Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam

(1)

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA

PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK

NILAM

Oleh:

IVON WIDIAHTUTI F 34104028

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

IVON WIDIAHTUTI. F 34104028. Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat-alat Penyulingan Minyak Nilam. Dibawah bimbingan : Meika Syahbana Rusli dan Ade Iskandar. 2008.

RINGKASAN

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu minyak atsiri Indonesia yang paling penting adalah minyak nilam. Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $ 52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 %.

Kualitas terna nilam tidak cukup untuk menghasilkan minyak nilam dengan mutu tinggi dan ekonomis. Sebagian minyak nilam masih diproduksi dengan alat sederhana sehingga mutu dan efisiensi serta produktifitasnya belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya modernisasi alat produksi seperti prototipe.

Penyulingan minyak nilam ada dua cara yaitu penyulingan uap dan air dan penyulingan dengan uap langsung. Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode penyulingan dengan peningkatan tekanan secara bertahap 0,5 bar; 1 bar; dan 1,5 bar. Proses penyulingan dilakukan selama 6 jam.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peralatan penyulingan skala IKM terutama boiler, ketel suling, dan separator, masih memiliki kinerja yang rendah. Kinerja boiler skala IKM (Industri Kecil Menengah) serta prototipe boiler didasarkan atas beberapa parameter seperti luas permukaan pindah panas, fenomena penyalaan api, kestabilan nyala api, kesempurnaan proses pembakaran kayu, dan jumlah bahan bakar.

Jumlah nilam yang disuling 154,5 kg untuk penyulingan IKM dan 120 kg untuk penyulingan prototipe. Jumlah kayu bakar yang digunakan pada penyulingan skala IKM sebanyak 173,49 kg dan 98,38 kg dalam penyulingan prototipe. Luas permukaan pindah panas di boiler skala IKM lebih kecil yaitu sebesar 1,63 m² sedangkan pada prototipe boiler sebesar 14,40 m². Energi masukan (energi kayu) pada boiler skala IKM sebesar 3.365,98 MJ dan energi keluarannya (energi uap air) sebesar 1.141,66 MJ. Energi masukan pada prototipe boiler sebesar 1.908,66 MJ dan energi keluarannya sebesar 1.480,93 MJ. Berdasarkan data-data tersebut, prototipe boiler dapat menghasilkan uap air dengan optimal. Selain itu, penggunaan bahan bakar dan lama waktu penyulingan semakin efisien pada sistem penyulingan prototipe.

Kinerja ketel suling dapat dinilai dari beberapa parameter seperti : kerapatan nilam di dalam ketel, fenomena penetrasi uap, kemampuan ketel mempertahankan panas, dan ada atau tidaknya kebocoran pada ketel suling. Kerapatan nilam pada skala IKM lebih tinggi daripada kerapatan nilam prototipe (0,074 kg/liter) yaitu sebesar 0,154 kg/liter. Total kehilangan panas pada ketel skala IKM sebesar 59,02 MJ sedangkan pada prototipe ketel kehilangan panasnya hanya sebesar 39,41 MJ. Kehilangan panas yang besar pada ketel skala IKM disebabkan luas permukaan dinding ketel yang tidak terlindungi penahan panas


(3)

sangat besar dan adanya kebocoran. Kerapatan bahan yang terlalu tinggi juga menyebabkan uap dalam ketel skala IKM tidak dapat berpenetrasi secara optimal.

Kinerja kondensor dinilai berdasarkan beberapa parameter seperti : luas penampang pindah panas kondensor, banyaknya air pendingin yang digunakan, suhu destilat dan laju destilat. Air pendingin yang digunakan dalam penyulingan prototipe sama seperti pada skala IKM sebesar 6.163,2 liter. Laju destilat yang dicapai skala IKM sebesar 0,26 liter/kg bahan jam jauh lebih kecil dari penyulingan prototipe sebesar 0,63 liter/kg bahan jam. Energi yang dilepas kondensor skala IKM sebesar 801,06 MJ sedangkan pada prototipe sebesar 1.336,27 MJ. Suhu akhir destilat yang dihasilkan dari penyulingan skala IKM sebesar 35,91 °C dan suhu destilat penyulingan prototipe sebesar 31,17 °C.

Efisiensi boiler skala IKM sebesar 33,92 % sedangkan efisiensi boiler 77,59 %. Efisiensi ketel suling skala IKM sebesar 94,75 % sedangkan efisiensi prototipe ketel suling memiliki efisiensi 97,20 %. Efisiensi kondensor skala IKM sebesar 75,62 % sedangkan efisiensi prototipe kondensor sebesar 98,57 %. Efisiensi separator kedua sistem penyulingan tersebut tidak dibuat secara persentase, melainkan dinilai dari banyaknya jumlah alat bantu pemisahan minyak selain separator.

Kualitas minyak yang diperoleh baik dari sistem penyulingan skala IKM dan sistem penyulingan prototipe hampir sama. Namun waktu untuk perolehannya lebih singkat yaitu selama 6 jam. Dengan demikian, penggunaan peralatan prototipe dapat meningkatkan produktivitas penyulingan minyak nilam tanpa mengubah komponen di dalam minyak secara signifikan kecuali pada perlakuan tekanan 1,5 bar. Pada tekanan tersebut, mutu minyak nilam tidak memenuhi SNI. Oleh karena itu, perlakuan tekanan yang diterapkan pada proses peyulingan sebaiknya < 1,5 bar. Kadar Patchouli alcohol hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe hampir sama yaitu sebesar 35,54 % dan 34,45 %.


(4)

IVON WIDIAHTUTI. F 34104028. Energy Efficiency and Performance Test of Distillation Equipments Prototype of Patchouli Oil. Supervised by : Meika Syahbana Rusli and Ade Iskandar. 2008.

SUMMARY

Essential oil is potential export commodity for Indonesia. Patchouli oil is the most important essential oil exported from Indonesia. The good quality of Patchouli oil is produced from the highest quality of Pogostemon plants (Pogostemon cablin Benth).

The quality leaves are not enough to produce high quality of Patchouli oil economically. Distillation equipments must be able to produce high quality and yield of oil with reasonable production cost. Because of that, the distillation equipment prototypes must have optimum performances, so that the efficiencies of production can be increased.

There are two methods for Patchouli oil distillation namely, water and steam distillation and direct steam distillation. Essential oils distillation process is influenced by using pressure vessel. Therefore, three stages increased distillation pressure of 0,5 bar; 1 bar; and 1,5 bar (pressure gauge) were applied in this experiment. This distillation process conducted for 6 hours.

Based on the result of research, most of distillation equipments in IKM (Small Medium Industries) have low performance. IKM distillation equipments consist of furnace and boiler, retort, condenser, and separator. Performances of both furnace and boiler in IKM or prototypes distillation system were based on some parameters like the surface area of heat transfer, flame stability, the burning process, and the usage of fuels (fire woods).

Patchouli leaves were 154,5 kg for IKM distillation and 120 kg for prototypes distillation. IKM distillation process used fire woods 173,49 kg and 98,38 kg for prototypes distillation process. The surface area of heat transfer on boiler of IKM is lower than boiler prototype. The surface area of heat transfer on boiler of IKM is 1,63 m². The wide surface of heat transfer on boiler prototype is 14,40 m². Input energy (fire wood energy) of boiler in IKM scale was 3.365,98 MJ and its output energy (steam energy) was 1.141,66 MJ. Input energy of boiler prototype was 1.908,66 MJ and its output energy was 1.480,93 MJ. According to the data, furnace and boiler prototype can produce steam optimally. Besides of that, the consumption of fuels and the duration of prototype distillation process were more efficient.

Retort performance was based on several parameters like density in the retort, steam distribution, retort capability for heat saving, and leakage factor in retort. Patchouli density in IKM retort is higher than prototype retort. Patchouli density for IKM retort is 0,154 kg/liter. Patchouli density for prototype retort is 0,074 kg/liter. Accumulation of heat losses for IKM retort is 59,02 MJ. Accumulation of heat losses for retort prototype is 39,41 MJ. The high heat losses in IKM retort due to the fact that. The retort wall does not have any insulator and the steam leakage in retort through seal system. The high density result in the steam can not penetrate optimally.


(5)

Condenser performance based on several parameters like the wide surface of heat transfer, the quantities of cooling water, distillate temperature, and the rate of distillate. The amount of cooling water for prototype distillation process was the same as cooling water for IKM distillation process 6.163,2 liter. The distillation rate per hour in IKM distillation system can reach 0,26 liter/kg raw material. It was lower than for prototype distillation process 0,63 liter/kg raw material. Condenser in IKM can transfer of heat 801,06 MJ. While condenser prototype transfers 1.336,27 MJ of heat. Average distillate temperature from IKM distillation system was 35,91 °C and average distillate temperature from prototypes distillation system was 31,17 °C.

Efficiency of boiler in IKM was 33,92 % and efficiency of boiler prototype was 77,59 %. Efficiency of IKM retort was 94,75 % and efficiency of retort prototype was 97,20 %. Efficiency of IKM condenser was 75,62 % and efficiency of condenser prototype was 98,57 %.

The oil quality both of IKM distillation system and prototypes distillation system were almost the same. However, prototypes distillation system need shorter time than IKM distillation system to accomplish the process. Thus, the usage of prototype equipments can increase the productivities of Patchouli oil distillation without component decompositions except in 1,5 bar treatment. In 1,5 bar treatment, the qualities of Patchouli oil was not compliance with SNI value. Because of improper qualities Patchouli oil with SNI, the treatment was much better if it was used not more than 1,5 bar in distillation process. Patchouli alcohol content from IKM distillation system is 35,54 % and patchouli alcohol content from prototype distillation system is 34,45 %. Both of them have almost the same patchouli alcohol content.


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT-ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IVON WIDIAHTUTI F 34104028

Dilahirkan pada tanggal 29 November 1985 di Jakarta

Tanggal lulus : 12 Desember 2008

Menyetujui, Bogor, Januari 2009

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc Ir. Ade Iskandar, M. Si NIP. 131 841 750 NIP. 131 788 584


(7)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

”Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 12 Desember 2008 Yang memberi pernyataan

Ivon Widiahtuti F 34104028


(8)

BIODATA

Penulis bernama lengkap Ivon Widiahtuti. Penulis lahir pada tanggal 29 November 1985 di Jakarta. Penulis adalah putri sulung dari ayah bernama Achmad Amin dan ibu bernama Dyah Bandiah.

Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanak-kanak Barunawati, Jakarta Utara pada tahun 1990. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai tahun 1992 di SD Negeri Pamulang I, Tangerang, Banten. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya pada tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTP Negeri I Pamulang. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan studinya di SLTP Negeri I Pamulang. Kemudian penulis melanjutkan studinya di SMU Negeri 47 Jakarta, Jakarta Selatan dari tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Pada tahun 2006/2007 penulis aktif di Organisasi HIMALOGIN sebagai staff sekretariat dan administrasi. Selama mengikuti perkuliahan di semester delapan tahun 2008, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri dan Fitofarmaka, Teknologi Pati dan Gula, dan Peralatan Industri.

Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT Teh Tambi, Wonosobo dalam rangka menyelesaikan Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, penulis menyusun laporan praktek lapang dengan judul Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Bakar dalam Produksi Teh Hitam di Tambi. Kemudian penulis menulis skripsi dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc dan Ir. Ade Iskandar, Msi dan dinyatakan lulus pada tanggal 12 Desember 2008.


(9)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam penelitian serta penulisan skripsi ini. Tema penelitian penulis terkait dengan penyulingan minyak atsiri, dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam”. Penelitian dilakukan di laboratorium METATRON, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu, ayah, adik, dan seluruh keluarga besar penulis, atas dukungan, doa, dan kasih sayang.

2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc. selaku dosen pembimbing akademik ke-1 yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan selama masa perkuliahan hingga akhir penyelesaian tugas akhir.

3. Dr. Ade Iskandar, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik ke-2 yang telah memberi arahan, bimbingan, dan dukungan selama pelaksanaan penelitian.

4. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS, atas masukan dan kesediaannya sebagai dosen penguji skripsi ini.

5. Tim prototipe yaitu Danar, Fina, Kak Hari, Bu Ros, Mbak Tutik, dan Mbak Yus atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini.

6. Para Laboran dan Teknisi, “Terima kasih atas kerja sama serta berbagi ilmu yang terkait dengan penelitian ini”.

7. Akhiku, yang selalu mengajarkan untuk bersabar.

8. Sahabat-sahabatku Novi, Jo, Ira, Irawan, Asif, Wahyu, Yuyun, Darto, Nova, yang memberi ini motivasi dan semangat.

9. Seluruh teman-teman TIN 41 yang tidak dapat penulis sebutkan, “Terima kasih atas kebersamaannya selama ini”.

Penulisan skripsi ini mungkin belum sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan penulisan skripsi penulis. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi penambah wawasan bagi pembacanya.


(10)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN NILAM ... 3

B. MINYAK NILAM ... 3

C. PROSES PENYULINGAN ... 6

1. Sifat Termal Uap ... 8

2. Pindah Panas ... 9

D. PERALATAN PENYULINGAN ... 10

1. Ketel Uap (Boiler) ... 10

2. Ketel Suling ... 12

3. Kondensor ... 12

4. Pemisah Minyak (Separator) ... 13

5. Bahan Peralatan Penyulingan ... 14

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ... 15

1. Bahan dan Alat Uji Kinerja serta Efisiensi Sistem Penyulingan ... 15

a. Bahan ... 15

b. Alat ... 15

2. Bahan dan Alat Uji Mutu Minyak Hasil Penyulingan ... 17

a. Bahan ... 17

b. Alat ... 17

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 18

C. METODE PENELITIAN ... 18

1. Penelitian Pendahuluan ... 18

a. Studi Kinerja Penyulingan Minyak Nilam IKM ... 18

b. Uji Kosong Prototipe Alat Penyulingan ... 22

2. Penelitian Utama ... 22

a. Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak Nilam ... 23

b. Proses Penyulingan Minyak Nilam ... 24

c. Pembandingan Efisiensi Peralatan Penyulingan Skala IKM dengan Prototipe... 28


(11)

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA

PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK

NILAM

Oleh:

IVON WIDIAHTUTI F 34104028

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

IVON WIDIAHTUTI. F 34104028. Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat-alat Penyulingan Minyak Nilam. Dibawah bimbingan : Meika Syahbana Rusli dan Ade Iskandar. 2008.

RINGKASAN

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu minyak atsiri Indonesia yang paling penting adalah minyak nilam. Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $ 52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 %.

Kualitas terna nilam tidak cukup untuk menghasilkan minyak nilam dengan mutu tinggi dan ekonomis. Sebagian minyak nilam masih diproduksi dengan alat sederhana sehingga mutu dan efisiensi serta produktifitasnya belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya modernisasi alat produksi seperti prototipe.

Penyulingan minyak nilam ada dua cara yaitu penyulingan uap dan air dan penyulingan dengan uap langsung. Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode penyulingan dengan peningkatan tekanan secara bertahap 0,5 bar; 1 bar; dan 1,5 bar. Proses penyulingan dilakukan selama 6 jam.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peralatan penyulingan skala IKM terutama boiler, ketel suling, dan separator, masih memiliki kinerja yang rendah. Kinerja boiler skala IKM (Industri Kecil Menengah) serta prototipe boiler didasarkan atas beberapa parameter seperti luas permukaan pindah panas, fenomena penyalaan api, kestabilan nyala api, kesempurnaan proses pembakaran kayu, dan jumlah bahan bakar.

Jumlah nilam yang disuling 154,5 kg untuk penyulingan IKM dan 120 kg untuk penyulingan prototipe. Jumlah kayu bakar yang digunakan pada penyulingan skala IKM sebanyak 173,49 kg dan 98,38 kg dalam penyulingan prototipe. Luas permukaan pindah panas di boiler skala IKM lebih kecil yaitu sebesar 1,63 m² sedangkan pada prototipe boiler sebesar 14,40 m². Energi masukan (energi kayu) pada boiler skala IKM sebesar 3.365,98 MJ dan energi keluarannya (energi uap air) sebesar 1.141,66 MJ. Energi masukan pada prototipe boiler sebesar 1.908,66 MJ dan energi keluarannya sebesar 1.480,93 MJ. Berdasarkan data-data tersebut, prototipe boiler dapat menghasilkan uap air dengan optimal. Selain itu, penggunaan bahan bakar dan lama waktu penyulingan semakin efisien pada sistem penyulingan prototipe.

Kinerja ketel suling dapat dinilai dari beberapa parameter seperti : kerapatan nilam di dalam ketel, fenomena penetrasi uap, kemampuan ketel mempertahankan panas, dan ada atau tidaknya kebocoran pada ketel suling. Kerapatan nilam pada skala IKM lebih tinggi daripada kerapatan nilam prototipe (0,074 kg/liter) yaitu sebesar 0,154 kg/liter. Total kehilangan panas pada ketel skala IKM sebesar 59,02 MJ sedangkan pada prototipe ketel kehilangan panasnya hanya sebesar 39,41 MJ. Kehilangan panas yang besar pada ketel skala IKM disebabkan luas permukaan dinding ketel yang tidak terlindungi penahan panas


(13)

sangat besar dan adanya kebocoran. Kerapatan bahan yang terlalu tinggi juga menyebabkan uap dalam ketel skala IKM tidak dapat berpenetrasi secara optimal.

Kinerja kondensor dinilai berdasarkan beberapa parameter seperti : luas penampang pindah panas kondensor, banyaknya air pendingin yang digunakan, suhu destilat dan laju destilat. Air pendingin yang digunakan dalam penyulingan prototipe sama seperti pada skala IKM sebesar 6.163,2 liter. Laju destilat yang dicapai skala IKM sebesar 0,26 liter/kg bahan jam jauh lebih kecil dari penyulingan prototipe sebesar 0,63 liter/kg bahan jam. Energi yang dilepas kondensor skala IKM sebesar 801,06 MJ sedangkan pada prototipe sebesar 1.336,27 MJ. Suhu akhir destilat yang dihasilkan dari penyulingan skala IKM sebesar 35,91 °C dan suhu destilat penyulingan prototipe sebesar 31,17 °C.

Efisiensi boiler skala IKM sebesar 33,92 % sedangkan efisiensi boiler 77,59 %. Efisiensi ketel suling skala IKM sebesar 94,75 % sedangkan efisiensi prototipe ketel suling memiliki efisiensi 97,20 %. Efisiensi kondensor skala IKM sebesar 75,62 % sedangkan efisiensi prototipe kondensor sebesar 98,57 %. Efisiensi separator kedua sistem penyulingan tersebut tidak dibuat secara persentase, melainkan dinilai dari banyaknya jumlah alat bantu pemisahan minyak selain separator.

Kualitas minyak yang diperoleh baik dari sistem penyulingan skala IKM dan sistem penyulingan prototipe hampir sama. Namun waktu untuk perolehannya lebih singkat yaitu selama 6 jam. Dengan demikian, penggunaan peralatan prototipe dapat meningkatkan produktivitas penyulingan minyak nilam tanpa mengubah komponen di dalam minyak secara signifikan kecuali pada perlakuan tekanan 1,5 bar. Pada tekanan tersebut, mutu minyak nilam tidak memenuhi SNI. Oleh karena itu, perlakuan tekanan yang diterapkan pada proses peyulingan sebaiknya < 1,5 bar. Kadar Patchouli alcohol hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe hampir sama yaitu sebesar 35,54 % dan 34,45 %.


(14)

IVON WIDIAHTUTI. F 34104028. Energy Efficiency and Performance Test of Distillation Equipments Prototype of Patchouli Oil. Supervised by : Meika Syahbana Rusli and Ade Iskandar. 2008.

SUMMARY

Essential oil is potential export commodity for Indonesia. Patchouli oil is the most important essential oil exported from Indonesia. The good quality of Patchouli oil is produced from the highest quality of Pogostemon plants (Pogostemon cablin Benth).

