan dimana bahan yang mengandung minyak atsiri mengalami kontak langsung dengan air selama proses penyulingan. Penyulingan air dan uap yaitu proses penyulingan dimana bahan yang mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air selama proses penyulingan. Penyulingan uap yaitu proses penyulingan di mana bahan yang mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air dan uap yang dihasilkan tidak berada satu tempat dengan bahan.

Menurut Ketaren (1985), daun nilam sebaiknya disulling dengan uap langsung dengan sumber uap berasal dari ketel uap yang letaknya terpisah. Minyak nilam sukar menguap pada penyulingan dengan tekanan rendah (1 atmosfir) sehingga membutuhkan waktu penyulingan yang lebih lama. Minyak yang dihasilkan antara sistem bertekanan tinggi (>1atm) dan sistem bertekanan rendah mempunyai mutu yang berbeda, karena penyulingan daun pada tekanan tinggi tidak selamanya menghasilkan minyak nilam dengan bermutu baik walaupun lama penyulingannya lebih singkat. Pada penyulingan modern, biasanya proses penyulingan dimulai dari tekanan rendah dan akhirnya tekanan tinggi, sehingga penetrasi uap ke dalam daun dapat berlangsung dengan sempurna.

2.2.2 Ketel Uap

Ketel uap merupakan alat yang berfungsi untuk menghasilkan uap dan ukuran ketel uap yang digunakan tergantung pada jumlah uap yang dibutuhkan (Ketaren 1985). Ketel uap pada umumnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu ketel uap pipa air dimana air berada di dalam pipa dan lingkungan sekitar pipa adalah gas panas, ketel uap pipa api dimana air berada di luar pipa sedangkan gas panas berada di dalam pipa, dan gabungan keduanya. Ketel uap paling aman digunakan adalah tipe pipa air karena jumlah air yang lebih sedikit sehingga jumlah uap yang dihasilkan relatif lebih sedikit dan dapat dioperasikan sampai tekanan 2000 psig (Wiraatmadja 1989).

Ketel uap bertekanan tinggi (>100 psia) digunakan untuk menghasilkan suhu yang lebih tinggi. Ketel uap bertekanan tinggi lebih efisien untuk penyulingan, karena mempersingkat proses penyulingan. Dalam beberapa hal, dikehendaki uap bertekanan rendah, sehingga minyak yang dihasilkan lebih larut dalam alkohol dan tidak mengandung resin (Ketaren 1985).

2.2.3 Ketel Suling

Ketel suling adalah tempat bahan yang akan disuling, dan bahan dapat berhubungan langsung dengan air atau dengan uap (Ketaren 1985). Ketel suling berfungsi sebagai tempat air


(19)

5

dan/ atau uap untuk mengadakan kontak dengan bahan, serta untuk menguapkan minyak atsiri. Pada bentuk sederhana, ketel berbentuk silinder atau tangki. Tangki tersebut dilengkapi dengan tutup yang dapat dibuka dan diapitkan pada bagian atas ketel. Pada atau dekat penampang atas tangki dipasang pipa yang berbentuk leher angsa (gooseneck) untuk mengalirkan uap ke kondensor (Guenther 1947).

Bahan ketel dapat dibuat dari plat tembaga, plat alumunium, plat besi (galvanized iron), baja dan stainless steel. Stainlees merupakan bahan logam yang paling baik, namun harganya cukup mahal, sehingga pada saat sekarang banyak digunakan plat besi.

2.2.4 Kondensor

Kondensor adalah alat penukar kalor khusus yang digunakan untuk mencairkan uap dengan mengambil kalor. Kalor laten diambil dengan menyerapnya ke dalam zat cair yang lebih dingin yang disebut pendingin (coolant). Karena suhu pendingin di dalam kondensor itu meningkat, maka alat itu juga bekerja sebagai pemanas. Kondensor dapat dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama disebut kondensor jenis selongsong dan tabung (shell and tube condenser), uap yang terkondensasi dipisahkan dari pendingin oleh permukaan perpindahan kalor berbentuk tabung. Golongan kedua disebut dengan kondensor kontak (contack condensor), arus pendingin dan arus uap, yang keduanya biasanya adalah air, bercampur secara fisik, dan meninggalkan sebagai satu arus tunggal (McCabe et al.1993).

Kondensor terdiri atas beberapa tipe yaitu : lingkaran (coil), segi empat, zigzag, dan banyak pipa (multitubular) (Rusli 2003). Pengeluaran panas dari uap lebih efektif dengan multitubular karena mempunyai luas permukaan yang lebih besar. Pada suhu kondensor, suhu udara di sekeliling kondensor sangat mempengaruhi suhu air. Cara pencairan yang paling sempurna adalah dengan mengalirkan air pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak (Harris 1993).

2.2.5 Pemisah Minyak (Separator)

Menurut Luthony dan Rachmawati (1994), separator adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari kondensor lalu memisahkan minyak dari air suling. Pada saat di dalam separator penguapan dan kehilangan minyak dicegah dengan mempertahankan suhu distilat dalam separator berkisar antara 20°C sampai dengan 25°C (Ketaren 1985). Namun demikian, menurut Santoso (1990), suhu distilat hasil penyulingan diperbolehkan mencapai 40° C sampai 45°C. Hal tersebut dikarenakan minyak nilam tidak terlalu volatile diandingkan minyak atsiri lainnya.

Separator pada sistem penyulingan dengan metode uap langsung biasanya terdiri atas tiga ruangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pemisahan minyak dapat dilakukan dengan sempurna (Rusli 2003). Bergantung dari tujuan penggunaanya, pada konstruksinya diperhatikan perbandingan antara garis tengah dan ukuran tinggi. Perbandingan ini antara lain tergantung dari kecepatan pengendapan. Separator ada yang bekerja secara kontinu dan diskontinu. Contoh dari separator yang bekerja secara kontinu adalah botol florentina (Beygeyek 1968).

2.3 SEPARATOR

Dalam proses pemisahan minyak dan air terdapat dua kemungkinan, yaitu lapisan minyak diatas lapisan air atau sebaliknya. Jika berat jenis minyak lebih dari 1 maka minyak berada dibawah lapisan air sedangkan jika berta jenis minyak kurang dari satu makan minyak


(20)

6

berada diatas lapisan air. Kemungkinan lainnya adalah minyak melayang dan membentuk dispersi dalam air (Ketaren 1985).

2.3.1 Disain Separator

Sebagian besar alat pemisah minyak dirancang menurut rancangan labu Florentine. Karena perbedaan berat jenis, maka minyak berada di lapisan atas atau sebaliknya. Dengan demikian bentuk labu pemisah minyak tergantung dari nilai berat jenis minyak. Botol Florentine yang kecil biasanya terbuat dari gelas, sedangkan yang berukuran lebih besar terbuat dari kaleng tembaga, alumunium atau stainlees steel (Ketaren 1985).

Gambar 1. Botol Florentine

Tipe labu pemisah labu yang lainnya yang lebih baik ialah yang berbentuk silinder tabung atau persegi panjang disekat menjadi dua ruangan.aliran distilat yang merata dan kontinu diperoleh dengan cara memasangkan corong dalam tabung pemisah, dan ujung corong dibngkokan kearah atas, sehingga distilat menetes kedalam corong tanpa mengganggu lapisan minyak yang telah terbentuk (Ketaren 1985).

Gambar 2. Contoh disain separator untuk minyak lebih ringan dari air (Lawrence 1995) Minyak yang mempunyai perbedaan bobot jenis sedikit lebih rendah atau hampir sama dengan bobot jenis air, tidak segera terpisah pada suhu kamar, dan membentuk suspensi atau emulsi. Untuk menghindari hal tersebut, suhu distilat yang keluar dari kondensor harus agak

minyak

air air+minyak

minyak air

air+minyak

Keterangan :

a. Berat jenis minyak lebih kecil dari air b. Berat jenis minyak

lebih besar dari air


(21)

7

hangat, karena pada suhu tersebut, bobot jenis minyak akan menurun. Akibatnya perbedaan bobot jenis antara minyak dan air menjadi semakin besar, sehingga minyak dapat terpisah (Ketaren1985).

