Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN

PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh: ADE ARIANI

112101049

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN

NAMA : ADE ARIANI

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

NIM : 112101049

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KEUANGAN

JUDUL : PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN

PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM

SELF ASSESSMENT PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Tanggal : ... 2014 DOSEN PEMBIMBING

Dra. Naleni Indra, M.Si, Ak NIP. 19551017 198903 2 001

Tanggal : ... 2014 KETUA PROGRAM STUDI

DIPLOMA III KEUANGAN

Dr. Yeni Absah,SE,M.Si NIP. 19741123 200012 2 001

Tanggal : ... 2014 DEKAN FAKULTAS EKONOMI

DAN BISNIS

Prof. Dr.Azhar Maksum,SE,M.Ec.Ac.Ak, CA NIP. 19560407 198002 1 001


(3)

Puji dan Syukur Penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan petunjuk serta rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul: “Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan”. Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program studi Diploma III Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan serta tidak luput dari kekurangan baik dalam penyajian materi maupun teknik penulisan. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan penulis yang terbatas dengan nalar ilmiah yang belum memadai. Oleh karena itu penulis membuka diri terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi peningkatan kualitas ilmiah di masa yang akan datang.

Di samping itu penulis juga menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini bukan hanya bersandar pada kemampuan penulis semata tetapi juga atas dukungan yang tidak ternilai harganya dari pihak-pihak yang telah banyak membantu, sehingga sudah sepantasnya penulis menghaturkan rasa hormat dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Yeni Absah, SE, MSi selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Syafrizal


(4)

Keuangan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Naleni Indra, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan arahan kepada penulis.

5. Kedua orangtua tercinta H. Balyan Bonari Siregar dan Hj Nurhayati Sagala

S.Pd di Padangsidimpuan, kakak Yunita Bonari Siregar di Langsa, abang Paolo Tuanakkota Siregar di Yogyakarta untuk seluruh kasih sayang, doa, nasihat, motivasi agar tetap bersemangat dalam penulisan tugas akhir ini.

6. Seluruh keluarga yang berada di Medan Perumnas Helvetia terutama Opung

Maswin Siregar dan teristimewa Bujing Imelda safitri Harahap untuk segala kebaikan, nasihat selama menjalani pendidikan.

7. Bapak Oding Rifaldi selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan,

Ibu Nurmayani selaku Kasubag Umum, seluruh Kepala Seksi, para pegawai, kakak abang magang Kantor Pajak dan seluruh staf di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan yang telah memberikan pengalaman yang sangat berharga. Serta telah banyak membantu penulis untuk menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan tugas akhir ini

8. Teman tersayang selama menjalani perkuliahan Laila Safitri, Natashya

Margaret Hoppani Situmorang, Santy Putri Sakina, dan Devi Hamdani Chan untuk semua, kebaikan, kasih sayang, motivasi, bantuan, serta kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Dan tak lupa juga untuk seseorang terimakasih untuk kesabaran, kebaikan dan motivasinya.


(5)

semoga kita berhasil.

Akhir kata Penulis berharap bahwa apa yang disajikan dalam tugas akhir ini dapat berguna dan bermanfaat bagi Pembaca sekalian. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, Penulis mengucapkan terima kasih banyak.

Wassalammualaikum Wr. Wb.

Medan, Mei 2014 Penulis

Ade Ariani


(6)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1... Latar Belakang ... 1

1.2... Rumusan Masalah ... 3

1.3... Tujuan Penelitian ... 3

1.4... Manfaat Penelitian ... 3

BAB II PROFIL KPP MADYA MEDAN ... 5

2.1... Sejarah Singkat KPP Madya Medan ... 5

a. ... Gambara n Umum KPP Madya Medan ... 6

b. ... Logo Dan Makna Logo ... 8

c. ... Visa Dan Misi Pajak ... 9

d. ... Tugas Dan Fungsi KPP Madya Medan ... 10

2.2... Stuktur Organisasi KPP Madya Medan ... 11

2.3... Uraian Tugas Pokok Dan Fungsi ... 16

2.4... Kinerja Terkini KPP Madya Medan ... 19

BAB III PEMBAHASAN ... 23

3.1 ... Sistem Self Assessment ... 23

3.2 ... Ketentua n Umum Seputar Pemeriksaan Pajak ... 26


(7)

a. ... Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak ... 26 b. ... Pengertia

n Seputar Pemeriksaan ... 26 c. ... Tujuan

Pemeriksaan ... 28

d. ... Jangka Waktu Pemeriksaan ... 30

e. ... Kewenan gan Pemeriksaan Pajak ... 31 f. ... Standar

Pemeriksaan ... 32 g. ... Norma

Pemeriksaan Pajak ... 36 h. ... Pemberit

ahuan Hasil Pemeriksaan Dan Pembahasan Akhir

Hasil Pemeriksaan ... 37 3.3 ... Prosedur

Dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan ... 43 3.4 ... Penyebab

-Penyebab Dilakukan Pemeriksaan Pajak

Oleh Fiskus ... 44 3.5 ...

