Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

(1)

LAPORAN

TUGAS AKHIR

TENTANG

PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN

ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA

KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA

O

L

E

H

LENTARIA SINAGA NIM : 072600001

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

KATA PENGANTAR

Banyaklah yang telah Engkau lakukan ya Tuhan, Allahku, perbuatanMu yang ajaib dan maksudMu bagiku. Tidaak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau.

Segala Puji Hormat dan Syukurku panjatkan kepadaMu Tuhan yang telah melimpahkan berkat dan penyertaanMu kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan PKLM ini dengan baik dan tepat waktu.

Laporan PKLM ini merupakan syarat menyelesaikan pendidikan program study DIII Administrasi Perpajakan Fak ultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara. Adapun judul laporan PKLM yang penulis buat adalah :

PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN ATAS

PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA.

Dalam penulisan laporan ini PKLM ini penulis menyadari masih adanya kekurangan, jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi pembaca dan penulis sendiri. Pada kesempatan ini juga penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak laporan ini tidak dapat selesai dengan baik, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.DR. M. Arif Nasution, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu


(3)

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.si sebagai Ketua Jurusan Administrasi Perpajakan.

3. Bapak Indra Effendi Rangkuti, S.Sos sebagai dosen Pembimbing, yang

telah membimbing dengan penuh kesabaran, rela menyediakan waktu dan pemikirannya.

4. Terimakasih kepada seluruh pegawai, Dosen Prodip III Administrasi

Perpajakan yang telah banyak membantu penulis dan menyelesaikan study.

5. Bapak Alfan Jamil, S.E sebagai Kepala Subbagian Umum Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

6. Bapak Kepala Seksi Pemeriksaan, pegawai-pegawai di Seksi Pemeriksaan,

Khusus makasih berat buat B’Rudi yang telah banyak membantu. Tetap semangat ya Bang.

7. Teristimewa untuk Orang tuaku H. SINAGA dan N. MANIK, terimakasih

untuk dukungan doa, semangat dan materinya. Sembah untukmu serta kasih tulus yang tidak akan pernah sirna untuk semua kasihmu.

8. Seluruh keluarga, atas perhatian, kasih sayang, dan dukungan dalam

menjalani hidup, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

9. Terimakasih untuk Edwart Boy Hutagalung “inspirasiku” yang telah setia


(4)

10.Yuri Yohana Sidabalok, (Tempatku berbagi cerita, canda, dan tawa) atas perhatian, dukungan dan motivasinya (Jangan kebanyakan main, cepat selesai kuliah ya say!)

11.Buat Teman-teman stambuk 2007, khusus anak “A”, buat Santa Devi,

Madelisa, Sinar Rejeki, Elfrida Megawati, makasi ya buat persahabatan, kebersamaan kita selama ini, dan semua anak kelas A, semangat ya.

12.K’Rina, K’Rindi dan semua tidak tersebutkan satu-satu yang

menyemangati aku, mendoakan, makasi juga sudah mau jadi tempat berbagi.

13.Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu.

Akhir kata penulis menyerahkan semua apa yang telah diperoleh ini semua hanya untuk kemuliaan Tuhan, karena tidak ada satupun yang terjadi, diperoleh, dan terselesaikan tanpa kehendak dan seizingNya.

Medan, Juni 2010 Penulis

( Lentaria Sinaga ) 072600001


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Tujuan dan manfaat ... 7

C. Ruang Lingkup ... 9

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... .9

E. Metode Pengumpulan Data ... 11

F. Sistematika Penulisan Laporan ... 11

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM ... 13

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 13

1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 13

B. Struktur Organisasi Dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota ... 22

a. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota………22

b.Deskripsi tugas KPP Pratama Medan Kota………...23

BAB III GAMBARAN DATA PKLM ... 27

A. Pengertian Pajak ... 27

B. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak ... 27


(6)

D. Jangka Waktu Pemeriksaan ... 32

E. Pelaksanaan pemeriksaan ... 33

F. Standar Pemeriksaan ... 36

G. Norma Pemeriksaan Pajak ... 40

H. Laporan Hasil Pemeriksaan ... 41

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI ... 43

A. Penyebab-penyebab dilakukan tindakan pemeriksaan pajak oleh fiskus ... 45

B. Prosedur dan tata cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ... 46

C. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah wajib pajak yang tidak dan kurang patuh………....…47

D. Upaya-upaya untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam tindakan pemeriksaan……….………..………..49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….…………52

B. Saran………...53

DAFTAR PUSTAKA………...,.54 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

I Karakteristik Setiap Jenis Kantor Pelayanan Pajak Pratama 19

II Jumlah Wajib Pajak yang diperiksa oleh


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa

2. Surat Perintah Pemeriksaan

3. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan

4. Surat Peringatan Untuk Memberikan Keterangan

5. Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak

6. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan

7. Daftar Temuan Pemeriksaan


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

Sebagai mahluk hidup dan juga sosial manusia memerlukan fasilitas-fasilitas pribadi maupun fasilitas-fasilitas umum untuk dapat hidup sejahtera . Fasilitas pribadi seperti : rumah, kendaraan, dan lain-lain. Sedangkan fasilitas umum seperti :jalan raya, jembatan, sarana tempat peribadatan, sarana pendidikan, keamanan, dan fasitas-fasilitas umum lainnya. Semakin besar dan semakin banyak kepentingan bersama yang diinginkan. Maka semakin kompleks juga cara merealisasikannya, seperti bagaimana cara mengumpulkan dana, kapan waktu yang tepat untuk mengumpulkan dana, kepada siapa dana tersebut diminta, dan siapa yang akan melaksanakan pengumpulan dana tersebut.

Jika kita perhatikan uraian singkat di atas, dapat dikatakan bahwa timbulnya suatu iuran atau pungutan adalah karena adanya pertanyaan mengenai siapa yang akan membiayai segala kepentingan dan kebutuhan bersama, dari mana dananya diperoleh, dan siapa yang akan mengurusi itu semua ?.Sama halnya dengan negara, negara membutuhkan dana untuk pembangunan yang besar untuk membiayai segala keperluannya. Darimana negara memperoleh dana untuk keperluan itu ?