Gambar 3. Contoh disain separator untuk minyak lebih berat dan atau lebih ringan dari air (Lawrence 1995 dan Ketaren 1985)

Prototipe separator skala industri berbentuk silinder dengan bagian atas berbentuk kerucut. Prototipe separator memiliki diameter silinder utama 55 cm dan tinggi silinder utama 60 cm. Prototipe separator dilengkapi dengan silinder dalam, sensor suhu, kaca pengamat, kran pengeluaran minyak, pipa pengatur pengeluaran distilat dan kran drain. Disain prototipe separator yang dikembangkan oleh IPB dirancang untuk kondisi laju distilat optimal 2,4 L/menit dan suhu distilat 45°C (Soesanto 2010).

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Separator

Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kinerja separator, yaitu: perbedaan densitas minyak dan air, laju distilat, dan suhu distilat.

a. Densitas (density)

Densitas adalah salah satu sifat dari fluida. Densitas didefinisikan sebagai massa (m) dibagi volume (V) satuan standarnya adalah kg/m3. Untuk semua tujuan praktis, cairan dianggap bersifat tak-mampu-mampat (incompresible), dengan kata lain volume dan densitas tidak terpengaruh oleh tekanan. Walaupun hal itu tidak sepenuhnya benar, perubahan yang terjadi tidak berarti. Pengaruh dari suhu dan densitas dari cairan bagaimanapun tidak bisa diabaikan karena cairan mengembang dan memadat saat suhu berubah (Darby 2001).

Menurut Mc Cabe et. al.(1993), walaupun densitas fluida bergantung pada suhu dan tekanan, perubahan densitas karena variabel itu mungkin besar dan mungkin pula kecil. Jika densitas itu hanya sedikit terpengaruh oleh perubahan yang agak besar pada suhu dan tekanan, maka fluida itu disebut incompressible. Akan tetapi, jika densitasnya peka terhadap perubahan variabel itu, fluida tersebut bersifat compressible.

oil oil

water

water

minyak

minyak Minyak + air

air air

air


(22)

8

Beberapa bahan tanaman menghasilkan fraksi minyak yang lebih ringan dari air di awal penyulingan dan fraksi minyak selanjutnya lebih berat dari air karena pertambahan bobot jenis dari fraksi-fraksi minyak (Guenther 1947).

Menurut Denny (2001), dasar yang menyebabkan pemisahan jenis minyak apapun dari air adalah perbedaan densitas antara kedua cairan tersebut. Saat suhu naik, densitas minyak akan turun lebih cepat dari pada penurunan densitas air. Untuk minyak yang lebih ringan dari pada air, perbedaan densitas meningkat seiring dengan kenaikan suhu sehingga minyak dan air dapat terpisah lebih cepat. Bahkan untuk minyak yang lebih berat dari air, pemisahan juga akan berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, meskipun densitas minyak mendekati densitas air. Faktor lain yang juga mempengaruhinya adalah kekentalan air.

b. Laju Alir Distilat

Laju alir didefinisikan sebagai jumlah fluida yang mengalir melalui lokasi tertentu dalam sistem per unit waktu. Karena jumlah fluida dapat dinyatakan sebagai volume dan massa, maka ada dua jenis laju alir yaitu volumetrik dan massa. Laju alir volumetrik adalah volume dari fluida yang melalui penampang melintang dalam unit waktu. Satuan dasarnya adalah m3/s. Jika satuan m3/s terlalu besar maka digunakan satuan yang lebih kecil yaitu dm3/s yang setara dengan liter/s (Darby 2001).

Waktu tinggal distilat dalam separator merupakan perbandingan antar laju distilat dengan volume separator. Berdasarkan penelitian terhadap minyak nilam oleh Uzwatania (2009), pada awal penyulingan waktu tingal distilat dalam separator lebih singkat karena tingginya laju distilat pada saat itu. Oleh sebab itu, minyak yang terpisah harus segera dikeluarkan dari separator karena minyak yang tersuling pada awal cukup banyak dan mencegah minyak bercampur lagi dengan air. Waktu distilat yang baik untuk memisah tanpa menimbulkan overflowing yaitu lebih lama dari 4 menit (Lawrence 1995).

Minyak dan air kadang-kadang tidak segera terpisah di dalam alat pemisah minyak, terutama jika perbedaan antara bobot jenis air dan minyak relatif kecil. Distilat tidak boleh mengalir terlalu cepat, dan gerakan turbulen harus dicegah atau dengan kata lain tabung pemisah harus cukup besar agar minyak dapat memisah dari air secara sempurna sehingga butiran minyak tidak terbawa oleh air. Aliran distilat secara merata dan kontinu diperoleh dengan cara memasang corong yang panjang ke dalam labu pemisah dan ujung corong di dalam bejana dibengkokkan kearah atas. Dengan demikian aliran distilat dari kondensor langsung ke corong tanpa mengganggu lapisan minyak. Minyak akan keluar dari corong, naik keatas atau turun kedasar tabung pemisah. Jika corong tersebut tidak dipasang, maka distilat dari kondensor akan menetes langsung ke permukaan minyak, dan tetesan minyak ini akan berdispersi dengan air membentuk suspensi. Jika bobot jenis minyak mendekati bobot jenis air, maka minyak harus dikeluarkan secepat mungkin sampai batas lapisan minyak-air untuk menghindari agitasi dari kedua media tersebut (Guenther, 1947).

c. Suhu Distilat

Pemisahan minyak atsiri dipengaruhi oleh suhu pemisahan. Semakin meningkat suhu pada separator minyak atsiri maka gradient densitas antara air dengan minyak atsiri akan semakin tinggi sehingga pergerakan molekul minyak atsiri dalam air akan lebih cepat dan pemisahan akan lebih sempurna (Denny 2001).


(23)

9

Menurut Denny (2001), sulit untuk menunjukan bahwa minyak akan lebih banyak larut (loss) pada rentang 20°C sampai 50°C yang menjadi alasan mengapa para penyuling khawatir menggunakan suhu distilat yang lebih hangat.

Tabel 3. Perbandingan kecepatan partikel minyak naik melewatia air

Jenis minyak Kecepatan partikel minyak naik melewati air (mm/mnt) 30°C 35°C 40°C 45°C 50°C 55°C 60°C

Lavender a 4,5 5,5 7 9 12 14 17

Peppermint a - 4,5 5,2 6,2 7,5 9 11 Eucalyptol a - 7,5 8,5 10 11 13 15 Tea tree a - - 5,6 6,4 7,5 8,6 10,2

Nilam b 6 8 11 14 16 19 22,5

Sumber : aDenny (2001)

b

Soesanto (2010)

Suhu distilat dapat diatur dengan mengatur kecepatan (debit) air pendingin. Semakin cepat debit air pendingin maka suhu distilat yang dihasilkan juga semakain rendah (Ketaren 1985). Minyak atsiri yang mudah menguap harus terus dijaga agar suhu distilat tidak terlalu tinggi akan tetapi bagi minyak nilam yang memiliki titik uap yang relatif lebih tinggi dibandingkan minyak atsiri yang lain, suhu distilat 45°C dapat digunakan untuk mempermudah proses pemisahan dengan air.

2.4 HASIL PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian dilakukan di penyulingan IKM Wanatiara Desa Sumurwiru Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan. Ketel suling menggunakan sistem uap langsung dengan boiler terpisah. Kapasitas total ketel 220 kg untuk bahan dengan kadar air 12%. Kondensor yang digunakan adalah dua kondensor jenis muiltitubular yang dipasang di samping ketel suling dengan diameter selongsong (shell) 30 cm, tinggi 149 cm, volume kedua selongsong 210 liter dan diameter pipa 1,25 inch. Prototipe separator IPB di uji pada kondisi penyulingan laju distilat rata-rata 1,1 liter/menit setara dengan 0,24 liter/ kg jam dan suhu distilat rata-rata 42°C. Pengujian dilakukan sebanyak enam kali. Hasil loss minyak rata-rata 0,16% (Ahmad 2010).

