dimana: �, ℎ   = Biaya proteksi pantai
�, �   = Biaya kehilangan lahan kering = Biaya Kehilangan lahan basah
� �, �  = Growth land cost
Dimana  biaya  ekonomi  yang  keluar  berasal dari  hilanganya  lahan  kering  yang  merupakan
wilayah  yang  biasa  digunakan  untuk  kegiatan ekonomi,  kemudian  dari  kehilangan  wilayah
lahan  basah  dimana  wilayah  ini  merupakan wilayah  dengan  keanekaragaman  hayati  dan
wilayah  konservasi.  Biaya  lainnya  yaitu  biaya proteksi,  yaitu  biaya  perlindungan  pantai  dari
abrasi dengan cara membangun pemecah ombak dan  bendungan.  Selain  biaya-biaya  tersebut
terdapat penambahan lahan akibat adanya uplift, yaitu  wilayah  yang  terbentuk  karena  adanya
tekanan dari bawah. a.
Biaya Proteksi Pantai
Biaya Proteksi Pantai merupakan biaya yang digunakan  untuk  melindungi  pantai  dari
kenaikan  muka  air  laut,  abrasi,  Tsunami,  dan berbagai  gangguan  lainnya.  Perumusan  biaya
proteksi  pantai  menurut  Sugiyama  2007 adalah:
1
= �.
� . Λ. Θ�
dimana:
1
: Biaya proteksi pantai
�
: kenaikan muka laut terhadap waktu Λ
: Panjang pantai �
: SDKE cost Θ�     : Heaviside step function
Salah  satu  contoh  penggunaan  biaya  ini adalah  biaya  pembangunan  tembok  laut  atau
pemecah ombak. b.
Dryland Loss Cost
Biaya  Kehilangan  Lahan  kering  merupakan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik lahan
apabila kehilangan lahan  yang  digunakan  untuk melakukan  kegiatan  ekonomi  dan  merupakan
kapital  atau  modal.  Persamaan  yang  digunakan adalah:
=      . �
� .
Λ. Θ� dimana:
: Biaya kehilangan lahan kering : Economic output
� : Kenaikan muka laut
� : Kemiringan lahan
Λ : Panjang  pantai
Θ�     : Heaviside step function Dalam  perhitungan  biaya  ini  digunakan
output  ekonomi ,  nilai  output  ekonomi
diperoleh  dari  pengganda  output  ekonomi. Semakin  besar  nilai  pengganda  output  maka
semakin  besar  keuntungan  yang  diperoleh. Besarnya  nilai  output  ekonomi  diperoleh  dari
persamaan:
= ∗ ���
Nilai  pengganda  output  akan  berbeda  untuk setiap  jenis  komoditas.  Nilainya  dihitung
berdasarkan  nilai  produktivitas  per  segment area
.
c. Wetland Loss Cost
Biaya  Kehilangan  Lahan  Basah  merupakan biaya  atau    kerugian  yang  harus  ditanggung
apabila kehilangan lahan  yang  digunakan  untuk kegiatan  non-profit.  Lahan-lahan  ini  biasanya
digunakan untuk
kegiatan pelestarian
lingkungan.  Hutan  bakau  merupakan  salah  satu lahan yang dihtiung kerugiannya, karena banyak
terdapat  ekosistem  hewan  dan  tumbuhan  air. Persamaan  yang  digunakan  adalah  sebagai
berikut:
=   . �
tan �
. Ω. Θ�
dimana: : Biaya kehilangan lahan basah
: Persamaan Toll �
: Kenaikan muka air laut �
: Kemiringan pantai Ω
: Luas total lahan basah Θ�     : Heaviside step function
Persamaan  Toll  2001  digunakan  dalam persamaan  ini.  Dalam  persamaan  ini,  nilai  dari
setiap  km
2
lahan  yang  tergenang  adalah  20  juta US,  sehingga  untuk  setiap  hektarnya  bernilai
20 ribu  US.  Nilai  tersebut  sama  untuk  seluruh dunia,
sehingga dengan
menggunakan perbandingan  GDP  nasional  dan  regional  maka
akan diperosleh besarnya nilai kehilangan lahan per hektar dengan menggunakan persamaan:
= ��� 20. 000
1 + ��� 20. 000
��� 20. 000 1 +
��� 20. 000
dimana: GDP
= Gross Domestic Product GDPn   = Gross Domestic Product National
d. Growth Land Cost
Biaya ini bukan merupakan kerugian, karena biaya  ini  menghasilkan  lahan  baru.  Apabila
terjadi subsidensi maka akan terjadi uplift di sisi yang lain.