Jika dilihat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemasukan dana yang diterima oleh negara diperoleh dari dua sumber, yaitu : penerimaan dalam negeri dan bantuan dari luar negeri. Penerimaan dalam negeri diperoleh dari


(10)

penerimaan hasil minyak dan gas serta penerimaan pajak dan bukan pajak. Sedangkan bentuk bantuan luar negeri adalah dari bantuan program dan bantuan proyek dan hutang luar negeri.

Dalam pengenaan pajak, pada hakikatnya negara memaksa unit-unit ekonomi, baik individual maupun korporat, mengurang pendapatan mereka dengan cara membayar pajak. Hasil pembayaran pajak yang diterima oleh pemerintah sebagai penerimaan negara dalam APBN, digunakan untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dana yang berasal dari pembayaran pajak juga digunakan untuk membiayai program pembangunan dalam rangka mengangkat masyarakat yang masih berada di garis keterpurukan kemiskinan.

Karena begitu pentingnya peranan penerimaan pajak sebagai sumber utama penerimaan APBN, masih belum optimalnya penerimaan pajak yang pemungutannya menjadi tugas dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu dipertanggungjawabkan. (Widodo, 2001:110) menegaskan bahwa government organization are created by the public, for the public, and need to be accountable to it. Sejalan dengan pendapat Widodo, sebagai unit organisasi yang dibuat oleh public dan untuk publik, DJP perlu mempertanggungjawabkan penerimaan pajak kepada publik.

Adapun pengeluaran negara adalah untuk membiayai pengeluaran rutin (gaji pegawai, subsidi, hutang, bunga dan cicilannya) dan membiayai pengeluaran pembangunan yang dipenuhi dari penerimaan dalam negeri yang berupa penerimaan sektor migas dan non migas. Karena itu jelaslah bagi kita bahwa untuk membiayai


(11)

kepentingan umum, salah satu yang dibutuhkan dan yang terpenting adalah peran serta aktif masyarakat untuk ikut memberikan kepada negara dalam bentuk pajak, sehingga segala keperluan pembangunan dapat dibiayai. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting untuk membiayai pembangunan itu adalah pajak. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat defenisi pajak menurut Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan bahwa pajak adalah : Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada Negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.


(12)

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Kontribusi pajak dalam mendanai negara terus meningkat jumlahnya membutuhkan dukungan berupa peningkatan kesadaran masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara jujur dan bertanggung jawab. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak melakukan penyuluhan kepada pembayar pajak, dan disertai dengan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun walaupun demikian, masih banyak masyarakat yang belum memahami dan menyadari betapa pentingnya pajak untuk pembiayaan negara. Dalam hal ini dapat kita ketahui dengan masih banyaknya wajib Pajak yang melakukan penyelewengan-penyelewengan perpajakan yang menimbulkan kerugian negara. Pengawasan yang dilakukan antara lain: pengawasan atas kuasa Pasal 29 Undang-Undang Nomor.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terkahir dengan Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007, yang memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan pajak yang merupakan instrument untuk menentukan kepatuhan baik formal maupun material yang tujuan utamanya adalah untuk menguji kepatuhan dan meningkatkan Tax Compliance (pemenuhan perpajakan).


(13)

Pengawasan merupakan aktivitas penting dalam manajemen pemerintahan. Pengawasan bukan dimaksudkan mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan penyimpagan atas pelaksanaan suatu pekerjaan, sehingga bias dilakukan tindakan korektif. Dengan adanya tindakan korektif, maka pekerjaan yang dilakukan akan sesuai dengan rencana.

Di dalam sistem self assessment tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT Lebih Bayar. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peratuturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2003:17). Dengan kuasa Pasal 17C Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah tersebut atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.

Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pemeriksaan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember 2004, kriteria pemeriksaan adalah :

1. Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dalam hal :

a) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang menyampaikan SPT


(14)

b) SPT Tahunan PPh (Pajak Penghasilan) Wajib Pajak yang menyatakan Rugi Tidak Lebih bayar;

c) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan SPT

Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;

d) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun

sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya . 2. Pemeriksaan kriteria seleksi terdiri dari:

a) Kriteria seleksi dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang

Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan kriteria seleksi;

b) Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak

Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa secara komputerisasi. 3. Pemeriksaan khusus dapat dilakukan dalam hal:

a) Adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;

b) Pengaduan masyarakat, termasuk melalui kotak pos 5000;

c) Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang dilakukan

melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak;

d) Permintaan Wajib Pajak


(15)

f) Untuk memperoleh informasi dan atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4. Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan apabila ditemukan adanya indikasi

tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil analisis data, informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan pemeriksaan pajak.

Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah metode latihan operasional dimana penulis dilatih secara langsung untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan etika pekerjaan, siskap, tugas, dan tanggung jawab serta kesempatan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan secara khusus penulis ingin mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kemudian penulis ingin mengetahui kinerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota dalam melakukan pemeriksaan dan pengaruh pemeriksaan tersebut terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan pajak. Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan PKLM dengan judul “ PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI

TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF

ASSESSMENT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN

KOTA ”.

B. TUJUAN DAN MANFAAT PKLM

Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU .


(16)

Setiap kegiatan yang dilaksanakan tentunya mempunyai tujuan

I. Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem self assessment.

2. Untuk mengetahui Prosedur dan Tata Cara Peleksanaan Pemeriksaan Pajak.

3. Untuk mengetahui sebab-sebab dilakukannya tindakan pemeriksaan oleh

fiskus terhadap Wajib Pajak.

4. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam tindakan

pemeriksaan yang dilakukan fiskus.

5. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi

masalah Wajib Pajak yang tidak dan kurang patuh.

