METODOLOGI PENELITIAN Analisis Determinan Keluhan Sick Building Syndrome (SBS) Pada Pekerja Gedung PT Pelita Air Service Tahun 2016

penelitian pada penelitian ini, peneliti menggunakan seluruh populasi pekerja di PT PAS yaitu sebanyak 100 responden. D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh secara langsung melalui kuesioner mengenai karakteristik pekerja dan mengenai keluhan SBS, serta observasi tempat penelitian dan data hasil pengukuran kualitas fisik di tempat kerja. 1. Cara pengumpulan data SBS untuk variabel karakteristik individu dan keluhan SBS. Data keluhan Sick Building Syndrome terlebih dahulu didapatkan dengan cara memberikan kuesioner. Kuesioner diberikan setelah 10-15 menit pekerja masuk kedalam ruangan kerja. Dalam kuesioner ini bagi menjadi lima bagian, yaitu identitas diri, lingkungan kerja, psikososial, riwayat penyakit dan gejala SBS. a. Untuk pertanyaan lingkungan kerja berisi 12 pertanyaan dengan tiga skala pengukuran, yaitu sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. b. Pertanyaan gejala SBS untuk menentukan kasus sick building syndrome, gejala dikategorikan menjadi tiga Tetsuya Mizoue dkk., 2001, yaitu pada tabel 4.4 berikut ini: Tabel 4.4 Kategori gejala penyakit Skor Kategori 1 Gejala umum terdiri dari kelelahan, kepala terasa berat, sakit kepala, mualpusing, kesulitan berkonsentrasi 2 Gejala yang melibatkan mata, hidung, dan tenggorokan termasuk batuk. 3 Gejala yang melibatkan kulit Responden dikatakan mengalami SBS apabila melaporkan setidaknya satu gejala umum dan satu gejala mata, hidung, tenggorokan atau kulit dalam kurun waktu satu minggu atau tiga bulan sebelumnya. d. Untuk pertanyaan riwayat alergi, gejala diketagori menjadi tiga, yaitu riwayat asma, riwayat rhinitis alergi, dan riwayat penyakit kulit. Terdapat alternatif jawaban ya dan tidak. Tabel 4.5 Skoring Variabel Riwayat Alergi Skor Jawaban 1 Ya 2 Tidak Tiga pertanyaan riwayat alergi terdiri dari pertanyaan riwayat asma memiliki riwatar asma, riwayat rhinitis memiliki riwayat rhinitis, dan riwayat kulit memiliki riwayat penyakit kulit. Setiap pertanyaan memiliki jawaban alternatif 1 sampai 2 dengan kisaran skor jawaban 3-6. Dari hasil perhitungan, variabel riwayat alergi dikategorikan yaitu apabila jumlah skor kurang dari 6 maka responden memiliki riwayat alergi, dan apabila jumlah skor 6 maka kondisi memiliki riwayat alergi. Responden dikatakan memiliki riwayat alergi apabila memiliki salah satu dari riwayat alergi Andersson, 1998. 2. Cara pengumpulan data untuk variabel kualitas fisik. Data kualitas fisik dalam ruangan menggunakan data primer dengan melakukan pengukuran kualitas udara dalam ruangan tempat responden bekerja. Kualitas fisik udara yang diukur adalah suhu, kelembaban, pencahayaan, laju angin dalam ruangan. Pengukuran suhu, kelembaban dan pencahayaan serta laju angin dilakukan bersamaan dengan pengambilan data SBS dari responden melalui pengisian kuesioner, denah lokasi titik pengukuran terdapat pada lampiran 3. a. Pengukuran suhu udara, kelembaban menggunakan alat Thermohygrometer, pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan selama 15 menit dan 10 menit untuk aklimatisasi alat pada setiap titik ruangan. Dalam satu ruangan dilakukan pengukuran pada setiap responden dengan pertimbangan ruangan menggunakan AC central dan tertutup, sehingga udara akan terdistribusi merata. Cara pengukurannya : 1 Mempersiapkan alat, memasang baterai. 2 Menekan tombol power, 3 Lakukan pengukuran 10 menit untuk aklimatisasi, 4 Kemudian lakukan pengukuran selama 15 menit pada setiap titik, 5 Membaca hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada alat, pada setiap titik dilakukan 3 kali pengukuran. 6 Mencatat hasil pengukuran pada lembar hasil. b. Pengukuran pencahayaan dengan menggunakan alat environmental meter Krisbow Kw06-291 4in1 Multifuction Untuk pengukuran pencahayaan, alat ukur cahaya diletakkan di atas meja kerja responden. Cara pengukurannya yaitu: 1 Mempersiapkan alat, memasang baterai pada tempatnya, 2 Menekan tombol power, melakukan pengukuran dengan meletakkan alat ukur pada titik obyek kerja. 3 Membaca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil. 4 Mencatat hasil pengukuran pada lembar hasil. Pengukuran tiga kali pada setiap titik. c. Pengukuran laju angin dalam ruangan dengan menggunakan alat anemometer digital Kestrel 1000 Pocket Wind Meter. Dimana alat akan bekerja pada saat tertiup angin, baling-baling yang terdapat pada anemometer akan bergerak sesuai arah angin. Anemometer harus ditempatkan didaerah terbuka dan diletakkan 1-1.5 meter dari platfom. Baling-baling pada anemometer akan berputar dengan sendiri jika tertiup angin. Di dalam anemometer terdapat alat pencacah yang akan menghitung kecepatan angin yang dapat dilakukan pembacaan langsung. Cara pengukurannya yaitu : 1 Siapkan alat, pegang alat ukur dan berdiri didekat responden sambil mengangkat tangan ke atas. 2 Kemudian membaca hasil pengukuran setelah menunggu beberapa saat sehingga didapatkan nilai angka yang stabil. 