Usaha-Usaha Untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak


(8)

Upaya Untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib

Pajak Dalam Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan ... 47 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 49

A. ... Kesimpul an ... 49

B. ... Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(9)

(10)

Halaman Gambar. 2.1 Logo KPP Madya Medan ... 8 Gambar. 2.2 Struktur Organisasi KPP Madya Medan ... 14


(11)

Halaman Tabel. 2.1 Jumlah Pegawai KPP Madya Medan ... 15 Tabel.2.4 Realisasi Target Perencanaan Penerimaan Pajak

KPP Madya Medan ... 20 Tabel. 3,1 Hasil Pemeriksaan KPP Madya Medan ... 25


(12)

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang. Hal itu menuntut Indonesia untuk melakukan pembangunan di segala bidang. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut maka diperlukan biaya yang cukup besar. Salah satu cara memenuhi pembiayaan tersebut berasal dari penerimaan pajak. Besarnya pembiayaan tersebut tercermin dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan setiap tahunnya.

Dan dalam hal ini pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan pemerintahan dalam membiayai pembangunan nasional. Sejak di berlakukannya reformasi perpajakan tahun 1983, maka sistem perpajakan yang sebelumnya adalah official assessment systeem yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak menjadi self assesment systeem.

Pardiat (2007:1) menjelaskan bahwa,

Self Assesment Systeem adalah sebuah sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Namun hal ini tidak efektif bila tidak dilakukan dengan pengontrolan secara teratur yang dilakukan oleh aparat pajak dengan cara melakukan pengawasan secara langsung terhadap wajib pajak.


(13)

Dan dengan kata lain wajib pajak dapat berperan aktif dalam menentukan keberhasilan sistem perpajakan tersebut.

Pengawasan merupakan aktivitas penting dalam manajemen pemerintahan. Pengawasan bukan dimaksudkan mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan penyimpangan atas pelaksanaan suatu pekerjaan, sehingga bisa dilakukan tindakan korektif. Dengan adanya tindakan korektif, maka pekerjaan yang dilakukan akan sesuai dengan rencana.

Pardiat (2007:12) menjelaskan bahwa “pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Waluyo (2008:67) menjelaskan bahwa “pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan”.

Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 85, dan berdasarkan pasal 29 ayat 1 UU. No 28/2007, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Mardiasmo (2003:17) menjelaskan bahwa,

Di dalam sistem self assessment tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT lebih bayar. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk


(14)

melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dengan kuasa pasal 17 C undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang SPT nya menyatakan lebih bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada wajib pajak yang tingkat kepatuhannya rendah tersebut atau menjadi wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat

masalah tersebut dengan judul “PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI

TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF

ASSESSMENT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA

MEDAN”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas yang menjadi perumusan masalah dari penulisan Tugas Akhir ini adalah : “Bagaimana Prosedur Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Sistem Pelaksanaan Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan Sistem Self Assesment pada Kantor Pelayanan

Pajak Madya Medan

b. Untuk mengetahui Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

c. Untuk mengetahui sebab-sebab dilakukannya tindakan pemeriksaan oleh fiskus terhadap wajib pajak.


(15)

1.4Manfaaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dalam melakukan penelitian ini adalah : a. Bagi Penulis

untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis sehubungan dengan pelaksanaan sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak.

b. Bagi Perusahaan

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi tentang sistem pelayanan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan. c. Bagi Penelitian Lainnya


(16)

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak pada masa itu bernama Belasting, yang setelah kemerdekaan Republik Indonesia diganti menjadi Kantor Inspeksi Keuangan dan kemudian namanya berubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya adalah Direktorat Jendral Pajak.

Di Sumatera Utara pada tahun 1976 berdiri 3 (tiga) Kantor Inspeksi Pajak, yaitu :

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara 2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan 3. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Pada tahun 1978, Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua, yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pajak kepada masyarakat, pada tanggal 1 April 1989 terjadi perubahan secara menyeluruh di lingkungan Direktorat Jendral Pajak (DJP), hal itu mencakup perubahan nama Kantor Inspeksi Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sekaligus Mendirikan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Seiring dengan perubahan kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk menuju yang lebih baik, maka dilakukan reorganisasi di lingkungan DJP melalui sistem modernisasi, Dengan adanya reorganisasi tersebut didirikanlah


(17)

KPP Madya yang pertama yaitu KPP Madya Jakarta Pusat yang mulai beroperasi melayani Wajib Pajak pada tanggal 1 September 2004.

Untuk memudahkan masyarakat melakukan pembayaran pajak dan dengan pertumbuhan ekonomi penduduk yang semakin cepat, maka dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tanggal 1 April 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.01/2012 tanggal 6 November 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 62/PMK.01/2009, dibentuk beberapa Kantor Pelayanan Pajak Madya lainnya yang salah satu diantaranya KPP Madya Medan sebagai salah satu organisasi di lingkungan Kantor Wilayah DJP Sumatera I.

a. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan diresmikan pada tanggal 27 Desember 2006 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak bersamaan dengan 12 Kantor Pelayanan Pajak Madya lainnya. Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-48/PJ/2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Tata Cara Pemindahan Wajib Pajak Ke Kantor Pelayanan Pajak Madya, saat mulai operasi (SMO) kantor adalah tanggal 9 April 2007 dengan wilayah kerja meliputi Sumatera Utara dan sekitarnya. KPP Madya mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala regional (lingkup Kantor Wilayah). Jenis pajak yang dikelola oleh KPP Madya sama dengan pajak yang dikelola oleh KPP Wajib Pajak Besar, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan


(18)

Bea Materai. Di KPP Madya tidak ada kegiatan ekstensifikasi dan jumlah Wajib Pajak-nya juga sudah tetap sekitar 200-500 Wajib Pajak yang berasal dari seluruh KPP Pratama di lingkup Kantor Wilayah sesuai dengan ketetapan Direktorat Jenderal Pajak.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 161/KMK.1/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Kode Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Dan Kantor Pelayanan Pajak, kode KPP Madya Medan adalah 123. KPP Madya Medan pertama kali beralamat di Gedung Graha Niaga II lantai 1-6 Jalan Putri Hijau Nomor 20 Medan Kode Pos 20115 dan terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2012, KPP Madya Medan beralamat di Gedung Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I lantai 2 Jalan Suka Mulia Nomor 17 A, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Kode Pos 20151.

Untuk melaksanakan dan menjalankan oprasional kantor, telah diangkat dan ditetapkan Kepala KPP Madya Medan yang pertama yaitu Bapak Lamban Subeqi Purnomo (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 60/KM.01/UP.11/2007 tanggal 30 Januari 2007 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon III Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan) serta diangkat dan ditetapkan para Pejabat Eselon IV (Kepala Subbag dan Kepala Seksi) dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-51/PJ/UP.53/2003 tanggal 28 Pebruari 2003 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon IV di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak Departemen Keuangan. Dan saat ini jabatan Kepala Kantor KPP Madya Medan dijabat oleh Bapak Muslim Gunanta sejak awal tahun 2012.

Untuk Membantu oprasional Eselon III dan IV diangkat Account Representatif (AR) dan para pelaksana Kantor KPP Madya Medan. KPP Madya


(19)

Medan sebagai kantor pelayanan pajak modern sudah melakukan perubahan fungsi pemeriksaan yang mana pemeriksaan pajak harus dilakukan oleh tenaga fungsional pemeriksa sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 331/KMK.1/UP.11/2007 dan Nomor KMK.24/SJ.4/UP.9.1/2007 telah ditetapkan dan diangkat para pejabat fungsional pemeriksa pajak untuk KPP Madya Medan.

b. Logo dan Makna Logo

Dalam menentukan logo, tentu saja instansi yang bersangkutan memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus, terlebih lagi instansi pemerintahan seperti KPP Madya Medan yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan (KemenKeu). Setiap logo tentunya memiliki makna tersendiri begitu juga dengan logo KemenKeu yang diusung KPP Madya Medan.

Gambar 2.1 Logo Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan Keterangan Umum dan Lukisan :

1. Motto : Negara Dana Rakca 2. Bentuk : Segi Lima

3. Tata : Biru kehitam-hitaman, kuning emas, putih dan hijau 4. Padi kuning sepanjang 17 butir


(20)

5. Kapas putih sepanjang 8 butir terdiri dari 4 buah berlengkung 4 : 4 berlengkung 5

6. Sayap kuning emas

7. Gada kuning emas

8. Bokor kuning emas

9. Pita putih

10.Motto ( Semboyan ) biru kehitam-hitaman Makna antara lain :

1. Dasar segi lima bewarna biru kehitam-hitaman melambangkan dasar

Negara Pancasila

2. Padi kuning emas dan kapas putih dengan kelopak hijau melambangkan

cita-cita upaya kita untuk mengisi kesejahteraan bangsa dan sekaligus diberi arti sebagai tanggal lahirnya Negara Republik Indonesia.

3. Sayap kuning emas melambangkan daya upaya menghimpun,

mengarahkan, mengamankan keuangan negara Arti Keseluruhan

Makna dari lambang tersebut adalah ungkapan sesuatu daya yang mempersatukan dan menyerasikan dalam gerakan kerja, untuk melaksanakan tugas Kementrian Keuangan.

c. Visi Dan Misi Pajak Visi

Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profosionalisme yang tinggi.


(21)

Misi

Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

d. Tugas Dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 merupakan dasar pelaksanaan tugas dan fungsi KPP Madya Medan untuk menjalankan kebijakan dan pelayanan di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan.

KPP Madya Medan mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 54 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009). Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Madya Medan menyelenggarakan fungsi: (Pasal 55 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009)

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan, dan penyajian informasi perpajakan; 2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan

pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya; 4. Penyuluhan perpajakan;


(22)

6. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak; 7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;

8. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak;

9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan; Universitas Sumatera Utara 10.Pelaksanaan intensifikasi;

11.Pembetulan ketetapan pajak; 12.Pelaksanaan administrasi kantor.

2.2 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan wewenang, tugas, dan fungsi masing-masing subbagian dan seksi. Tujuan dibentuknya struktur organisasi tersebut adalah untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan penuh tanggung jawab, sehingga rencana kerja dapat terlaksana dengan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal.

Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada dibawah seorang koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Berdasarkan SK. Menkeu RI No.162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997 tentang peningkatan KPP tipe B menjadi tipe A, sehingga dengan adanya surat keputusan itu KPP tipe B tidak ada lagi di Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Sumatera bagian Utara (Sumbagut).