Gambar 4. Skema penyulingan pada penelitian Ahmad (Soesanto 2010)

Separator Boiler Kondensor


(24)

10

III. METODOLOGI

3.1 BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun dan batang nilam ini sebelumnya telah melalui proses pengeringan dan perajangan sehingga mendapatkan kadar air berkisar 12-15% dan ukuran rata-rata 10 cm untuk memudahkan proses penyulingan.

Peralatan yang digunakan dalam menguji kinerja dan mengevaluasi kelayakan prototipe separator IPB terdiri atas peralatan untuk proses penyulingan minyak nilam yang meliputi ketel suling, kondensor, dan separator.

Gambar 5. Skema peralatan penyulingan minyak nilam (a) Ketel suling, (b) Kondensor, (c) Separator.

3.1.1 Ketel Suling

Ketel suling yang digunakan adalah silinder yang memiliki tinggi 300 cm dan diameter 146 cm. Kedalaman ruang untuk bahan baku 215 cm sedangkan sisanya untuk tempat air kukusan sedalam 70 cm dan 15 cm untuk jarak pembatas antara air dan bahan baku. Volume yang disediakan untuk bahan baku adalah 3598 liter setara dengan 380 kg (wb) kadar air 12-15% dengan kerapatan 0,11 kg terna kering/ liter sedangkan volume untuk air kukusan 1171 liter. Ketel ini terbuat dari bahan baku stainless steel. Tutup ketel dilengkapi dengan 24 mur dan baut.

Di dalam ketel terdapat lempengan berpori dari stainlees steel yang berfungsi sebagai penopang dan pemisah bahan baku dari air serta tempat masuknya uap air dari air yang dipanaskan dibawahnya. Pipa penghubung antara ketel dengan kondensor terletak di samping atas ketel.

(a)

(b)


(25)

11

Keterangan :

A. Corong inlet distilat B. Silinder dalam C. Silinder luar

D. Kaca pengamat minyak E. Pipa outlet minyak F. Pipa pengatur outlet air G. Termometer

H. Kran drain

3.1.2 Kondensor

Kondensor yang digunakan merupakan jenis kondensor spiral berbentuk lingkaran (coil) yang berbahan stainless steel. Panjang total pipa ini dari ketel sampai separator adalah 60 meter. Kondensor tersebut diletakan di dalam bak kondensor yang terbuat dari semen dengan ukuran panjang 7 meter, lebar 2,5 meter dan kedalaman 1,7 meter dengan volume 30.000 liter. Di dalam bak tersebut terdapat kondensor lain yang diletakan bersampingan dengan kondensor yang digunakan pada penelitian. Terkandang dua kondensor ini digunakan bersamaan sehingga dapat berpengaruh terhadap proses pendinginan pada penyulingan yang diuji.

3.1.3 Separator

Separator adalah alat yang berfungsi memisahkan air dan minyak yang tercampur pada distilat berdasarkan perbedaan densitas diantara keduanya. Minyak yang memiliki densitas lebih rendah mengapung dan membentuk lapisan minyak. Separator yang ada di IKM ini ada tiga sesuai dengan jumlah ketel suling yang beroperasi tetapi pada penelitian ini hanya dua separator yang digunakan yaitu prototipe separator IPB yang menjadi inti penelitian dan separator IKM sebagai pembanding.

Gambar 6. Prototipe separator IPB (Soesanto 2010)

. Prototipe separator IPB memiliki diameter 55 cm dan tinggi 122,6 cm. Silinder dalam berdiameter 15 cm, tinggi 60 cm, volume silinder dalam 10,6 liter, dan volume total 180 liter. Bentuk kerucut di bagian separator memperkecil luas permukaan minyak yang bersentuhan

47,6 cm 15 cm


(26)

12

40 cm

45 cm

15 cm E

C

F A

B D

H

70 cm

Keterangan :

A. Corong inlet distilat B. Silinder dalam C. Silinder luar

D. Kaca pengamat minyak E. Pipa outlet minyak F. Pipa pengatur outlet air G. Termometer

H. Drain

langsung dengan air. Arah aliran distilat masuk dari bawah separator dengan pipa mengarah ke atas membuat lapisan minyak yang telah terbentuk tidak terganggu oleh laju distilat yang masuk.

Gambar 7. Separator IKM

Separator IKM memiliki prinsip kerja yang sama yaitu mengalirkan distilat yang telah didinginkan oleh kondensor ke silinder dalam separator sehingga distilat yang masuk tidak bercampur dengan air yang telah dipisahkan dengan minyak yang berada di silinder luar. Kedua separator ini memiliki diameter silinder dalam yang sama tetapi volume total dan tinggi silinder dalam yang dilewati distilat nilainya berbeda. Tinggi silinder dalam separator IKM 40 cm, volume silinder dalam 7 liter dan volume total separator 80 liter. Distilat masuk dari bagian tengah silinder sehingga waktu tinggal distilat sebenarnya lebih singkat dari seharusnya.

Selain itu juga diperlukan peralatan pengukuran dalam proses penyulingan, yaitu: a. Termometer digital untuk mengukur suhu pemisahan minyak nilam dan air, suhu distilat dan

suhu air dingin

b. Stopwatch untuk menghitung waktu laju distilat dan laju air pendingin c. Gelas ukur 1 L untuk mengukur laju distilat

d. Kain Monel untuk memisahkan minyak dan air

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan penelitian merupakan sebuah tempat penyulingan daun nilam Industi Kecil Menengah (IKM) milik Bapak H. Tarsa di Desa Sumurwiru, Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Waktu penelitian dimulai pada awal bulan November 2010 sampai bulan Februari 2011.

3.3 METODE PENELITIAN

3.3.1. Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator IPB

Prosedur dalam melakukan uji kinerja prototipe separator IPB dan separator IKM diambil dari informasi penelitian Shafeeg Ahmad pada tahun 2010. Dua faktor yang digunakan meliputi suhu distilat dan laju distilat dengan respon berupa kehilangan (loss) minyak nilam. Tahapan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :


(27)

13

a. Proses Penyulingan

Data proses penyulingan adalah data inti yang akan digunakan sebagai acuan pada tahap penelitian selanjutnya. Berdasarkan waktu pengambilannya data inti dibagi menjadi dua kelompok, yaitu data yang diambil satu kali setiap proses penyulingan dan data yan diukur secara periodik setiap 30 menit selama proses penyulingan berlangsung. Sedangkan data kondisi penyulingan yan meliputi : kapasitas ketel suling, kondisi kondensor, dan separator yang digunakan telah diperoleh ketika proses survei sebelum penelitian ini dimulai.

Data tunggal yang diambil satu kali selama proses penyulingan meliputi :

1. Lama penyulingan, waktu yang terhitung dari mulai pertama kali minyak keluar sampai dinyatakan minyak yang terkandung dalam distilat habis.

2. Bobot bahan baku, penghitungan dilakukan dengan memasukan bahan baku nilam kedalam karung-karung plastik dan menimbangnya sebelum dimasukan kedalam ketel.

3. Massa minyak nilam hasil penyulingan, pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan.

Data periodik yang diukur setiap 30 menit selama proses penyulingan adalah : 1. Debit air pendingin, pengukuran dilakukan dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan

untuk mengisi gelas ukur 1 L.

2. Suhu air pendingin masuk dan keluar, pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer digital.

3. Laju distilat, pengukuran dilakukan dengan menampung air buangan separator selama 20 detik dalam gelas ukur 1 L.

4. Suhu distilat masuk (Tdes1) dan keluar (Tdes2), pengukuran dengan termometer digital.

5. Suhu pemisahan (Ts) air dan minyak dalam separator, pengukuran dilakukan dengan

termometer yang terpasang di dalam separator.

b. Kehilangan (Loss) Minyak

Minyak yang hilang dihitung dengan menggunakan alat bantu berupa busa (spon). Spon mempunyai kemampuan untuk menangkap butiran minyak yang masih terdapat dalam air buangan dari separator.

Gambar 8. Metode uji kinerja prototipe separator IPB Keterangan :

a. Distilat masuk (Tdes1)

b. Pemisahan minyak dan air (Ts)

c. Minyak yang telah terpisah d. Distilat keluar (Tdes2)

e. Spon menangkap butiran minyak f. Penampakan air buangan e

d

f c

b a


(28)

14

Langkah-langkah menghitung kehilangan minyak dari separator adalah sebagai berikut :

1. Siapkan sebuah spon yang telah dimasukan ke dalam wadah berlubang dan gantungkan tepat di depan mulut pipa air buangan distilat.

