c Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur. 2
Akibat Keadaan Memaksa Keadaan memaksa mengakibatkan perikatan tersebut
berhenti bekerja. Dalam hal ini maka dapat menimbulkan berbagai akibat, yaitu Mariam Darus Badrulzaman, dkk,
2001:26 : a
Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi; b
Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai dan karenanya tidak wajib membayar ganti rugi;
c Kreditur tidak dapat meminta pemutusan perjanjian;
d Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian
timbal balik.
f. Prestasi, Wanprestasi dan Akibatnya
1 Prestasi
Prestasi adalah “objek” atau “voorwerp” dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasar
tindakan hukum sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian M. Yahya Harahap, 1986:7. Jadi yang
dimaksud prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak kesatu, terhadap penunaian pihak lain yang mempunyai
hak menuntut pelaksanaannya. Dalam KUH Perdata tentang prestasi terdapat dalam Pasal
1234. Prestasi yang dimaksudkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata tersebut sebagai 3 hal yaitu : memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Prestasi untuk memberikan sesuatu misalnya penjual yang
berkewajiban memberikan
barang dagangannya
setelah
mendapat uang dari pembeli. Untuk prestasi berbuat sesuatu sebagai contohnya seorang dokter yang melakukan upaya
penyembuhan bagi pasiennya. Dalam hal prestasi untuk tidak berbuat sesuatu misalnya dalam perjanjian penitipan barang,
disebutkan bahwa pihak yang dititipi barang tidak boleh mengalihkan atau menjual barang yang ada di bawah
pengawasannya. 2
Wanprestasi Wanprestasi merupakan suatu perbuatan tidak memenuhi
atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur
dengan debitur Salim HS, 2002:180. Pengertian wanprestasi menurut Yahya Harahap adalah pelaksanaan kewajiban yang
dilakukan tidak tepat pada waktunya atau tidak dilakukan dengan selayaknya. Sehingga dalam hal ini salah satu pihak
dikatakan wanprestasi bila pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat
dari waktu yang telah ditentukan, atau dalam pelaksanaan prestasi tidak dilakukan dengan selayaknya M. Yahya Harahap,
1986:60. Adapun wujud dari wanprestasi itu sendiri adalah sebagai berikut J. Satrio, 1999:122 :
a Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi
Dalam hal ini, debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Hal itu bisa disebabkan, karena debitur memang
tidak mau berprestasi atau bisa juga disebabkan, karena memang kreditur objektif tidak mungkin berprestasi lagi.
b Debitur terlambat memenuhi prestasi
Disini debitur berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak sebagaimana mestinya yang telah ditentukan dalam
perjanjian.
c Debitur keliru memenuhi prestasi
Di sini debitur memang dalam pikirannya telah memberikan prestasinya, tetapi dalam kenyataannya, yang diterima
kreditur lain daripada yang diperjanjikan. Apabila dalam melaksanakan perjanjian tersebut debitur
melakukan wanprestasi maka sebelum dinyatakan wanprestasi harus dilakukan somasi terlebih dahulu. Apabila dengan somasi
tersebut tidak berhasil, maka kreditur berhak membawa persoalan tersebut ke pengadilan. Setelah itu pengadilan yang
akan memutuskan, apakah debitur telah melakukan wanprestasi atau tidak.
3 Akibat Adanya Wanprestasi
Ada empat akibat adanya wanprestasi, sebagaimana dikemukakan berikut ini J. Satrio, 1999:308 :
a Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan
prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Di samping itu kreditur berhak untuk menuntut ganti rugi
akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya; b
Kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa biaya, kerugian dan bunga Pasal 1236 dan
1243 KUH Perdata; c
Jika perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik, maka berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata sekarang kreditur
berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi.
g. Lahir dan Berakhirnya Perjanjian