3 Mencatat hasil pada lembar hasil. Pada setiap titik dilakukan tiga kali pengukuran. E. Instrumen Penelitian Instrument dalam penelitian ini meliputi : 1. Kuesioner, adapun kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Miljo-Medicin Questionnaires MM040EA. Kuesioner yang digunakan untuk meneliti karakteristik individu responden dan keluhan SBS yang dirasakan oleh responden. Kuesioner yang digunakan terlampir pada lampiran 2. 2. Alat Environmental Meter Krisbow Kw06-291 4in1 Multifuction, alat ini digunakan untuk mengukur pencahayaan dengan menggunakan metode pembacaan langsung. Gambar 4.1 Environmental meter Krisbow Kw06-291 4in1 Multifuction 3. Thermohygrometer, Dual Temp.RH Monitor mode 87792 inout temp.RH monitor . Alat ini digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban dengan menggunakan motede pembacaan langsung. Gambar 4.2 Thermohygrometer 4. Anemometer digital Kestrel 1000 Pocket Wind Meter. Alat ini digunakan untuk mengukur laju angin dalam ruangan. Pengukuran laju angin dilakukan dengan pembacaan langsung angka yang tertera pada alat. Gambar 4.3 Anemometer Digital Kestrel 1000 Pocket Wind Meter F. Pengumpulan dan Manajemen Data Pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini : 1. Data Coding Kode data dilakukan dengan memberiakn kode pada setiap jawaban responden. Pemberian kode dimaksudkan untuk memudahkan dalam memasukkan data. Berikut tabel 4.5 daftar kode dan skoring variabel pada penelitian ini. Table 4.6 Daftar Kode Dan Skoring Variabel No Variabel Kode dan Skoring 1 SBS 1 = ya, jika merasakan minimal satu gejala pada setiap kategori gejala. 2 = tidak, jika tidak merasakan gejala 2 Suhu 1 = Memenuhi syarat 18 C - 28 C 2 = Tidak memenuhi syarat 18 C dan 28 C 3 Kelembaban 1 = Memenuhi syarat 40 - 60. 2 = Tidak memenuhi syarat 40 atau 60 4 Laju angin 1 = Memenuhi syarat 0,15-0,25mdetik 2 = Tidak memenuhi syarat 0,15 atau 0,25mdetik 5 Pencahayaan 1 = Memenuhi syarat ≥100 lux 2 = Tidak memenuhi syarat 100 lux 6 jenis kelamin 1 = laki-laki 2 = perempuan 7 Riwayat alergi 1 = memilik riwayat alergi, jika skor 6 2 = tidak memiliki riwayat alergi,jika skor 6 8 Riwayat atopi 1 = ya 2 = tidak 2. Data Editing Pada tahap ini, peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul. Pemeriksaan meliputi pengisian, konsistensi, dan jumlah pertanyaan yang dijawab. 3. Entri Data Setelah dilakukan proses editing dan coding data peneliti akan langsung memasukkan data primer dari hasil kuesioner ke dalam komputer dengan bantuan software pengolah data statistik untuk memudahkan dalam pengolahan data. 4. Data Cleaning Dalam langkah ini peneliti akan memeriksa ulang data untuk memastikan kelengkapan data yang telah di entry. Pemeriksaan data dilakukan dengan melihat frekuensi dari masing-masing variabel. Kemudian secara otomatis sofware pengolah data akan menampilkan nilai missing. Untuk variabel yang tenyata missing, akan ditinjau ulang dan selanjutnya akan dihilangkan. G. Teknik dan Analisis Data 1. Analisis univariat Analisis univariat dilakukan dengan membuat tabel dan distribusi dari masing-masing variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan kualitas fisik udara suhu, kelembaban, pencahayaan, laju angin, dan karakteristik individu jenis kelamin, umur, lama kerja, riwayat alergi, dan riwayat atopi yang ada. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan peneliti untuk mendeskripsikan, menguji hubungan antara variabel dependen dan variabel independen menggunakan uji statistik. Selain itu uji bivariat juga dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Penelitian yang ini menggunakan derajat kepercayaan 95 sehingga apabila diketahui P value ≤ 0,05 maka Ho di tolah dan Ha diterima, secara perhitungan statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu keluhan sick building syndrome dan variabel independen yaitu : suhu, kelembaban, laju angin, pencahayaan, jenis kelamin, umur, lama kerja, riwayat alergi dan riwayat atopi. Variabel numerik umur dan lama kerja setelah dilakukan uji normalitas, data pada variabel tersebut tidak berdistribusi normal, sehingga menggunakan uji non-parametrik, Mann- Whitney . Sedangkan data kategorik suhu, kelembaban, laju angin, pencahayaan, jenis kelamin, riwayat alergi dan riwayat atopi peneliti menggunakan uji chi-square guna mengetahui mengetahui hubungan dua variabel. 58

