dengan  status  sosial  tokoh  yang  bersangkutan,  misalnya  rendah, menengah, atau kaya.
Latar  sosial  berperan  menentukan  sebuah  latar,  khususnya  latar tempat,  akan  menjadi khas dan tipikal  atau hanya bersifat  netral.  Dengan
kata lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional, deskripsi latar tempat harus  sekaligus  disertai  deskripsi  latar  sosial,  tingkah  laku  kehidupan
sosial masyarakat di tempat yang bersangkutan. Berdasarkan  beberapa  pendapat  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa
setting  atau  latar  adalah  penggambaran  ruang,  waktu,  dan  keadaan  sosial dalam  cerita.  Penggambaran  latar  ini  biasanya  disesuaikan  dengan  cerita,
waktu,  dan  suasana  serta  sosial  budaya  tempat  cerita  berlangsung.  Hal  ini bertujuan  agar  pesan  yang  ingin  disampaikan  pengarang  dapat  sampai  pada
pembaca.
e. Sudut Pandang PengarangPoint of View
Sudut  pandang  pengarang  adalah  cara  pandang  pengarang  dalam sebuah  karya  fiksi.  Sesuai  dengan  pendapat  Abrams  dalam  Burhan
Nurgiyantoro  2005:  248  yang  menyebutkan  bahwa  sudut  pandangpoint  of view  menyaran  pada  cara  sebuah  cerita  dikisahkan.  Ia  merupakan  cara  dan
atau  pandangan  yang  digunakan  pengarang  sebagai  sarana  untuk  menyajikan tokoh,  tindakan,  latar,  dan  berbagai  peristiwa  yang  membentuk  cerita  dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut  pandang  kiranya  dapat  disamakan  artinya,  bahkan  dapat
memperjelas,  dengan  istilah  pusat  pengisahan.  Atar  Semi  1993:  57 berpendapat  bahwa  pusat  pengisahan  adalah  posisi  dan  penempatan  diri
pengarang  dalam  ceritanya,  atau  “dari  mana  ia  melihat  peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya  itu. Terdapat beberapa  jenis pusat pengisahan,
yaitu: 1   Pengarang sebagai tokoh cerita
Pengarang sebagai tokoh cerita bercerita tentang keseluruhan kejadian atau peristiwa, terutama yang menyangkut diri tokoh.
2   Pengarang sebagai tokoh sampingan Orang yang bercerita dalam hal ini adalah seorang tokoh sampingan yang
menceritakan  peristiwa  yang  bertalian,  terutama  dengan  tokoh  utama cerita.
3   Pengarang sebagai orang ketiga pengamat Pengarang  sebagai  orang  ketiga  berada  di  luar  cerita  bertindak  sebagai
pengamat  sekaligus  sebagai  narator  yang  menjelaskan  peristiwa  yang berlangsung serta suasana perasaan dan pikiran para pelaku cerita.
4   Pengarang sebagai pemain dan narator Pengarang  yang  bertindak  sebagai  pelaku  utama  cerita  sekaligus  sebagai
narator yang  menceritakan tentang orang  lain di samping tentang dirinya, biasanya keluar masuk cerita.
Harry  Shaw  dalam  Panuti  Sudjiman,  1988:  76  menyatakan  bahwa point of view dalam kesusastraan mencakup:
1 Sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan
pengarang dalam pendekatan materi cerita; 2
Sudut  pandang  mental,  yaitu  perasaan  dan  sikap  pengarang  terhadap masalah dalam cerita;
3 Sudut  pandang  pribadi,  yaitu  hubungan  yang  dipilih  pengarang  dalam
membawakan  cerita,  sebagai  orang  pertama,  orang  kedua,  atau  orang ketiga.
Point  of  view  dinyatakan  sebagai  sudut  pandang  pengarang,  yaitu teknik  yang  digunakan  oleh  pengarang  untuk  berperan  dalam  cerita  itu.
Shipley  menyebutkan  adanya  dua  jenis  point  of  view,  yaitu  internal  point  of view  dan  external  point  of  view.  Internal  point  of  view  ada  empat  macam,
yaitu: 1 tokoh yang bercerita; 2 pencerita menjadi salah seorang pelaku; 3 sudut  pandang  akuan;  dan  4  pencerita  sebagai  tokoh  sampingan  dan  bukan
tokoh hero. Sementara untuk gaya eksternal, dikemukakan ada dua,  yaitu: 1 gaya  diaan;  dan  2  penampilan  gagasan  dari  luar  tokoh-tokohnya  Waluyo,
2006: 11.
Sudut  pandang  pengarang  dibedakan  menjadi  dua,  yaitu  sudut pandang  akuan  dan  diaan.  Sejalan  dengan  pendapat  Maman  S.  Mahayana
2007: 291 bahwa bentuk penceritaan dalam novel atau cerita rekaan lainnya, secara umum terdiri atas pencerita akuan first person narrator dan pencerita
diaan third person narrator. Pencerita akuan juga terdiri atas dua pencerita, yaitu pencerita akuan sertaan first person participant dan pencerita akuan tak
sertaan first person non-participant. Sama halnya dengan penceritaan akuan, pencerita diaan juga terdiri atas dua pencerita, yaitu pencerita diaan semestaan
third  person  omniscient  narrator  dan  pencerita  diaan  amatan  atau  terbatas third person observer narrator.
Secara lebih rinci, Suminto A. Sayuti 1997: 101 berpendapat bahwa sudut pandang yang umum digunakan pengarang dibagi menjadi empat jenis,
yakni: 1 sudut pandang first-person-central atau akuan-sertaan tokoh sentral cerita adalah pengarang yang secara  langsung terlibat dalam cerita; 2 sudut
pandang first-person-peripheral atau akuan-taksertan tokoh “aku” pengarang biasanya  hanya  menjadi  pembantu  atau  pangantar  tokoh  lain  yang  lebih
penting;  3  sudut  pandang  third-person-omniscient  atau  diaan-mahatahu pengarang  berada  di  luar  cerita,  biasanya  pengarang  hanya  menjadi  seorang
pengamat  yang  mahatahu  dan  bahkan  mampu  berdialog  langsung  dengan pembaca;  dan  4  sudut  pandang  third-person-limited  atau  diaan-terbatas
pengarang  menggunakan  orang  ketiga  sebagai  pencerita  yang  terbatas  hak berceritanya.
Di  pihak  lain,  Burhan  Nurgiyantoro  2005:  256-271  menyebutkan bahwa sudut pandang dapat dibedakan menjadi tiga,  yaitu: 1 sudut pandang
persona  ketiga:  “dia”  “dia”  mahatahu  dan  “dia”  terbatas  atau  sebagai pengamat; 2 sudut pandang persona pertama: “aku” “aku” tokoh utama dan
“aku”  tokoh  tambahan;  dan  3  sudut  pandang  campuran  dapat  berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan
“dia”  sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik  “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan atau sebagai saksi, bahkan dapat berupa campuran
antara persona pertama dan ketiga, antara “aku” dan “dia” sekaligus.
Berdasarkan  beberapa  pendapat  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa sudut  pandang  pengarang  adalah  strategi  atau  teknik  yang  digunakan
pengarang  untuk  menempatkan  dirinya  dalam  sebuah  cerita.  Sudut  pandang dapat  pula  diartikan  sebagai  pusat  pengisahan.  Berdasarkan  pandangan
pengarang  ini  pulalah  pembaca  mengikuti  jalannya  cerita  dan  memahami temanya.
f. Amanat