2. Letakan sebuah spon lain di permukaan ember tepat di tempat jatuhnya distilat agar minyak yang ada dalam distilat tidak membentuk lapisan minyak di permukaan air dan terkumpul di spon.

3. Angkat lalu peras spon diatas corong yang telah dilapisi kain monel 4. Tampung minyak yang terpisahkan lalu hitung volumenya.

5. Lakukan sampling setiap 3 jam

3.3.2 Uji Kinerja Separator IKM

Prosedur dalam melakukan uji kinerja separator IKM sebagai pembanding, sama dengan uji kinerja prototipe separator IPB tetapi pada metode pengukuran jumlah loss minyak ditambahkan spon yang digantung pada pipa air buangan dari ember dikarenakan masih terdapat butiran minyak. Suhu distilat di dalam separator tidak bisa diketahui karena separator IKM tidak dilengkapi termometer sebagaimana prototipe separator IPB.

Gambar 9. Metode uji kinerja separator IKM

Prosedur menghitung loss minyak pada separator IKM adalah sebagai berikut : 1. Lakukan pengukuran parameter sesuai dengan langkah pada uji kinerja prototipe dengan

menambahkan pengukuran suhu air buangan (Tdes3)

2. Gantungkan spon di depan mulut pipa distilat keluar (L1= loss pada spon1).

3. Letakan spon lain di permukaan ember tepat di tempat jatuhnya distilat 4. Gantungkan spon di depan mulut pipa ember air buangan (L2= loss pada spon2)

5. Angkat lalu peras spon diatas corong yang telah dilapisi kain monel 6. Tampung minyak yang terpisahkan lalu hitung volumenya.

7. Lakukan sampling setiap 3 jam

3.3.3 Analisis

Kadar Air. Analisis kadar air bertujuan untuk memeriksa kadar air nilam kering sebelum penyulingan serta menentukan kadar minyak dan rendemen dalam basis kering (db). Prinsip dari analisis kadar air adalah mengekstrak air dalam jaringan tanaman dengan cairan yang tidak saling melarut sehingga membentuk dua fasa.

Keterangan :

a. Distilat masuk (Tdes1)

b. Pemisahan minyak dan air c. Minyak yang telah terpisah d. Distilat keluar (Tdes2)

e. Spon menangkap butiran minyak (spon1 dan spon2)

f. Penampakan air buangan g. Air buangan (Tdes3)

a

e d

g f

e c


(29)

15

Metode pengukuran kadar air yang digunakan adalah Bidwell-Sterling. Sebanyak 10 gram bahan dimasukan ke dalam labu berukuran 500 ml, dan ditambahkan 200 ml toluene sampai bahan terendam. Labu dipasangkan pada aufhauser yang dilengkapi dengan pendingin tegak kondensor dan dididihkan selama 1 jam sampai semua air dalam bahan tersuling. Jika air tidak bertambah lagi maka penyulingan dihentikan. Jika air dan toluene telah terpisah secara sempurna, hitunglah volume dan persentase air dalam bahan.

� ����= �� ( )

ℎ (�� ) 100%

Rendemen. Rendemen minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dari penyulingan dengan berat bahan yang disuling dan dinyatakan dalam satuan persen. Rendemen (wb) adalah perbandingan jumlah minyak nilam dengan berat bahan tanpa dikurangi kadar air. Rendemen (db) adalah perbandingan jumlah minyak nilam yang tersuling dengan berat bahan yang telah dikurangi kadar air.

� = � ( �)

ℎ ( �) 100%

� = � ( �)

ℎ ( �) 1− � �� 100%

Kadar Minyak. Analisa kadar minyak ditujukan untuk mengetahui jumlah kandungan minyak sebenarnya yang terdapat dalam daun dan batang nilam. Prinsip analisis kadar minyak adalah menyuling nilam kering dengan jumlah sedikit sehingga seluruh minyak yang terdapat dalam bahan dapat tersuling dengan baik. Volume minyak yang terukur dibagi dengan bobot bahan baku yang telah dikurangi kadar air sehingga kadar minyak yang dihitung merupakan kadar minyak berdasarkan basis kering (db).

Prosedur penentuan kadar minyak adalah sebanyak 50 gram bahan dimasukan dalam labu berukuran 1 liter, kemudian ditambahkan air sebanyak 3-6 kali berat bahan. Hubungkan pipa dengan kondensor dan tambahkan air sampai memenuhi pipa. Panaskan labu selama 5-6 jam sampai tidak terdapat tetesan minyak. Hitung jumlah volume minyak atsiri yang diperoleh (ml).

� ��� = � ( )

ℎ �� � (�� ) (1− � ��) 100%

3.3.4 Pengolahan Data

Pengolahan data yang digunakan adalah pengolahan secara deskriptif yang menjelaskan kondisi hasil pengamatan dengan menghitung rataan dari data yang teramati dan menampilkannya dalam sebuah grafik atau diagram batang. Data - data yang diolah ke dalam bentuk grafik dan diagram meliputi :

a. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) b. Perubahan suhu distilat selama proses penyulingan

c. Perbandingan suhu air pendingin masuk, air pendingin keluar, dan suhu distilat d. Perbandingan suhu distilat masuk, distilat keluar, dan suhu separator

e. Perubahan laju distilat selama proses penyulingan f. Perbandingan jumlah loss dari setiap percobaan g. Pengaruh laju distilat terhadap loss minyak h. Pengaruh suhu distilat terhadap loss minyak


(30)

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

UJI

KINERJA

DAN

EVALUASI

KELAYAKAN

PROTOTIPE

SEPARATOR IPB

4.1.1 Kondisi Umum Penyulingan

Secara umum kondisi penyulingan IKM Wanatiara sudah menggunakan peralatan yang memenuhi standar. Peralatan yang digunakan dalam penyulingan adalah ketel suling dari bahan stainless steel, pipa dan bak kondensor, serta separator. Metode penyulingan yang digunakan adalah sistem kukus. Tempat penyulingan ini memiliki tiga ketel suling yang memiliki kapasitas masing-masing 380 kg, 300 kg, dan 220 kg nilam kering per batch. Kapasitas produksi totalnya adalah 900 kg nilam kering per hari sedangkan ketel yang digunakan selama penelitian adalah ketel suling yang memiliki kapasitas 380 kg. Bahan baku IKM Wanatiara sebagian besar berasal dari Kabupaten Kuningan dan sekitarnya yang pada umumnya sudah bekerja sama menjadi pemasok bahan baku rutin.

Proses penyulingan rata-rata berlangsung 10 jam. Selama proses penyulingan, air dari bak pendingin selalu dialirkan ke dalam ketel. Jumlah air di dalam ketel dikontrol dengan memperhatikan pipa indikator ketinggian air yang terletak di sebelah ketel suling. Proses penyulingan akan dihentikan ketika tidak ada butiran minyak yang terlihat pada distilat.

Bahan bakar yang digunakan IKM Wanatiara adalah kayu bakar. Ampas penyulingan nilam jarang digunakan karena menyulitkan operator dalam mengatur api dan kondisi ampas terkadang masih basah sehingga sulit terbakar. Akan tetapi ampas penyulingan nilam masih bisa dijual dengan memilah daunnya saja.