The quality leaves are not enough to produce high quality of Patchouli oil economically. Distillation equipments must be able to produce high quality and yield of oil with reasonable production cost. Because of that, the distillation equipment prototypes must have optimum performances, so that the efficiencies of production can be increased.

There are two methods for Patchouli oil distillation namely, water and steam distillation and direct steam distillation. Essential oils distillation process is influenced by using pressure vessel. Therefore, three stages increased distillation pressure of 0,5 bar; 1 bar; and 1,5 bar (pressure gauge) were applied in this experiment. This distillation process conducted for 6 hours.

Based on the result of research, most of distillation equipments in IKM (Small Medium Industries) have low performance. IKM distillation equipments consist of furnace and boiler, retort, condenser, and separator. Performances of both furnace and boiler in IKM or prototypes distillation system were based on some parameters like the surface area of heat transfer, flame stability, the burning process, and the usage of fuels (fire woods).

Patchouli leaves were 154,5 kg for IKM distillation and 120 kg for prototypes distillation. IKM distillation process used fire woods 173,49 kg and 98,38 kg for prototypes distillation process. The surface area of heat transfer on boiler of IKM is lower than boiler prototype. The surface area of heat transfer on boiler of IKM is 1,63 m². The wide surface of heat transfer on boiler prototype is 14,40 m². Input energy (fire wood energy) of boiler in IKM scale was 3.365,98 MJ and its output energy (steam energy) was 1.141,66 MJ. Input energy of boiler prototype was 1.908,66 MJ and its output energy was 1.480,93 MJ. According to the data, furnace and boiler prototype can produce steam optimally. Besides of that, the consumption of fuels and the duration of prototype distillation process were more efficient.

Retort performance was based on several parameters like density in the retort, steam distribution, retort capability for heat saving, and leakage factor in retort. Patchouli density in IKM retort is higher than prototype retort. Patchouli density for IKM retort is 0,154 kg/liter. Patchouli density for prototype retort is 0,074 kg/liter. Accumulation of heat losses for IKM retort is 59,02 MJ. Accumulation of heat losses for retort prototype is 39,41 MJ. The high heat losses in IKM retort due to the fact that. The retort wall does not have any insulator and the steam leakage in retort through seal system. The high density result in the steam can not penetrate optimally.


(15)

Condenser performance based on several parameters like the wide surface of heat transfer, the quantities of cooling water, distillate temperature, and the rate of distillate. The amount of cooling water for prototype distillation process was the same as cooling water for IKM distillation process 6.163,2 liter. The distillation rate per hour in IKM distillation system can reach 0,26 liter/kg raw material. It was lower than for prototype distillation process 0,63 liter/kg raw material. Condenser in IKM can transfer of heat 801,06 MJ. While condenser prototype transfers 1.336,27 MJ of heat. Average distillate temperature from IKM distillation system was 35,91 °C and average distillate temperature from prototypes distillation system was 31,17 °C.

Efficiency of boiler in IKM was 33,92 % and efficiency of boiler prototype was 77,59 %. Efficiency of IKM retort was 94,75 % and efficiency of retort prototype was 97,20 %. Efficiency of IKM condenser was 75,62 % and efficiency of condenser prototype was 98,57 %.

The oil quality both of IKM distillation system and prototypes distillation system were almost the same. However, prototypes distillation system need shorter time than IKM distillation system to accomplish the process. Thus, the usage of prototype equipments can increase the productivities of Patchouli oil distillation without component decompositions except in 1,5 bar treatment. In 1,5 bar treatment, the qualities of Patchouli oil was not compliance with SNI value. Because of improper qualities Patchouli oil with SNI, the treatment was much better if it was used not more than 1,5 bar in distillation process. Patchouli alcohol content from IKM distillation system is 35,54 % and patchouli alcohol content from prototype distillation system is 34,45 %. Both of them have almost the same patchouli alcohol content.


(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT-ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IVON WIDIAHTUTI F 34104028

Dilahirkan pada tanggal 29 November 1985 di Jakarta

Tanggal lulus : 12 Desember 2008

Menyetujui, Bogor, Januari 2009

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc Ir. Ade Iskandar, M. Si NIP. 131 841 750 NIP. 131 788 584


(17)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

”Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 12 Desember 2008 Yang memberi pernyataan

Ivon Widiahtuti F 34104028


(18)

BIODATA

Penulis bernama lengkap Ivon Widiahtuti. Penulis lahir pada tanggal 29 November 1985 di Jakarta. Penulis adalah putri sulung dari ayah bernama Achmad Amin dan ibu bernama Dyah Bandiah.

Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanak-kanak Barunawati, Jakarta Utara pada tahun 1990. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai tahun 1992 di SD Negeri Pamulang I, Tangerang, Banten. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya pada tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTP Negeri I Pamulang. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan studinya di SLTP Negeri I Pamulang. Kemudian penulis melanjutkan studinya di SMU Negeri 47 Jakarta, Jakarta Selatan dari tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Pada tahun 2006/2007 penulis aktif di Organisasi HIMALOGIN sebagai staff sekretariat dan administrasi. Selama mengikuti perkuliahan di semester delapan tahun 2008, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri dan Fitofarmaka, Teknologi Pati dan Gula, dan Peralatan Industri.

Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT Teh Tambi, Wonosobo dalam rangka menyelesaikan Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, penulis menyusun laporan praktek lapang dengan judul Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Bakar dalam Produksi Teh Hitam di Tambi. Kemudian penulis menulis skripsi dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc dan Ir. Ade Iskandar, Msi dan dinyatakan lulus pada tanggal 12 Desember 2008.


(19)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam penelitian serta penulisan skripsi ini. Tema penelitian penulis terkait dengan penyulingan minyak atsiri, dengan judul “Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam”. Penelitian dilakukan di laboratorium METATRON, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu, ayah, adik, dan seluruh keluarga besar penulis, atas dukungan, doa, dan kasih sayang.

2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc. selaku dosen pembimbing akademik ke-1 yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan selama masa perkuliahan hingga akhir penyelesaian tugas akhir.

3. Dr. Ade Iskandar, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik ke-2 yang telah memberi arahan, bimbingan, dan dukungan selama pelaksanaan penelitian.

4. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS, atas masukan dan kesediaannya sebagai dosen penguji skripsi ini.

5. Tim prototipe yaitu Danar, Fina, Kak Hari, Bu Ros, Mbak Tutik, dan Mbak Yus atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini.

6. Para Laboran dan Teknisi, “Terima kasih atas kerja sama serta berbagi ilmu yang terkait dengan penelitian ini”.

7. Akhiku, yang selalu mengajarkan untuk bersabar.

8. Sahabat-sahabatku Novi, Jo, Ira, Irawan, Asif, Wahyu, Yuyun, Darto, Nova, yang memberi ini motivasi dan semangat.

9. Seluruh teman-teman TIN 41 yang tidak dapat penulis sebutkan, “Terima kasih atas kebersamaannya selama ini”.

Penulisan skripsi ini mungkin belum sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan penulisan skripsi penulis. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi penambah wawasan bagi pembacanya.


(20)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN NILAM ... 3

B. MINYAK NILAM ... 3

C. PROSES PENYULINGAN ... 6

1. Sifat Termal Uap ... 8

2. Pindah Panas ... 9

D. PERALATAN PENYULINGAN ... 10

1. Ketel Uap (Boiler) ... 10

2. Ketel Suling ... 12

3. Kondensor ... 12

4. Pemisah Minyak (Separator) ... 13

5. Bahan Peralatan Penyulingan ... 14

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ... 15

1. Bahan dan Alat Uji Kinerja serta Efisiensi Sistem Penyulingan ... 15

a. Bahan ... 15

b. Alat ... 15

2. Bahan dan Alat Uji Mutu Minyak Hasil Penyulingan ... 17

a. Bahan ... 17

b. Alat ... 17

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 18

C. METODE PENELITIAN ... 18

1. Penelitian Pendahuluan ... 18

a. Studi Kinerja Penyulingan Minyak Nilam IKM ... 18

b. Uji Kosong Prototipe Alat Penyulingan ... 22

2. Penelitian Utama ... 22

a. Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak Nilam ... 23

b. Proses Penyulingan Minyak Nilam ... 24

c. Pembandingan Efisiensi Peralatan Penyulingan Skala IKM dengan Prototipe... 28


(21)

d. Pemurnian Minyak Hasil Penyulingan... 28

e. Analisa Mutu Minyak Hasil Penyulingan IKM dengan Prototipe 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. STUDI KINERJA PENYULINGAN MINYAK NILAM IKM ... 30

1. Kondisi Proses dan Disain Alat Penyulingan IKM Secara Umum ... 30

2. Kinerja dan Efisiensi Disain Alat Penyulingan IKM ... 30

a. Boiler Skala IKM ... 30

b. Ketel Suling Skala IKM ... 35

c. Kondensor Skala IKM ... 39

d. Separator Skala IKM ... 41

3. Kinerja dan Efisiensi Alat Penyulingan Berdasarkan Proses ... 42

a. Boiler Skala IKM ... 42

b. Ketel Suling Skala IKM ... 43

c. Kondensor Skala IKM ... 47

B. UJI KOSONG PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN ... 49

C. PENELITIAN UTAMA ... 50

1. Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak ... 50

2. Proses Penyulingan Minyak Nilam ... 51

a. Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Berdasarkan Disain ... 51

b. Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Berdasarkan Proses ... 62

c. Efisiensi Energi Prototipe Alat Penyulingan ... 68

3. Pembandingan Efisiensi Peralatan Penyulingan Skala IKM dengan Prototipe ... 72

a. Pembandingan Efisiensi Boiler Skala IKM dengan Prototipe ... 72

b. Pembandingan Efisiensi Ketel Suling Skala IKM dengan Prototipe ... 74

c. Pembandingan Efisiensi Kondensor Skala IKM dengan Prototipe ... 76

d. Pembandingan Efisiensi Separator Skala IKM dengan Prototipe . 77 e. Pembandingan Efisiensi Proses Penyulingan Secara Keseluruhan... 78