Disini juga disebutkan manfaat dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri :

a) Bagi Mahasiswa

1. Mengaplikasikan teori kedalam permasalahan yang timbul selama

melaksanakan Praktik Kerja Lapangan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

2. Mempelajari perilaku dan keahlian baru serta mempelajari bentuk tim dan kerjasama.

3. Meningkatkan komunikasi dan pendekatan.

4. Mendorong untuk belajar mempertinggi prestasi.

5. Menyiapkan mahasiswa sebagai tenaga baru yang terampil dan


(17)

b) Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

1. Pengadaan pegawai baru pada Kantor Pelayanan Pajak.

2. Memperoleh ide-ide baru.

3. Meningkatkan pemikiran-pemikiran baru.

4. Promosi hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara.

5. Mempromosikan kesan baik.

c) Bagi Universitas Sumatera Utara

1. Memberikan uji nyata atas displin ilmu yang disampaikan. 2. Membuka interaksi antara dosen dan instansi Pemerintahan.

3. Meningkatkan dukungan masa depan alumni.

4. Mengusahakan adanya umpan balik untuk revisi kurikulum.

5. Mempromosikan kegunaan sumber daya Universitas.

C. RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Praktik Kerja Lapangan Mandiri dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. Kegiatan yang akan diteliti pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah:

1. Pelaksanaan sistem self assessment

2. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak.

3. Tingkat kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya.


(18)

D. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Adapun sumber-sumber data yang diperlukan penulis untuk mendukung pembuatan laporan ini adalah:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari penentuan tempat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, mencari bahan untuk pembuatan proposal, hingga pada konsultasi dengan pihak dosen.

2. Studi Literatur

Penulis mencari berbagai sumber-sumber bacaan seperti buku-buku, Undang-undang, dan literature yang berhubungan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap data yang ada di pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

4. Pengumpulan Data

Yaitu dengan mencari serta mengumpulkan data mengenai topik yang akan dibahas yang tersedia di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

5. Analisis Data dan Evaluasi

Setelah seluruh data dikumpulkan maka dilaksanakan analisa dan evaluasi data. Tekhnik analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung dan menganalisa data yang diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.


(19)

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data berupa :

1. Wawancara

Yaitu dengan megadakan pembicaraan langsung terhadap pegawai dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak-pihak KPP Medan Kota.

2. Observasi

Yaitu dilakukan dengan pengamatan langsung atas kegiatan yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

3. Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan teori-teori, data-data mengenai pemeriksaan yang ada pada Kantor Pelayanan pajak Pratama Medan Kota.

F. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan akhir adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Metode Pengumpulan Data, dan Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).


(20)

BAB II GAMBARAN UMUM KPP MEDAN KOTA

Dalam bab ini akan dibahas sejarah singkat KPP Medan Kota, struktur organisasi . Uraian tugas pokok dan fungsi, gambaran pegawai.

BAB III GAMBARAN DATA PEMERIKSA PAJAK

Dalam bab ini penulis menguraikan pengertian-pengertian secara teoritis dan teori-teori yang berkaitan dengan pemeriksa pajak, Jangka Waktu Pemeriksaan.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Dalam bab ini akan dibahas penyebab-penyebab dilakukannya tindakan pemeriksaan pajak oleh fiscus, Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah wajib pajak yang tidak atau kurang patuh, dan upaya-upaya untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam tindakan pemeriksaan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan mengenai masalah yang diangkat sebagai judul penulis dan saran terhadap pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) agar lebih baik di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(21)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota 1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajaka Pratama Medan Kota

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak Keuangan Replubik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu:

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan

b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara

c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dendan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak Medan Timur(sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota). Dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat di dalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 267/KMK.01/1989, diadakanlah perubahan secara


(22)

menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayan Pajak, yang sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Kantor Pelayanan Pajak medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor Pelayanan pajak, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

4. Kantor Pelayanan pajak Medan Binjai

Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Replubik Indonesia

No.443/KMK.01/2001 tentang “ Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota Medan menjadi enam wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

1. Kecamatan Medan Timur


(23)

3. Kecamatan Medan Tembung

4. Kecamatan Medan Perjuangan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi wilayah:

1. Kecamatan Medan Barat

2. Kecamatan Medan Sunggal

3. Kecamatan medan Petisah

4. Kecamatan Medan Helvetia

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

1. Kecamatan Medan kota

2. Kecamatan Medan Denai

3. Kecamatan Medan Johor

4. Kecamatan medan Amplas

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

1. Kecamatan Medan Polonia

2. Kecamatan Medan Maimun

3. Kecamatan Medan Baru

4. Kecamatan Medan Tuntungan

5. Kecamatan Medan Selayang

5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

1. Kecamatan Medan Belawan 2. Kecamatan Medan Marelan 3. Kecamatan Medan Labuhan


(24)

4. Kecamatan Medan Deli 6. Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan . Karena Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk laporan rakyat.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1 lantai IV dan beralamat di Jalan Diponegoro No.30 A Medan . Adapun sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai berikut :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari kantor Pelayanan

Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :

a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 443/KMK/.01/2001

Tanggal 23 Juli 2001

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 58/kmk.01/2002

tanggal 26 Februari 2002

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 58/KMK/.01/2002

tanggal 26 Februari 2002

2. Yang terakhir mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat ini


(25)

Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota diatas, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diseluruh jajaran Direktorat Jendral Pajak terdiri dari 3(tiga) jenis,yaitu:

1. KPP Wajib Pajak Besar yang terdiri dari KPP Wajib Pajak Besar Dua, dan KPP Usaha Milik Negara;

2. KPP Madya yang terdiri dari KPP Penanaman Modal Asing, KPP

Perusahaan Masuk Bursa, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Madya Madya Medan, KPP Madya Palembang, KPP Madya Pekan Baru, KPP Madya Batam, KPP Madya Tangerang, KPP Madya Bekasi, KPP Madya Jakarta Pusat, KPP Madya Jakarta Barat, KPP Madya Jakarta Selatan, KPP Madya Jakarta Timur, KPP Madya Jakarta Utara, KPP Madya Bandung, KPP Mdaya Semarang, KPP Madya Surabaya, KPP Madya


(26)

Sidoarjo, KPP Madya malang, KPP Madya Balik Papan, KPP Madya Denpasar, KPP Madya Makasar.

