Intensitas Cahaya Matahari Produktivitas Primer Fitoplankton Dan Kaitannya Dengan Unsur Hara Dan Cahaya Di Perairan Muara Jaya Teluk Jakarta

37 Kilham 1988; Smith 1984. Rasio ini sering digunakan untuk mengetahui unsur hara mana yang berpotensi membatasi pertumbuhan dan produktivitas fitoplankton Damar 2003. Menurut Howarth 1988 untuk berbagai ekosistem perairan, ada tiga faktor kontrol utama terhadap apakah nitrogen atau fosfor yang menjadi pembatas yang meliputi : a. Rasio N:P dalam input nutrien eksternal. b. Apakah N atau P yang lebih dulu hilang dari zona eufotik karena proses-proses biogeokimia seperti denitrifikasi, sedimentasi, dan adsorpsi, serta c. Tingkat dari berbagai kekurangan ketersediaan nitrogen dipenuhi melalui fiksasi nitrogen. Sebagai hasil dari ketiga proses tersebut, ekosistem estuari dan perairan pantai lebih dibatasi nitrogen dari pada di danau. Tetapi ada pula kejadian bahwa beberapa estuari dibatasi oleh fosfor atau bergantian secara musiman antara pembatasan fosfor dan pembatasan nitrogen.