4. Pemurnian Minyak Hasil Penyulingan... 82

5. Pembandingan Mutu Minyak Hasil Penyulingan IKM dengan Prototipe ... 82

a. Pembandingan Rendemen Minyak Hasil Penyulingan Berdasarkan Tekanan dalam Ketel Suling ... 84

b. Pembandingan Warna Minyak Nilam ... 86

c. Pembandingan Indeks Bias ... 88

d. Pembandingan Bobot Jenis ... 89

e. Pembandingan Putaran Optik ... 91

f. Pembandingan Bilangan Asam ... 92

g. Pembandingan Kelarutan Alkohol 90 % ... 94

h. Pembandingan Bilangan Ester ... 94

i. Pembandingan Kadar Patchouly Alcohol ... 95


(22)

iv

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 98 B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komponen-komponen terpen-O dalam minyak nilam ... 5 2. Persyaratan mutu minyak atsiri ... 6 3. Data luas permukaan pindah panas dan uap air yang dihasilkan

penyulingan IKM ... 33 4. Keterkaitan luas permukaan pindah panas dengan kehilangan panas

ketel ... 37 5. Kebutuhan kayu bakar terhadap jumlah uap air yang terbentuk ... 43 6. Keterkaitan tingkat kerapatan bahan dengan laju destilat ... 45

7. Kehilangan energi di ketel suling skala IKM ... 46 8. Data luas permukaan pindah panas boiler dan uap air yang dihasilkan

dalam prototipe penyulingan ... 52 9. Pengaruh penggunaan glasswool terhadap total kehilangan panas ... 58

10.Keterkaitan jumlah kehilangan panas dengan luas permukaan pindah panas ketel ... 58 11.Data efisiensi energi dalam prototipe boiler ... 63 12.Pengaruh penggunaan glasswool terhadap efisiensi prototipe ketel ... 70 13.Perbedaan penggunaan boiler skala IKM dengan prototipe boiler ... 73 14.Perbandingan efisiensi ketel skala IKM dengan prototipe ... 75 15.Perbandingan efisiensi kondensor skala IKM dengan prototipe ... 76 16.Perbedaan mutu minyak hasil skala IKM dengan prototipe ... 84


(24)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman nilam ... 3 2. Skema peralatan penyulingan ... 15 3. Alur kegiatan penelitian utama ... 23 4. Skema pemurnian minyak nilam ... 29 5. Sketsa disain boiler skala IKM (tampak depan) ... 31 6. Fenomena pemasakan air dalam boiler IKM (tampak depan) ... 32 7. Sirkulasi oksigen dalam tungku skala IKM (tampak atas) ... 34 8. Fluktuasi jumlah destilat terhadap waktu ... 35 9. Ketel suling skala IKM ... 36 10.Fluktuasi kehilangan panas pada ketel suling skala IKM ... 38 11.Fenomena arah penetrasi uap dalam ketel IKM ... 39 12.Separator skala IKM ... 41 13.Fenomena jalur uap dalam ketel skala IKM ... 44 14.Efisiensi energi kondensor IKM ... 48 15.Akumulasi destilat terhadap lama waktu proses penyulingan skala IKM . 49 16.Sketsa boiler prototipe (tampak depan) ... 51 17.Sirkulasi udara dalam tungku dengan blower (tampak samping) ... 53 18.Kestabilan tekanan uap air dalam prototipe boiler ... 54 19.Fenomena aliran uap prototipe ketel suling ... 56 20.Perbandingan kehilangan panas di dinding ketel prototipe dengan IKM .. 57 21.Pengaruh penggunaan glasswool terhadap kehilangan panas dinding ketel

prototipe ... 58 22. Perbandingan kehilangan panas di tutup dan bodem ketel ... 60 23. Disain prototipe separator ... 61 24. Fenomena penetrasi uap tanpa rat hole ... 63 25. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap total kehilangan panas ketel ... 65 26. Hubungan peningkatan tekanan terhadap kehilangan panas di tiap bagian ketel ... 66 27. Suhu air pendingin di prototipe bak pendingin ... 67


(25)

28. Hubungan akumulasi destilat terhadap peningkatan tekanan ketel... 68 29. Efisiensi prototipe boiler ... 69 30. Efisiensi prototipe ketel... 71 31. Efisiensi prototipe kondensor ... 72 32. Neraca energi proses penyulingan IKM ... 80 33. Neraca energi proses penyulingan prototipe ... 81 34. Daun dan batang nilam kering ... 83 35. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap jumlah minyak ... 86 36. Perbandingan minyak hasil penyulingan skala IKM dengan prototipe ... 87 37. Perbandingan minyak nilam per tahapan tekanan ... 87 38. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai indeks bias minyak nilam 89 39. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai bobot jenis minyak nilam 90 40. Hubungan peningkatan tekanan terhadap nilai putaran optik ... 92 41. Hubungan peningkatan tekanan terhadap bilangan asam ... 93 42. Hubungan peningkatan tekanan terhadap bilangan ester ... 95 43. Pengaruh tekanan bertahap terhadap kadar Patchouly alcohol... 96


(26)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data-data yang diukur di penyulingan IKM ... 104 2. Form data-data di penyulingan Prototipe ... 110 3. Perhitungan efisiensi dan kehilangan energi ... 117 4. Prosedur analisis karakterisasi minyak atsiri ... 128 5. Analisa kadar air dan kadar minyak ... 134 6. Hasil analisa mutu minyak nilam skala IKM dengan prototipe ... 135 7. Gambar peralatan penyulingan ... 137 8. Hasil uji gas chromatography ... 139


(27)

I. PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki kekayaan alam berupa flora dan fauna yang sangat beragam. Diantara keragaman flora tersebut terdapat tanaman-tanaman yang mengandung minyak atsiri dan tanaman yang menjadi bahan baku dalam pembuatan produk di berbagai industri.

Berdasarkan perkembangan industri minyak atsiri di dunia, tanaman yang sangat potensial sebagai tanaman penghasil minyak atsiri adalah tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Kebutuhan minyak nilam di pasar dunia semakin meningkat sesuai dengan peningkatan penggunaannya di industri kosmetik, obatan-obatan, dan antibiotik. Penggunaan minyak nilam di industri kosmetik dipusatkan sebagai bahan fiksatif dalam pembuatan parfum.

Nilai ekspor minyak nilam selalu meningkat, tahun 2001 mencapai US $ 52,97 juta atau 4,4 % nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan minyak nilam dunia berkisar 1.500 ton/tahun dengan pertumbuhan 5 % (Ferry dan Emmyzar, 2004). Oleh karena itu, peluang pasar minyak nilam bagi Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut merupakan salah satu peluang Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya para petani dan penyuling nilam serta meningkatkan devisa negara.

Pada umumnya minyak nilam yang dihasilkan para petani dan penyuling di Indonesia masih perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun produktivitas serta efisiensi produksi. Peningkatan produktivitas minyak nilam dapat dilakukan dengan memperhatikan kinerja sistem penyulingan dalam proses produksi minyak nilam yang terkait dengan disain alat-alat penyulingan. Peningkatan kualitas minyak nilam dapat dilakukan dengan pengendalian dan pengontrolan selama proses produksi minyak nilam.

Proses produksi yang efisien tentunya dapat meningkatkan keuntungan dan mengurangi biaya produksi. Pengefisienan dalam produksi minyak nilam dapat dilakukan dengan penggunaan bahan bakar (kayu bakar) dan air pendingin yang hemat serta waktu penyulingan singkat. Penelitian mengenai


(28)

2 efisiensi waktu penyulingan telah dilakukan oleh Lesmayanti (2004). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, proses penyulingan dengan tekanan bertahap terbukti dapat mengefisienkan waktu penyulingan.

B.Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini yaitu meningkatkan kinerja dan efisiensi sistem penyulingan minyak nilam agar mendapatkan rendemen yang tinggi dengan kualitas yang cukup baik. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. Menentukan faktor-faktor penentu kinerja dan efisiensi proses pada prototipe minyak penyulingan.

2. Menentukan keterkaitan disain alat dan disain proses dengan kinerja dan efisiensinya pada suatu prototipe sistem penyulingan.


(29)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN NILAM

Nilam (Pogostemon sp) termasuk famili Labiateae. Indonesia memiliki tiga jenis nilam yaitu nilam Aceh (P. cablin BENTH), nilam Jawa (P. heyneanus), dan P. hortensis. Namun, kebanyakan nilam yang dibudidayakan adalah nilam Aceh. Hal ini dikarenakan nilam Aceh memiliki kadar minyak dan kualitas yang lebih tinggi (Nuryani dan Sutjihno, 1994).

Tanaman nilam merupakan tumbuhan semak dengan tinggi 0,3 sampai dengan 3,0 meter, pada daerah yang memiliki curah hujan 2.300 – 3.000 mm/tahun (Ketaren, 1985). Menurut Santoso (1990), tanaman nilam dapat tumbuh subur pada jenis tanah regosol, latosol, dan aluvial. Tanah-tanah tersebut memiliki tekstur lempung berpasir, pH 6-7, dan tidak tergenang air. Berikut ini gambar tanaman nilam.

Gambar 1. Tanaman Nilam

Panen pertama dilakukan terhadap tanaman nilam yang telah berumur 4 – 5 bulan. Panen berikutnya dilakukan berturut-turut dengan jarak waktu 2 – 3 bulan, sampai tanaman berumur 2 tahun dan harus diremajakan (Harris, 1993).

B. MINYAK NILAM

Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, larut


(30)

4 dalam pelarut organik, dan tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 cara, yaitu penyulingan (distillation), pengepresan (expression), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), dan absorbsi oleh lemak padat (enfleurasi atau maserasi) (Ketaren, 1985). Menurut Dowthwaite dan Rajani (2007), metode yang digunakan untuk memproduksi minyak atsiri yaitu : ekstraksi, pengepresan, dan distilasi. Umumnya metode yang digunakan yaitu penyulingan.

