Penokohan dan Perwatakan Struktur Novel

Istilah lain yang muncul dalam alur antara lain dues ex machine dan happy ending. Menurut Waluyo 2006: 7-8, istilah dues ex machine pengarang seolah-olah Tuhan, berarti bahwa ada kejadian dalam cerita yang mendadak sekali dan tidak menunjukkan hubungan sebab akibat dengan cerita sebelumnya misalnya dalam Layar Terkembang, Maria yang dilukiskan periang dan sehat mendadak diceritakan sakit TBC dan setelah dirawat di Sanatorium Pacet, ia meninggal dunia. Sementara itu, istilah happy ending artinya kisah akhir yang bahagia. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa yang membentuk sebuah cerita baik secara lurus, sorot-balik, maupun keduanya. Secara umum alur terdiri dari tiga tahap, yaitu awal, tengah, dan akhir. Alur merupakan faktor penting dalam sebuah karya fiksi.

c. Penokohan dan Perwatakan

Penokohan dan perwatakan adalah lukisan tokohpelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap, dan tingkah lakunya dalam cerita Zulfahnur Z. F., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji, 1997: 29. Istilah kebolehjadian plausibility dan menyerupai kehidupan nyata lifelikeness merupakan istilah penting bagi pengarang untuk memaparkan tokoh-tokohnya Waluyo, 2006: 9; Suminto A. Sayuti, 1997: 43; Kenney, 1966: 24. Tokoh dapat dibedakan menurut peranannya terhadap jalan cerita dan peranan serta fungsinya dalam cerita Waluyo, 2002: 16. Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, tokoh dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1 Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh protagonis utama, yang dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita. 2 Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita. 3 Tokoh triagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh triagonis. Sementara itu, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1 Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak cerita. Tokoh sentral merupakan pusat perputaran cerita. Dalam hal ini, tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis. 2 Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh triagonis. 3 Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua cerita menampilkan kehadiran tokoh pembantu. Berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu: 1 Tokoh Bulat round character Tokoh bulat adalah tokoh yang berwatak unik dan tidak bersifat hitam putih. Watak tokoh jenis ini tidak segera dapat ditafsirkan oleh pembaca karena pelukisan watak tidak sederhana. Setiap manusia ada unsur baik dan buruknya, ada unsur jahat dan baiknya, dan berbagai kekacauan watak yang lain. 2 Tokoh Pipih flat character Tokoh pipih adalah tokoh yang wataknya sederhana. Dalam penggambaran watak hitam putih dapat dihayati pelukisan watak secara sederhana. Tokoh ini sering pula disebut dengan tokoh datar Shanon Ahmad dalam Waluyo, 2006: 8; Shanon Ahmad dalam Panuti Sudjiman, 1988: 20; Kenney, 1966: 28-29. Setiap pengarang ingin para pembaca memahami tokoh atau perwatakan tokoh-tokoh yang ditampilkannya. Menurut Atar Semi 1993: 39- 40, ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dan perwatakannya, yaitu: 1 Secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter tokoh, pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya. 2 Secara dramatis, yaitu penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan langsung, tetapi hal ini disampaikan melalui: a pilihan nama tokoh, misalnya nama Mince untuk gadis yang agak genit atau Bonar untuk nama tokoh yang garang; b melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungannya, dan sebagainya; c melalui dialog, baik dialog tokoh yang bersangkutan maupun dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain. Waluyo 2002: 19 mengemukakan cara pelukisan watak pelaku dalam karya prosa secara lebih rinci, yaitu: 1 Physical Description: pengarang menggambarkan watak pelaku cerita melalui pemerian atau deskripsi bentuk lahir atau temperamen pelaku. 2 Portrayal of Thought Stream or of Conscious Thought: pengarang melukiskan jalan pikiran pelaku atau sesuatu yang terlintas dalam pikirannya. 3 Reaction to Events: pengarang melukiskan reaksi pelaku terhadap peristiwa tertentu. 4 Direct Author Analysis: pengarang secara langsung menganalisis atau melukiskan watak pelaku. 5 Discussion of Environment: pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku sehingga pembaca dapat menyimpulkan watak pelaku tersebut. 6 Reaction of Others to Character: pengarang menuliskan pandangan- pandangan tokoh atau pelaku lain tokoh bawahan dalam suatu cerita tentang pelaku utama. Kenney 1966: 34-36 membagi metode penggambaran karakter menjadi tiga, yaitu: 1 Discursive Method metode diskursifperian Dalam metode ini, pengarang memaparkan secara langsung watak tokoh- tokohnya. Cara ini bersifat mekanis, sederhana dan hemat, tetapi tidak menggalakkan imajinasi pembaca. Pembaca tidak dirangsang untuk membentuk gambarannya tentang si tokoh. 2 The Dramatic Method metode dramatik Metode ini juga disebut metode tidak langsung atau metode ragaan. Watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Cakapan atau lakuan tokoh demikian pula pikiran tokoh yang dipaparkan oleh pengarang dapat menyiratkan sifat wataknya. Metode dramatik menyiratkan watak tokoh dalam lakuan dan dialog si tokoh. Tidak jarang lakuan dan cakapannya ini mengungkapkan pula watak tokoh yang lain. Oleh Kenney 1966: 35 disebut dengan istilah “characters on other characters” penggambaran karakter oleh tokoh yang lain. Misalnya, dari cara tokoh A menghadapi tokoh B atau dari cara ia berbicara tentang atau dengan tokoh B, dapat disimpukan bagaimana watak tokoh B itu. Walaupun demikian, masih harus diperiksa informasi yang kita peroleh tentang tokoh lain itu benar atau salah. 3 The Contextual Method metode kontekstual Dengan metode ini, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang dalam mengacu pada tokoh. Pengarang mempertimbangkan tiga dimensi watak dalam menggambarkan tokoh. Waluyo 2002: 17-19; 2006: 9 menyebutkan bahwa watak para tokoh dalam fiksi digambarkan dalam tiga dimensi., yaitu: 1 Dimensi Fisiologis Keadaan fisik tokoh misalnya umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmaniah, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, tinggipendek, kurusgemuk, suka senyumcemberut, dan sebagainya. 2 Dimensi Psikologis Keadaan psikis tokoh meliputi watak, kegemaran, mentalitas, standar moral, temperamen, ambisi, kompleks psikologis yang dialami, keadaan emosinya, dan sebagainya. 3 Dimensi Sosiologis Keadaan sosiologis tokoh meliputi pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, latar belakang kekayaan, pangkat, dan jabatan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan dan perwatakan adalah proses pemberian watak, karakter, sifat pada setiap tokoh yang ada dalam cerita. Pemberian watak oleh pengarang memiliki kemungkinan sungguh-sungguh ada di masyarakat. Pengarang dalam menggambaran watak tokoh mempertimbangkan tiga dimensi, yaitu dimensi fisiologis, psikologis, dan sosiologis.

d. LatarSetting