(23)

Berdasarkan SK.Menkeu RI No.94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 tentang sususan organisasi Departemen Keuangan, maka tipe A terdiri dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak MadyaMedan, membawahi 1 sub bagian, 8 seksi, 1 kantor penyuluhan ditambah kelompok tenaga fungsional (yang berada diluar struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak)

1. Sub Bagian Umum

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Penagihan

5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV

10.Kelompok Jabatan Fungsional.

Namun setelah adanya modernisasi perpajakan tahun 2006 s/d 2008 Kantor Pelayanan Pajak yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan makan Kantor Pelayanan Pajak terbagi menjadi beberapa seksi yaitu :

1. Sub Bagian Umum

2. Sub Pelayanan 3. Seksi Penagihan

4. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 5. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I (Waskon I)


(24)

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II (Waskon II) 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III (Waskon III)

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV (Waskon IV)


(25)

Gambar 2.2 Struktur


(26)

Organisasi pada KPP Madya Medan

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Adapun perincian jumlah pegawai pada KPP Madya Medan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Jumlah Pegawai KPP Madya Medan

No Seksi /Bagian Jumlah Pegawai

1. Kepala Kantor 1 Orang

2. Sub Bagian Umum 8 Orang

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 5 Orang

4. Seksi Pelayanan 12 Orang

5. Seksi Penagihan 5 Orang

6. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 5 Orang

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 10 Orang

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 8 Orang

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 8 Orang

10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 9 Orang

11. Kelompok Jabatan Fungsional 33 Orang

Jumlah 104 Orang


(27)

2.3 Uraian Tugas Pokok Dan Fungsi

(Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak)

1. Subbagian Umum

Bagian ini mengelola semua kebutuhan kantor dan karyawan yang meliputi urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga seperti kenaikan pangkat, disiplin pegawai, penggajian pegawai, cuti, dan segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan sarana/prasarana kantor.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Bertugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data; pengamatan potensi perpajakan; penyajian informasi perpajakan; perekaman dokumen perpajakan; pelayanan dukungan teknis komputer (pengelolaan akses dan keamanan sistem komputer); pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing; penyiapan, pencetakan, dan pengiriman laporan kinerja; serta melakukan urusan penatausahaan, pemeliharaan dan pengawasan Relational Data Base Management System (RDBMS).

3. Seksi Pelayanan

Bertugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan; pengadministrasian dokumen dan kearsipan berkas perpajakan; penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT) beserta surat-surat lainnya dari


(28)

Wajib Pajak seperti Surat Setoran Pajak, Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak/Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang diuangkan, Putusan Keberatan dan Banding; penyuluhan ketentuan formal perpajakan; pelaksanaan registrasi Wajib Pajak; melakukan kerjasama perpajakan; serta melakukan pelayanan terhadap Wajib Pajak.

4. Seksi Penagihan

Bertugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak; penundaan dan angsuran tunggakan pajak; penagihan aktif seperti penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah; usulan penghapusan piutang pajak; Melakukan penyitaan dan pelelangan; serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

Bertugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan; pengawasan

pelaksanaan aturan pemeriksaan; pengelolaan administrasi kegiatan sebelum maupun setelah pemeriksaan perpajakan (penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) hingga pengimputan hasil pemeriksaan ke dalam Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak [SIMP]); pemantauan pengendalian interen; pengelolaan resiko; kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin; tindak lanjut hasil pengawasan serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon)


(29)

a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I menangani Wajib Pajak yang bergerak di bidang Jasa, terdiri dari :1 (satu) orang Kepala Seksi, 8 (delapan) orang Account Representative 1 (satu) orang Pelaksana.

b. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Industri Non Kelapa sawit dan Karet, terdiri dari : 1 (satu) orang Kepala Seksi, 6 (enam) orang Account Representative, 1 (satu) orang Pelaksana.

c. Seksi Pengawasan Konsultasi III menangani Wajib Pajak yang bergerak di

bidang Perkebunan, terdiri dari :1 (satu) orang Kepala Seksi, 6 (enam) orang Account Representative, 1 (satu) orang Pelaksana

d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Perdagangan Non Kelapa sawit dan Karet, terdiri dari : 1 (satu) orang Kepala Seksi, 7 (tujuh) orang Account Representative, 1 (satu) orang Pelaksa

Masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; pelayanan penyelesaian hak Wajib Pajak; bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan; penyusunan profil Wajib Pajak; analisis kinerja Wajib Pajak; rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi; usulan pembetulan ketetapan pajak; evaluasi hasil banding; pemantauan proses administrasi perpajakan (workflow); penerbitan, pembetulan dan penyimpanan produk-produk hukum; pengawasan terhadap penyelesaian pemeriksaan pajak dan proses keberatan; penyelesaian permohonan surat keterangan yang diperlukan Wajib Pajak; serta melakukan pemuktahiran data Wajib Pajak dalam membuat company profile.


(30)

7. Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak

Bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 67 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009). Sesuai dengan Pasal 68 ayat (1-4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009, Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok sesuai dengan bidang keahliannya dan setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh setiap Kepala KPP Madya. Jumlah Jabatan Fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Untuk jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal melaksanakan tugasnya Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di KPP Madya Medan melakukan pemeriksaan pajak menggunakan Teknik Audit Berbasis Komputer (TABK) untuk mendapatkan kualitas hasil pemeriksaan yang optimal dan mempercepat proses pemeriksaan.

