47 memindahkan pula fitoplankton masuk dan keluar dari muara sesuai kondisi
pasang surut. Pengambilan contoh air untuk analisis fitoplankton dilakukan ketika air sedang bergerak pasang, sehingga fitoplankton masih lebih banyak
terkonsentrasi pada lokasi di luar muara, dan baru sedikit yang memasuki muara karena terbawah arus pasang. Dengan demikian akan dijumpai kelimpahan
fitoplankton yang lebih rendah pada stasiun muara daripada kedua stasiun lainnya.
5. Klorofil-a
Sebaran nilai klorofil-a yang terukur selama penelitian bervariasi menurut kedalaman dan stasiun Gambar 15 dan lampiran 1. Di stasiun 1 konsentrasi
klorofil-a berkisar antara 8,144 sampai 44,113 mgm
-3
, di stasiun 2 antara 3,801 sampai 18,196 mgm
-3
, dan di stasiun 3 berkisar antara 6,682-29,174 mgm
-3
. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi bila bandingkan dengan hasil
penelitian Kaswadji et al, 1993 di lokasi yang sama yaitu berkisar antara 7,50- 17,14 mgm
-3
. Sebagai pembanding dicantumkan pula beberapa hasil dari lokasi lain. Di perairan pantai Mediterania oligotrof Diaz et al. 2001 mencatat hasil
sebesar 0,37-3,14 mgm
-3
, Tang et al. 2004 di Laut Cina Selatan mendapatkan kisaran 0,5-2 mgm
-3
, Liu Dagg 2003 di Sungai Missisipi berkisar 3,57-10,04 mgm
-3
, dan di estuari Colne berkisar antara 0,5-37,5 mgm
-3
Kocum et al. 2002 .
Sebaran menegak di setiap stasiun memperlihatkan sedikit variasi. Pada stasiun 1, nilai klorofil-a tertinggi tercatat pada kedalaman 1 m, sedikit lebih
tinggi dari kedalaman 0,2 m. Di stasiun 2, nilai tertinggi terdapat pada kedalaman 4 m, sedangkan pada stasiun 3 tercatat klorofil-a maksimum di kedalaman 2 m,
relatif lebih tinggi dari keempat kedalaman lainnya. Pola distribusi ini sesuai dengan distribusi vertikal kelimpahan sel fitoplankton, kecuali di stasiun 2 pada
kedalaman 4 m. Analisis ragam menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar kedalaman di tiap stasiun ANOVA, p0,05. Jika dibandingkan antar stasiun,
maka diperoleh konsentrasi klorofil-a di stasiun 1 untuk kedua kedalaman lebih tinggi hampir tiga kali lipat dan berbeda nyata ANOVA, p0,05 dari stasiun 2
48 dan 3, sedangkan konsentrasi pada stasiun 2 dan 3 relatif sama pada semua
kedalaman dan tidak berbeda nyata ANOVA, p0,05.
10 20
30 40
50
1 2
3
Stasiun K
o nsen
tr asi
m g
m -3
KI 0,2 m KI 1 m
KI 2 m KI 3 m
KI 4 m
Gambar 15 Rataan nilai konsentrasi klorofil-a mg m
-3
terdistribusi menurut stasiun dan kedalaman inkubasi Bar menunjukkan SD dari tiga
pengamatan, KI adalah Kedalaman Inkubasi.
Pada kedalaman terdalam di stasiun 1 dan 2 konsentrasi klorofil memperlihatkan nilai relatif lebih tinggi dari kedalaman di atasnya. Hal ini
berkaitan dengan ketersediaan intensitas cahaya. Ketersediaan cahaya pada kedalaman terdalam di kedua stasiun tersebut jauh berkurang dari cahaya
permukaan, padahal intensitas cahaya sangat diperlukan dalam proses fotosintesis. Untuk mempertahankan laju fotosintesis yang cukup dalam kondisi kekurangan
cahaya, maka fitoplankton akan mengatur jumlah pigmen dan antena penyerap cahaya agar dapat memperoleh cukup cahaya. Salah satu yang dilakukan adalah
dengan memperbanyak jumlah pigmen terutama klorofil-a, yang merupakan pigmen yang terdapat hampir pada semua fitoplankton lautan.
Pengaturan fisiologi terhadap kondisi cahaya di lingkungan perairan melibatkan beberapa perubahan morfologi dan biokimia berikut seperti perubahan
dalam kandungan pigment fotosinetesis total, perubahan dalam proporsi pigmen, perubahan dalam morfologi kloroplast, perubahan dalam pengaturan kloroplast
serta perubahan dalam ketersediaan enzim-enzim reaksi gelap Levinton 1982; Kirk 1994. Selanjutnya adaptasi terhadap cahaya dapat dibedakan atas adaptasi
tipe Chlorella yang dicirikan oleh penambahan jumlah kandungan klorofil ketika
49 beradaptasi terhadap cahaya rendah, dan adaptasi tipe Cyclotella yang tidak
memperlihatkan perubahan kandungan klorofil baik pada cahaya tinggi maupun rendah, beberapa jenis fitoplankton yang sering memperlihatkan perubahan
distribusi kedalaman memiliki adapatasi tipe Chlorella Levinton 1982. Di stasiun 1 pada kedua kedalaman inkubasi, kandungan klorofil-a lebih
tinggi hampir tiga kali lipat dan berbeda nyata dengan kedalaman yang sama pada kedua stasiun yang lain. Sementara itu kelimpahan sel fitoplankton pada stasiun 1
hanya memperlihatkan nilai yang sedikit lebih besar dari kedalaman yang sama pada kedua stasiun lainnya. Perbedaan ini disamping karena pengaruh
ketersediaan cahaya sebagaimana yang telah dijelaskan di depan, diduga berkaitan pula dengan ukuran fitoplankton. Pada stasiun 1, genera fitoplankton seperti
Chaetoceros sp., Skeletonema sp., Thalassiosira sp., Rhizosolenia sp., dan
Coscinodiscus sp. memperlihatkan ukuran panjang dan diameter sel yang relatif
lebih besar jika dibandingkan dengan yang ditemukan pada stasiun 3. Ukuran sel akan mempengaruhi jumlah klorofil-a yang dikandung masing-masing sel
fitoplankton, sehingga diduga hal ini menyebabkan tingginya kandungan klorofil di stasiun 1 dibandingkan dengan kedua stasiun sisanya, meskipun kelimpahan sel
fitoplankton hampir sama. Fitoplankton dengan ukuran sel yang besar lebih sering ditemukan pada
perairan yang kaya nutrien. Di stasiun muara, kandungan unsur hara relatif lebih tinggi dari kedua stasiun lain, diduga relatif melimpahnya unsur hara disini
menyebakan fitoplankton yang tumbuh juga berukuran lebih besar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wehlr 1991 in Wang et al. 1997, bahwa pola
distribusi ukuran fitoplankton juga sangat berhubungn dengan kondisi trofik. Picoplankton lebih sering ditemukkan di ekosistem oligotrof sementara sel
fitoplankton besar mendominasi di perairan eutrof. Bila dilihat dari nilai konsetrasi klorofil-a yang diperoleh Lampiran 1
dapat disimpulkan bahwa pada perairan ini, telah terjadi pertumbuhan
fitoplankton secara optimal. Hal ini karena menurut Goes et al. 2004 bila konsentrasi klorofil-a melebihi 1 mg m
-3
menunjukkan sebagai indikator musim pertumbuhan fitoplankton.
50
6. Produktivitas Primer Fitoplankton