59
C. PARAMETER MUTU ANALISA FISIKO KIMIA MINYAK PALA PENYULINGAN MENGGUNAKAN PROTOTIPE
1. Warna
Warna merupakan salah satu parameter penentuan mutu minyak pala, minyak pala pada umumnya memiliki warna yang jernih sampai
bening kekuningan. Pengujian warna hanya dilihat penampakan fisiknya. Penampakan fisik minyak pala dapat dilihat ilustrasinya pada Gambar 26
dan 27.
Gambar 26 . Penampakan Warna Minyak Pala Hasil Operasi Penyulingan
Pertama
Gambar 27 . Penampakan Warna Minyak Pala Hasil Operasi Penyulingan
Kedua
Jam 1-3 Jam 4-6
Jam 10-12 Jam 7-9
Jam 13-14
Jam 1-3 Jam 4-6
Jam 10-12 Jam 7-9
Jam 13-14
60
Jika diperhatikan secara seksama dari sampel sebelah kiri jam 1-3 memiliki tingkat kejernihan yang tertinggi. Penampakan minyak dari kiri
ke kanan semakin kuning dan kejernihan semakin turun. Kejernihan ini disebabkan komponen minyak merupakan komponen dengan titik didih
yang rendah dan rantai ikatan terpendek. Komponen minyak yang keluar berjenis hemiterpen dan monoterpen. Jenis komponen ini muncul lebih
awal karena akumulasi panas steam belum cukup untuk mengekstrak komponen yang titik didihnya lebih tinggi.
2. Bobot Jenis
Sampel yang diuji untuk analisa bobot jenis ini adalah minyak biji pala yang diperoleh dalam selang waktu 3 jam. Dari sampel pengujian
didapatkan data nilai bobot jenis yang sesuai pada Tabel 16.
Tabel 16
. Nilai Bobot Jenis Minyak Pala Prototipe
Waktu Sampel Mnyak
Nilai bobot jenis
Persentase jumlah minyak hasil penyulingan
Jam 1-3 0,825
73,49 Jam 4-6
0,865 13,75
Jam 7-9 0,870
6,98 Jam 10-12
1,015 4,12
Jam 13-14 0,945
1,66 Campuran
0,904
Profil analisa bobot jenis minyak pala ini dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28 . Profil bobot jenis minyak hasil penyulingan prototipe
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
campuran
61
Profil bobot jenis minyak pala dari data diatas cenderung meningkat seiring pertambahan waktu penyulingan. Pertambahan bobot
jenis ini disebabkan bertambahnya minyak dengan komponen yang memilki berat jenis yang lebih tinggi. Komponen dengan berat jenis yang
tinggi memiliki titik didih yang tinggi. Untuk data jam ke 13-14 memiliki kecenderungan
lebih rendah
dari pada
sampel sebelumnya.
Kecenderungan ini dikarenakan jumlah minyak fraksi berat lebih banyak
kuantitasnya pada jam ke-11-12.
Dari data bobot jenis minyak pala baik pada penyulingan pertama maupun ulangannya dapat ditarik kesimpulan, semakin lama waktu
penyulingan maka
minyak yang
didapatkan akan
memiliki kecenderungan semakin meningkat. Menurut Ningsih 2007, tinggi bobot
jenis minyak, dipengaruhi oleh komponen penyusun minyak dengan bobot molekul yang tinggi, berat komponen tersebut dipengaruhi oleh
panjang rantai molekul yang menyusun minyak. Semakin panjang rantai maka bobot molekul makin besar dan bobot jenis minyak makin besar.
Dari sampel waktu pengujian jam ke 10-12 dab 13-14 mempunyai bobot jenis yang tinggi. Bobot jenis tinggi ini disebabkan adanya senyawa
dengan rantai panjang golongan aromatik seperti miristisin dan golongan sesquiterpen seperti
α-copanene.
3. Indeks Bias
Dari sampel hasil penyulingan menggunakan prototipe didapatkan nilai indeks bias seperti pada Tabel 17.
Tabel 17 . Nilai Indeks bias Minyak Pala Prototipe
Waktu Sampel Mnyak
Indeks Bias
Persentase jumlah minyak hasil penyulingan
jam 1-3 1,4732
73,49 jam 4-6
1,4901 13,75
jam 7-9 1,4954
6,98 jam 10-12
1,5043 4,12
jam 13-14 1,5058
1,66 Campuran
1,4789
62
Indeks bias adalah perubahan arah cahaya melewati satu medium ke medium lain yang berbeda kerapatannya. Indeks bias juga dikenal
dengan pembelokan cahaya. Pengujian indeks bias pada penelitian ini menggunakan alat refraktometer. Salah satu faktor yang mempengaruhi
indeks bias adalah polaritas senyawa. Senyawa aromatik atau senyawa atom iod secara normal memiliki indeks bias yang lebih tinggi
dibandingkan senyawa mengandung gugus alkil atau atom oksigen yang sukar dipolarisasikan. Hanson, 2003.