3. KPP Pratama

Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, Diantaranya dapat dijelaskan dalam table berikut ini :

No URAIAN

KPP WP BESAR

KPP MADYA

KPP

PRATAMA

1 Skala Wajib Pajak

BUMN & WP Besar Nasional WP Besar Kanwil (Regional) WP Menengah Kecil (SME)

2 Jenis wajib Pajak

Badan (Corporate)

Badan

(Corporate) dan Ekspatriat

Badan dan OP

3 Jumlah wajib Pajak 300-400 200-500 Ribuan

4 Jenis Pajak

PPh, PPN & PTLL

PPh, PPN & PTLL

PPH, PPN & PTLL, PBB & BPHTB

5 PPN Sentralisasi Sentralisasi Desentralisasi

6 P2PPH Desentralisasi Desentralisasi Desentralisasi

7 Penugasan AR Sentor Industri Sektor Industri Wilayah


(27)

9 Jumlah Eselon 9 (Sembilan) 9 (Sembilan) 10 (Sepuluh)

10 Wilayah Kerja Nasional Regional Lokal

Sumber : KPP Pratama Medan Kota.

Pembentukan KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya telah diselesaikan pada akhir tahun 2006, sedangkan KPP Pratama yang ada saat ini baru berjumlah 15 KPP Pratama, yaitu KPP Pratama dilingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat dan pembentukan KPP Pratama untuk seluruh Indonesia direncanakan akan diselesaikan akhir tahun 2008.

Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan system administrasi perpajakan modern, KPP Pratama juga memiliki karakteristik-karakteristik : Organisasi berdasarkan fungsi, Sistem Informasi yang terintegrasi, Sumber Daya Manusia yang kompeten, sarana kantor yang memadai, tata kerja yang transparan, Penggabungan KPP, KPPBB, Prinsip Utama Penggabungan KPP, KPPBB dan Karikpa adalah tidak menghilangkan tugas dan fungsi yang sebelumnya ada di masing-masing kantor tersebut tetapi membagi hasil seluruh tugas yang ada ke masing-masing seksi pada KPP Pratama sesuai dengan fungsinya . Seksi-seksi yang memiliki tugas dan fungsi yang sama digabung menjadi seksi yang ada di KPP Pratama.

Fungsi Keberatan (Psl.25 UU KUP dan Psl.16 UU PBB), Pengurangan / penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan ketetapan pajak (Psl.36 UU


(28)

KUP) dan penghapusan PBB (Psl. 19 UU PBB) yang sebelumnya ada di KPP dan KPPBB, seluruhnya dialihkan ke Kanwil.

Fungsi Pemeriksaan yang sebelumnya dilaksanakan oleh KPP, Karikpa dan Kanwil, dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksaan, sedangkan fungsi bukti permulaan dan penyidikan yang semula dilaksanakan oleh Karikpa dan Kanwil.

B. Struktur Organisasi Dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota a. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam system kerjasama.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.

Struktur Organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah struktur organisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seseorang Kepala kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara , dimana seluruh pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Negara Replubik Indonesia.

b. Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota

Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Kota membawahi 1(satu) bagian dan 6 ( enam) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional. Adapun


(29)

bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut:

1). Sub Bagian Umum

2). Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

3). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 4). Seksi Pelayanan

5). Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III,IV ) 6). Seksi Pemeriksaan

7). Seksi Penagihan

8). Kelompok Jabatan Fungsional

1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

2. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.


(30)

3. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahakan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakn, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbinganatau himbawan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak,


(31)

analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakuka n evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (territorial tertentu).

7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

8. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.


(32)

BAB III

GAMBARAN DATA PKLM

A. Pengertian Pajak

Prof. Dr. P.J.A. Adriani (pernah menjadi guru besar pada Universitas Amsterdam) menyatakan bahwa “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang yang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” (Pengantar Ilmu Hukum Pajak; Santoso Brotodiharjo, S.H, hal 2).

Sedangkan Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

B. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Uum dan Tata

Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)


(33)

sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran egara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740)

2. Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007, tentang Tata Cara

Pemeriksaan Pajak

Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum pemeriksaan pajak di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan bagi wajib pajak.

C. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Pemeriksaan pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan.


(34)

(Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03.2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankanhak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka 28 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat

kedudukan,tempat kegiatan usaha,, atau pekerjaan bebas, tempat tinggal wajib pajak, atau tempat lainyang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakkan di kantor direktorat Jenderal Pajak. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).


(35)

Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk jenis pajak dan masa/tahun pajak yang telah diperiksa pada Pemeriksaan sebelumnya. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Surat Perintah Pemeriksaan Pajak adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepetuhan pemenuhan perpajakan dan/atau untuk untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. (Surat Edaran No :SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak)

Pemeriksaan Kriteria Seleksi adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak yang terpilih berdasarkan resiko kepatuhan secara komputerisasi. (Surat Edaran No :SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak)

Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan, atau pengaduan yang berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu. . (Surat Edaran No :SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak)


(36)

Pemeriksaan Tahun Berjalan adalah pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak dan atau untuk mengumpulkan data dan atau keterangan untuk tujuan tertentu. (Surat Edaran No :SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak)

Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang

diselenggarakan oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh kemudian yang dilakukan, bukti dari keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang peleksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. (Peraturan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak) Tujuan Pemeriksaan adalah untuk:

1) Menguji Kepatuhan pemenuhan perpajakan.

2) Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, biasanya yang dapat dilakuakan adalah untuk hal-hal seperti:


(37)

b. Surat pemberitahuan tidak disamapikan atau disampaikan tidak tepat waktu yang telah ditetapkan.

c. Surat pemberitahuan memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh Direktur

Jenderal Pajak.

