Hubungan Jenis Kelamin dengan keluhan sick building syndrome pada

Berdasarkan tabel 5.12 juga didapatkan diketahui responden yang memiliki riwayat atopi dan mengalami keluhan SBS yaitu 22 responden 71.0 sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat atopi dan mengalami keluhan SBS yaitu 30 responden 43.5. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat atopi dengan keluhan sick building syndrome. Sehingga hipotetis awal yang menyatakan riwayat atopi memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan sick building syndrome di terima. Pada penelitian ini riwayat atopi memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan sick builing syndrome, hal ini sejalan dengan penelitian Lim dkk 2015 menemukan bahwa pekerja yang memiliki riwayat alergi serta tingkat FeNO tinggi dan riwayat atopi memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan sick building syndrome. Dan pada penelitian Sahlberg dkk 2012 yang menemukan bahwa terdapat hubungan riwayat atopi dengan keluhan SBS pada gedung kantor Lim dkk., 2015; Sahlberg dkk., 2012. Penyakit alergi merupakan penyakit yang memiliki dasar genetik yang kompleks. Beberapa gen tertentu ikut berperan, dan masing-masing gen memiliki derajat keterlibatan yang bervariasi untuk masing-masing individu. Faktor genetik bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh. Beberapa faktor lingkungan seperti paparan alergen, polutan, zat-zat infeksius dan masih banyak lagi lainnya, juga ikut menentukan timbulnya penyakit alergi melalui berbagai mekanisme Sears MR dkk., 1980. Disarankan kepada perusahaan untuk selalu membersihkan AC secara berkala, bersihkan debu yang ada pada ruangan untuk mencegah penyebaran paparan allergen dan debu. Menghindari penggunaan perabotan yang dapat menyimpan debu. Disarankan untuk memiliki thermostat dalam sistem AC untuk mengontrol suhu ruangan, dan selalu menjaga kebersihan ruangan untuk mengurangi bahan yang menyebabkan timbulnya alergi di lingkungan kantor. c. Hubungan umur dengan keluhan sick building syndrome pada pekerja Gedung PT Pelita Air Service Tahun 2016 Pada dasarnya umur berpengaruh pada daya tahan tubuh, semakin tua usia maka semakin menurun pula stamina tubuh seseorang. Pada penelitian ini berdasarkan hasil analisis, umur termuda responden adalah 23 tahun dan umur tertua 59 tahun. Dengan rata-rata umur adalah 33 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dan keluhan sick building syndrome. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Antoniusman, 2013 dan Gómez-Acebo dkk., 2011 yang menyatakan bahwa umur bukanlah pemicu keluhan SBS. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Fadilah dan Juliana 2012 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keluhan SBS dengan umur responden Fadilah Juliana, 2012. Keluhan terhadap gejala SBS biasanya ditemukan pada pekerja yang berumur muda dan pertengahan umur dibandingkan dengan pekerja yang berumur lebih tua karena ada kemungkinan bahwa pekerja yang lebih muda akan bekerja di bawah kondisi fisik dan psikososial yang kurang menguntungkan daripada pekerja yang lebih tua dan lebih berpengalaman. Wahab, 2011. Tetapi saat usia pekerja bertambah, terutama bagi pekerja yang berusia 40-56 tahun, perilaku merokok dapat menjadi kontributor utama dalam timbulnya masalah kesehatan termasuk timbulnya keluhan sick building syndrome sesuai dengan pernyataan Jones 1999. Ketimpangan inilah yang dapat menjelaskan peningkatan prevalensi SBS pada orang muda yang lebih sering ditemukan. Disarankan kepada pekerja yang lebih muda ataupun yang lebih tua untuk selalu menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat dapat juga melakukan penjernihan pikiran dengan melihat kearah tumbuhan yang terdapat disekitar bangunan kantor karena hal ini dapat membantu otak untuk berelaksasi dan menjernihkan pikiran sehingga gejala sick building syndrome dapat ditekan. d. Hubungan Lama Kerja dengan keluhan sick building syndrome pada pekerja Gedung PT Pelita Air Service Tahun 2016 Berdasarkan hasil analisis, pada penelitian ini rentang lama kerja adalah 1 bulan sampai dengan 540 bulan 45 tahun. Rata-rata lama kerja responden adalah 46 bulan 3 tahun 8 bulan. Berdasarkan hasil uji statistik ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja responden dengan keluhan sick building syndrome. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Laila 2011 yang menyatakan bahwa lama kerja bukan merupakan faktor pemicu terjadinya keluhan sick building syndrome. Hal ini mungkin terjadi karena dengan masa kerja yang terlalu lama kemungkinan para pekerja sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan tempat kerja yang ada. Lama kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kejadian sick building syndrome karena pekerja menghabiskan waktunya didalam gedung dengan pekerjaan yang banyak dan menumpuk ditambah dengan kondisi ruangan yang tidak memadai akan mempengaruhi pekerja Rani., 2011. Berdasarkan teori, lama kerja diasumsikan dapat memicu timbulnya gangguan kronis, semakin lama masa kerja semakin banyak dan beragam masalah kesehatan yang dialami. Lama kerja yang cukup lama dalam gedung mempengaruhi tingkat terpajannya responden terhadap polutan didalam gedung Gomzi Jasminka Bobic, 2009. Tetapi pada penelitian ini lama kerja tidak terdapat hubungan dengan keluhan sick building syndrome. Walaupun tidak terdapat hubungan langsung lama kerja dengan keluhan sick builing syndrome, tetapi lama kerja seseorang dapat menimbulkan stress kerja karena seseorang dengan masa kerja yang lama cenderung memiliki pengalaman kerja yang baik sehingga memiliki tanggung jawab pekerjaan yang lebih besar yang dapat memicu timbulnya stress kerja dan masalah psikososial lainnya. Sebaiknya untuk mencegah timbulnya keluhan sick building syndrome pada pekerja, pihak manajemen dapat memastikan pembagian pekerjaan sama rata dan tidak dibebankan lebih banyak pekerjaan kepada pekerja yang memiliki masa kerja yang lebih lama. 98

