besar kerugian ekonomi dan akan semakin banyak jumlah pengungsi. Luas wilayah
genangan akan semakin luas apabila penurunan muka tanah dihitung.
Tabel 6 Luas daratan yang tergenang akibat kenaikan muka laut
Tahun Luas Daratan Yang
Hilang km
2
2050 1,828
2100 1,862
Wilayah genangan di Kota Semarang didoaminasi oleh pola genangan A. Pola ini
mengakibatkan adanya abrasi di sepanjang garis pantai
Kota Semarang.
Pola ini
juga mengakibatkan pergeseran wilayah pantai. Hal
tersebut mengakibatkan luas daratan menjadi menyusut.
4. 2.2 Kemiringan Pantai Kemiringan suatu pantai akan berpengaruh
terhadap penggunaan lahan tersebut. Semakin landai lahan maka akan semakin banyak
dimanfaatkan sebagai lahan untuk pemukiman dan industri. Karena pembangunan infrastruktur
dan transportasi menjadi lebih mudah.
Berdasarkan hasil
pengolahan data,
diketahui bahwa kemiringan pantai di kota semarang adalah sebesar 0,52. Berdasarkan
klasifikasi kemiringan lahan, nilai 0,52 masuk ke dalam kelas satu dan memiliki kemiringan
yang datar.
4. 2.3 Panjang Garis Pantai Pantai merupakan wilayah daratan yang
berbatasan dengan laut. Garis pantai merupakan adalah batas pertemuan laut dan daratan yang
posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut dan erosi atau akreasi
pantai yang terjadi.
Terjadinya wilayah
genangan akibat
kenaikan muka air laut menyebabkan perubahan posisi dan panjang garis pantai. Terjadi
perubahan panjang garis pantai yang semula 47,61 km menjadi lebih panjang. Pada saat
kenaikan muka air laut 0,35 m panjang garis pantai bertambah menjadi 50,46 km dan pada
saat kenaikan muka air laut sebesar 0,69 m panjang garis pantai bertambah menjadi 50.7
km.
Kenaikan muka
air laut
seharusnya mengakibatkan panjang garis pantai akan
berkurang. Karena panjang garis pantai diukur mengelilingi seluruh pantai yang merupakan
daerah teritorial suatu negara. Sehingga, bila luas daratan menyusut maka keliling pantai akan
berkurang. Namun dalam penelitian ini akibat kenaikan muka air laut panjang garis pantai
menjadi bertambah panjang. Hal tersebut dikarenakan air laut masuk melalui celah
daratan yang ada di pantai, sehingga membuat air akan membentuk wilayah seperti sebuah
danau yang mengakibatkan panjang garis pantai bertambah panjang. Asumsi yang digunakan
dalam menentukan panjang garis pantai adalah bahwa setiap wilayah daratan bertemu dengan
lautan dan genangan air laut merupakan wilayah pantai.
Tabel 7 Perubahan panjang garis pantai
Tahun Panjang Garis pantai
Sesudah KML km 2050
50. 46 2100
50. 7 Perubahan garis pantai tidak hanya ditandai
dengan pertambahan panjang garis pantai. Perubahan lain yang terlihat adalah pergeseran
garis pantai sepanjang 60 m ke arah daratan. Hampir seluruh garis pantai Kota Semarang
bergeser ke arah daratan. Pergeseran ini terjadi karena genangan menggenang dengan pola A.
4. 3 Peta Penggunaan Lahan
Kerugian ekonomi untuk setiap penggunaan lahan akan berbeda nilainya. Besarnya nilai
investasi dan produktivitas yang dihasilkan suatu lahan akan sangat mempengaruhi besarnya
kerugian ekonomi. Selain itu besarnya nilai ekonomi lahan juga akan bergantung dari rente
yang dihasilkan lahan.
Peta penggunaan lahan yang digunakan dalam
penelitian ini
merupakan Peta
Penggunaan Lahan Pulau Jawa tahun 2001 dan Peta
Rencana Penggunaan
Lahan Kota
Semarang tahun 2030. Peta tersebut kemudian di overlay dengan peta wilayah genangan,
sehingga diperoleh polygon penggunaan lahan untuk setiap wilayah genangan.
Dari hasil pengolahan peta penggunaan lahan
diperoleh persentase
perbandingan penggunaan lahan pada wilayah genangan
adalah sebagai berikut.
Gambar 17 Diagram penggunaan wilayah pada lahan yang tergenang tahun 2050
Gambar 18 Diagram penggunaan wilayah pada lahan yang tergenang pada tahun
2100 Berdasarkan peta penggunaan lahan tahun
2002 dan 2030 terlihat bahwa wilayah yang tergenang adalah wilayah rawa kemudian
persawahan dan pemukiman. Wilayah rawa merupakan wilayah yang dimanfaatkan oleh
warga sebagai tambak.
Perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030 tidak membawa pengaruh yang signifikan
pada penggunaan lahan pada wilayah pantai. Wilayah pesisir masih di dominasi wilayah rawa
yang digunakan untuk tambak. Sedangkan pemukiman dan lahan kering lainnya hanya
mengalami
sedikit perubahan.
Perubahan penggunaan lahan akan membawa dampak pada
perubahan nilai ekonomi pada lahan.
4. 4 Estimasi Kerugian Ekonomi
Kerugian ekonomi dari lahan dihitung berdasarkan jenis lahan yang tergenang dan
peruntukannya. Menurut Sugiyama 2007, jenis lahan yang hilang akibat kenaikan muka air laut
terbagi atas dua yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah merupakan lahan yang
tanahnya jenuh dengan air baik secara musiman maupun permanen. Yang digolongkan lahan
basah antara lain adalah rawa, bakau, dan gambut. Lahan basah merupakan wilayah yang
memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Oleh karena itu akan sangat merugi bila
wilayah ini tergenang oleh air laut. Kerugian ekonomi lahan basah ini dihitung menggunakan
persamaan Toll yang terdapat dalam Sugiyama 2007.
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai kerugian dari lahan rawa untuk setiap
hektranya adalah 5.431 US atau setara dengan 51 juta rupiah.
Lahan yang kedua adalah lahan kering. Definisi yang diberikan oleh Soil Survey Staffs
1998 dalam Haryati 2002, lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Dari
pengertian diatas, maka wilayah persawahan digolongkan menjadi lahan kering. Nilai
kerugian ekonomi lahan sawah dihitung berdasarkanEconomicOutput per Segmen Area.
Dimana setiap segmen akan mewakili satu hektar sawah. Nilai output sawah untuk setiap
wilayah akan berbeda-beda bergantung pada produktivitas lahan dan nilai investasi yang
digunkan oleh petani. Nilai output sawah dicari berdasarkan nilai pengganda output output
multiplier. Nilai pengganda output tanaman padi untuk wilayah Semarang berdasarkan data
BPS 2001 yang terdapat dalam Ahmad et al 2007 adalah sebesar 1,263. Dari hasil
perhitungan dengan nilai penggada output dikethui bahwa nilai kerugian pada lahan sawah
adalah sekitar 30 juta rupiah per hektar. Kerugian ini berasal dari investasi dan
keuntunganyang tidak jadi diperoleh para petani karena lahannya terendam banjir pada setiap
kali tanam. Lahan yang terendam nilainya tidak dihitung karena hak kepemilikannnya tidak
berubah dan masih dapat dimanfaatkan untuk tambak ikan atau kegiatan ekonomi lainnya
sebagai kegiatan pengganti.
Wilayah pemukiman merupakan wilayah yang memiliki perhitungan nilai ekonomi
tersendiri. Hal ini disebabkan karena lahan pemukiman diasumsikan sebagai lahan yang
tidak produktif atau tidak menghasilkan rente ekonomi bagi pemiliknya. Maka kerugian
ekonomi wilayah ini dihitung berdasarkan nilai 20
10 70
rawa rumah
sawah
19 11
70 rawa
rumah sawah
investasi yang dikeluarkan oleh pemilik lahan. Asumsi yang digunakan adalah rumah yang
tergenang di wilayah tersebut merupakan rumah semi permanen. Menurut Ali 2010, untuk
membuat sebuah bangunan semi permanen di wilayah Semarang dibutuhkan investasi sebesar
20 juta rupiah. Tabel 8 Nilai ekonomi berdasarkan penggunaan
lahan pada tahun 2050 Jenis
Luas ha Nilai ekonomi
Rawa 35.05
Rp 1,808,834,448 Rumah
19.13 Rp 950,660,143
Sawah 128.02
Rp 3,925,722,984 Tabel 9 Nilai ekonomi berdasarkan penggunaan
lahan pada tahun 2100 Jenis
Luas ha Nilai ekonomi
Rawa 37.22
Rp 1,920,521,954 Rumah
19.71 Rp 979,400,332
Sawah 129.84
Rp 3,981,342,405 Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa
peningkatan kerugian ekonomi sejalan dengan peningkatan luas wilayah genangan. Selain itu,
diketahui pula bahwa kerugian ekonomi dari lahan pemukiman memiliki nilai yang terkecil
dan
yang terbesar
bearsal dari
lahan persawahan. Hal tersebut dikarenakan besarnya
biaya investasi yang dikeluarkan oleh pemilik lahan dan tingkat produktivitas yang tinggi pada
lahan persawahan.
4. 4. 1 Biaya Lingkungan Biaya lingkungan merupakan total dari