Minyak nilam adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan daun dan ranting tanaman nilam. Minyak nilam memiliki wangi yang khas, sehingga banyak digunakan sebagai pewangi parfum dan zat fiksatif (pengikat). Selain sebagai fiksatif dalam parfum, daun nilam dapat digunakan sebagai pelembab kulit, untuk pewangi (aroma) masakan atau kue dengan proses oksidasi dan dihidrolisis dengan isogeunolasetat, dan untuk obat anti infeksi (Santoso, 1990). Semua bagian tanaman nilam yaitu akar, batang, dan tangkai daunnya mengandung minyak nilam. Minyak nilam yang berasal dari akar dan batang memiliki nilai berat jenis yang tinggi, mutu, dan rendemen yang rendah bila dibandingkan dengan minyak dan daun, sehingga tidak dapat disuling (Ketaren, 1985).

Kandungan minyak nilam terdapat pada waktu tunas mengeluarkan tiga daun pertama. Minyak nilam mengandung komponen-komponen seperti : patchouly alcohol, patchouly camphor, eugenol, benzaldehyde, cinnamic aldehyde, dan cadinene (Santoso, 1990). Kandungan ini tidak bertambah, meskipun daun bertambah lebar. Oleh karena itu, panen pertama dapat dilakukan setelah tumbuh lima pasang daun (Harris, 1993).

Berdasarkan komponen kimianya minyak nilam dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu golongan terpen dan terpen-O. Komponen-komponen golongan terpen diantaranya α-bulnesen, seychellen, α-patchoulen, dan δ -kadinen. Komponen-komponen yang termasuk dalam golongan terpen-O disebut juga sebagai komponen-komponen berat diantaranya norpatchoulol, patchouli alkohol, dan pogostol (Manitto, 1981). Komponen-komponen minyak nilam lebih jelas dapat dilihat dalam Tabel 1.


(31)

Tabel 1. Komponen-komponen terpen dan terpen-O dalam minyak nilam

Komponen Formula Persen-tase(%)

Putaran Optik

Titik Didih

(°C)

BM

Patchouli alcohol C15H26O 30 -97,42 280,37 222,4

α-bulnesen C14H22 17 8,28 242,26 190,3

α-gualen C14H22O 16 -64,5 242,25 190,3

Seychellen C16H26 9 -72 259,09 218,4

α-patchoulen C15H24 5 - 245,23 204,4

β-kariofilen C15H24 2,8 - 110-119 204,4

β-patchoulen C15H24 2 - 248,83 204,4

Pogostol C14H24O 2 -20,2 274,43 208,3

δ-kadinen C14H22 2 - 246,84 190,3

Norpatchoulenol C15H26O 1 - 268,88 208,3

Caryophylen oxide

C13H20O 1 - 243,18 192,3

β-elemen C15H24 0,7 - 117-124 204,4

Nortetrapatchoule nol

C14H24O 0,001 - 268,88 208,3

Eugenol C10H12O2 - - 253 164,3

Benzaldehid C7H6O6 - - 178 106,1

Sinnamaldehid C6H5CH=

CHCHO

- - 68-80 132,2

Sumber : Ardiana (2006)

Menurut Santoso (1990), penyinaran matahari pada daun nilam dapat mempengaruhi warna daun dan kadar minyaknya. Nilam yang terkena sinar matahari langsung maka daunnya berwarna merah kekuningan dan kadar minyaknya tinggi. Nilam yang tidak terkena sinar matahari secara langsung daunnya berwarna hijau dan kadar minyaknya rendah.


(32)

6 Mutu minyak nilam tergantung pada kondisi prapanen, saat panen, dan pasca panen. Pasca panen menyangkut masalah warna, bobot jenis, zat asing, dan sebagainya (Santoso, 1990). Minyak nilam hasil sulingan dapat digolongkan menjadi empat jenis mutu yang dibedakan menurut aroma yaitu : 1. Jenis ordinary dan medium, merupakan hasil penyulingan dari Indonesia

dan Singapura.

2. Jenis special dan extra special, merupakan hasil penyulingan dari Perancis dan Inggris, di mana penyulingan dilakukan secara tidak langsung dan daun dipilih dahulu (Harris, 1993).

Berdasarkan SNI 06-2385-2006 persyaratan mutu minyak nilam ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu minyak nilam

No. Karakterisasi Satuan Standar

1. Warna

- Kuning muda – coklat

kemerahan

2. Bobot jenis 25°C/25°C - 0,950 - 0,975

3. Indeks bias (nD20) - 1,507 – 1,515

4. Kelarutan dalam etanol 90 % pada suhu 20 °C ± 3 °C -

Larutan jernih atau opalensi ringan dengan perbandingan volume 1 : 10

5. Bilangan asam - Maksimal 8

6. Bilangan ester - Maksimal 20

7. Putaran optik - (-)48° - (-)65°

8. Patchouli alcohol

(C15H26O) %

Minimal 30 9. Alpha copaene (C15H24) % Maksimal 0,5

10. Kandungan besi (Fe) mg/kg Maksimal 25

Sumber : SNI 2006

C. PROSES PENYULINGAN

Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari dua macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik uapnya. Proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air (Ketaren, 1985). Menurut Santoso (1990), penyulingan adalah salah satu cara untuk mendapatkan minyak atsiri dengan cara mendidihkan bahan baku yang dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat uap yang diperlukan. Atau dengan


(33)

cara mengalirkan uap jenuh (saturated or supersaturated) dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan.

Jumlah minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air selama penyulingan ditentukan oleh tiga faktor yaitu :

• Besarnya tekanan uap yang digunakan

• Berat molekul masing-masing komponen dalam minyak • Kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Ketaren, 1985)

Berdasarkan hasil penelitian Racharto (1992), air merupakan sumber uap panas pada metode penyulingan dengan uap langsung. Uap panas yang dihasilkan terdapat di dalam ketel uap (boiler) yang letaknya terpisah dari ketel suling. Uap yang dihasilkan adalah uap jenuh atau uap lewat panas (superheated steam) pada tekanan lebih dari 101,304 kPa. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori, terletak di bawah bahan dan uap bergerak ke atas melewati bahan yang diletakkan di atas saringan. Pada penyulingan uap, diameter ketel suling lebih kecil dari tingginya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak bahan dengan uap sehingga akan mempercepat proses penyulingan.

Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan atau dengan menggunakan superheated steam. Namun demikian, hal ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak atsiri yang sukar mengalami dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi. Minyak atsiri dengan mutu tinggi akan diperoleh dengan proses penyulingan pada suhu rendah atau suhu tinggi dengan waktu yang singkat (Ketaren, 1985). Metode penyulingan yang tepat dan proses yang sesuai diharapkan dapat menghasilkan minyak atsiri yang bermutu tinggi dan rendemen yang tinggi pula.

Menurut Guenther dalam Racharto (1992), faktor penting pada proses penyulingan adalah pengaruh suhu (panas). Tekanan pada penyulingan dapat diatasi, akan tetapi suhu uap atau campuran yang menerobos bahan dalam ketel suling dapat berfluktuasi. Pada umumnya minyak atsiri bersifat labil pada suhu tinggi. Minyak bermutu tinggi dapat diperoleh dengan cara penyulingan pada suhu rendah, kemudian perlahan-lahan suhu ditingkatkan.


(34)

8 Menurut Guenther dalam Racharto (1992), penyulingan dengan uap langsung sebaiknya dimulai dari tekanan uap yang rendah (sekitar 1 atm), kemudian secara bertahap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atm. Jika permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi, maka komponen kimia dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Apabila minyak dalam bahan diperkirakan telah habis tersuling, maka tekanan uap ditingkatkan lagi. Peningkatan tekanan uap tersebut dimaksudkan untuk menyuling komponen minyak yang bertitik didih lebih tinggi.

Menurut Dowthwaite dan Rajani (2007), penyulingan terdiri atas : penyulingan air, penyulingan air dan uap, dan penyulingan uap. Penyulingan air yaitu proses penyulingan di mana bahan yang mengandung minyak atsiri mengalami kontak langsung dengan air selama proses penyulingan. Penyulingan air dan uap yaitu proses penyulingan dimana bahan yang mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air selama proses penyulingan. Penyulingan uap yaitu proses penyulingan di mana bahan yang mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air dan uap yang dihasilkan tidak berada satu tempat dengan bahan.

Laju penyulingan adalah nilai perbandingan antara jumlah air suling yang dihasilkan dengan waktu (kg destilat/m2 jam). Laju penyulingan harus diatur sesuai dengan diameter ketel dan volume antar ruang bahan. Jika laju penyulingan terlalu rendah, maka uap akan terhenti pada bagian bahan yang padat, sehingga proses ekstraksi minyak tidak dapat berlangsung sempurna. Jika laju penyulingan terlalu cepat maka uap dalam ketel akan keluar melalui bahan dengan membentuk jalur uap (rat hole), serta mengangkut partikel bahan ke dalam kondensor. Laju penyulingan dapat diukur dengan menampung dan menimbang kondensat yang dihasilkan per satuan waktu (Ketaren, 1985).

1. Sifat Termal Uap

Menurut Kulshrestha (1989), uap merupakan bagian cairan yang diuapkan dan terdiri dari gas sejati yang masih mengandung partikel-partikel cairan di dalamnya. Partikel-partikel-partikel cairan akan teruapkan dengan pemanasan. Uap super panas atau uap panas lanjutan (superheated steam)


(35)

memiliki sifat-sifat seperti suatu gas di bawah suhu kritisnya. Beberapa metode pemanasan dan ekspansi dari uap adalah sebagai berikut :

a. Volume konstan.

b. Tekanan dan suhu konstan. c. pv konstan atau hiperbolik. d. pvn konstan.

e. Entropi konstan. f. Ekspansi bebas.

2. Pindah Panas

Energi dikenal dalam berbagai bentuk, beberapa diantaranya yang dijumpai dalam bidang teknik kimia adalah : energi dalam, energi kinetik, energi potensial, energi mekanis, dan panas. Pengetahuan tentang mekanisme perpindahan panas mutlak diperlukan untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam pemanasan, pendinginan, pendidihan, pengeringan, distilasi, evaporasi, kondensasi, dan lainnya (Utomo, 1984).

Menurut Utomo (1984), ada tiga cara perpindahan panas yaitu : • Secara molekular, disebut konduksi.

• Secara aliran, disebut konveksi. • Secara gelombang, disebut radiasi.