Pengujian yang dilakukan pada uji prototipe separator IPB dilakukan sebanyak 20 kali. Dari 20 data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A yang memiliki laju distilat dibawah 1,5 liter/menit terdiri atas uji ke-1 sampai uji ke-15 dan kelompok B yang memilki laju distilat diatas 1,5 liter/menit terdiri atas uji ke-16 sampai uji ke-20.

a. Rendemen Minyak Nilam

Perbandingan jumlah bobot minyak yang dihasilkan dengan jumlah bobot bahan baku yang diolah disebut rendemen (Harris 1993). Rendemen yang dihasilkan peralatan penyulingan yang digunakan berkisar antara 0,96% - 2,05% dengan rata-rata 1,33% (db). Tinggi rendahnya jumlah minyak yang tersuling dipengaruhi oleh jenis dan kualitas bahan baku yang digunakan. Pada saat melakukan uji kinerja prototipe separator IPB di bulan Desember 2010 bahan baku yang digunakan didominasi bahan baku yang berkadar minyak rendah dan relatif basah. Hal ini terlihat pada Tabel 4 dimana rata-rata kadar air bahan melebihi kadar air yang diharapkan yaitu 12%-15% (Suryani 2007). Nilai kadar air ini relatif lebih baik jika dibandingkan dengan kadar air bahan baku pada penelitian sebelumnya yang mencapai 37%. Tetapi kadar minyak pada penelitian ini lebih rendah 0,5% dibandingkan kadar minyak pada penelitian sebelumnya. Tabel 4. Perbandingan rendemen (db), kadar minyak, dan kadar air

Rendemen (db) Kadar Minyak (%) Kadar air (%) Ahmad (2010) 1,61 ± 0,69 2,29 ± 0,75 37,11 ± 11,41 Kelompok A 1,29 ± 0,29 1,75 ± 0,4 26,02 ± 5,64 Kelompok B 1,43 ± 0,15 1.81 ± 0,24 19,72 ± 4,10


(31)

17

0 8 16 24 32 40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

P er se n tas e S el is ih ( % ) Uji ke-0 8 16 24 32 40

16 17 18 19 20

P er se n tas i S el is ih ( % ) Uji

ke-Berdasarkan penelitian Uzwatania (2009) jumlah minyak yang tersuling pada jam pertama mencapai 50% dari total minyak yang diperoleh selama proses penyulingan. Sedangkan pada penyulingan IKM Wanatiara jumlah minyak mencapai 50% dari total minyak yang tersuling terjadi setelah 3 jam. Hal ini dikarenakan perbedaan kapasitas produksi yang digunakan. Pada penelitian Uzwatania kapasitas ketel suling hanya 40 kg berarti sepersepuluh dari kapasitas ketel suling yang digunakan pada penelitian ini. Komponen minyak nilam bertitik didih rendah jumlahya lebih banyak dan komponen yang pertama kali akan teruapkan adalah senyawa minyak nilam dengan titik didih rendah sehingga minyak yang tersuling pada jam-jam awal jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan pada jam-jam berikutnya.

Gambar 10 menunjukkan persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) selama uji kelompok A nilainya fluktuatif. Rendemen minyak nilam sangat dipengaruhi oleh kualitas proses penyulingan dan kualitas bahan baku. Kualitas bahan baku dapat dilihat dari kadar minyaknya sedangkan kualitas proses penyulingan dapat dilihat dari selisih kadar minyak dari sampel yang diuji di labarotorium dengan rendemen minyak yang dihasilkan di penyulingan. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) adalah perbandingan dari nilai selisih kadar minyak dan rendemen (db) dengan nilai kadar minyaknya dan dikalikan dengan 100 persen. Nilai rata-rata persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) pada uji kelompok A adalah 25,83 % dengan nilai tertinggi terjadi pada uji ke-1 yaitu 35,83 % dan nilai terendah terjadi pada uji ke-7 dengan nilai 15,09%.

Gambar 10. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) kelompok A

Dari hasil evaluasi prototipe separator IPB untuk uji kelompok B (Gambar 11), data yang dihasilkan relatif lebih stabil dan nilai rata-rata selisih kadar minyak dan rendemen (db) lebih rendah dibandingakan selisih dari kelompok A yaitu 20,66 %. Selisih terbesar terjadi pada uji ke-19 dengan 21,3% dan selisih terkecil terjadi pada uji ke-16 dengan 13,13%.


(32)

18

27 30 33 36 39 42

30 120 210 300 390 480 570

S u h u ( ° C) Menit Ke-percobaan 6 percobaan 7 percobaan 8 percobaan 9 percobaan 10 27 30 33 36 39 42

30 120 210 300 390 480 570

S u h u ( ° C) Menit ke-percobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 percobaan 5 Tabel 5. Perbandingan persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db)

Ahmad (2010) Kelompok A Kelompok B Persentase selisih (%) 25,55 ± 15,41 25,83 ± 5,20 20,66 ± 4,65

Jika dibandingkan dengan penelitian Ahmad (2010) kualitas penyulingan di IKM Wanatiara saat ini relatif lebih bailk dan stabil hal ini terlihat pada Tabel 5 dimana persentasi selisih kadar minyak dengan rendemen rata-rata pada tahun 2010 memiliki nilai yang relatif sama 20-25% tetapi memiliki simpangan baku lebih besar tiga kali lipat. Jika yang dibandingkan adalah nilai dari selisih kadar minyak dan rendemen(db) terlihat sangat signifikan yaitu 0,68% untuk penelitian Ahmad ; 0,46% untuk kelompok A dan 0,38% untuk kelompok B. Semakin banyak minyak yang tersuling maka semakin tinggi pula kemungkinan minyak yang terbuang pada proses pemisahan di dalam separator.

b. Suhu Distilat

Suhu distilat sangat dipengaruhi oleh kemampuan kondensor dalam menyerap panas. Kondensor yang digunakan pada uj kinerja ini adalah kondensor spiral berbahan stainless yang diletakan di dalam bak. Selama proses penyulingan air dingin dialirkan ke dalam bak dengan suhu relatif stabil yang memiliki nilai rata-rata 26°C dan laju rata-rata 18 liter/menit sedangkan suhu air yang keluar dari bak cenderung meningkat selama proses penyulingan.

Suhu distilat rata-rata yang dihasilkan adalah 32°C untuk kelompok A dan 38°C pada kelompok B. Suhu ini jauh dibawah suhu distilat yang diharapkan dari suhu optimal disain prototipe separator IPB. Menurut Soesanto (2010) suhu distilat yang digunakan dalam merancang prototipe separator IPB ini adalah 45°C. Suhu distilat pada setiap penyulingan cenderung selalu meningkat. Suhu distilat yang didapat dari keseluruhan data berada pada kisaran 27,8-42,7°C dengan suhu rata-rata 34°C. Hal ini akan berhubungan dengan jumlah loss yang menjadi perhatian utama pada penelitian ini.


(33)

19

27 30 33 36 39 42

30 120 210 300 390 480 570 660

S

u

h

u

(

°

C)

Menit

ke-percobaan 11 percobaan 12

percobaan 13

percobaan 14 percobaan 15

27 30 33 36 39 42

30 120 210 300 390 480 570 660

S

u

h

u

(

°

C)

Menit

Ke-percobaan 16

percobaan 17 percobaan 18 percobaan 19 percobaan 20

Gambar 12b. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja prototipe separator IPB Pada Gambar 12 terlihat percobaan 15 memiliki peningkatan suhu distilat terendah sedangkan peningkatan suhu distilat tertinggi terjadi pada percobaan 12. Pada Tabel 6. peningkatan rata-rata suhu distilat selama pengamatan adalah 4,2°C pada kelompok A dan 5,4°C pada kelompok B. Nilai peningkatan tertinggi hanya 10°C sedangkan pada penelitian Ahmad (2010) peningkatan rata-rata suhu distilat adalah 21°C dengan nilai peningkatan tertingi 31°C. Tabel 6. Perbandingan peningkatan suhu distilat

Peningkatan Suhu distilat (°C)

Tertinggi Terendah Rata-rata Ahmad (2010) 38 – 69 38-40 21 ± 8,9

Kelompok A 30 – 40 30-32 4.2 ± 1,2 Kelompok B 30 – 39 32-37 5,4 ± 2,0

Perbedaan yang mencolok ini dikarenakan berbedanya kemampuan kondensor yang digunakan. Pada penelitian Ahmad (2010) digunakan dua kondensor yang masing-masing hanya berdiameter 30 cm sedangkan kondensor yang digunakan pada penelitian ini berdiameter 2 meter. Kondisi kondensor yang besar disertai bak kondensor yang dapat menampung air pendingin sebesar 30.000 liter terbukti optimal hal ini terlihat pada suhu air pendingin keluar dan suhu distilat yang relatif dingin (Gambar 13). Akan tetapi karena kondensor ini juga suhu distilat ideal yang diharapkan senilai 45°C tidak bisa tercapai.


