5 Jumlah Pengungsi 5. 1 Adaptasi dan Mitigasi Adaptasi dan mitigasi terhadap kenaikan

investasi yang dikeluarkan oleh pemilik lahan. Asumsi yang digunakan adalah rumah yang tergenang di wilayah tersebut merupakan rumah semi permanen. Menurut Ali 2010, untuk membuat sebuah bangunan semi permanen di wilayah Semarang dibutuhkan investasi sebesar 20 juta rupiah. Tabel 8 Nilai ekonomi berdasarkan penggunaan lahan pada tahun 2050 Jenis Luas ha Nilai ekonomi Rawa 35.05 Rp 1,808,834,448 Rumah 19.13 Rp 950,660,143 Sawah 128.02 Rp 3,925,722,984 Tabel 9 Nilai ekonomi berdasarkan penggunaan lahan pada tahun 2100 Jenis Luas ha Nilai ekonomi Rawa 37.22 Rp 1,920,521,954 Rumah 19.71 Rp 979,400,332 Sawah 129.84 Rp 3,981,342,405 Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa peningkatan kerugian ekonomi sejalan dengan peningkatan luas wilayah genangan. Selain itu, diketahui pula bahwa kerugian ekonomi dari lahan pemukiman memiliki nilai yang terkecil dan yang terbesar bearsal dari lahan persawahan. Hal tersebut dikarenakan besarnya biaya investasi yang dikeluarkan oleh pemilik lahan dan tingkat produktivitas yang tinggi pada lahan persawahan. 4. 4. 1 Biaya Lingkungan Biaya lingkungan merupakan total dari semua komponen biaya yang terjadi pada suatu sumberdaya akibat adanya perubahan lingkungan. Menurut Sugiyama 2007 komponen biaya yang terkait dalam peningkatan muka air laut adalah biaya kehilangan lahan basah, biaya kehilangan lahan kering, dan biaya proteksi pantai. Biaya lingkungan akan bernilai nol apabila besarnya biaya proteksi sama dengan total biaya kehilangan lahan basah dan lahan kering. Dengan demikian besarnya total kerugian ekonomi yang ditimbulkan akan sama besarnya dengan biaya yang dibutuhkan untuk membangun sistem perlindungan atau merehibilitasi pantai. Selain itu, biaya tersebut juga sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk perlidungan pada lahan basah dan hutan mangrove . Tabel 10 Total kerugian ekonomi per tahun Tahun Total kerugian ekonomi 2050 Rp 6,713,957,766.00 2100 Rp 6,852,524,503.13 Pada tahun 2050 biaya lingkungan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat pada tahun 2050 adalah sebesar 6,7 miliar rupiah atau setara dengan 36 juta rupiah setiap hektarnya. Jumlah tersebut hampir sama dengan kerugian pada tahun 2100. Biaya tersebut lebih kecil dibandingkan biaya yang dikeluarkan melakukan perlindungan pantai. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun sebuah seawall adalah sekitar 300 juta rupiah per hektar. Biaya tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan biaya kerugian per hektar yang hanya 36 juta rupiah per hektar. Sementara biaya untuk melakukan reklamasi pantai jauh lebih mahal dibandingkan untuk membangun seawall. Pembuatan rumah panggung atau melakukan relokasi jauh lebih murah dibandingkan dengan pembuatan seawall atau reklamasi pantai. Namun dengan pembangunan seawall dan reklamasi pantai akan melindungi wilayah yang diprediksi tergenang. Perlindungan terhadap wilayah-wilayah produktif akan mengurangi defisit dari pembangunan biaya perlindungan laut. Seangkan dengan melakukan relokasi atau reklamasi kemungkinan akan menimbulkan masalah baru di wilayah sekitar pesisir.

4. 5 Jumlah Pengungsi

Kenaikan muka air laut tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi. Masalah- masalah lain akan timbul seperti timbulnya wabah penyakit, menurunya kualitas air tanah, dan gejala-gejala sosial. Salah satu gejala sosial yang timbul adalah adanya pengungsi. Pada saat peningkatan muka air laut 0,35 m pengunsi diperkirakan sebesar 124 jiwa dan pada kenaikan 0,69 m meningkat menjadi sebesar 145 jiwa. Peningkatan tersebut tidak bertambah signifikan karena pertambahaan lahan pemukiman yang tergenang lebih kecil. Tabel 11 Proyeksi jumlah pengungsi akibat kenaikan muka laut Tahun Kenaikan muka air laut m Pengungsi Jiwa 2050 0,35 124 2100 0,69 145 Dengan mengetahui jumlah pengungsi maka pemerintah akan lebih mudah dalam melakukan penanganan bencana. Baik untuk menentukan adaptasi fisik maupun melakukan berbagai macam mitigasi maupun regulasi.

4. 5. 1 Adaptasi dan Mitigasi Adaptasi dan mitigasi terhadap kenaikan

muka air laut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adaptasi yang dilakukan berupa adaptasi fisik dan non-fisik. Jenis adaptasi yang dilakukan berbeda pada setiap tipe genangan yang terjadi. Gambar 19 Wilayah yang tergenang dengan pola genangan A. Pada wilayah yang memiliki pola genangan A maka lebih tepat dilakukan upaya relokasi, reklamasi atau rumah panggung. Upaya relokasi merupakan upaya pemindahan seluruh masyarakat yang ada di sekitar wilayah pesisir ke tempat yang lebih aman. Relokasi hanya akan menambah wilayah yang tidak terkena dampak kenaikan muka air laut mejadi lebih padat. Reklamasi merupakan upaya peninggian wilayah pantai agar lebih tinggi dari kenaikan muka air laut. Upaya ini lebih sering digunakan pada kota-kota besar yang terletak di wilayah pesisir. Cara ini cukup efektif untuk mengurangi resiko terjadinya wilayah genangan dan menambah luas wilayah daratan. Namun reklamasi banyak menuai kontroversi terkait isu lingkungan, selain itu diperlukan pula biaya yang besar. Cara yang terakhir yaitu rumah panggung, cara ini banyak dilakukan di wilayah yang sering terkena banjir. Rumah panggung cukup efektif untuk melakukan adaptasi dan tidak memakan biaya yang tinggi. Gambar 20 Adaptasi pemukiman di daerah pesisir sumber: kobayashi, dalam wuryanti 2002 Pada wilayah yang terkena pola genangan B, maka lebih tepat dilakukan upaya dengan pembuatan tanggul atau sea wall sebagai upaya fisik. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut masih dapat diselamatkan dari banjir yang terjadi dengan membangun penahan pada celah yang menjadi pintu masuk air laut. Selain itu, penanaman kembali hutan bakau pada wilayah pantai akan sangat membantu dalam upaya adaptasi dan mitigasi kenaikan muka air laut. Gambar 21 Wilayah yang tergenang dengan pola genangan B.

V. SIMPULAN DAN SARAN