Zat yang tidak bergerak, contohnya padatan, panas pindah hanya secara konduksi. Panas berpindah karena getaran molekul dari satu molekul ke molekul lainnya. Pada fluida terjadi juga konduksi panas, akan tetapi di samping itu panas lebih banyak dipindahkan secara konveksi. Panas di dalam fluida berpindah karena terbawa massa fluida yang bergerak sebagai aliran. Berdasarkan gerakan fluida ada dua cara konveksi, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami pada fluida disebabkan oleh adanya perbedaan densitas antara beberapa tempat, terkait dengan adanya selisih temperatur antara tempat-tempat itu. Konveksi paksa disebabkan adanya usaha dari luar terhadap fluida, contohnya oleh pompa atau kompresor (Utomo, 1984).


(36)

10 Menurut McCabe (2005), perpindahan kalor terjadi apabila dua benda yang memiliki suhu berbeda mengalami kontak, maka kalor akan mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Aliran kalor tersebut akan selalu mengarah kepada penurunan suhu. Pengaliran kalor tersebut dapat dibedakan menjadi tiga mekanisme yaitu : konduksi, konveksi, dan radiasi.

Perhitungan perpindahan kalor didasarkan atas luas penukaran pemanasan. Bila fluida dipanaskan atau didinginkan, suhu fluida di dalam penampang arus itu akan berbeda-beda. Jika fluida itu sedang mengalami pemanasan, suhu maksimum terdapat pada dinding permukaan pemanas, dan berangsur-angsur ke arah pusat arus. Oleh karena itu diperlukan suhu rata-rata (McCabe, 2005).

Perpindahan kalor ke zat cair mendidih merupakan suatu langkah yang perlu dilakukan dalam satuan operasi evaporasi (penguapan) dan distilasi (penyulingan). Kondensasi (pengembunan) uap di atas permukaan tabung yang lebih dingin dari suhu kondensasi uap sangat penting dalam pengolahan uap seperti air, hidrokarbon, atau zat atsiri (mudah menguap) lainnya (McCabe, 2005).

D. PERALATAN PENYULINGAN

Menurut Ketaren (1985), peralatan yang biasanya digunakan dalam penyulingan terdiri atas : ketel uap (steam boiler), ketel suling, bak pendingin (kondensor), dan labu pemisah minyak (florentine flask). Peralatan-peralatan inilah yang menjadi salah satu faktor penentu rendemen minyak atsiri.

1. Ketel Uap (Boiler)

Uap boiler umumnya digunakan untuk keperluan proses pengolahan dan keperluan sanitasi pabrik serta pembersihan alat-alat pengolahan (Wiraatmadja, 1989). Menurut Guenther (1947), boiler diperlukan pada penyulingan dengan uap langsung. Namun terkadang diperlukan sejumlah superheated steam, dan ini hanya dapat dihasilkan dari ketel uap (boiler) yang letaknya terpisah.


(37)

Menurut Ketaren (1985), ketel uap (boiler) dapat dibedakan berdasarkan tekanannya yaitu boiler tekanan tinggi dan boiler tekanan rendah. Boiler bertekanan tinggi akan menghasilkan uap dengan tekanan dan suhu tinggi. Pada tekanan dan suhu tinggi, uap mudah berpenetrasi ke dalam bahan yang mengandung minyak atsiri. Bila uap mudah berpenetrasi maka peristiwa kondensasi dalam boiler berkurang sehingga proses penyulingan akan semakin efisien. Boiler bertekanan rendah akan menghasilkan volume uap yang cukup besar. Pada proses penyulingan dalam hal-hal tertentu, tekanan uap yang rendah diinginkan karena menghasilkan minyak yang lebih mudah larut dalam alkohol dan tidak mengandung resin.

Boiler yang ada umumnya dapat menggunakan bahan bakar kayu, gas alam, minyak, dan batu bara. Berdasarkan konfigurasinya, boiler dapat dibedakan menjadi boiler Haycock, boiler pipa air, boiler pipa api, dan boiler tipe pipa api dan pipa air (www. boiler\Boiler - Wikipedia, the free encyclopedia.htm).

Boiler Haycock atau Pot boiler merupakan boiler kuno yang dibuat pada abad 18. Ukuran boiler Haycock sangat besar tapi hanya dapat menghasilkan uap dengan tekanan rendah. Boiler pipa air merupakan boiler di mana air berada di dalam pipa dan lingkungan di sekitar pipa adalah gas panas. Boiler pipa api merupakan boiler di mana air berada di luar pipa sedangkan di dalam pipa berupa gas panas. Boiler pipa air dan pipa api merupakan boiler yang sistemnya merupakan gabungan dari sistem boiler pipa air dengan pipa api (www. boiler\Boiler - Wikipedia, the free encyclopedia.htm).

Menurut Wiraatmadja (1989), boiler yang paling aman digunakan adalah boiler pipa air. Boiler pipa air dianggap aman karena resiko penggunaan yang ditimbulkan tidak tinggi bila dibandingkan penggunaan pipa api. Hal tersebut terkait dengan jumlah air yang relatif lebih sedikit pada boiler pipa air sehingga uap yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan boiler pipa api. Tekanan operasi pada boiler pipa api biasanya tidak lebih dari 200 psig, sedangkan tekanan pada boiler pipa air,


(38)

12 pada instalasi besar mencapai 2.000 psig. Hal ini berarti bahwa boiler pipa air dapat dioperasikan pada tekanan 10 kali tekanan boiler pipa api.

2. Ketel Suling

Menurut Ketaren (1985), ketel suling adalah tempat bahan yang akan disuling, di mana bahan dapat berhubungan langsung dengan air atau dengan uap. Ketel suling umumnya berbentuk silinder dan terbuat dari seng tebal (galvanized sheet metal), dilengkapi dengan penutup yang dapat ditutup rapat. Prinsip kerja penyulingan dengan uap langsung adalah bahan baku diletakkan di atas saringan di dalam ketel dan dialirkan uap dari tempat yang berbeda (dari boiler) (Santoso, 1990).

Konstruksi ketel suling dengan metode uap langsung memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan ketel suling pada metode kukus. Perbandingan diameter ketel suling pada metode uap langsung dengan tingginya sebaiknya 1 : 1,5 (Rusli, 2003). Hal ini dimaksudkan agar uap dapat kontak lebih lama dengan bahan yang disuling. Hubungan antara tinggi dan diameter ketel yang digunakan tergantung dari sifat porositas bahan yang diolah. Ketel yang berukuran tinggi, baik digunakan untuk menyuling bahan yang bersifat kamba. Ketel berukuran kecil lebih cocok untuk menyuling bahan yang bersifat kompak. Pengisian ketel pun sebaiknya tidak terlalu penuh atau sekitar 2/3 dari kapasitas ketel (Ketaren, 1985).

Ketel suling ini dilengkapi pula dengan saringan yang berfungsi untuk menahan daun dan ranting nilam yang akan disuling. Uap air dialirkan ke dalam ketel suling melalui pipa di bawah saringan penahan bahan yang akan disuling. Pipa yang digunakan dapat berbentuk “+” atau lingkaran dan diberi lubang-lubang kecil pada bagian atasnya (Rusli, 2003).

3. Pendingin (Kondensor)

Menurut Ketaren (1985), kondensor adalah alat yang berupa bak atau tabung silinder dan di dalamnya terdapat pipa lurus atau berbentuk spiral yang berfungsi untuk mengembunkan uap menjadi bentuk cair.


(39)

Kondensor terdiri atas beberapa tipe yaitu : lingkaran (coil), segi empat, zigzag, dan banyak pipa (multitubular) (Rusli, 2003).

Perubahan fase uap menjadi fase cair disebut kondensasi. Saat kondensasi terjadi perpindahan (pengeluaran) sejumlah panas dari fase uap. Panas yang dikeluarkan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :

Q = U x A x ∆T Keterangan :

Q = panas yang dikeluarkan per satuan waktu (Btu/jam) U = overall heat transfer coefficient (Btu/ft² jam °F) A = luas permukaan pipa yang dilalui uap (ft²)

∆T = beda antara suhu uap dan suhu air pendingin (°F)

Harga U tergantung dari bentuk pipa. Jika pipa berbentuk coil maka nilai U-nya = 40 Btu/ft² jam °F. Bila berbentuk tubular maka nilai U-nya = 200 Btu/ft² jam °F (Ketaren, 1985).

Pada sistem kondensor, suhu udara di sekeliling kondensor sangat mempengaruhi suhu air dan panjang pipa dibuat antara 10 sampai 30 meter. Cara pencairan uap yang paling sempurna adalah dengan mengalirkan air pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak (Harris, 1993).

4. Pemisah Minyak (Separator)

Menurut Lutony dan Rahmawati (1994), penampung hasil kondensasi adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari kondensor lalu memisahkan minyak dari air suling. Pada saat di dalam separator penguapan dan kehilangan minyak dicegah dengan mempertahankan suhu destilat dalam separator berkisar antara 20 ºC sampai dengan 25 ºC (Ketaren, 1985). Namun demikian, menurut Santoso (1990), suhu destilat hasil penyulingan diperbolehkan mencapai 40 – 45 °C. Hal tersebut dikarenakan minyak nilam tidak terlalu volatil dibandingkan minyak atsiri lainnya.


(40)

14 Separator pada sistem penyulingan dengan metode uap langsung biasanya terdiri atas tiga ruangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pemisahan minyak dapat dilakukan dengan sempurna (Rusli, 2003).

5. Bahan Peralatan Penyulingan

Cara penyulingan dan penanganan bahan baku tentunya dapat mempengaruhi rendemen minyak nilam hasil sulingan. Namun demikian bahan yang digunakan dalam pembuatan peralatan-peralatan penyulingan juga mempunyai peranan dalam mempengaruhi mutu minyak hasil sulingan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan peralatan penyulingan adalah logam yang digunakan untuk tempat bahan dan pipa pendingin coil (Harris, 1993).