Sedangkan dalam hal tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yang dapat dilakukan adalah untuk hal-hal seperti:

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) atau pencabutan NPWP

b. Pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan pencabutan

NPPKP

c. Penentuan besarnya jumlah angsuran pajak dalam suatu Masa Pajak bagi Wajib

Pajak baru.

d. Wajib Pajak mengajukan Keberatan atau banding

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan

f. Penentuan Wajib Pajak yang berlokasi di daerah tertentu

g. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

D. Jangka Waktu Pemeriksaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007 Jangka Waktu Pemeriksaan terdiri dari :


(38)

1. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6(enam) bulan yang dihitung sejak tanggal wajib pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan hasil Pemeriksaan.

2. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)

bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

3. Apabila dalam Pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait

dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, Pemeriksaan Lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

4. Dalam hal pemeriksaan dilakukan atas SPT Lebih Bayar, jangka waktu

Pemeriksaan tersebut harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

E. Pelaksanaan Pemeriksaan

Dalam rangka memperlancar pemeriksaan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan mengatur wewenang dan kewajiban pemeriksa pajak.


(39)

1. Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan

Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang :

a) Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan, dan dokuman yang berhubungan dengan penghasilan yang diterima

b) Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik

c) Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak

bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh

d) Meminta kepada wajib pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran

pemeriksaan antara lain berupa:

1) Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya wajib pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus

2) Memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk membuka barang

bergerak dan/atau tidak bergerak

3) Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan

dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak


(40)

e) Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak

f) Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak

g) Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang

mempunyai hubngan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.

2) Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan kantor

Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang :

a) Memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan

menggunakan surat pangilan

b) Melihat dan/atau meminjam buku dan/atau catatan, dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan, dam dokumaen lain yang termasuk data yang dikelola secara elektronik yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh

c) Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran

Pemeriksaan

d) Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dar Wajib Pajak

e) Meminjam kertas kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui

wajib pajak danmempunyai hubungan denagn wajib pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.


(41)

F. Standar Pemeriksaan

Standar Pemeriksaan Pajak berdasarkan Pasal 6 (enam) sampai dengan pasal 10 (sepuluh) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007. Pemeriksaan untuk menguji kepetuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.

Standar Pemeriksaan, meliputi :

1. Standar Umum.

2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan.

3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan.

1. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7)

Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak dan mutu pakerjaannya. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa pajak yang :

a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki

keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan keteranpilannya secara cermat dan seksama.

b. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.

c. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk

taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.

Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.


(42)

2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (Pasal 8)

Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu :

a. Pelaksaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai

dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.

b. Luas Pemeriksaan (audit scope) ditetukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh

yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfimasi, teknik sampling, dan Pengujian lainnya yang berkenaan dengan Pemeriksaan.

c. Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim.

e. Tim Pemeriksa Pajak tersebut dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang

memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal pajak sebagai tenaga ahli seperti penterjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara.


(43)

f. Apabila diperlukan, Pemeriksa untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.

g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.

h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila doperlukan dapat

dilanjutkan di luar jam kerja.

i. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja

Pemeriksaan.

Kertas Kerja Pemeriksaan (Pasal 9)

Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 huruf I dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Kertas Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi

sebagai:

1) Bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai dengan standar

pelaksanaan pemeriksaan

2) Bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib

Pajak mengenai temuan Pemeriksaan


(44)

4) Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak

5) Referensi untuk Pemeriksaan berikutnya

3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan

Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan, yaitu:

a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang

lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukungtemuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula ungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.

b. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan

antara lain mengenai :

1. Penugasan Pemeriksaan

2. Identitas Wajib Pajak

3. Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak

4. Pemenuhan kewajiban perpajakan

5. Data/informasi yang tersedia

6. Buku dan dokumen yang dipinjam


(45)

8. Uraian hasil Pemeriksaan 9. Ikhtisar hasil Pemeriksaan 10. Penghitungan pajak terutang

11. Simpulan dan usul Pemeriksaan Pajak.

G. Norma Pemeriksaan Pajak.

Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Undang-undang No.28/2007, untuk keperluan pemeriksaan haus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan (SPP) serta memperlihatkan kepada Wajib Pajak ynag diperiksa. Didalam penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No.28/2007, dijelaskan tentang kewajiban pemeriksa pajak yaitu Pemeriksaa dilaksanakan oleh petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal identitasnya. Oleh karena itu, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan


(46)

perpajakan. Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenihi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

H. Laporan Hasil Pemeriksaan

Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu dengan menyusun laporan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pajak, pembuatan laporan pemeriksaan itu menjadi keharusan. Laporan ini akan mencerminkan watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam laporan ini akan diketahui kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa dalam pembukuan atau diri Wajib Pajak.

Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan, yaitu :

a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang

lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap perturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.

b. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan antara lain mengenai:

1. Penugasan Pemeriksaan


(47)

3. Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak

4. Pemenuhan kewajiban perpajakan

5. Data/informasi yang tersedia

6. Buku dan dokumen yang dipinjam

7. Materi yang diperiksa 8. Uraian hasil Pemeriksaan 9. Ikhtisar hasil Pemeriksaan 10.Penghitugan pajak terutang

11.Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.


(48)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

Sistem self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan pajak yang terhutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu wajib Pajak dan fiskus. Sistem ini telah dilaksanakan secara efektif pada 1984 (atas dasar perombakan Perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983), dengan memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memungut, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan perpajakan.

Seperti yang kita ketahui bersama bahea sebelum sistem ini, di Indonesia diberlakukan sistem Oficial Assessment. Namun, sistem tersebut tidak efisien, dan meninbulkan kecenderungan masyarakat Wajib Pajak kurang bertanggungjawab, dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban perpajakannya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang ditimbulakan oleh sistem-sistem tersebut, maka kita sekarang menggunakan sistem self assessment.

Sistem Self Assessment itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri Wajib Pajak yaitu :

a. Tax consciousness / Kesadaran pajak wajib pajak

b. Kejujuran Wajib Pajak


(49)

d. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak-pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban-kewajibanyang dibebenkan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya dan sebagainya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal-hal itu.

