BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa novel Canting dan Para Priyayi merupakan novel yang berlatar belakang kebudayaan
Jawa, dengan struktur, persamaan dan perbedaan, serta nilai pendidikan yang terkandung dalam kedua novel tersebut sebagai berikut.
1. Struktur Novel Canting
Struktur novel Canting, meliputi: a.
Tema, yaitu kehidupan keluarga besar priayi Jawa dengan persoalan-persoalan keluarga yang begitu kompleks.
b. Alur, berdasarkan urutan waktu, novel ini beralur campuran, sedangkan
berdasarkan kepadatan cerita, novel ini beralur longgar. c.
Penokohan dan perwatakan, digambarkan melalui tiga dimensi, yaitu fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
1 Pak Bei, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita merupakan
tokoh sentral, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh bulat.
2 Bu Bei, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita merupakan tokoh
pembantu, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh pipih atau datar.
3 Ni, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita merupakan tokoh
sentral, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh bulat.
d. Latar, meliputi latar tempat, waktu, dan sosial.
1 Latar tempat, meliputi: Surakarta, yaitu Ndalem Ngabean Sestrokusuman,
Taman Ronggowarsito, dan Pasar Klewer.
126
2 Latar waktu, yaitu sebelum dan sesudah masa kemerdekaan, hanya saja
dalam novel ini latar waktu tidak diungkap secara intens karena fokus dalam novel ini adalah masalah keluarga.
3 Latar sosial, yaitu kehidupan di lingkungan keraton Surakarta, terutama
Ndalem Ngabean Sestrokusuman yang berdiri batik cap Canting. e.
Sudut pandang pengarang, pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga third person narrator.
f. Amanat, yaitu kita harus dapat menerima kenyataan bahwa kini zaman telah
berubah, kita harus mengikuti perubahan zaman dan menyesuaikan diri dengan perubahan itu. Cara yang terbaik untuk menghadapi perubahan zaman
yaitu dengan melebur diri tanpa harus kehilangan identitas kebudayaan kita.
2. Struktur Novel Para Priyayi
Struktur novel Para Priyayi, meliputi: a.
Tema, yaitu mengenai kehidupan keluarga besar priayi Jawa dengan persoalan yang melingkupinya.
b. Alur berdasarkan urutan waktu, novel ini beralur campuran, sedangkan
berdasarkan kepadatan cerita, novel ini beralur longgar. c.
Penokohan dan perwatakan, digambarkan melalui tiga dimensi, yaitu fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
1 Lantip, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita merupakan tokoh
sentral, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh pipih atau datar.
2 Sastrodarsono, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita
merupakan tokoh sentral, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh bulat.
3 Ngaisah, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita merupakan
tokoh pembantu, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh pipih atau datar.
4 Noegroho, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita merupakan
tokoh utama, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh bulat.
5 Hardojo, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita merupakan
tokoh utama, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh bulat.
6 Harimurti, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita merupakan
tokoh utama, sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita merupakan tokoh bulat.
d. Latar, meliputi latar tempat, waktu, dan sosial.
1 Latar tempat, meliputi: Wanagalih dan sekitarnya Kedungsimo, Jogorogo,
Ploso, Karangdompol, dan Wanalawas, Wonogiri, Solo, Yogyakarta, dan Jakarta.
2 Latar waktu, yaitu masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang,
masa kemerdekaan, dan sesudah kemerdekaan. Waktu penceritaan novel ini panjang meliputi tiga generasi keturunan tokoh-tokohnya.
3 Latar sosial, yaitu gambaran sosial masyarakat Jawa yang mempunyai adat
dan kebiasaan yang cukup unik, khususnya daerah Wanagalih Ngawi Jawa Timur.
e. Sudut pandang pengarang, pengarang menggunakan sudut pandang orang
pertama first person narrator. f.
Amanat, yaitu semangat kemajuan, pengabdian kepada masyarakat tanpa pamrih, semangat kerukunan dan kekeluargaan. Semangat tersebut hendaklah
ditumbuhkan dari kalangan wong cilik agar mereka pun ikut memberi warna pada kalangan priayi.
3. Persamaan antara Novel Canting dan Para Priyayi