� = . min  � ,
� tan
� . Ω. Θ�
Dimana: �
: Growth land cost �
: Laju pertumbuhan 50 cm per tahun : Persamaan Toll
� : Kemiringan pantai
� : Kenaikan muka air laut
Ω : Luas total lahan basah
Θ�     : Heaviside step function 2. 7 Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
Daya  adaptasi  terhadap  perubahan  iklim adalah
kemampuan suatu
sistem untuk
menyesuaikan  diri  dari  perubahan  iklim termasuk  di  dalamnya  variabilitas  iklim  dan
variabilitas  ekstrem  dengan  cara  mengurangi kerusakan
yang ditimbulkan,
mengambil manfaat  atau  mengatasi  perubahan  dengan
segala  akibatnya.    Menurut  Murdiyarso  2001, adaptasi  terhadap  perubahan  iklim  adalah  salah
satu  cara  penyesuaian  yang  dilakukan  secara spontan  maupun  terencana  untuk  memberikan
reaksi  terhadap  perubahan  iklim.  Dengan demikian  adaptasi  terhadap    perubahan  iklim
merupakan strategi yang diperlukan pada semua skala  untuk  meringankan  usaha  mitigasi
dampak.
Mitigasi  adalah  usaha  menekan  penyebab perubahan  iklim,  seperti  gas  rumah  kaca  dan
lainnya  agar  resiko  terjadinya  perubahan  iklim dapat  diminimalisir  atau  dicegah.  Upaya
mitigasi  dalam  bidang  energi  di  Indonesia, misalnya
dapat dilakukan
dengan cara
melakukan  efisiensi  dan konservasi  energi  serta mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan.
Contoh  upaya  mitigasi  yang  lain  dalam  upaya mengurangi  dampak  perubahan  iklim  terhadap
sumber  daya  air  antara  lain;  Teknologi Modifikasi Cuaca TMC dan usaha rehabilitasi
waduk dan embung. Upaya  adaptasi  terhadap  kenaikan  muka  air
laut menurut Subandono 2007 dapat dilakukan dengan  dua hal  yaitu  upaya  fisik  dan non  fisik.
Upaya  fisik  dapat  berupa  perlindungan  alami dan  buatan.  Sementara  upaya  non  fisik  dapat
dilakukan dengan membuat peta rawan bencana, informasi public dan penyuluhan, serta pelatihan
serta simulasi mitigasi bencana.
Upaya  fisik  merupakan  upaya  perlindungan dengan
membangun infrastruktur
untuk melindungi  dari  kenaikan  muka  laut,  baik  itu
banjir rob  maupun  pasang  surut  air  laut.  Upaya fisik  dengan  metoda  perlindungan  alami  dapat
dilakukan  dengan membuat mangrove,  terumbu karang,  atau  hutan.  Sedangkan  upaya  fisik
dengan  metodal  alami  dapat  dilakukan  dengan membangun  pemecah  arus,  tembok  laut,
tanggul,  konstruksi  perlindungan  dan  rumah panggung.
Gambar  2  Berbagai  bentuk  upaya  adaptasi Rumah
panggung, Reklamasi,
Relokasi, dan
Tanggul dalam
menghadapi kenaikan muka air laut. Sumber: Diposaptono 2007
Upaya  non  fisik  yang  dilakukan  pemerintah berupa  tiga  hal.  Pertama  yaitu  pembuatan  peta
rawan  bencana,  peta  ini  digunkanan  untuk mengetahui
wilayah-wilayah yang
rentan terhadap  bencana  kenaikan  muka  air  laut.  Peta
ini  juga  dijadikan  sebagai  acuan  untuk mementukan
tempat relokasi
dan juga
penentuan tata ruang dan tata guna lahan pesisir. Selain  itu,  peta  juga  digunakan  sebagai  zonasi
penetapan  sempadan  pantai  dan  sungai.  Kedua penetapan  sempa,  pantai  dan  sungai.  Kedua
pemerintah  harus  melakukan  penyuluhan  dan penyampaian  informasi  ke  publik.  Ketiga
pemerintah  harus  mengadakan  pelatihan  dan simulasi mitigasi bencana.
Kenaikan muka air laut tidak hanya merusak bangunan fisik tetapi juga lahan pertanian akibat
adanya  intrusi  air  laut.  Intrusi  air  laut mengakibatkan menigkatnya kadar garam dalam
tanah.  Perlu  adanya  upaya  rehabilitasi  untuk mengurangi  kadar  salinitas  lahan.  Selain  itu,
juga  untuk  memperbaiki  sifat  fisik,  kimia  dan biologi tanah.
III.METODOLOGI 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian  dilakukan  selama  9  bulan sejak  bulan  April  2010 hingga  Desember  2010,
di  laboratorium  Klimatologi  terhadap  wilayah Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
3. 2 Alat dan Bahan