Hal penting yang mempengaruhi keberhasilan system self assessment adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak . Ciri-ciri sistem pemungutan pajak berdasarkan system self assessment adalah:

a. Adanya kepastian hukun

b. Perhitungannya sederhana dan mudah dimengerti oleh Wajib Pajak

c. Pelaksanaannya mudah

d. Lebih mencerminkan asas keadilan dan merata

e. Memperkecil kemungkinan Wajib Pajak tidk mampu membayar pajak akibat

perhitungan yang terlalu besar.

Dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan system self assessment, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sampai dengan tahun 2009, tindakan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah sebagai berikut:


(50)

Wajib Pajak Jumlah WP Terdaftar

Tahun Pemeriksaan

2007 2008 2009

Orang Pribadi 86.632 65 45 58

Badan 7.734 14 17 15

Bendaharawan 8236 15 18 20

Total 102.602 94 80 93

Sumber : KPP Pratama Medan Kota

A. Penyebab-penyebab dilakukan tindakan pemeriksaan pajak oleh fiskus

Objek Pemeriksaan pajak adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan atau Surat Pemberitahuan (SPT) Masa yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Oleh sebab itu, Wajib Pajak akan diperiksa apabila :

1. Surat Pemberitahuan menyatakan lebih bayar dan/atau rugi 2. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau terlambat

3. Surat Pemberitahuan memenuhi criteria tertentu yang ditentukan oleh Dirjen Pajak untuk diperiksa

4. Ada indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain hal diatas.

Pemeriksaan pajak dapat juga dilakukan apabila terdapat indikasi-indikasi mengenai ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan system self assessment, yang dapat dilihat atas dasar :


(51)

a. Kepatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban intern, yaitu dalam pembayaran atau pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, dan Surat Pemberitahuan PPn setiap bulan

b. Kepatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung

pajak atas dasar self assessment, melaporkan perhitungan pajak dalam Surtat Pemberitahuan (SPT) pada akhir tahun pajak, serta melunasi pajak yang terhutang

c. Kepatuhan terhadap ketentuan meteriil dan yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.

B. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada norma paemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa pajak, Pemeriksaan, dan Wajib Pajak. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim Pemeriksa Pajak yang susunannya terdiri dari beberapa Supervisor, seorang Ketua Tim, dan beberapa pemeriksa/penilai yang tergabung dalam kelompok fungsional.

Adapun prosedur Pemeriksaan Pajak yang harus dilakukan oleh Tim Pemeriksa dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Mengevaluasi data-data yang dilaporkan Wajib pajak

2. Menganalisa angka-angka yang tercamtum dalam laporan keuangan Wajib Pajak.

3. Meminta keterangan lisan dan/aau tertulis Wajib Pajak yang diperiksa

4. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat penyimpanan


(52)

5. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada nomor 4, apabila Wajib Pajak atu kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud.

C. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah wajib pajak yang tidak dan kurang patuh

Pemeriksaan pajak beberapa tahun belakangan ini makin gencar dilakukan pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu faktor penting yang menjadi pendorong adalah ketergantungan pemerintah yang makin tinggi terhadap sector pajak sebagai kontributor utama penerimaan negara dalam APBN.

Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mengerti dan memahami system self assessment yang dipakai untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, jadi sampai saat ini masih banyak penyelewengan-penyelewengan pajak yang terjadi, baik disengaja maupun karena ketidaksengajaan Wajib Pajak yang disebabkan tentang peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Masyarakat awam pada umumnya masih banyak yang terbawa-bawa dengan sisitem kolonial Belanda, dimana semua pajak atau upeti yang akan diberikan ditetapkan bentuk dan jumlahnya oleh Pemerintah Belanda, pada masa itu. Padahal, pada jaman sekarang semuanya diserahkan kepada wajib Pajak itu sendiri, karena saat ini Indonesia menganut sisitem Self Assessment , yaitu : menghitung, memungut, membayar, dan melaporkan pajak sendiri.


(53)

Sistem Self Assessment sendiri sebenarnya sudah mulai digunakan dan diperkenalkan kepada masyarakat sejak tahun 1983, tapi baru beberaa tahun belakangan ini penyuluhan tentang pembayaran pajak mulai diinformasikan lebih menyeluruh, baik yang diinformasikan melalui media elektronik maupun melalui media lain.

Selain itu, Direktrat Jenderal Pajak telah membuat website khusus untuk Perpajakan Indonesia. Dimana masyarakat umum dapat mengetahui lebih jauh tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, serta Peraturan Perundang-undangan Perpajakan di Indinesia dengan masuk ke situs www.pajak.go.id. Direktorat Jenderal Pajak membuat situs ini, mengingat begitu maraknya penggunaan internet sebagai media informasi di semua kalangan masyarakat. Media ini juga dipercaya dapat menyampaikan informasi dengan cepat, tepat, akurat, sehingga dapat membantu masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan optimal.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh, hendaknya pemerintah melakukan penyuluhan-penyuluhan, yaitu suatu kegiatan penyampaian informasi, konsultasi, dan bimbingan secara berkesinambungan kepada masyarakat, guna maningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemauan anggota masyarakat untuk memperoleh hak dan melakukan kewajiban perpajakannya.


(54)

Penyuluhan pajak dilaksanakan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan keterampilan di bidang

perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pebgetahuan dasar mengenai :

1. Cara menghitung, memungut, membayar dan melaporkan pajak sendiri

2. Sanksi-sanksi dalam perundang-undangan perpajakan, baik sanksi administrasi

maupun sanksi tindak pidana

3. Perubahan-perubahan perundang-undangan yang berlaku, secara transparan

Selain Penyuluhan Perpajakan yang telah ditugaskan oleh Kantor Penyuluha Pajak, Konsultan Pajak, Instansi Pemerintahan, Lembaga Masyarakat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, dan lain-lain yang dimengerti dan memahami tentang perpajakan ke masyarakat Wajib Pajak (Baik yang telah terdaftar maupun yang belum), dan Lembaga-lembaga Pendidikan agar kesadaran tentang arti penting pemenuhan kewajiban paerpajakan dapat lebih ditingkatkan.

