34
2. Stres Oksidatif dan Kerusakan Sel
Stres atau tekanan oksidatif oxidative stress adalah suatu kondisi di mana tingkat oksigen reaktif intermediate ROI yang toksik melebihi
pertahanan antioksidan endogen. Hal ini dapat terjadi jika jumlah antioksidan tidak mencukupi atau jumlah radikal bebas meningkat
sehingga antioksidan tidak mampu untuk menahan radikal bebas yang terbentuk. Keadaan ini dapat mengakibatkan kelebihan radikal bebas di
dalam tubuh yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, termasuk karbohidrat sehingga terjadi kerusakan lokal dan
disfungsi organ tertentu. Lemak, terutama asam lemak tidak jenuh merupakan biomolekul yang sangat rentan terhadap serangan radikal bebas
Winarsi, 2007. Kerusakan sel merupakan perubahan atau gangguan yang dapat
mengurangi viabilitas atau fungsi esensial sel. Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis dan nekrosis. Apoptosis
adalah proses kematian sel secara terprogram berupa proses autodestruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran,
dan fragmentasi DNA inti sel. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel secara tiba-tiba akibat kerusakan berat yang ditandai kerusakan struktur
seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel dan inflamasi jaringan.
Pada kondisi normal di mana jumlah radikal bebas dalam sel terkontrol. ROS mampu melakukan peranan fisiologis yang
menguntungkan di lam tubuh. Beberapa fungsi fisiologis yang dijalankan, antara lain melakukan aksi fagositosis pada sel monosit, sintesis protein,
sintesis DNA, membantu sistem NADP oksidase, dan memiliki efek mitogenik dengan menstimulasi proliferasi beberapa jenis sel. Radikal
bebas dalam jumlah berlebih dapat menyerang sel menimbulkan berbagai kerusakan pada sel, meliputi kerusakan membran sel, protein, DNA,
terjadinya disfungsi metabolik termasuk peroksidasi membran lipid, autoimun dengan memproduksi antibodi sendiri, penuaan dini sel, serta
arterosklerosis.
35 Di dalam tubuh pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara
radikal bebas prooksidan dan komponen antioksidan. Radikal bebas yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan tersebut sehingga
menimbulkan stres oksidatif. Meskipun demikian di dalam tubuh terdapat sistem pertahanan antioksidan alami yang membantu melindungi tubuh
dari serangan radikal bebas atau stres oksidatif. Sistem antioksidan utama yang diproduksi tubuh atau lebih dikenal dengan antioksidan endogen
terdiri dari tiga jenis enzim, antara lain enzim superoksida dismutase SOD, glutation peroksidase GSH, dan katalase. Aktivitas ROS yang
tinggi dapat menghancurkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga enzim antioksidan alami pun akan rusak. Dalam situasi ini, kerusakan oksidatif
akan terjadi dan mengenai setiap bagian sel yang terpapar, termasuk protein sel, lemak misalnya kolesterol, dan inti sel. Kerusakan ini akan
menjadi lebih parah sehingga menyebabkan kanker, penyumbatan arteri koroner, dan berbagai penyakit lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan asupan
zat gizi, yang terdiri dari protein, vitamin, maupun mineral sebagai bahan baku pembentukan enzim-enzim antioksidan tersebut Baskin dan Salem,
1997. Di samping antioksidan alami, tubuh juga memerlukan antioksidan
eksogen sebagai sistem pertahanan tubuh sekunder. Konsumsi berbagai sayuran dan buah-buahan yang kaya akan flavonoid, karotenoid, vitamin
E, dan vitamin C berfungsi untuk menghambat rantai propagasi pembentukan radikal bebas. Sistem pertahanan tersier dilakukan oleh
enzim protease dan transferase yang bertugas untuk memperbaiki kerusakan membran sel. Konsumsi makanan yang kaya akan zat
antioksidan mampu menangkal radikal bebas berlebih sehingga kerusakan sel mampu dicegah.
E. Sistem Imun