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait dengan keluhan sick building syndrome pada pekerja di gedung PT Pelita Air Service Tahun 2016, maka didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Pekerja yang mengalami keluhan sick building syndrome sebanyak 52 yang tersebar pada masing-masing divisi dan ruangan kerja. Gejala yang paling banyak dialami pekerja adalah kelelahan, sakit kepala, batuk, kesulitan berkonsentrasi, dan tenggorokan kering, dan tersebar pada masing- masing divisi dan ruangan kerja. 2. Gambaran kualitas fisik udara dalam ruangan yaitu terdapat 91.0 suhu sesuai dengan standar, 96.0 kelembaban sesuai standar, 67.0 pencahayaan sesuai standar, dan 13.0 laju angin sesuai standar. 3. Gambaran karakteristik responden, Pada penelitian ini responden berjenis kelamin laki-laki 74.0 dan responden berjenis kelamin perempuan 26.0. terdapat 61.0 responden yang memiliki riwayat alergi, dan 31 responden yang memiliki riwayat atopi. Rata-rata umur responden 34 tahun, dan rata- rata lama kerja responden adalah 54.5 bulan. 4. Tidak ada hubungan antara kualitas udara suhu, kelembaban, laju angin dan pencahayaan dalam ruangan dengan keluhan sick building syndrome pada pekerja di gedung PT Pelita Air Service tahun 2016. 5. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, riwayat alergi, umur dan lama kerja dengan keluhan sick building syndrome pada pekerja di gedung PT Pelita Air Service Tahun 2016. 6. Terdapat hubungan riwayat atopi dengan keluhan sick building syndrome pada pekerja di gedung PT Pelita Air Service Tahun 2016.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja PT Pelita Air Service Tahun 2016, peneliti mengemukakan beberapa saran diantaranya: 1. Bagi Perusahaan a. Melakukan maintenance terhadap AC yang ada diruangan secara berkala. Karena memperbaiki sistem sirkulasi udara diruangan dapat menjadi salah satu cara mengurangi polutan didalam ruangan dan dapat mengurangi timbulnya gejala sick building syndrome. b. Memastikan bahwa pemeliharaan bulanan terlaksana dengan baik, hal ini dilakukan untuk memastikan pendingin ruangan berfungsi dengan baik. c. Menjaga suhu dan kelembaban tetap stabil untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme dan mempercepat pembentukan gas dari bahan perabotan yang ada pada ruangan, sehingga gejala sick building syndrome dapat dikurangi. d. Pihak pengelola gedung diharapkan dapat menambahkan tingkat pencahayaan di tepat kerja khususnya pada ruangan VPC, sesuaikan penempatan bola lampu, bersihkan lampu secara berkala, dan lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik agar segera diganti . e. Untuk ruangan yang menggunakan karpet, diharapkan untuk sering dibersihkan, dikawatirkan debu yang berasal dari sepatu yang dibawa dari luar ruangan oleh pekerja dapat menyebabkan cemaran dalam ruangan dan dapat menimbulkan gejala sick building syndrome. 2. Bagi Pekerja a. Untuk pekerja disarankan untuk selalu menjaga kesehatan tubuh, dengan cara mengontol waktu antara bekerja dan istirahat, khususnya pekerja perempuan yang memiliki risiko lebih tinggi. b. Melakukan relaksasi atau peregangan otot atau melihat kearah pepohonan yang ada disekitar lingkungan gedung kantor ketika gejala sick building syndrome mulai dirasakan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan untuk meningkatkan jumlah sampel penelitian. b. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan untuk dapat meneliti variabel- variabel lain seperti variabel biologi dan variabel kimia dalam ruangan untuk mendeteksi sumber kontaminan di ruangan yang diduga berhubungan dengan keluhan sick building syndrome yang tidak diteliti pada penelitian ini. c. Diperlukan penelitian lebih lanjut agar dapat menjawab semua permasalahan SBS dengan perhitungan sampel yang sesuai dengan desain penelitian, agar kekuatan tes lebih baik sebagai validitas kebutuhan analisis. d. Untuk peneliti berikutnya diharapkan melakukan penelitian di tempat lain yang memiliki karakteristik sendiri. e. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat meneliti variabel psikososial dengan menggunakan instrument penelitian psikososial yang lebih lengkap.

Dokumen yang terkait

Hubungan Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara Dalam Ruang dan Faktor Demografi terhadap Kejadian Gejala Fisik Sick Building Syndrome (SBS) pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

1 18 175

Sick building syndrome

0 3 8

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

1 5 15

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 0 1

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 2 7

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 0 1

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 0 1

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 0 1

Predicting the Sick Building Syndrome (SBS) occurrence among Pharmacist assistant in Banjarmasin South Kalimantan

0 0 6

Gambaran Kejadian Sick Building Syndrome (SBS) pada Karyawan Fajar Group di Gedung PT. Fajar Graha Pena Makassar Tahun 2012 - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 106