BAB V HASIL

A. Gambaran Umum PT Pelita Air Service

PT Pelita Air Service PT PAS berlokasi di area lapangan terbang Pondok Cabe, Tangerang Selatan. PT PAS terdiri dari gedung hangar, gudang dan landasan pacu dengan luas ±2000 meter persegi. Pekerja kantor PT PAS berada di gedung hangar 2 dan hangar 3. Untuk hangar 2 terdiri dari 2 lantai dan pekerja kantor hanya menggunakan lantai 2, bagian sebelah kiri hangar 2 terdapat divisi QSHES sedangkan bagian kanan hangar 2 terdapat divisi VPC dan divisi Engineer . Sedangkan hangar 3 terdiri dari divisi HRGA, divisi Operation Support , dan divisi Maintenance. Adapun hasil observasi pada gedung PT PAS tersebut adalah : 1. Ruang Divisi HRGA, ruangan ini terdiri dari dua ruangan yang masing- masing ruangan memiliki luas sekitar 40 m 2 dan 50 m 2 dengan jumlah pegawai pada masing-masing ruangan tersebut 9 orang. Pada masing- masing ruangan memiliki jendela sebanyak 10 buah dan 7 buah, sebanyak 14 jendela dapat dibuka dan 3 jendela tidak dapat dibuka, tetapi saat dilakukan penelitian tidak ada jendela yang terbuka dan dalam keadaan tertutup oleh horden jendela. Ruangan tersebut masing-masing menggunakan 2 AC central dan selalu menggunakan lampu sebagai sarana penerangan bagi ruangan. Terdapat alat elektronik seperti komputer, printer, telepon, serta kertas-kertas kerja dan pengharum ruangan. 2. Operation Suport, ruangan ini terdiri dari tiga bagian yang masing-masing memiliki luas sekitar 16 m 2 , 28 m 2 dan 22.5 m 2 dengan total jumlah pegawai yang ada sebanyak 2 orang, 7 orang dan 2 orang. Pada masing-masing ruangan terdapat 2 jendela dan 3 jendela. Semua ruangan masing-masing menggunakan 1 AC sentral, tetapi pada saat melakukan penelitian pada ruangan ketiga AC yang terdapat dalam ruangan tersebut sedang dalam keadaan mati karena rusak. Pada semua ruangan terdapat perangkat elektronik seperti komputer, printer, kertas-kertas kerja, dispenser dan pengharum ruangan. 3. Maintenance, divisi ini memiliki luas sekitar 14 m 2 dengan total jumlah pegawai yang ada sebanyak 7 orang, dan terdapat 3 jendela yang tidak dapat terbuka. Ruangan ini mengunakan 1 AC dan selalu menggunakan lampu sebagai sarana penerangan bagi ruangan. Terdapat alat elektronik seperti komputer dan printer, mesin fotocopy serta kertas-kertas kerja. 4. Divisi Engineer, ruangan ini memiliki luas sekitar 216 m 2 dengan jumlah pegawai 33 orang , ruangan ini memiliki jendela sebanyak 16 buah dan dapat dibuka, tetapi pada saat penelitian tidak terdapat jendela yang dibuka. Ruangan ini menggunakan 6 AC sentral dan selalu menggunakan lampu sebagai sarana penerangan tambahan untuk ruangan. Terdapat komputer, printer, telepon, kerta-kertas kerja, pengharum ruangan, dan pintu yang selalu tertutup dan antai ruangan ini menggunakan karpet. 5. Divisi VPC, ruangan ini memiliki luas sekitar 216 m 2 dengan jumlah pegawai 21 orang, ruangan ini memiliki 6 jendela. Ruangan ini menggunakan 3 AC sentral dan selalu menggunakan lampu sebagai sarana penerangan bagi ruangan. Terdapat juga alat elektronik komputer, printer, lemari, kertas-kertas kerja, pengharum ruangan, mesin fotocopy, karpet, dan pintu yang selalu tertutup. 6. Divisi QSHES, ruangan ini memiliki luas sekitar 216 m 2 dengan jumlah pegawai 10 orang, ruangan ini memiliki jendela sebanyak 16 buah dan dapat dibuka, tetapi jendela ini jarang dibuka. Ruangan ini menggunakan 3 AC dan selalu menggunakan lampu sebagai sarana penerangan tambahan, ruangan ini menggunakan karpet untuk lantai. Terdapat komputer dan printer, kertas-kertas kerja, pengaharum ruangan serta pintu yang selalu tertutup. Berdasarkan hasil observasi, kondisi lingkungan tempat penelitian yang diduga sebagai sumber bahan pencemar, sebagian besar dari ruang yang diobservasi mempunyai kesamaan sumber bahan pencemar yang mungkin dapat berasal dari alat elektronik, seperti komputer dan printer. Dilihat dari jenis AC- nya semua ruangan menggunakan AC central. Sumber pencahayaan yang digunakan berasal dari lampu. Adapun yang memungkinan menjadi sumber debu diduga berasal dari karpet pada ruangan engineer, VPC dan QSHES dan ruangan ini juga memiliki jendela yang jarang dibuka. Hal ini tentunya dapat menjadi salah satu penyebab keluhan gejala SBS dapat timbul.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif data kualitas udara dalam ruangan seperti suhu, kelembaban, laju angin dalam ruangan dan pencahayaan, dan karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, lama kerja, riwayat alergi, riwayat atopi serta gambaran keluhan Sick Building Syndrome .

