menyebabkan berkurangnya areal daratan. Panjang garis pantai diukur mengelilingi seluruh
pantai yang merupakan daerah territorial suatu negara Triatmodjo 1999.
2. 4.2 Kemiringan Pantai Kemiringan
lahan pantai
akan mempengaruhi besarnya kerusakan akibat
adanya abrasi oleh air laut. Selain itu, kemiringan lahan akan mempengaruhi pula
jumlah sedimen yang terbawa ke wilayah daratan akibat kenaikan muka air laut.
Penggunaan lahan pada suatu wilayah juga akan sangat bergantung pada kemiringan lahan.
Tabel 2 Kelas kemiringan lahan yang berlaku di Indonesia Muhdi 2001
Kelas Kemiringan
Keterangan 1
– 8 Datar
2 8
– 15 Landai
3 15
– 25 Sedang
4 25
– 40 Curam
5 40
Sangat Curam 2. 5 Gambaran Umum Kota Semarang
Kota Semarang merupakan salah satu kota perdagangan di Indonesia. Wilayah kota ini
yang strategis menjadikannya sebagai pintu masuk menuju wilayah pulau jawa bagian
tengah. Kota Semarang memiliki posisi astronomi di antara garis 6
o
50’-7
o
10’ Lintang Selatan dan garis 109
o
35’-110
o
50’ Bujur Timur. Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi
Jawa Tengah dan merupakan satu-satunya kota metropolitan yang ada di Jawa Tengah. Kota
Semarang pada tahun 2009 berpenduduk 1.506. 924 jiwa dengan laju pertambahan penduduk 1,4
per tahun. Penggunaan lahan di Kota Semarang
mengalami perubahan
setiap tahunnya. Perubahan ini merupakan perubahan
dari lahan pertanian ke lahan pertanian, hal ini merupakan
gejala yang
wajar dari
perkembangan kota Penduduk Kota Semarang sebagian besar
bekerja sebagai buruh industri, hanya sebagian kecil saja yang merupakan buruh tani dan
nelayan. Gross Domestic Product GDP masyarakat Semarang mencapai 23 juta rupiah
per kapita per tahun. Wilayah Semarang merupakan suatu kota yang mempunyai ciri
khas yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian
topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan tanah berkisar antara 0
sampai 40 curam dan ketinggian antara 0,75- 348 mdpl. Dengan karakteristik wilayah tersebut
berpotensi terhadap terjadinya bencana alam dengan dominasi bencana banjir, rob dan tanah
longsor BAPPEDA 2000. 2.6 Nilai Ekonomi Lahan dan Biaya
Lingkungan
Meningkatnya permukaan air laut membawa berbagai dampak dalam kehidupan manusia,
salah satu dampak yang paling terasa adalah dampak ekonomi. Dampak ekonomi dari
meningkatnya permukaan air laut pertama kali dilakukan oleh Scheneider dan Chen 1980,
semenjak itu banyak penelitian mengenai dampak kenaikan muka air laut dilakukan.
Beberapa isu yang diangkat antara lain meningkatnya resiko kerugian akibat genangan,
wetland
dan dryland loss, kerusakan pada produksi beras karena menigkatnya genangan,
salinitas, dan drainase yang buruk, dan meningkatnya
biaya untuk
perlindungan Sugiyama 2007.
Gambar 1 Ilustrasi kenaikan muka air laut. Sumber: Sugiyama 2007
Estimasi Direct –Cost DC sering digunakan
ntuk menghitung kerugian ekonomi akibat kenaikan muka air laut. Ada tiga batasan dalam
mengestimasi kerugian ekonomi: i nilai lingkungan yang rusak tidak diketahui secara
pasti; ii kerusakan lingkungan tidak dihitung sebagai biaya konsumen; iii perdagangan
internasional diabaikan Darwin and Toll 2001.
2. 6.1 Analisis Biaya Lingkungan Sugiyama 2007 menyebutkan bahwa biaya