D. Upaya-upaya mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam tindakan pemeriksaan

Direktur Jenderal Pajak perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan. Faktor mentalitas kiranya perlu menjadi focus perhatian. Penanggulangan kebocoran atau korupsi dalam instansi apa pun, selalu tergantung pada aspek mentalitas. Sistem


(55)

pengawasan bisa saja disempurnakan, akan tetapi tanpa penahanan aspek mentalitas semua itu akan menguap sia-sia.

Upaya peningkatan efisiensi instusional, profesionalitas dan integritas aparat perpajakan dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikat :

1. Peningkatan pengawasan internal untuk mendeteksi secara dini berbagai kasus

penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas

2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada system yang

mempermudah pelayanan dan mendorong efektitas dalam pelaksaan pengawasan

3. Menerapkan sistem reward dan punishment dalam pelaksanaan tugas

4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat

perpajakan

5. Perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga terkait dengan koordinasi dengan pihak-pihak lain.

Karena pajak banyak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai aspek, maka peran pajak harus dipertimbangkan dan dimasukkan ke dalam setiap

kebijaksanaan pemerintah. Sebagai missal, kebijaksanaan dibidang perbankan seharusnya mempertimbangkan aspek perpajakan. Begitu pula kebijakan dibidang perdagangan dan perindustian. Tentu saja, semua kebijakan itu seyoganya dibawahi dalam satu koordinasi yang baik sehingga tidak terkesan tumpang tindih


(56)

Termasuk dalam koordinasi antar instansi adalah memberlakukan system tax clereance pada instansi-instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak untuk kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan perpajakan,misalnya pembayaran kepada rekanan. Akan tetapi perlu diupayakan agar prosedur pelaksanaannya tidak rumit. Sebab hal-hal procedural yang terlalu rumit sangatlah bertentangan dengan semangat reformasi perpajakan yang salah satunya memuat aspek debirokrasi guna

meningkatkan efsiensi perpajakan.

Namun, jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak membuahkan hasil dan telah dilakukan pemeriksaan tetapi Wajib Pajak tetap tidak mau melakukan

pembetulan dengan kesadaran sendiri, maka dapat ditindaklanjuti dengan upaya penyidikan, yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan, ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan dapat merugikan negara.

Upaya penyidikan ini merupakan upaya terakhir yang akan dilaksanakan oleh Direktirat Jenderal Pajak dalam rangka penegakan hukum sehingga akan dilakukan secara selektif yaitu terhadap Wajib Pajak yang akan diindikasikan telah melakukan tindak pidana dibidang perpajakan. Dalam pelaksanaan penyidikan, Direktorat Jenderal Pajak telah menjamin kerjasama dengan instansi penegak hukum terkait, seperti kepolisian dan kejaksaan.


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam Bab ini dibahas mengenai kesimpulan yang diambil dari hal-hal yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dan juga kesimpulan mengenai masalah yang timbul dari teori pelaksanaan PKLM pada saat melaksanakan PKLM, serta mencoba memberikan saran-saran terhadap pelaksanaan PKLM agar lebih baik dimasa yang akan datang dan saran-saran agar pelaksanaan pemeriksaan pajak dapat benar-benar meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana mestinya.

A. Kesimpulan

1. Pemeriksaan pajak merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak

dalam menerapkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Sesuai dengan tujuannya, kebijaksanaan yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan pajak tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pengaruh (detterent effect) kepada Wajib Pajak lain sehingga dapat meningkatkan kesadarannya untuk memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Dalam hal kesadaran Wajib Pajak menghitung, memungut,


(58)

yang sebenar-benarnya dan harus membayar serta melaporkan tepat waktu, sehingga tidak terkena sanksi serta denda administrasi dan sanksi pidana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga dapat merugikan Wajib Pajak itu sendiri.

B. Saran

1. Agar meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui upaya

penyuluhan dan penegakan hukum.

2. Agar melakukan pendekatan terpadu dalam proses penerimaan

pajak.

3. Menjalin koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak dengan

instansi lain serta semua pihak yang terkait.

4. Agar meningkatkan kualitas layanan public (public service)

terutama dalam bidang-bidang kebutuhan yang menyangkut kepentingan orang banyak.

5. Dalam melakukan pemeriksaan pajak, TIM Pemeriksa hendaknya

memperhatikan hak-hak Wajib Pajak dan bersikap sesuai dengan etika pemeriksa pajak, serta membina Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya, sehingga untuk masa yang akan datang Wajib Pajak dapat lebih baik dalam menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Jakarta

Devano, Sony, dan Siti Kurnia Rahayu, 2006. Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu, Kencana, Jakarta

Hutagaol, John, 1998, Perpajakan, Stie Parbanas Jakarta, Jakarta.

Lumbantoruan, Sophar, 1996. Akuntansi Pajak, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Mardiasmo, 2002. Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Pardiat, 2008, Pemeriksaan Pajak, Mitra Wacana Media, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1998, Asas Dan Dasar Perpajakan 2, Refika Aditama, Jakarta Widodo, dan Joko, 2001, Good Governance, Telaah Akuntabilitas dan Kontrol

Birokrasi, Insan Cendekia, Surabaya.

Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pajak.

KeputusanDirektur Jenderal Pajak Nomor: KEP-722/PJ/2001, tenteng Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-741/PJ/2001, tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.

Surat Edaran, Nomor:SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijakan Pemeriksan Pajak. Pemeriksaan Pajak, www.pajak.go.id.


