41 masing kedalaman tersebut ANOVA, p0,05. Intensitas cahaya pada kedalaman
1 m di stasiun 1 sangat jauh berkurang dibandingkan dengan kedalaman 0,2 m pada stasiun yang sama maupun kedalaman yang sama pada stasiun 2 dan 3, dan
hampir setara dengan intensitas di kedalaman 4 m pada stasiun 2 dan 3. Di dasar perairan pada stasiun 1 dan 2, nilai intensitas cahaya relatif sama namun lebih
besar dari yang di stasiun 3. Hal ini menggambarkan bahwa pada kolom air dari permukaan sampai ke dasar, terjadi penurunan instensitas cahaya yang sangat
besar akibat adanya partikel-pertikel tersuspensi yang berasal dari sungai maupun resuspensi sedimen dasar. Menurut Cloern 1996, kondisi seperti ini umum
terjadi pada ekosistem perairan pantai dangkal, estuari, dan teluk yang mendapat pengaruh masukan air sungai serta pengaruh mixing oleh arus pasang surut dan
tekanan angin. Berdasarkan pola penyebaran intensitas cahaya demikian maka dapat
dinyatakan setidaknya tiga hal. Pertama, di stasiun 3 pada kedalaman sekitar 8 m intensitas cahaya yang tersedia adalah sekitar 1 dari intensitas cahaya
permukaan. Nilai intensitas ini sering dipakai sebagai petunjuk batas bawah lapisan eufotik Kirk 1994; Valiela 1995 dan sering pula dianggap sebagai
kedalaman kompensasi Valiela 1995. Kedua, kecuali pada stasiun 3, kolom air sampai ke dasar merupakan lapisan yang berpotensi produktif karena adanya
cahaya. Ketiga, kedalaman inkubasi untuk pengukuran produktivitas primer dengan demikian masih berada dalam zona eufotik di ketiga stasiun ini.
4. Fitoplankton
Jumlah Genera
Ada tiga kelas fitoplankton yang berhasil diidentifikasi pada stasiun penelitian selama pengamatan. Bacillariophyceae merupakan kelas dengan jumlah
genera yang mendominasi semua stasiun maupun kedalaman inkubasi. Kelas berikutnya yang ditemukan adalah Cyanophyceae yang hanya disusun oleh satu
genera fitoplankton. Kelas terakhir adalah Dinophyceae yang memiliki jumlah genera sedikit bervariasi baik antar stasiun maupun kedalaman. Secara
42 keseluruhan, terdapat 38 genera fitoplankton yang terdiri dari 29 genera dari kelas
Bacillariophyceae, 1 genera dari kelas Cyanophyceae dan 8 genera dari kelas Dinophyceae Lampiran 5, 6, dan 7. Distribusi masing-masing genera menurut
stasiun dan kedalaman inkubasi disajikan pada Gambar 13. Pola distribusi kelas maupun jumlah genera secara vertikal dan horizontal
hampir sama pada semua stasiun. Pada stasiun 1, total genera lebih tinggi ditemukan pada kedalaman 1 m yang didominasi oleh genera dari kelas
Bacillariophyceae. Stasiun 2, kelas Bacillariophyceae memiliki jumlah genera relatif lebih besar pada kedalaman 2 m, namun total jumlah genera lebih tinggi
pada kedalaman 1 m, dan di stasiun 3 total jumlah genera lebih tinggi pada kedalaman 2 m. Secara horizontal atau antar stasiun, stasiun 2 memiliki jumlah
genera yang lebih banyak, relatif terhadap kedua stasiun lainnya. Umumnya kelas Cyanophyceae tidak ditemukan pada kedalaman 0,2 m untuk ketiga stasiun yang
diteliti dan tidak ditemukan pula pada stasiun 1.
16 18
20 22
24 26
28 30
32
0,2 1
0,2 1
2 3
4 0,2
1 2
3 4
K e d a l a m a n i n k u b a s i m Ju
m lah
g en
er a
Dinophyceae Cyanophyceae
Bacillariophyceae
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 13 Jumlah genera fitoplankton menurut stasiun dan kedalaman inkubasi. Genera yang paling sering ditemukan selama pengamatan cukup bervariasi
Lampiran 5, 6, dan 7. Genera dari kelas Bacillariophyceae yang paling sering ditemukan di antaranya, Chaetoceros sp., Lauderia sp., Skeletonema sp.,
Thalassiosira sp., Nitzschia sp., Rhizosolenia sp., dan Thalassiothix sp. Di kelas
Dinophyceae genera yang sering ditemukan di antaranya adalah Peridinium sp.,
43 dan Ceratium sp., sedangkan kelas Cyanophyceae hanya ada Tricodesmium sp.