Profil data indeks bias rata minyak biji pala hasil destilasi dengan prototipe adalah dapat dilihat pada Gambar 29.
Grafik diatas menunjukkan nilai indeks bias minyak biji pala yang semakin meningkat seperti halnya bobot jenis yang semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya waktu penyulingan. Peningkatan indeks bias minyak pala dikarenakan komponen ester aromatik yang lebih
dikenal dengan miristisin. Seyawa ini baru muncul menjelang akhir penyulingan dikarenakan senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi
sehingga titik didih juga tinggi. Pengekstrakan senyawa dengan titik didih yang tinggi akan
berlangsung pada akhir proses penyulingan, atau dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan uap. Guenter, 1990. Senyawa dengan titik didih
Gambar 29 . Nilai Indeks Bias Minyak biji pala Hasil Penyulingan
dengan Prototipe
campuran
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
Indeks Bias campuran
63
tinggi adalah senawa aromatik miristisin. Menurut Lamparsky 1981 persentase komponen penyusun minyak pala sebagi berikut:
α-pinene sebanyak 17,2,
β-pinene 14,8, sabinen 21, dan miristisin sebanyak 14. Dengan adanya senyawa aromatik miristisin akan meningkatkan
indeks bias
4. Putaran Optik
Sampel minyak pala hasil penyulingan menggunakan prototipe menghasilkan nilai seperti pada Tabel 18.
Tabel 18 . Nilai Putaran Optik Minyak Pala Prototipe
Waktu Sampel Mnyak
Putaran Optik
Persentase jumlah minyak hasil penyulingan
jam 1-3 18,20
73,49 jam 4-6
12,45 13,75
jam 7-9 12,90
6,98 jam 10-12
11,38 4,12
jam 13-14 23,20
1,66 Campuran
16,84
Besarrnya putaran optik pada minyak pala dan minyak atsiri lainnya ditentukan berdasarkan respon gabungan senyawa penyusunnya.
Atom kiral pada minyak yang susunannya tidak simetris akan menyebabkan arah putar sinar berubah. Menurut Sitorus 2004, putaran
optik dipengaruhi oleh jenis dan komposisi kimia minyak, panjang tabung yang dilalui sinar,dan gelombang cahaya yang digunakan.
Berdasarkan hasil analisa, putaran optik minyak pala hasil penyulingan dengan menggunakan prototipe alat berkisar antara +8
sampai +25. Sedangkan profil data yang diperoleh untuk nilai putaran optik dari penyulingan ini menggunakan prototipe seperti Gambar 30.
64
Dari perolehan data diatas didapatkan profil kecenderungan putaran optik menurun. Kecenderungan putaran optik yang menurun
diakibatkan akibat kadar senyawaan dengan titik didih yang tinggi pada minyak bertambah. Bertambahnya senyawa dengan titik didih dan berat
molekul yang tinggi disebabkan proses penyulingan yang lama dan nilai kalor steam bertambah, sehingga titik didih komponen tersebut tercapai.
Dari data putaran optik, minyak yang dihasilkan dari penyuliingan menggunakan prototipe alat ini masih mengikuti standar SNI yang terbaru
yaitu +8 sampai dengan +25.
5. Kelarutan Etanol 90
Hasil pengujian sampel minyak pala terhadap kelarutan dalam etanol 90 dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 . Nilai Kelarutan etanol 90 Minyak Pala Prototipe
Waktu Sampel Mnyak
Perbandingan Kelarutan
jam 1-3 1 : 1
jam 4-6 1 : 1
jam 7-9 1 : 1
jam 10-12 1 : 1
jam 13-14 1 : 1
Gambar 30 Nilai Putaran Optik Minyak biji pala Hasil Penyulingan
dengan Prototipe
Waktu Proses Penyulingan Jam ke-
Campuran
65
Minyak atsiri dapat larut pada alkohol dengan konsentrasi tertentu, disebabkan karena komposisi komponen kimia yang ada pada minyak.
Minyak yang mengandung oxygenated terpen lebih mudah larut dalam alkohol dibandingkan minyak yang hanya mengandung senyawa terpen.
Kelarutan dalam alkohol menunjukkan tingkat kepolaran minyakGuenter, 1990.
Dari hasil analisa didapatkan kelarutan alkohol dengan perbandingan 1 : 1. Jika dilihat dari data pada Tabel, dapat dilihat
minyak pada penyulingan prototipe sampel jam 1-14 memiliki perbandingan tepat 1 : 1. Kelarutan minyak yang tinggi menunjukkan
bahwa minyak tidak tercampur dengan senyawa berbeda kepolarannya dengan alkohol.
D. HASIL PENGUJIAN BIJI PALA