(34)

20

24 29 34 39 44 49

30 120 210 300 390 480 570 660

S u h u ( ° C) Menit

ke-T air pendingin

masuk

T air pendingin keluar

T distilat

Gambar 13. Perbandingan suhu air pendingin dan distilat pada percobaan18

Selain suhu distilat, dalam penelitian ini juga diukur suhu ruang di dalam separator. Suhu ruangan separator ini diterjemahkan sebagai suhu pada saat terjadi proses pemisahan. Suhu separator ini dibaca pada termometer analog yang terpasang di dinding atas separator. Pada Gambar 14 terlihat konstan suhu distilat masuk lebih besar dari suhu distilat keluar dan suhu distilat keluar lebih besar dari suhu separator. Hal ini dikarenakan volume separator yang besar sehingga distilat yang masuk bisa tercampur dengan distilat sebelumnya yang memiliki suhu lebih rendah atau lebih tinggi sesuai dengan suhu distilat sebelumnya.

Gambar 14. Perbandingan suhu distilat masuk, distilat keluar, dan suhu separator percobaan 18 Kondisi ini berbeda dengan penelitian Ahmad (2010) dimana suhu yang terbaca di termometer separator terkadang memiliki nilai tertinggi dan terkadang diantara suhu distilat masuk dan suhu distilat keluar (Lampiran 7). Hal ini dikarenakan suhu distilat masuk yang sangat fluktuatif sehingga suhu di dalam separator ketika diukur sangat dipengaruhi oleh suhu distilat sebelumnya. Termometer yang dipasang juga posisinya tidak berada di silinder dalam yang didisain sebagai tempat pertama kali masuknya distilat dan proses separasi melainkan diletakan diatas bagian kerucut separator yang menjadi tempat terkumpulnya minyak dan distilat sebelumnya.

c. Laju Distilat

Laju distilat yang dihasilkan dalam suatu penyulingan ditentukan oleh sistem penyulingan yang digunakan, kapasitas alat, serta kerapatan bahan dalam ketel. Volume ketel yang dapat diisikan bahan adalah 3598 liter. Bobot nilam rata-rata yang diisikan selama proses penyulingan adalah 418 kg (wb) dengan kadar air rata-rata 24% atau 314 kg (db). Kerapatan bahan rata-rata dalam ketel suling adalah 0,12 kg/liter. Laju destlat rata-rata 84,5 liter/jam dan setara dengan 0,27 liter/kg jam (db).

30 31 32 33 34 35 36 37

30 120 210 300 390 480 570 660

S u h u ( ° C) menit ke-Tdes1 Tdes2 Tseparator


(35)

21

Menurut Suryani et al. (2007), kerapatan bahan dalam ketel dan laju distilat optimal penyulingan nilam berturut-turut adalah sebesar 0,11-0,12 kg terna kering/liter dan 0,6 liter/kg jam dengan asumsi kadar air 12-15%. Nilai laju distilat pada penyulingan IKM masih di bawah standar optimal.

Jika mengacu pada standar di atas maka seharusnya bobot nilam yang diisikan ke dalam ketel adalah 396 kg. Hal ini membuktikan bahwa kadar air bahan baku rata-rata dengan nilai 24% yang masih tinggi sehingga bobot bahan baku yang diisikan melebihi batas optimal.

Menurut penelitian Panjaitan (1993); Rusli dan Hasanah (1977), dengan metode penyulingan uap dan air semakin tinggi kepadatan bahan di dalam ketel mengakibatkan rendemen menjadi semakin rendah karena semakin tinggi kepadatan bahan dalam ketel, maka kecepatan penyulingan semakin rendah sehingga proses hidrodifusi berjalan lambat.

Laju distilat IKM masih di bawah standar optimal. Jika mengacu pada standar tersebut maka laju distilat IKM seharusnya 204 liter/jam atau setara 3,4 liter/menit. Data laju distilat tertinggi yang pernah dicapai di IKM adalah 2,01 liter/menit atau setara 120,6 liter/jam. Kemungkinan laju distilat optimal akan sulit tercapai jika tetap menggunakan sistem kukus dan tanpa pengaturan suhu dan tekanan dalam ketel.

Pada Tabel 7 terdapat uji penyulingan yang memiliki titik ekstrim nilai laju distilat yaitu pada percobaan 1, 2, 3, dan 12 .Percobaan 3 merupakan percobaan penyulingan yang memiliki selisih laju distilat terbesar (900 ml/menit) dan percobaan 12 memiliki selisih terkecil (360ml/menit). Pada pengamatan percobaan ke-3 proses penyulingan pada jam pertama kondisi api tidak terlalu besar dikarenakan kayu bakar yang basah sehingga laju distilat sangat kecil jika dibandingkan pada jam berikutnya sehingga selisih laju distilat yang teramati nilainya cukup besar kondisi ini jua terjadi pada percobaan ke-1 dan ke-2. Sedangkan pada percobaan ke-12 kondisi api di tungku relatif stabil

Fluktuasi laju distilat (Gambar 15) untuk kelompok A sangat dipengaruhi oleh panas yang diterima ketel suling. Kisaran nilai laju distilat yang teramati adalah 0,90-1,89 liter/ menit. Fluktuasi laju distilat lebih besar dari pada suhu distilat. Hal ini disebabkan sulitnya menjaga kestabilan panas didalam ketel yang berpengaruh pada jumlah air yang teruapkan setiap waktunya.

Tabel 7. Kondisi laju distilat kelompok A Percobaaan

ke-

Terendah (ml/menit)

Tertinggi (ml/menit)

Rata-rata (ml/menit)

1 900 1470 1222 ± 179

2 900 1440 1196 ± 144

3 990 1890 1475 ± 175

4 1200 1560 1364 ± 110

5 1050 1800 1320 ± 191

6 1110 1500 1247 ± 130

7 1110 1500 1235 ± 111

8 1110 1500 1292 ± 136

9 1140 1800 1360 ± 170

10 990 1470 1235 ± 132

11 1080 1860 1376 ± 206

12 1200 1560 1363 ± 106

13 1050 1440 1250 ± 123

14 1080 1710 1333 ± 128

15 1050 1530 1304 ± 140


(36)

22

800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

30 120 210 300 390 480 570 660

L aj u d is til at ( m l/m n t) menit ke-Q=1196 ml/mnt Q=1292 ml/mnt Q=1363 ml/mnt Q=1475 ml/mnt 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

30 120 210 300 390 480 570 660

L aj u d is til at ( m l/m n t) menit ke-Q=1651 ml/mnt Q=1696 ml/mnt Q=1736 ml/mnt Q=1745 ml/mnt Q=1774 ml/mnt Gambar 15 menunjukkan perubahan laju distilat setiap jamnya, empat sampel diambil untuk mewakili kondisi sebaran laju distilat pada kelompok A yang berada pada kisaran 1,1 l/menit sampai 1,47 l/menit. Lama proses penyulingan berada pada kisaran 9 sampai 12 jam disesuaikan dengan jumlah minyak yang masih terkandung dalam distilat.

Gambar 15. Perubahan laju distilat pada kelompok A

. Pada percobaan kelompok B uji ke-18 dan 19 laju distilat relatif lebih besar hal ini disebabkan panas yang dihasilkan pada tungku cukup baik sehingga aliran uap air kedalam bahan pun lebih besar. Besarnya laju distilat yang terjadi pada semua percobaan di kelompok B dengan rata-rata laju distilat 1,72 l/menit (Tabel 8) tidak terlepas dari kondisi panas yang stabil dikarenakan pada saat pengujian pasokan kayu bakar yang baik cukup terjaga.