a. Gambaran keluhan Sick Building Syndrome

Pada penelitian ini, data mengenai keluhan Sick Building Syndrome didapatkan dengan cara mengidentifikasi gedung atau ruangan yang dihuni responden untuk melihat adanya gejala dari Sick Building Syndrome. Untuk mengidentifikasi apakah pekerja di gedung tersebut mengalami SBS atau tidak, responden diberikan kuesioner mengenai gejala-gejala SBS, jika responden tersebut mengalami minimal satu gejala umum dan salah satu gejala mata, hidung, tenggorokan atau kulit dalam kurun waktu satu minggu terakhir atau tiga bulan terakhir, maka responden tersebut dikatakan mengalami SBS. Begitu seterusnya dilakukan pada semua ruangan. Sehingga keluhan SBS dapat ditegakkan. Berikut gambar 5.1 distribusi frekuensi gejala keluhan SBS berdasarkan jumlah responden di gedung PT Pelita Air Service Tahun 2016.

Dokumen yang terkait

Hubungan Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara Dalam Ruang dan Faktor Demografi terhadap Kejadian Gejala Fisik Sick Building Syndrome (SBS) pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

1 18 175

Sick building syndrome

0 3 8

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

1 5 15

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 0 1

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 2 7

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 0 1

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 0 1

Hubungan antara Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Udara dengan Keluhan Sick Building Syndrome pada Unit Cutting dan Sewing PT. Sai Apparel Industries Semarang Tahun 2016 - UDiNus Repository

0 0 1

Predicting the Sick Building Syndrome (SBS) occurrence among Pharmacist assistant in Banjarmasin South Kalimantan

0 0 6

Gambaran Kejadian Sick Building Syndrome (SBS) pada Karyawan Fajar Group di Gedung PT. Fajar Graha Pena Makassar Tahun 2012 - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 106