2.4 Kinerja Terkini Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Setiap intansi tentu mempunyai visi dan misi yang harus dijalankan sesuai dengan tujuan instasi, dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk mencapai tujuan itu. Begitu juga pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan, instansi ini terus berupaya agar tujuan KPP Madya Medan DJP Sumut I yang telah digariskan dan disusun berdasarkan UU dapat terlaksana sesuai peraturan yang ada. Dalam mewujudkan itu semua karena dibutuhkan kerja keras yang tinggi, disiplin dan loyalitas dalam bekerja. Pastinya untuk mendorong mencapai hasil yang


(31)

maksimal diperlukan kinerja yang bermutu dengan tenaga ahli dan profesional yang terlatih di bidang-bidangnya.

Tabel 2.4 Realisasi Target Perencanaan Penerimaan Pajak KPP Madya Medan

NO Tahun Rencana Realisasi Pencapaian Pertumbuhan

1 2010 5.075.190.439.722 4.351.125.569.722 85.73% -

2 2011 5.548.019.557.654 4.537.648.410.388 81.79% 4,29%

3 2012 6.415.510.280.000 6.070.182.943.818 94.62% 33,7%

4 2013 7.728.312.200.000 6.676.429.630.022 86.39% 9,99%

Sumber : Pengelolaan Data Dan Informasi KPP Madya Medan Keterangan :

1. Pada tahun 2010 rencana pencapaian hasil peningkatan pajak yang ditargetkan sebesar Rp. 5.075.190.439.722 dan realisasi peningkatan yang berhasil di tahun ini adalah sebesatr Rp. 4.351.125.569.722 atau dengan persentase sebesar 85,73% dari rencana pendapatan yang ditargetkan.

2. Capaian realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011 adalah sebesar

Rp.4.537.648.410.388 dengan rencana yang ditargetkan sebesar Rp. 5.548.019.557.654. capaian tersebut sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4.351.125.567.722 atau dengan persentase sebesar 81,79% dari rencana dengan tingkat pertumbuhan 4,29%.

3. Realisasi penerimaan pajak yang berhasil dicapai pada tahun 2012 adalah

sebesar Rp. 6.070.182.943.818 dengan rencana pendapatan sebesar Rp. 6.415.510.280.000 atau sebesar 94,62%. Penerimaan pajak yang diperoleh


(32)

pada tahun ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp.4.537.648.410.388 dengan pencapaian tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 33,77%.

4. Pada tahun 2013 realisasi penerimaan pajak yang berhasil ditingkatkan adalah sebesar Rp.6.676.429.630.022 dan target yang ditetapkan sebesar Rp. 7/728.312.200.000, itu berarti realisasi dicapai ditahun ini adalah 86,39% dengan tingkat pertumbuhan 9,99%.

Jadi, berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa setiap tahunnya target penerimaan pajak yang direncanakan akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan rencana penerimaan pajak dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan negara.

Seiring dengan meningkatnya jumlah wajib pajak di setiap tahunnya pada KPP Madya Medan, mendorong KPP Madya Medan untuk terus meningkatkan target perencanaan pendapatan pajak. Hal ini didasarkan dengan melihat semakin berkembangnya dunia usaha dari berbagai bidang diantara lain bidang jasa, industri non kepala sawit dan karet, bidang perkebunan, bidang perdagangan non kelapa sawit dan karet. Dimana beberapa bidang tersbut adalah menjadi cakupan atau Wajib Pajak pada KPP Madya Medan.

Meskipun, realisasi pendapatan yang diperoleh KPP Madya Medan belum dapat mencapai target pendapatan yang direncanakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Tingkat kepercayaan masyarakat yang kurang untuk menyadari pentingnya


(33)

2. Wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri atau sengaja menghindar dari kewajibannya sebagai wajib pajak.

3. Ada juga wajib pajak badan tidak mlaporkan penghasilannya kepada Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) secara jujur dan benar.

4. Wajib pajak yang tidak membayar pajaknya tepat waktu.

Oleh karena itu, hingga saat ini KPP Madya Medan masih terus berusaha meningkatkan kualitas pelayanan pajak, serta melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat luas untuk ikut serta membangung negara dengan membayar pajak.

Peningkatan jumlah Wajib Pajak dan peningkatan realisasi pajak setiap tahunnya membuat KPP Madya Medan terus meningkatkan target perencanaan pendapatan pajak dan melakukan sosialisasi dengan harapan terus bertambahnya pendapatan negara melalui sektor pajak ini.


(34)

PEMBAHASAN 3.1 SistemSelf Assessment

Waluyo (2008:17) menjelaskan bahwa,

Sistem self assessment adalah sebuah sistem pemungutan pajak

dimana Wajib Pajak (WP) diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan meleporkan sendiri pajak yang terutang. Sistem self assessment diberlakukan sampai sekarang karena sistem official assessment dinilai tidak efisien, dan menimbulkan kecenderungan Wajib Pajak kurang bertanggungjawab, dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban perpajakannya.

Dalam sistem self assessment pemberdayaan masyarakat (empowering people) adalah hal yang pokok, dimana prinsip itikad baik (good faith) merupakan tuntutan moral menyelenggarakan pembukuan untuk keperluan pajak. Berdasarkan sistem ini perlu setiap wajib pajak diwajibkan:

1. Mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus mendapatkan nomor pokok wajib pajak.

2. Kewajiban memahami peraturan perpajakan yang berlaku.

3.Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan untuk keperluan administrasi pajak dengan disertai oleh moral dan etika yang bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan terjadinya pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, selain dalam bentuk tax evasion dapat juga terjadi karena kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan.