Tabel 8. Kondisi laju distilat kelompok B Percobaaan ke- Terendah (ml/menit) Tertinggi (ml/menit) Rata-rata (ml/menit)

16 1500 1920 1745 ± 129

17 1500 1920 1696 ± 115

18 1570 2070 1774 ± 174

19 1440 2160 1736 ± 195

20 1470 1890 1651 ± 113

Rata-rata 1496 1992 1720 ± 145

Gambar 16 menunjukkan fluktuasi laju distilat kelompok B tetap terjaga pada rentang 1400 ml/menit dan 2200 ml/mnt. Kondisi yang berbeda dengan kelompok A ini, terjadi karena perbedaan kualitas pembakaran pada tungku. Berdasarkan pengamatan selama evaluasi pada uji kelompok B pasokan kayu bakar kering cukup terjaga dan bahan baku relatif lebih kering terlihat dari rata-rata kadar air bahan baku kelompok B yang lebih rendah dari kelompok A.


(37)

23

Walaupun laju distilat yang teramati tidak mencapai batas ideal akan tetapi sudah melebihi laju distilat yang dilakukan pada penelitian sebelumnya (Tabel 9). Kombinasi dari laju distilat yang ada dan suhu distilat yang relatif dingin dapat dijadikan pengujian tambahan pada kinerja prototipe separator IPB selain mnguji pada kondisi optimal yang disesuaikan dari disain awal pembuatan prototipe separator IPB ini.

Tabel 9. Perbandingan laju distilat pada penelitian Ahmad (2010) dan hasil pengamatan Laju distilat (L/menit)

Terendah Tertinggi Rata-rata

Ahmad (2010) 0,54 1,62 1,10 ± 0,237

Kelompok A 0,90 1,89 1,30 ± 0,145

Kelompok B 1,44 2,16 1,72 ± 0,145

Tinggi rendahnya laju distilat sangat dipengaruhi oleh kestabilan dan besarnya api pada tungku untuk menghasilkan kualitas uap yang baik di dalam ketel suling. Faktor yang terlihat selama hasil pengamatan laju distilat adalah faktor kondisi kayu bakar dan jenis kayu bakar. Pada percobaan yang menghasilkan laju distilat rendah biasanya kondisi kayau bakar yang digunakan relatif masih basah atau tidak adanya campuaran kayu Pinus yang mudah terbakar.

Laju distilat selama pengujian juga sulit untuk diatur pada laju yang konstan karena pada sistem kukus di IKM ini jumlah air yang ditambahkan kembali ke dalam ketel relatif konstan dan lebih sedikit sehingga pada saat tertentu perlu ditambahkan air dalam jumlah banyak. Pada saat itu karena air yang ditambahkan relatif lebih dingin dan lebih banyak dari pada air yang tersisa di dalam ketel menyebabkan turunnya jumlah uap dan laju distilat yang dihasilkan.

4.1.2. Kinerja Separator

Kinerja separator dinilai dari kemampuannya untuk memisahkan minyak dengan air yang terdapat dalam distilat. Ada beberapa faktor yang menentukan kinerja separator yaitu besarnya perbedaan densitas antara minyak dan air, disain separator, serta suhu dan laju distilat (Ahmad 2010).

Minyak nilam memiliki selisih nilai densitas dengan air yang relatif lebih kecil dibandingkan minyak atsiri lainnya. Oleh karena itu minyak nilam cenderung lebih sulit terpisah dengan air dibandingkan minyak atsiri lainya. Selisih densitas beberapa minyak atsiri dengan air dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini.

Tabel 10. Data selisih densitas beberapa jenis minyak dengan air

Minyak Bobot Jenis 25°/25 Selisih densitas dengan air Akar wangi 0,978 - 1,033 (-0,033) – 0,022

Nilam 0,943 - 0,983 0,017 – 0,057 Cengkeh 1,039 - 1,06 (-0,039) – (-0,06) Kenanga 0,904 - 0,928 0,072 – 0,096 Kayu putih 0,868 - 0,921 0,079 – 0,132 Pala 0,842 - 0,919 0,081 – 0,158 Sereh 0,85 - 0,892 0,108 – 0,15 Sumber : Ketaren (1985), diolah

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa selisih densitas minyak nilam dan akar wangi dengan air relatif lebih kecil dibandingkan minyak atsiri lainnya. Oleh karena itu pada proses pemisahan minyak nilam dan akar wangi akan terbentuk emulsi jika tidak cepat dipisahkan dan dibiarkan tercampur pada suhu yang relatif dingin.


(1)

66

Percobaan : 4 Bahan baku : 439 kg

Hari/Tanggal : Jumat/ 21 Januari 2011 Jumlah minyak : 3,9 kg

Jam : 11.00-23.00 Menit ke- Laju Distilat

(ml/mnt)

T Distilat(°C) Air pendingin Loss (ml)

Tdes1 Tdes2 Tdes3 Qw

(L/mnt) Tin

(°C)

Tout

(°C)

L1 L2

30 1560 33 31 30 20 26 38

60 1380 33 31 31 20 26 39

90 1500 33 32 31 20 26 40

120 1440 33 32 31 20 26 41

150 1530 34 33 32 20 26 43

180 1800 34 33 33 20 25 43 10 3

210 1620 35 33 33 20 25 44

240 1740 35 34 33 20 25 45

270 1960 36 34 33 20 25 45

300 1260 35 34 33 12 25 46

330 1230 36 34 33 7 25 46

360 1410 36 34 33 7 25 46 20 2

390 1440 36 34 33 7 25 46

420 1380 36 34 33 7 25 46

450 1470 36 34 33 7 25 47

480 1530 36 34 33 7 25 47

510 1620 36 34 34 7 25 48

540 1680 37 35 34 7 25 48 20 1.5

570 1710 37 35 34 7 25 48

600 1710 37 35 34 7 25 48

630 1530 37 35 34 7 25 48

660 1440 37 35 34 7 25 47

690 1350 37 35 34 7 25 47

720 1380 37 35 34 7 25 47 9 1

Rata-rata 1528 35 34 33 12 26 45

Total 66,5


(2)

67

Percobaan : 5 Bahan baku : 298 kg

Hari/Tanggal : Sabtu/ 22 Januari 2011 Jumlah minyak : 3,0 kg

Jam : 15.00-24.00 Menit ke- Laju Distilat

(ml/mnt)

T Distilat(°C) Air pendingin Loss (ml)

Tdes1 Tdes2 Tdes3 Qw

(L/mnt) Tin

(°C)

Tout

(°C)

L1 L2

30 1470 32 32 31 10 26 38

60 1350 33 32 31 10 26 40

90 1470 33 32 32 10 26 40

120 1440 33 33 32 10 26 41

150 1650 34 33 32 15 25 43

180 1800 34 33 32 30 25 43 16 2

210 1920 34 33 32 30 25 44

240 2010 35 34 33 30 25 45

270 1890 35 34 34 30 25 45

300 1800 35 34 34 10 25 44

330 1770 35 35 34 10 25 44

360 1800 36 35 34 10 25 44 25 1.5

390 1890 36 35 34 10 24 44

420 2010 36 35 34 10 24 45

450 1290 36 35 34 10 24 45

480 1200 36 35 34 10 24 45

510 1110 36 35 34 10 24 45

540 1050 36 34 34 10 24 45 17 4.5

570 600 630 660 690 720

Rata-rata 1607 35 34 33 15 25 43

Total 66


(3)

68

Percobaan : 6 Bahan baku : 375 kg

Hari/Tanggal : Minggu/ 23 Januari 2011 Jumlah minyak : 6 kg

Jam : 12.00-22.00 Menit ke- Laju Distilat

(ml/mnt)

T Distilat(°C) Air pendingin Loss (ml)

Tdes1 Tdes2 Tdes3 Qw

(L/mnt) Tin

(°C)

Tout

(°C)

L1 L2

30 1650 33 32 31 15 26 40

60 1560 33 32 32 15 26 41

90 1530 34 33 32 15 26 43

120 1590 35 34 33 15 26 44

150 1680 35 34 34 15 26 45

180 1470 35 34 34 15 25 45 21 3

210 1530 36 34 34 15 25 45

240 1560 36 35 34 15 25 46

270 1620 36 35 34 15 25 46

300 1440 36 35 34 15 25 47

330 1590 36 36 34 15 25 47

360 1590 37 36 34 15 25 47 20 3

390 1560 37 36 34 15 25 48

420 1560 37 36 35 15 25 48

450 1530 37 37 36 15 25 48

480 1440 38 37 36 15 25 48

510 1500 38 37 37 15 25 48

540 1770 39 38 37 15 25 48 26 2

570 1440 39 38 37 15 25 48

600 1350 39 38 37 15 25 48

630 1140 39 38 37 15 25 47

660 1050 38 38 36 15 25 47

690 1050 38 37 36 15 25 46 16 4.5

720

Rata-rata 1487 36 36 35 15 25 46

Total 95,5


(4)