Logam yang digunakan untuk bahan peralatan penyulingan harus tidak bereaksi dengan uap air dan uap minyak. Bila bereaksi atau bersenyawa, hasil minyak akan rusak dan tidak laku dijual. Logam yang terbukti tidak bereaksi atau bersenyawa dengan minyak atsiri adalah baja tahan karat (stainless steel) dan kaca tahan panas. Logam-logam lainnya seperti : alumunium, tembaga, timah putih, besi (Fe), dan seng ada yang bereaksi dengan minyak atsiri tertentu, ada yang tidak, bergantung pada jenis minyak yang disuling (Harris, 1993).


(41)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan dan Alat Uji Kinerja serta Efisiensi Sistem Penyulingan

a. Bahan

Bahan yang digunakan untuk meneliti uji kinerja dan efisiensi sistem penyulingan adalah :

• Nilam kering dari Kuningan, Jawa Barat dengan umur simpan ≤ 7 hari sebagai bahan baku uji coba pada penelitian utama. Nilam tersebut dipanen saat usia 4-6 bulan.

• Air pendingin digunakan untuk mengubah fase uap campuran minyak dan air menjadi fase cair campuran minyak dan air.

• Kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar di boiler.

b. Alat

Peralatan yang digunakan untuk meneliti uji kinerja dan efisiensi sistem penyulingan terdiri dari peralatan proses penyulingan dan peralatan pengukuran dalam proses penyulingan. Berikut ini skema peralatan penyulingan :

Gambar 2. Skema peralatan penyulingan


(42)

16 Peralatan pengukuran selama proses penyulingan di skala IKM

terdiri dari :

• Termometer alkohol dan raksa digunakan untuk mengukur suhu destilat.

• Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu air pendingin. • Termometer infra red digunakan untuk mengukur suhu permukaan

alat-alat dalam sistem penyulingan.

• Timbangan digunakan untuk menimbang bobot nilam kering.

• Pompa air digunakan untuk mengalirkan air ke boiler dan bak kondensor.

• Meteran digunakan untuk mengukur dimensi alat.

• Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter pipa. • Pencatat waktu (Stopwatch).

• Gelas ukur 50 ml digunakan untuk menghitung laju destilat per 10 menit.

Peralatan pengukuran selama proses penyulingan menggunakan alat penyulingan prototipe terdiri dari :

• Manometer/pressure gauge boiler digunakan untuk mengukur dan mengontrol tekanan di boiler dengan kapasitas 5 bar gauge.

• Manometer/pressure gauge di ketel suling digunakan untuk mengukur dan mengatur tekanan yang masuk ke dalam ketel suling dengan kapasitas 2,5 bar gauge.

• Termometer alkohol dan raksa digunakan untuk mengukur suhu destilat.

• Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu air pendingin. • Termometer infra red digunakan untuk mengukur suhu permukaan

alat-alat dalam sistem penyulingan.

• Timbangan digunakan untuk menimbang bobot nilam kering.

• Pompa air digunakan untuk mengalirkan air ke boiler dan bak kondensor.

• Meteran digunakan untuk mengukur dimensi alat.


(43)

• Pencatat waktu (Stopwatch).

• Labu pemisah digunakan untuk memisahkan minyak dengan air pada saat setelah proses penyulingan.

• Gelas ukur 50 ml digunakan untuk menghitung laju destilat per 10 menit.

2. Bahan dan Alat Uji Mutu Minyak Nilam Hasil Penyulingan

a. Bahan

Bahan yang digunakan untuk menguji mutu minyak nilam hasil penyulingan antara lain : Na-sulfat anhidrat, etanol 90%, etanol 95 %, indikator PP, larutan KOH 0.1 N, larutan KOH 0.5 N, dan larutan HCl 0.5 N.

b. Alat

Peralatan yang akan digunakan dalam analisa mutu minyak nilam terdiri dari :

• Timbangan analitik digunakan untuk menimbang sampel baik minyak nilam, kayu bakar, dan nilam kering dengan ketelitian empat angka di belakang koma.

Clavenger digunakan untuk membaca volume minyak yang tersuling

dalam uji kadar minyak nilam kering.

Aufhauser digunakan untuk membaca volume air yang tersuling dalam pengujian kadar air nilam kering.

Oven digunakan dalam pengujian kadar air kayu bakar.

Heating Mantel digunakan sebagai pengganti penangas dalam

pengujian kadar minyak nilam kering.

• Penangas air digunakan sebagai pemanas dalam pengujian kadar air dan bilangan ester.

• Sirkulator digunakan untuk menyirkulasikan air pendingin yang digunakan dalam pengujian kadar air dan kadar minyak nilam kering serta pengujian bilangan ester minyak nilam.


(44)

18 • Kondensor digunakan sebagai pendingin pada pengujian kadar air

dan kadar minyak nilam kering serta pengujian bilangan ester. • Sudip digunakan untuk menuangkan Na-sulfat anhidrat.

Alumunium foil digunakan sebagai pengganti cawan alumunium dalam uji kadar air kayu bakar.

• Kain monel digunakan untuk menyaring minyak yang telah dimurnikan dengan Na-sulfat anhidrat.

• Polarimeter digunakan dalam pengukuran putaran optik minyak nilam.

• Refraktometer digunakan dalam pengukuran indeks bias minyak nilam.

• Piknometer digunakan untuk mengukur bobot jenis minyak nilam. • Peralatan analisis gelas minyak atsiri terdiri dari : termometer

alkohol, buret, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 25 ml, gelas ukur 50 ml, gelas ukur 250 ml, gelas piala 250 ml, labu erlenmeyer 300 ml, labu erlenmeyer 500 ml, pipet tetes, botol penampung, corong, labu distilasi 1000 ml, dan pipet tetes.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian dilakukan di dua tempat yaitu penyulingan rakyat skala IKM (Industri Kecil Menengah) di Cibeureum, Kuningan dan Laboratorium Teknologi Industri Pertanian Leuwikopo, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai 8 Maret 2008 sampai dengan 10 Juli 2008.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yaitu :

1. Penelitian Pendahuluan

a. Studi Kinerja Penyulingan Minyak Nilam IKM

Kegiatan studi kinerja penyulingan dilakukan untuk mengamati proses penyulingan yang dilakukan di masyarakat. Studi kinerja dilakukan di tempat penyulingan minyak nilam skala IKM (Industri


(45)

Kecil Menengah) di desa Sumur Wiru, Cibeureum, Kuningan. Kegiatan studi kinerja juga meliputi :

1. Pengamatan kondisi proses dan disain alat penyulingan IKM secara keseluruhan. Hal ini ditinjau dari parameter tekanan proses penyulingan, waktu penyulingan, dan disain alat-alat penyulingan yang digunakan.

2. Pengambilan data selama proses penyulingan di IKM. Data yang diperlukan berupa bobot kayu bakar yang digunakan, bobot nilam yang disuling, suhu-suhu permukaan alat-alat penyulingan, dimensi alat, laju penyulingan/destilat, lama waktu penyulingan, jumlah minyak yang diperoleh, dan suhu destilat.

3. Pengamatan dan penghitungan kinerja serta efisiensi alat-alat penyulingan berdasarkan disain dan proses.

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung kehilangan panas dan efisiensi alat-alat penyulingan sebagai berikut :

• Persamaan Energi yang Disuplai Kayu Bakar :

Qin (MJ) = massa kayu (K.a = 20 %) (kg) x nilai kalor kayu bakar (MJ/kg)

Keterangan :

Nilai kalor kayu bakar (K.a = 20 %) = 19,40 MJ/kg (Abdurahim, et al., 1989)

• Persamaan Energi Uap yang Dihasilkan (Zemansky, 1982): Qout = ma x cpa x (Td – Tin) + ma x La

Keterangan :

Qout = Energi uap yang dihasilkan (Joule)

ma = Massa air yang diuapkan (kg)

cpa = Kapasitas kalor jenis air (4.190 joule/kg K)

Tin = Suhu air awal (K)

Td = Suhu air berubah menjadi uap (K)


(46)

20 • Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Boiler - Ketel

(Zemansky, 1982) :

Q = (Tpa – Tu) x Apa x c((Tpa – Tu)/dpa)0,25 Keterangan :

Tpa = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju ke ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

Apa = Luas permukaan pipa menuju ke ketel (m²)

dpa = Rata-rata diameter pipa menuju ke ketel (m)

c = Koefisien konveksi alamiah udara pipa boiler-ketel (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di pipa menuju ketel (joule)

• Persamaan Kehilangan Panas di Tutup Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Tt - Tu) x At x a(Tt - Tu)0,25

Keterangan :

Tt = Suhu yang terukur di permukaan tutup ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

At = Luas permukaan tutup ketel (m²)

a = Koefisien konveksi alamiah udara pelat hadap atas (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di tutup ketel (joule)

• Persamaan Kehilangan Panas di Dinding Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Td – Tu) x Ad x b((Td – Tu)/dk)0,25

Keterangan :

Td = Suhu yang terukur di permukaan dinding ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

Ad = Luas permukaan dinding ketel (m²)

dk = Diameter ketel suling (m²)

b = Koefisien konveksi alamiah udara vertikal (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di dinding ketel (joule)


(47)

• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Ketel – Kondensor (Zemansky, 1982) :

Q = (Tpb – Tu) x Apb x e((Tpb – Tu)/dpb)0,25 Keterangan :

Tpb = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju kondensor (K)

Tu = Suhu udara (K)

Apb = Luas permukaan pipa menuju kondensor (m²)

dpb = Rata-rata diameter pipa menuju kondensor (m)

e = Koefisien konveksi alamiah udara pipa ketel-kondensor (kal/s m² K)

Q = Energi yang hilang di pipa menuju kondensor (joule)

• Persamaan Energi yang Diserap Air Pendingin (Ketaren, 1985): Q = U x A x ∆T

Keterangan :

Q = Energi yang diserap air pendingin (joule)

U = Overall heat transfer coefficient (817.653,39 joule/m² jam K) A = Luas permukaan pindah panas kondensor (m²)

∆T = Selisih suhu uap dengan suhu air pendingin (K)

• Persamaan Efisiensi Boiler :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Keterangan :

Qout = Energi uap yang dihasilkan (MJ)

Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)

• Persamaan Efisiensi Ketel :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Di mana, Qin = Qb - QL


(48)

22 Keterangan :

Qb = Q dari boiler (MJ)