(35)

Mardiasmo (2002:15) menjelaskan bahwa,

Kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan dapat disebabkan oleh: ketidaktahuan (ignorance) yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kesalahan (error) yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan tetapi salah dalam menerapkan dan penghitungan datanya, kesalahpahaman (misunderstanding) yaitu wajib pajak salah menafsirkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan, dan kealfaan

(negligence) yaitu wajib pajak alfa untuk menyimpan buku beserta bukti-buktinya secara lengkap.

Sistem self assessment juga mengandung hal yang penting, yang

diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu: 1. Kesadaran Wajib Pajak / Tax consciousness 2. Kejujuran Wajib Pajak

3. Hasrat untuk membayar pajak/ Tax Mindedness Wajib Pajak

4.Tax Discipline, disiplin Wajib Pajak dalam membayar atau menyetor pajak tepat pada waktunya.

Suandy (2002:95) menjelaskan bahwa,

Hal-hal penting yang mempengaruhi keberhasilan sistem self assessment adalah tingkat kepatuhan wajib pajak. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak berdasarkan sistem self assessment yaitu adanya kepastian hukum, pelaksanaannya mudah, lebih mencerminkan azas keadilan dan merata, memperkecil kemungkinan Wajib Pajak tidak mampu bayar pajak akibat perhitungan yang terlalu besar.

Dalam rangka pengawasan atas sistem self assessment, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan tindakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(36)

Berikut hasil tindakan pemeriksaan dalam 3 tahun terakhir yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Kantor Pelayanan Madya Medan

Wajib Pajak

Tahun Pemeriksaan

2011 2012 2013

Orang Pribadi - - -

Badan Usaha 1178 1359 1359

Total 1178 1359 1359

Sumber : KPP Madya Medan April 2014 Tabel 3.1 merupakan tabel hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas pemeriksaan terhadap wajib pajak dalam hal ini Badan Usaha selama 3 tahun terakhir. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa hasil pemeriksaan pada tahun 2011 sebesar 1.178 badan usaha, sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 sebesar 1.359 badan usaha. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyelewengan, kelalaian, kesenjangan ataupun ketidakpatuhan wajib pajak dalam melaporkan maupun memenuhi kewajiban perpajakannya masih tinggi sehingga dapat menghambat bahkan merugikan negara.

Dengan bertambahnya wajib pajak setiap tahun, maka semakin tinggi aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh kpp madya medan. Tindakan pemeriksaan ini secara teratur dilakukan setiap tahun terhadap wajib pajak. Dengan terstrukturnya aktivitas pemeriksaan, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dalam perpajakan demi terciptanya kelancaran pembangunan negara dimana dalam hal ini pajak merupakan salah satu sumber utama untuk membiayai pembangunan nasional.


(37)

3.2 Ketentuan Umum Seputar Pemeriksaan Pajak

Di dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa pajak harus berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku yang terdiri dari ketentuan formal dan ketentuan material. Ketentuan formal pemeriksaan berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sedangkan ketentuan material berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

a. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740)

2. Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007, tentang Tata Cara

Pemeriksaan Pajak.

Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum pemeriksaan pajak di Indonesia, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan bagi wajib pajak untuk tidak mematuhinya.

b. Pengertian Seputar Pemeriksaan Waluyo (2008:67) menjelaskan bahwa,

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk


(38)

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak)

Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak-hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas, tempat tinggal wajib pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. (PeraturanMenteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Surat Perintah Pemeriksaan Pajak adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka


(39)

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Peraturan Menetri Keuangan Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh kemudian, bukti dari keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. (Peraturan Menetri Keuangan Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Berdasarkan beberapa pengertian seputar pemeriksaan dapat dijelaskan bahwa pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Dimana dilaksanakan oleh pemeriksa pajak sebagai tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Jenderal Pajak yang dapat dilakukan baik dilapangan atau di kantor.

Serangkaian pemeriksaan tersebut dimulai dengan mengeluarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak kemudian ditunjukkan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan yang dipertanggung jawabkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan.

c.Tujuan Pemeriksaan

Ilyas dan Burton (2001:48) menjelaskan bahwa,

Pajak Pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat pajak terhadap wajib pajak yang diperiksa pada hakikatnya memikiki tujuan yang hendak dicapai. tujuan pemeriksaan adalah untuk :


(40)

1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak.

Pemeriksaan ini dilakukan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :

a. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak

dan/atau Rugi.

b. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau tidak tepat waktu yang sudah ditetapkan.

c. Surat Pemberitahuan memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.

d. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban lainnya.

2. Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Pemeriksaan ini dilakukan apabila terdapat hal- hal sebagai berikut :

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau pencabutan

NPWP secara jabatan.

b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pencabutan PKP.

d. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding.

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan

penghasilan netto.

f. Penentuan Wajib Pajak yang berlokasi di daerah tertentu. g. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.

h. Penentuan salah satu atau lebih tempat terutang PPN. i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas

perpajakan dan/atau:

k. Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda.