69

Lampiran 3. Rekapitulasi data lapangan kelompok A pada uji kinerja prototipe separator IPB

Uji ke- Bahan

baku (kg) Kadar air (%) Bahan baku (kg)(db)

Rendemen Kadar

minyak (%)

Rata-rata Laju distilat Rata-rata suhu Separator

(°C)

Rata-rata suhu distilat

Air pendingin Loss Minyak

Kg %(db) %wb) ml/menit L/jam L/kg

jam

Tdes1 Tdes2 Qw Tin Tout ml % Densitas

(gram/ml)

1 408 22.42 317 3.8 1.20 0.93 1.87 1222 73.3 0.23 29 32 29 12 26 43 6.8 0.18 0.9861

2 416 27.32 302 4.3 1.42 1.03 2.02 1196 71.7 0.24 28 31 28 30 27 43 8.2 0.19 0.9884

3 388 24.53 293 3.8 1.30 0.98 1.83 1475 88.5 0.30 27 30 28 16 26 38 13.0 0.34 0.9873

4 440 21.12 347 3.7 1.07 0.84 1.51 1364 81.8 0.24 28 31 28 16 26 34 10.4 0.28 0.9887

5 440 26.33 324 3.8 1.17 0.86 1.70 1320 79.2 0.24 29 31 28 16 26 39 9.9 0.26 0.9867

6 468 32.67 315 4.0 1.27 0.85 1.69 1247 74.8 0.24 30 34 30 18 27 41 6.0 0.15 0.9865

7 440 29.13 312 5.6 1.80 1.27 2.12 1235 74.1 0.24 29 30 28 19 27 40 12.3 0.22 0.9864

8 446 28.91 317 4.2 1.32 0.94 1.74 1292 77.5 0.24 28 31 29 19 26 37 10.1 0.24 0.9841

9 451 28.76 321 4.5 1.40 1.00 1.94 1360 81.6 0.25 28 33 30 19 27 41 12.0 0.27 0.9854

10 448 27.78 324 3.5 1.08 0.78 1.36 1235 74.1 0.23 27 31 29 18 25 36 7.7 0.22 0.9887

11 460 38.40 283 5.8 2.05 1.26 2.89 1376 82.6 0.29 30 33 31 19 27 44 19.0 0.32 0.9856

12 462 26.65 339 3.9 1.15 0.84 1.43 1363 81.8 0.24 33 35 33 17 26 44 12.0 0.30 0.9874

13 440 21.68 345 3.3 0.96 0.75 1.25 1250 75.0 0.22 32 35 33 9 27 44 3.6 0.11 0.9835

14 414 18.97 335 3.8 1.13 0.92 1.47 1333 80.0 0.24 33 35 33 15 27 42 8.7 0.23 0.9992

15 376 15.57 317 3.5 1.10 0.93 1.47 1304 78.2 0.25 29 32 30 17 26 40 6.5 0.19 0.9877

rata-rata 433 26.02 319 4.1 1.29 0.95 1.75 1305 78.3 0.25 29 32 30 17 26 40 9.7 0.20 0.9874

Lampiran 4. Rekapitulasi data lapangan kelompok B pada uji kinerja prototipe separator IPB

Uji ke- Bahan

baku (kg) Kadar air (%) Bahan baku (kg)(db)

Rendemen Kadar

minyak (%)

Rata-rata Laju distilat Rata-rata suhu separator

(°C)

Rata-rata suhu distilat

Air pendingin Loss Minyak

Kg %(db) %wb) ml/menit L/jam L/kg

jam

Tdes1 Tdes2 Qw Tin Tout ml % Densitas

(gram/ml)

16 380 20.69 301 4.2 1.39 1.11 1.60 1745 104.7 0.35 37 39 38 15 26 46 19.0 0.45 0.9876

17 368 26.12 272 4.3 1.58 1.17 1.98 1696 101.7 0.37 38 41 39 20 26 46 17.2 0.40 0.9887

18 398 15.22 337 4.5 1.33 1.13 1.69 1774 106.4 0.32 34 36 35 27 26 43 28.0 0.62 0.9878

19 403 18.93 327 5.2 1.59 1.29 2.13 1736 104.2 0.32 36 40 39 20 26 45 21.8 0.42 0.9854

20 310 17.63 255 3.2 1.25 1.03 1.63 1651 99.1 0.39 34 36 35 20 26 45 16.5 0.52 0.9877


(5)

70

Lampiran 5. Rekapitulasi data lapangan uji kinerja separator IKM

Uji ke- Bahan

baku (kg)

Kadar air (%)

Bahan baku (kg)(db)

Rendemen Kadar

minyak (%)

Rata-rata Laju distilat Rata-rata suhu distilat Air pendingin Loss Minyak

Kg %(db) %wb) ml/menit L/jam L/kg

jam

Tdes1 Tdes2 Tdes3 Qw Tin Tout ml % Densitas

(gram/ml)

1 452 23.24 347 5.4 1.56 1.19 1.93 1523 91 0.26 37 34 32 20 26 44 69.5 1.29 0.9812

2 423 20.12 338 9.2 2.72 2.17 3.20 1481 89 0.26 39 38 37 20 26 46 96.0 1.04 0.9823

3 448 25.13 335 6.5 1.94 1.45 2.50 1446 87 0.26 36 35 35 20 26 42 61.0 0.94 0.9833

4 439 19.65 353 3.9 1.11 0.89 1.33 1528 92 0.26 35 34 33 12 26 45 66.5 1.71 0.9802

5 298 17.63 245 3.0 1.22 1.01 1.46 1607 96 0.39 35 34 33 15 25 43 66.0 2.20 0.9825

6 375 19.99 300 6.0 2.00 1.60 2.54 1487 89 0.30 36 36 35 15 25 46 95.5 1.59 0.9801

Rata-rata 406 20.96 320 5.7 1.76 1.39 2.15 1512 91 0.29 36 35 34 17 26 45 75.8 1.46 0.9816

Lampiran 6. Peralatan Proses Produksi Penyulingan IKM Wanatiara


(6)

71

Lampiran 7. Rekapitulasi data lapangan uji kinerja prototipe separator IPB penelitian terdahulu

Uji ke- Bahan

baku (kg)

Kadar air (%)

Bahan baku (db) (kg)

Rendemen Kadar

minyak (%)

Rata-rata Laju distilat T

Separator (°C)

Rata-rata suhu distilat (°C)

Loss Minyak

Kg %(db) %wb) ml/menit L/jam L/kg jam Tdes1 Tdes2 ml %

1 232 20.79 183 2.45 1.34 1.06 1.44 1284 77 0.33 47 46 40 2.1 0.09

2 272 24.06 207 2.00 0.97 0.74 1.67 1048 62.9 0.23 39 36 34 3.3 0.16

3 322 37.71 200 2.65 1.32 0.82 1.91 1053 63.2 0.20 44 40 35 4.2 0.16

4 285 52.38 136 4.00 2.95 1.40 3.30 1186 71.2 0.25 43 44 37 4.7 0.12

5 307 40.78 182 2.80 1.54 0.91 2.35 1012 60.7 0.20 46 48 39 6.7 0.24

6 321 46.96 170 2.65 1.56 0.83 3.04 1125 67.5 0.21 36 38 34 5.5 0.20

Rata-rata 290 37.11 180 2.76 1.61 0.96 2.29 1118 67.1 0.24 42 42 36 4.4 0.16

Lampiran 8. Metode pengambilan loss minyak

Keterangan :

1. Spon diperas diatas corong yang telah dilapisi kain monel 2. Hasil perasan dari spon diaduk sampai terlihat jernih 3. Air perasan yang telah berwarna jernih

4. Minyak yang telah dipisahkan dengan air perasan oleh kain monel 5. Minyak yang telah terkumpul diukur didalam gelas ukur