yang juga ditemukan setiap kali pengamatan. Dominasi kelas Bacillariophyceae dalam komposisi jenis fitoplankton di
lokasi ini diduga berkaitan dengan ketersediaan unsur hara. Levinton 1982 mengatakan air laut yang mendapat masukan unsur hara yang tinggi juga
mempengaruhi komposisi taksonomik. Diatom, sebagai contoh, mendominasi stasiun-stasiun dekat pantai yang kaya nutrien sementara kelimpahan relatif
cocolitofor dan dinoflagelata meningkat di perairan lepas pantai yang miskin nutrien. Menurut Valiela 1995 peningkatan sumberdaya termasuk nutrien akan
menyokong spesies dengan laju pertumbuhan cepat dan ini dapat menjadi cukup dominan untuk mengurangi keragaman, dominasi ini akan meningkat sampai ke
tingkat yang diizinkan oleh ketersediaan sumberdaya, gangguan-gangguan lingkungan atau oleh konsumer. Eppley 1977 dalam Levinton 1982
mengemukkan bahwa diatom secara cepat menyerap unsur hara dan memiliki laju penggandaan sel yang optimal berkisar dari 0,5-6 kali penggandaan sehari.
Hasil eksperimen oleh Sanders et al. 1987 menunjukkan bahwa peningkatan nitrogen baik nitrat maupun ammonium di musim semi dan panas
meningkatkan dominasi diatom karena meningkatkan laju pertumbuhannya lebih dari kelompok lainnya. Hasil ini mirip dengan yang ditunjukkan oleh hasil
eksperimen Kaswadji et al. 1993, Damar 2003, dan Nurruhwati 2003 terhadap populasi fitoplankton campuran di Teluk Jakarta yang menunjukkan
dominasi diatom dalam semua medium kultur. Di lokasi penelitian konsentrasi nitrogen lebih tinggi dari fosfat kondisi ini akan menguntungkan kelompok
diatom lebih dari kelompok lain, sehingga akan menjadikan diatom mendominasi perairan ini.
Di semua stasiun dan waktu pengamatan kelas Cyanophyceae tidak ditemukan pada kedalaman permukaan 0,2 m dan juga menjadi kelas yang
paling sedikit jumlah jenisnya. Hal ini berkaitan dengan tingkat intensitas cahaya matahari yang tinggi di kedalaman permukaan dan konsentrasi serta rasio nutrien
yang tidak menguntungkan kehadirannya. Dikemukakan oleh Raven dan Richardson 1986 dalam Valiela 1995 bahwa alga hijau biru Cyanophyceae
dan dinoflagellata telah mengalami penghambatan laju pertumbuhan pada
44 instensitas cahaya rendah, serta diatom memperlihatkan toleransi yang agak luas
terhadap intensitas cahaya tinggi sebelum dihambat pada kisaran intensitas cahaya matahari yang lebih tinggi lagi.
Menurut Kirk 1994 Tricodesmium sp. lebih melimpah pada perairan yang miskin unsur hara. Rasio N:P yang rendah di perairan akan mendukung
ledakan Cyanophyceae pengikat nitrogen Howarth 1988; Paerl 1996; Paerl Millie 1996, Ridyn et al. 2002 menunjukkan bahwa pada rasio molar 16:1 jenis
fitoplankton yang bukan Cyanophyceae meningkat karena diduga jenis-jenis dimaksud menekan perkembangan Cyanophyceae pengikat nitrogen. Tidak semua
perairan yang memiliki rasio N:P rendah dapat terjadi ledakan Cyanophyceae Howarth 1988; Piehler et al. 2002. Hal ini karena adanya kekurangan unsur
trace seperti besi dan molibdenum Howarth 1988, sedangkan Piehler et al. 2002 menduga bahwa rasio N:P yang terlalu ekstrim baik tinggi maupun
rendah tidak cukup memberi kesempatan meningkatnya kelimpahan dan terjadinya reproduksi Cyanophyceae. Pada lokasi penelitian ini, rasio N:P lebih
besar dari 16, hal ini diduga menjadi sebab tidak berkembangnya jenis-jenis fitoplankton dari kelas Cyanophyceae.
Dominasi Bacillariophyceae pada semua stasiun dan kedalaman inkubasi dalam penelitian ini sama pula dengan yang diperoleh para peneliti lain baik di
lokasi yang sama Damar 2003; Syam 2002; Kaswadji 1993; Nontji 1984 maupun di lokasi lain seperti di Teluk Banten, perairan pantai Kabupaten Luwu,
serta Teluk Lampung Alianto 2006; Andriani 2004; Yuliana 2002.
Kelimpahan fitoplankton
Kisaran kelimpahan populasi fitoplankton yang berhasil dicacah selama tiga kali pengamatan untuk semua stasiun dan kedalaman, berkisar antara 200 dan
1.704.000 sell Lampiran 5, 6, dan 7. Kelimpahan fitoplankton lebih tinggi pada stasiun 1 daripada stasiun 2 dan 3 untuk kedalaman 0,2 dan 1 m, sedangkan
di kedua stasiun sisanya pada masing-masing kedalaman, terlihat bahwa semakin ke arah laut kelimpahan fitoplankton semakin meningkat Gambar 14. Distribusi
vertikal memperlihatkan peningkatan dari permukaan dan mencapai maksimum di bawah permukaan kemudian cenderung menurun, terutama diperlihatkan di
45 stasiun 2 dan 3. Di stasiun 1 kelimpahan fitoplankton di kedua kedalaman hampir
sama, hal ini menggambarkan pencampuran vertikal sangat efektif, karena ditunjang oleh kedalaman perairan yang dangkal kedalaman rata-rata 1,3 m.