3. Intensitas Cahaya Matahari

Intensitas cahaya matahari di udara bervariasi dari waktu ke waktu. Variasi nilai-nilai ini terjadi akibat adanya berbagai zat di udara yang menyerap maupun membaurkan seberkas cahaya yang melewatinya, letak lintang, posisi matahari di atas cakrawala, dan penutupan awan Valiela 1995. Selain itu, perbedaan intensitas dalam sehari juga dipengaruhi atau mengikuti siklus pencahayaan harian. Pada pagi hingga tengah hari, intensitas akan bergerak meningkat sampai mencapai maksimum kemudian menurun lagi sampai terbenamnya matahari Barnes Huges 1982. Dalam siklus harian tersebut, nilai pencahayaan maksimum diperoleh pada tengah hari sedangkan minimum dijumpai pada pagi hari saat matahari baru terbit dan menjelang malam ketika matahari akan tenggelam. Dalam penelitian ini waktu ketika intensitas mencapai maksimum cenderung sama Lampiran 2, Gambar 11. Pada pengamatan I intensitas maksimum terjadi pada pukul 12,00 dengan nilai 65,60 Klux, pengamatan II pukul 12,10 WIB nilainya 73,00 Klux, dan pengamatan III pada pukul 12,00 WIB sebesar 64,00 Klux, dengan nilai rata-rata terbesar antar waktu pengamatan 38 sebesar 65,97 Klux terekam pada pukul 12,00 WIB. Besarnya intensitas minimum yang tercatat adalah 0,025 Klux pengamatan I jam 18,00 WIB, 0,039 Klux pengamatan II jam 06,00 WIB, dan 0,038 Klux pengamatan III jam 18,00 WIB, sedangkan nilai rata-rata terkecil untuk ketiga waktu pengamatan tercatat sebesar 0,035 Klux pada jam 18,00 WIB. Intensitas cahaya yang mencapai permukaan laut, juga menunjukkan pola yang sama dengan intensitas yang tiba di atas permukaan laut Gambar 11. Perbedaannya hanya terletak pada besarnya nilai intensitas cahaya matahari yang telah berkurang sekitar 10 Lampiran 3 atau dengan kata lain, hanya 90 dari seberkas cahaya yang tiba di atas permukaan laut akan sampai tepat di permukaan laut Kirk 1994; Iwasaka et al. 2000. Intensitas yang tiba di permukaan laut ini akan berpenetrasi ke kedalaman yang lebih dalam. Penetrasi cahaya ini penting guna menyediakan cahaya di berbagai kedalaman, sehingga mendukung proses- proses fisika maupun kimia yang berlangsung di kolom air maupun organisme yang menghuni kolom air dimaksud. 10 20 30 40 50 60 70 6: 00 7: 00 8: 00 9: 00 10: 00 11: 00 12: 00 13: 00 14: 00 15: 00 16: 00 17: 00 18: 00 Waktu pengamatan jam IC M K lux Udara Laut Gambar 11 Distribusi intensitas cahaya matahari Klux di atas permukaan air udara dan tepat di permukaan perairan. Besarnya penetrasi cahaya yang kemudian mempengaruhi ketersediaan cahaya, bergantung pada tingkat kecerahan dari perairan. Semakin cerah perairan maka ketersediaan cahaya pada kedalaman yang lebih dalam semakin besar, sebaliknya semakin keruh perairan maka penetrasi cahaya akan terhambat dan hanya sebagian kecil cahaya yang tersedia di kedalaman yang lebih dalam 39 Parsons et al. 1984; Kirk 1994. Besarnya bagian cahaya yang berkurang dengan bertambahnya kedalaman dapat didekati, dengan lebih dulu menghitung koefisien peredupan. Nilai koefisien ini mencerminkan integrasi kehilangan cahaya oleh faktor-faktor seperti, molekul air, substansi-substansi humus pigmen-pigmen kuning yang terlarut, biota fotosintesis, dan material pertikulat yang mati dalam perairan tersebut Kirk 1994. Koefisien peredupan selama penelitian ini berbanding lurus dengan tingkat kekeruhan tetapi berbanding terbalik dengan kedalaman Secchi. Nilainya berturut- turut menunjukkan bahwa stasiun yang dekat dengan muara sungai memiliki nilai koefisien peredupan yang terbesar dibandingkan dengan stasiun yang semakin jauh ke tengah laut Tabel 3. Pola ini mendukung hasil yang dijumpai oleh Damar 2003 pada perairan Teluk Jakarta lainnya terutama di muara sungai Angke, Priok, dan Marunda. Ditambahkan pula bahwa, aliran air sungai yang membawa serta partikel organik dan inorganik terlarut dan tersuspensi serta pencampuran vertikal massa air memegang peranan penting dalam meningkatkan nilai koefisien peredupan di stasiun dekat muara. Tabel 3 Hasil perhitungan nilai koefisien peredupan k’m -1 menurut stasiun dan waktu pengamatan Perhitungan mengacu kepada Tillman et al. 2000 Stasiun Pengamatan ke- k 1 1 2,68 2 2,73 3 2,19 2 1 0,69 2 0,65 3 0,69 3 1 0,61 2 0,52 3 0,63 Berdasarkan nilai koefisien peredupan di tiap-tiap stasiun tersebut maka besarnya bagian cahaya pada kedalaman inkubasi dapat dihitung. Meskipun besarnya intensitas cahaya di permukaan perairan 0 m adalah sama karena menggunakan data yang sama Lampiran 2, namun berbedanya koefisien peredupan menyebabkan intensitas yang ada pada kedalaman berikutnya turut 40 bervariasi Lampiran 4. Variasi intensitas tersebut memperlihatkan penurunan secara eksponensial dengan bertambahnya kedalaman Gambar 12. Stasiun 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 20 30 40 50 Intensitas cahaya matahari Klux Ke d a la m a n m 60.3 8.2 3.1 Stasiun 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 20 30 40 50 Intensitas cahaya matahari Klux K e da lam a n m 87.3 50.8 25.9 13.2 6.7 3.2 Stasiun 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 20 30 40 50 Intensitas cahaya matahari Klux 88.9 55.7 31.1 17.4 9.8 1.0 0.3 Gambar 12 Hasil perhitungan intensitas Klux dan persentase cahaya matahari pada kedalaman inkubasi serta pada dasar perairan Bar menunjukkan standar deviasi. Secara horizontal ketersediaan cahaya di stasiun 1 pada kedua kedalaman inkubasi lebih kecil dan berbeda nyata ANOVA, p0,05 dari kedalaman yang sama pada stasiun 2 dan 3. Perbedaan penyebaran antar stasiun ini bersesuaian dengan penyebaran TSS dan kekeruhan, dua faktor yang turut berperan mempengaruhi sifat optik perairan. Secara vertikal di ketiga stasiun semakin ke dasar perairan ketersediaan cahaya berkurang dan berbeda nyata antar masing- 41 masing kedalaman tersebut ANOVA, p0,05. Intensitas cahaya pada kedalaman 1 m di stasiun 1 sangat jauh berkurang dibandingkan dengan kedalaman 0,2 m pada stasiun yang sama maupun kedalaman yang sama pada stasiun 2 dan 3, dan hampir setara dengan intensitas di kedalaman 4 m pada stasiun 2 dan 3. Di dasar perairan pada stasiun 1 dan 2, nilai intensitas cahaya relatif sama namun lebih besar dari yang di stasiun 3. Hal ini menggambarkan bahwa pada kolom air dari permukaan sampai ke dasar, terjadi penurunan instensitas cahaya yang sangat besar akibat adanya partikel-pertikel tersuspensi yang berasal dari sungai maupun resuspensi sedimen dasar. Menurut Cloern 1996, kondisi seperti ini umum terjadi pada ekosistem perairan pantai dangkal, estuari, dan teluk yang mendapat pengaruh masukan air sungai serta pengaruh mixing oleh arus pasang surut dan tekanan angin. Berdasarkan pola penyebaran intensitas cahaya demikian maka dapat dinyatakan setidaknya tiga hal. Pertama, di stasiun 3 pada kedalaman sekitar 8 m intensitas cahaya yang tersedia adalah sekitar 1 dari intensitas cahaya permukaan. Nilai intensitas ini sering dipakai sebagai petunjuk batas bawah lapisan eufotik Kirk 1994; Valiela 1995 dan sering pula dianggap sebagai kedalaman kompensasi Valiela 1995. Kedua, kecuali pada stasiun 3, kolom air sampai ke dasar merupakan lapisan yang berpotensi produktif karena adanya cahaya. Ketiga, kedalaman inkubasi untuk pengukuran produktivitas primer dengan demikian masih berada dalam zona eufotik di ketiga stasiun ini.

4. Fitoplankton