(1)

Penyuluhan pajak dilaksanakan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan keterampilan di bidang

perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pebgetahuan dasar mengenai :

1. Cara menghitung, memungut, membayar dan melaporkan pajak sendiri

2. Sanksi-sanksi dalam perundang-undangan perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana

3. Perubahan-perubahan perundang-undangan yang berlaku, secara transparan Selain Penyuluhan Perpajakan yang telah ditugaskan oleh Kantor Penyuluha Pajak, Konsultan Pajak, Instansi Pemerintahan, Lembaga Masyarakat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, dan lain-lain yang dimengerti dan memahami tentang perpajakan ke masyarakat Wajib Pajak (Baik yang telah terdaftar maupun yang belum), dan Lembaga-lembaga Pendidikan agar kesadaran tentang arti penting pemenuhan kewajiban paerpajakan dapat lebih ditingkatkan.

D. Upaya-upaya mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam tindakan pemeriksaan

Direktur Jenderal Pajak perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan. Faktor mentalitas kiranya perlu menjadi focus perhatian. Penanggulangan kebocoran atau korupsi dalam instansi apa pun, selalu tergantung pada aspek mentalitas. Sistem


(2)

pengawasan bisa saja disempurnakan, akan tetapi tanpa penahanan aspek mentalitas semua itu akan menguap sia-sia.

Upaya peningkatan efisiensi instusional, profesionalitas dan integritas aparat perpajakan dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikat :

1. Peningkatan pengawasan internal untuk mendeteksi secara dini berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas

2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada system yang mempermudah pelayanan dan mendorong efektitas dalam pelaksaan pengawasan 3. Menerapkan sistem reward dan punishment dalam pelaksanaan tugas

4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat perpajakan

5. Perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga terkait dengan koordinasi dengan pihak-pihak lain.

Karena pajak banyak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai aspek, maka peran pajak harus dipertimbangkan dan dimasukkan ke dalam setiap

kebijaksanaan pemerintah. Sebagai missal, kebijaksanaan dibidang perbankan seharusnya mempertimbangkan aspek perpajakan. Begitu pula kebijakan dibidang perdagangan dan perindustian. Tentu saja, semua kebijakan itu seyoganya dibawahi dalam satu koordinasi yang baik sehingga tidak terkesan tumpang tindih


(3)

Termasuk dalam koordinasi antar instansi adalah memberlakukan system tax clereance pada instansi-instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak untuk kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan perpajakan,misalnya pembayaran kepada rekanan. Akan tetapi perlu diupayakan agar prosedur pelaksanaannya tidak rumit. Sebab hal-hal procedural yang terlalu rumit sangatlah bertentangan dengan semangat reformasi perpajakan yang salah satunya memuat aspek debirokrasi guna

meningkatkan efsiensi perpajakan.

Namun, jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak membuahkan hasil dan telah dilakukan pemeriksaan tetapi Wajib Pajak tetap tidak mau melakukan

pembetulan dengan kesadaran sendiri, maka dapat ditindaklanjuti dengan upaya penyidikan, yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan, ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan dapat merugikan negara.

Upaya penyidikan ini merupakan upaya terakhir yang akan dilaksanakan oleh Direktirat Jenderal Pajak dalam rangka penegakan hukum sehingga akan dilakukan secara selektif yaitu terhadap Wajib Pajak yang akan diindikasikan telah melakukan tindak pidana dibidang perpajakan. Dalam pelaksanaan penyidikan, Direktorat Jenderal Pajak telah menjamin kerjasama dengan instansi penegak hukum terkait, seperti kepolisian dan kejaksaan.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam Bab ini dibahas mengenai kesimpulan yang diambil dari hal-hal yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dan juga kesimpulan mengenai masalah yang timbul dari teori pelaksanaan PKLM pada saat melaksanakan PKLM, serta mencoba memberikan saran-saran terhadap pelaksanaan PKLM agar lebih baik dimasa yang akan datang dan saran-saran agar pelaksanaan pemeriksaan pajak dapat benar-benar meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana mestinya.

A. Kesimpulan

1. Pemeriksaan pajak merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Sesuai dengan tujuannya, kebijaksanaan yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan pajak tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pengaruh (detterent effect) kepada Wajib Pajak lain sehingga dapat meningkatkan kesadarannya untuk memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(5)

yang sebenar-benarnya dan harus membayar serta melaporkan tepat waktu, sehingga tidak terkena sanksi serta denda administrasi dan sanksi pidana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga dapat merugikan Wajib Pajak itu sendiri.

B. Saran

1. Agar meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui upaya penyuluhan dan penegakan hukum.

2. Agar melakukan pendekatan terpadu dalam proses penerimaan pajak.

3. Menjalin koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak dengan instansi lain serta semua pihak yang terkait.

4. Agar meningkatkan kualitas layanan public (public service) terutama dalam bidang-bidang kebutuhan yang menyangkut kepentingan orang banyak.

5. Dalam melakukan pemeriksaan pajak, TIM Pemeriksa hendaknya memperhatikan hak-hak Wajib Pajak dan bersikap sesuai dengan etika pemeriksa pajak, serta membina Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya, sehingga untuk masa yang akan datang Wajib Pajak dapat lebih baik dalam menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Jakarta

Devano, Sony, dan Siti Kurnia Rahayu, 2006. Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu, Kencana, Jakarta

Hutagaol, John, 1998, Perpajakan, Stie Parbanas Jakarta, Jakarta.

Lumbantoruan, Sophar, 1996. Akuntansi Pajak, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Mardiasmo, 2002. Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Pardiat, 2008, Pemeriksaan Pajak, Mitra Wacana Media, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1998, Asas Dan Dasar Perpajakan 2, Refika Aditama, Jakarta Widodo, dan Joko, 2001, Good Governance, Telaah Akuntabilitas dan Kontrol

Birokrasi, Insan Cendekia, Surabaya.

Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pajak.

KeputusanDirektur Jenderal Pajak Nomor: KEP-722/PJ/2001, tenteng Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-741/PJ/2001, tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.

Surat Edaran, Nomor:SE-01/PJ.7/2003, tentang Kebijakan Pemeriksan Pajak. Pemeriksaan Pajak, www.pajak.go.id.