QL= Loss energi di pipa boiler-ketel (MJ)

Qk = Loss energi di keseluruhan ketel (MJ)

• Persamaan Efisiensi Kondensor :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Di mana, Qin = Qok - Qkk

Qout = Q yang diserap air pendingin

Keterangan :

Qok = Q keluar ketel (MJ)

Qkk = Loss energi di pipa ketel-kondensor (MJ)

• Persamaan Total Efisiensi Proses Penyulingan : ξ = Qout x 100 %

Qin

Qout = Energi yang diserap air pendingin (MJ)

Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)

b. Uji Kosong Prototipe Alat-alat Penyulingan

Uji kosong dilakukan dengan dua cara yaitu uji kosong tanpa bahan dan uji kosong dengan bahan (ampas). Masing-masing uji kosong tersebut memiliki tujuan tertentu. Uji kosong tanpa bahan dimaksudkan untuk memeriksa ada atau tidaknya kebocoran pada alat. Uji kosong dengan bahan (ampas) dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi penyulingan sesuai dengan yang diinginkan.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu tahapan analisa kadar air dan kadar minyak nilam, proses penyulingan, pembandingan efisiensi energi peralatan penyulingan skala IKM dengan


(49)

prototipe pemurnian minyak hasil penyulingan, dan analisa mutu minyak hasil penyulingan. Kegiatan penelitian utama secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Alur kegiatan penelitian utama

a. Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak Nilam

Analisa kadar air digunakan untuk memeriksa kadar air nilam kering pada saat sebelum dan sesudah proses penyulingan. Pengujian kadar air digunakan untuk menentukan perhitungan kadar minyak nilam basis kering. Menurut Santoso (1990) kadar air nilam kering yang

Pengeringan

Perajangan (± 5 cm) Analisa kadar air

dan kadar minyak

Proses Penyulingan dengan P = 0,5 bar; 1 bar; 1,5 bar gauge

T = 6 jam

Pemurnian minyak dari air dengan Na-sulfat

anhidrat Analisa kadar air

dan kadar minyak

Analisa mutu minyak Nilam basah

Nilam kering

Minyak nilam Ampas nilam


(50)

24 diharapkan untuk proses penyulingan 12-15 % (wb). Bila kadar air nilam telah sesuai maka proses penyulingan dapat dilaksanakan. Gambar alat analisa kadar air nilam yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan perhitungan serta prosedur analisa kadar air nilam terdapat dalam Lampiran 4.

Analisa kadar minyak sebelum dan sesudah proses penyulingan ditujukan untuk mengetahui jumlah kandungan minyak yang terdapat dalam nilam. Gambar alat analisa kadar minyak nilam yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan perhitungan serta prosedur analisa kadar minyak nilam terdapat dalam Lampiran 4.

b. Proses Penyulingan Minyak Nilam

Proses penyulingan minyak nilam dalam penelitian ini dilakukan selama 6 jam. Pada saat proses penyulingan dilakukan tiga tahapan perlakuan yang berdasarkan tekanan dalam ketel suling yaitu :

1. Menit ke-0 sampai menit ke-60, tekanan dalam ketel suling 0,5 bar. 2. Menit ke-61 sampai menit ke-180, tekanan dalam ketel suling 1 bar. 3. Menit ke-181 sampai menit ke-360, tekanan dalam ketel suling 1,5

bar.

Selama proses penyulingan dilakukan pengamatan beberapa parameter seperti :

1. Pengamatan kinerja prototipe alat-alat penyulingan berdasarkan disain.

2. Pengamatan kinerja prototipe alat-alat penyulingan berdasarkan proses.

3. Pengambilan data proses penyulingan dengan perlatan prototipe per 30 menit. Data yang diperlukan berupa bobot kayu bakar yang digunakan, bobot nilam yang disuling, dimensi alat, suhu-suhu permukaan alat penyulingan, laju penyulingan atau destilat, suhu destilat, tekanan yang diterapkan, lama waktu penyulingan, dan jumlah minyak yang diperoleh.


(51)

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung kehilangan panas dan efisiensi alat-alat penyulingan sebagai berikut :

• Persamaan Energi yang Disuplai Kayu Bakar :

Qin (MJ) = massa kayu (K.a = 20 %) (kg) x nilai kalor kayu bakar (MJ/kg)

Keterangan :

Nilai kalor kayu bakar (K.a = 20 %) = 19,40 MJ/kg (Abdurahim, et al., 1989)

• Persamaan Energi Uap yang Dihasilkan (Zemansky, 1982): Qout = ma x cpa x (Td – Tin) + ma x La + mu x cpu x (Tu – Td)

Keterangan :

Qout = Energi uap yang dihasilkan (Joule)

ma = Massa air yang diuapkan (kg)

mu = Massa uap (kg)

cpa = Kapasitas kalor jenis air (4.190 joule/kg K)

cpu = Kapasitsa kalor jenis uap (2.010 joule/kg K)

Tin = Suhu air awal (K)

Td = Suhu air berubah menjadi uap (K)

Tu = Suhu uap (K)

La = Panas laten air (2.256.000 joule/kg)

• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Boiler - Ketel (Zemansky, 1982) :

Q = (Tpa – Tu) x Apa x c((Tpa – Tu)/dpa)0,25 Keterangan :

Tpa = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju ke ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

Apa = Luas permukaan pipa menuju ke ketel (m²)

dpa = Rata-rata diameter pipa menuju ke ketel (m)

c = Koefisien konveksi alamiah udara pipa boiler-ketel (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di pipa menuju ketel (joule)


(52)

26 • Persamaan Kehilangan Panas di Tutup Ketel (Zemansky, 1982) :

Q = (Tt - Tu) x At x a(Tt - Tu)0,25

Keterangan :

Tt = Suhu yang terukur di permukaan tutup ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

At = Luas permukaan tutup ketel (m²)

a = Koefisien konveksi alamiah udara pelat hadap atas (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di tutup ketel (joule)

• Persamaan Kehilangan Panas di Dinding Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Td – Tu) x Ad x b((Td – Tu)/dk)0,25

Keterangan :

Td = Suhu yang terukur di permukaan dinding ketel (K)

Tu = Suhu udara (K)

Ad = Luas permukaan dinding ketel (m²)

dk = Diameter ketel suling (m²)

b = Koefisien konveksi alamiah udara vertikal (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di dinding ketel (joule)

• Persamaan Kehilangan Panas di Glasswool (Zemansky, 1982) : Q = (Tg – Tu) x Ag x c((Tg – Tu)/dg)0,25

Keterangan :

Tg = Suhu yang terukur di permukaan glasswool (K)

Tu = Suhu udara (K)

Ag = Luas permukaan glasswool (m²)

dg = Diameter glasswool (m²)

c = Koefisien konveksi alamiah udara vertikal (kal/sm² °C) Q = Energi yang hilang di glasswool (joule)

• Persamaan Kehilangan Panas di Bodem Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Tm - Tu) x Am x e(Tm - Tu)0,25


(53)

Keterangan :

Tm = Suhu yang terukur di bodem (K)

Tu = Suhu udara (K)

Am = Luas permukaan bodem (m²)

e = Koefisien konveksi alamiah udara hadap bawah (kal/sm² ºC) Q = Energi yang hilang di bodem (joule)

• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Ketel – Kondensor (Zemansky, 1982) :

Q = (Tpb – Tu) x Apb x e((Tpb – Tu)/dpb)0,25 Keterangan :

Tpb = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju kondensor (K)

Tu = Suhu udara (K)

Apb = Luas permukaan pipa menuju kondensor (m²)

dpb = Rata-rata diameter pipa menuju kondensor (m)

e = Koefisien konveksi alamiah udara pipa ketel-kondensor (kal/s m² K)

Q = Energi yang hilang di pipa menuju kondensor (joule)

• Persamaan Energi yang Diserap Air Pendingin (Ketaren, 1985): Q = U x A x ∆T

Keterangan :

Q = Energi yang diserap air pendingin (joule)

U = Overall heat transfer coefficient (817.653,39 joule/m² jam K) A = Luas permukaan pindah panas kondensor (m²)

∆T = Selisih suhu uap dengan suhu air pendingin (K)

• Persamaan Efisiensi Boiler :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Keterangan :


(54)

28 Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)

• Persamaan Efisiensi Ketel :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Di mana, Qin = Qb - QL

Qout = Qin - Qk

Keterangan :

Qb = Q dari boiler (MJ)

QL= Loss energi di pipa boiler-ketel (MJ)

Qk = Loss energi di keseluruhan ketel (MJ)

• Persamaan Efisiensi Kondensor :

ξ = Qout x 100 %

Qin

Di mana, Qin = Qok - Qkk

Qout = Q yang diserap air pendingin

Keterangan :

Qok = Q keluar ketel (MJ)

Qkk = Loss energi di pipa ketel-kondensor (MJ)

• Persamaan Total Efisiensi Proses Penyulingan : ξ = Qout x 100 %

Qin

Qout = Energi yang diserap air pendingin (MJ)

Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)

c. Pembandingan Efisiensi Peralatan Penyulingan Skala IKM dengan Prototipe

Pembandingan efisiensi peralatan penyulingan skala IKM dapat dilakukan bila penghitungan masing-masing alat baik di IKM maupun prototipe telah diselesaikan. Dengan demikian, dapat diketahui sistem penyulingan yang lebih efisien baik dari segi disain maupun prosesnya.


(1)

143 Lampiran 8. Analisa Kadar Patchouly Alcohol

Kadar PA

1,5 bar prototipe


(2)

144 Lampiran 8. Analisa Kadar Patchouly Alcohol

1,5 bar prototipe


(3)

145 Lampiran 8. Analisa Kadar Patchouly Alcohol

Penyulingan IKM


(4)

146 Lampiran 8. Analisa Kadar Patchouly Alcohol

Kadar PA

Penyulingan IKM


(5)

147 Lampiran 8. Analisa Kadar Patchouly Alcohol

Penyulingan Prototipe (campuran)


(6)

148 Lampiran 8. Analisa Kadar Patchouly Alcohol

Kadar PA

Penyulingan Prototipe (campuran)