Kedalaman inkubasi dimana kelimpahan fitoplankton maksimum berbeda-beda. Pada stasiun 1 maksimum di kedalaman 1 m, sedangkan kelimpahan populasi
fitoplankton tertinggi pada stasiun 2 dan 3 ditemui pada kedalaman 2 m.
500.000 1.000.000
1.500.000 2.000.000
2.500.000
1 2
3
Stasiun
ra ta
an k
e li
m p
ah an
fi topl
a n
k ton
s e
l l
-1
KI 0.2 m KI 1 m
KI 2 m KI 3 m
KI 4 m
Gambar 14 Rataan kelimpahan fitoplankton sel l
-1
menurut stasiun dan kedalaman inkubasi Bar menunjukkan Standard Deviasi dari tiga
pengamatan, KI adalah Kedalaman Inkubasi.
Masing-masing kelas fitoplankton memberikan sumbangan yang bervariasi pada kelimpahan total fitoplankton. Sampai dengan kedalaman
inkubasi 4 m pada ketiga stasiun yang diteliti, lebih dari 98 kelimpahan populasi fitoplankton disusun oleh Bacillariophyceae, sisanya disumbangkan oleh
Cyanophyceae 1.5 dan Dinophyceae 0.5. Persentase sumbangan masing- masing kelas terhadap populasi fitoplankton di setiap stasiun dapat dirinci sebagai
berikut. Bacillariophyceae menyusun lebih dari 99 di stasiun 1, lebih dari 98 di stasiun 2 dan 3, Cyanophyceae menyumbangkan lebih dari 1 untuk stasiun 2
dan 3, serta Dinophyceae menyumbangkan kurang dari 0,5 pada semua stasiun. Jika dibandingkan dengan sebaran unsur hara antar stasiun, maka
penyebaran fitoplankton menunjukkan pola yang relatif berbeda. Dalam pola
46 penyebaran unsur hara, rataan konsentrasi tertinggi hampir selalu di jumpai di
stasiun 1, meskipun terdapat pengecualian untuk beberapa unsur hara pada kedalaman tertentu, sedangkan rataan kelimpahan fitoplankton justru terendah di
stasiun ini dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya. Kelimpahan fitoplankton yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor hidrodinamika yang menentukan
pola distribusi dan pengelompokan organisme di suatu lingkungan perairan. Banyak pendapat yang menghubungkan antara faktor fisika
hidrodinamika dengan penyebaran organisme perairan. Dinyatakan oleh Kononen at al. 1996 bahwa faktor hidrodinamika adalah penting dalam
membangun pengelompokkan dan penyebaran fitoplankton. Hal ini terjadi karena adanya hubungan antara difusi horizontal massa air dengan laju pertumbuhan
fitoplankton. Ditambahkan bahwa studi pengelompokan dan penyebaran plankton telah memperlihatkan bahwa pengaturan komunitas pelagis oleh faktor-faktor
fisika berlangsung dalam dua tingkat: pada tingkat kelompok fungsional organisme dan pada tingkat komposisi jenis.
Levinton 1982 menambahkan bahwa penyebaran dan pengelompokan horizontal berkaitan dengan variasi spasial parameter kimia, fisika, dan biologi
salinitas, turbulensi, dan pemangsaan yang lebih sering terjadi pada fitoplankton perairan dekat pantai, estuari, dan perairan teluk. Menurut Cloern 1996 di
ekosistem perairan pantai dangkal yang dipengaruhi pula oleh sungai, transport horizontal akan mengikuti sirkulasi air yang digerakkan oleh arus pasang surut,
hembusan angin di permukaan air, dan perbedaan horizontal densitas air. Selanjutnya transport tersebut memindahkan biomassa fitoplankton secara
memanjang sepanjang kontinum sungai-laut dan secara lateral antara bagian yang dangkal dan yang dalam, yang habitatnya sangat berbeda untuk pertumbuhan
fitoplankton. Di stasiun 1 yang dangkal dan tepat berada di muara akan menerima
pengaruh aliran air sungai dan arus yang ditimbulkan oleh pasang surut lebih besar dari stasiun lainnya. Kedua faktor hidrodinamika ini akan bekerja secara
bergantian ataupun secara bersama-sama. Ketika surut aliran air sungai akan memasuki muara dan mendorong massa air ke arah laut, sebaliknya ketika pasang
air laut akan mendorong masuk ke muara. Perpindahan massa air ini akan
47 memindahkan pula fitoplankton masuk dan keluar dari muara sesuai kondisi
pasang surut. Pengambilan contoh air untuk analisis fitoplankton dilakukan ketika air sedang bergerak pasang, sehingga fitoplankton masih lebih banyak
terkonsentrasi pada lokasi di luar muara, dan baru sedikit yang memasuki muara karena terbawah arus pasang. Dengan demikian akan dijumpai kelimpahan
fitoplankton yang lebih rendah pada stasiun muara daripada kedua stasiun lainnya.
5. Klorofil-a