Tujuan lain pemeriksaan pajak tersebut di atas hanya sekedar untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Sementara itu untuk


(41)

mewujudkan pelayanan yang terbaik adalah kewajiban pejabat pajak sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

d. Jangka Waktu Pemeriksaan

Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 jangka waktu pemeriksaan terdiri dari :

1. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6(enam) bulan yang dihitung sejak tanggal wajib pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

2. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4(empat)

bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8(delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

3. Apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi yang

terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, pemeriksaan lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun.

Dalam hal pemeriksaan terhadap wajib pajak diawali dengan dilakukan memberikan surat pemberitahuan pemeriksaan. Dalam proses pemeriksaan ini, tim pemeriksa melakukan pemeriksaan di kantor pajak dengan memanggil wajib pajak untuk datang ke KPP masing-masing, apabila tidak mendapatkan jawaban yang akurat maka dilanjutkan dengan pemeriksaan lapangan dimana waktu


(42)

pemeriksaan tersebut harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

e.Kewenangan Pemeriksa Pajak

1. Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang :

a. Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi

dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diterima.

b. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.

c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau

tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh.

d. Meminta kepada wajib pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran

pemeriksaan antara lain berupa :

1. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya wajib pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus.

2. Memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk membuka barang

bergerak dan/atau tidak bergerak.

3. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya pemeriksaan

lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

e. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak.


(43)

f. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib pajak.

g. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan.

2. Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang :

a. Memanggil wajib pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak

dengan menggunakan surat panggilan.

b. Melihat dan/atau meminjam buku dan/atau catatan, dokumen yang

menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang termasuk data yang dikelola secara elektronik yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh.

c. Meminta kepada wajib pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran

pemeriksaan.

d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak..

e. Meminjam Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik

melalui wajib pajak dan mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan.

Pemeriksaan terhadap wajib pajak dalam prosesnya terdapat beberapa wewenang pemeriksaan baik yang dilakukan dilapangan atau pun di kantor. Wajib pajak diharapkan untuk dapat membantu dengan mengerti dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan wewenang pemeriksa pajak demi kelancaran pemeriksaan.

f. Standar Pemeriksaan

Pardiat (2008:20) menjelaskan bahwa,

Pemeriksaan pajak berdasarkan pasal 6 (enam) sampai dengan pasal 10(sepuluh) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007.


(44)

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan meliputi : Standar Umum, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan.

Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7)

Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan pemeriksa pajak dan mutu pekerjaannya. Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang :

1. Telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.

2. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.

3. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.

Dalam hal diperlukan, pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (Pasal 8)

Pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan, yaitu : 1. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai

dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.

2. Luas pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang

diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya


(45)

3. Temuan pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan

4. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa pajak yang terdiri dari

seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim.

5. Tim pemeriksa pajak tersebut dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang

memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan pemeriksa pajak, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli dibidang teknologi dan informasi, dan pengacara.

6. Apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.

7. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal wajib pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.

8. Pemeriksaan dilakukan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat

dilanjutkan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.

9. Pelaksanaa pemeriksaan disokumentasikan dalam bentuk kertas kerja

pemeriksaan.

Kertas Kerja Pemeriksaan (Pasal 9)

Kegiatan pemeriksaan untuk mengujin kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan


(46)

sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kertas Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi

sebagai :

a. Bukti bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan

pemeriksaan.

b. Bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan

Wajib Pajak mengenai temuan pemeriksaan.

c. Dasar pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan.

d. Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan dan banding yang diajukan oleh wajib pajak.

e. Referensi untuk pemeriksaan berikutnya.

2. Kertas Kerja Pemeriksaan harus memberikan gambaran mengenai :

a. Prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan. b. Data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh. c. Pengujian yang telah dilakukan; dan

d. Simpulan dalam hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan

pemeriksaan.

Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan (Pasal 10)

Kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaopran hasil pemeriksaan, yaitu :

1. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang


(47)

memuat simpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan.

2. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan antara lain mengenai : penugasan pemeriksaan, identitas wajib pajak, pembukuan atau pencatatan wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, data/informasi yang tersedia, buku atau dokumen yang dipinjam, materi yang diperiksa, uraian hasil pemeriksaan, ikhtisar hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terutang, simpulan dan usul pemeriksa pajak.

Pelaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak untuk menguji kepatuhan wajib pajak harus berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dimana terdapat beberapa standar yang harus dipenuhi yaitu, Standar Umum (pasal 7), Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (pasal 8), Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan (pasal 10). Setiap pelaksanaan pemeriksaan harus memenuhi beberapa standar tersebut yang ditentukan sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

g. Norma Pemeriksaan Pajak

Ilyas dan Burton (2001:60) menjelaskan bahwa,

Berdasarkan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, untuk keperluan pemeriksaan harus memilki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan (SPP) serta memperlihatkan kepada wajib pajak yang diperiksa. Di dalam penjelasan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang No.28/2007, dijelaskan tentang kewajiban pemeriksa pajak yaitu pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa harus memilki tanda pengenal identitas. Oleh


(48)

karena itu, petugas pemeriksa harus memilki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukan pemeriksaan kepada wajib pajak.

Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggungjawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Kepercayaan masyarakat apabila akan dilakukan suatu pemeriksaan wajib untuk dijaga. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pegawai pajak adalah dengan mematuhi norma pemeriksaan pajak. Dengan adanya norma ini, masyarakat percaya bahwa proses pemeriksaan memang benar dilakukan oleh pegawai pajak itu sendiri. Dan wajib pajak tidak perlu ragu akan kerahasiaan data yang diperiksa bila ada suatu pemeriksaan, karena setiap pemeriksa pajak wajib menunjukkan kartu identitasnya.

h. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Pardiat (2008:32) menjelaskan bahwa,

Berdasarkan pasal 31 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksa pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada wajib pajak, dan hak wajib pajak untuk


(49)

hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference) dalam batas waktu yang ditentukan. Dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan Pasal 36 ayat 1 huruf d UU No.28/2007, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau permohonan wajib pajak dapat membatalkan Hasil Pemeriksaan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.

Tata cara pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan terdapat dalam pasal 22, pasal 23, pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 antara lain :

1. Hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemernuhan kewajiban

perpajakan harus diberitahukan kepada wajib pajak dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir.

2. Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak tidak dilanjutkan

apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan.

3. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) beserta lampirannya

disampaikan oleh pemeriksa pajak melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya.

4. Wajib pajak memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan berhak hadir

dalam Pembahasan akhir hasil pemeriksaan palilng lama 3 hari kerja sejak SPHP diterima oleh wajib pajak untuk pemeriksaan kantor dan 7 hari kerja sejak SPHP diterima oleh wajib pajak untuk pemeriksaan lapangan.

5. Apabila dalanm jangka waktu tersebut, wajib pajak menyampaikan surat


(50)

pemeriksaan dan hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP), pameriksa pajak menggunakan tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara PAHP, yang ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak dan wajib pajak.

6. Apabila dalam jangka waktu tersebut, wajib pajak menyampaikan surat

tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan namun tidak hadir dalam PAHP, pemeriksa pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk mrmbuat risalah pembahasan dan berita acara ketidak hadiran wajib pajak dalam PAHP, yang ditanda tangani oleh pemeriksa pajak dan wajib pajak.

7. Apabila dalam jangka waktu tersebut, wajib pajak menyampaikan surat

tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan dan hadir dalam PAHP, pemeriksa pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk melakukan pembahasan akhir dengan wajib pajak dan hasil pembahasannya dituangkan dalam risalah pembahasan dan berita acara PAHP, yang ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak dan wajib pajak.

8. Apabila dalam jangka waktu tersebut, wajib pajak menyampaikan surat

tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan namun tidak hadir fdalam PAHP, pemeriksa pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuiat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran wajib pajak dalam PAHP, yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak.


(51)

9. Apabila dalam jangka waktu tersebut, wajib pajak tidak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaan dan tidak hadir dalam PAHP, pemeriksa pajak membuat berita acara ketidakhadiran wajib pajak dalam PAHP, yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak.

10. Dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam PAHP dan pemeriksa pajak telah

membuat dan menandatangani berita acara ketidakhadiran wajib pajak dlm PAHP, maka PAHP dianggap telah dilaksanakan.

11. Dalam hal wajib pajak menolak menandatangani berita acara PAHP,

pemeriksa pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara PAHP.

12. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan pemeriksa

pajak dalam PAHP, wajib pajak dapat mengajukan permintaan agar perbedaan tersebut dibahas lebuih dahulu oleh tim pembahas yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak

13. Hasil pembahasan oleh tim pembahas dituangkan dalam risalah tim pembahas

yang merupakan bagian dari kertas kerja pemeriksaan.

14. Jangka waktu PAHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dengan jenis pemeriksaan kantor harus diselesaikan paling lama 3 (tiga) minggu.

15. Jangka waktu PAHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan paling lama 1(satu) bulan.

16. Risalah pembahasan dan berita acara PAHP, merupakan bagian yang tidak


(52)

SKP atau STP dihitung sesuai dengan PAHP, kecuali sebagaimana yang dimaksud dalam huruf f, h, fdan i.

Jika suatu pemeriksaan akan mencapai tahap akhir yaitu dimana proses pemeriksaan baik dikantor ataupun dilapangan telah selesai maka hasil pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada wajib pajak. Hal ini sesuai dengan pasal 31 ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu, memberikan hak wajib pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir yang disampaikan pemeriksa pajak melalui kurir, faksimili, pos atau jasa pengiriman lainnya.

Dalam proses pembahasan akhir diharapkan wajib pajak untuk hadir dan memberikan tanggapan atas hasil pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh kantor pajak masing-masing. Tanggapan wajib pajak sangat penting meskipun terdapat setuju atau tidak setuju dengan hasil pemeriksaan. Hasil dari tanggapan ini akan dijadikan dasar oleh pemeriksa pajak dalam membuat risalah pembahasan dan berita acara PAHP yang ditanda tangani oleh tim pemeriksa paja dan wajib pajak.

3.3 Prosedur Dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pardiat (2008:40) menjelaskan bahwa,

Pemeriksaan Pajak dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim pemeriksa pajak yang susunannya terdiri dari beberapa supervisor, seorang ketua tim, dan beberapa pemeriksa/penilai yang tergabung dalam kelompok fungsional.

a. T

ata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak harus dilakukan sesuai dengan:

1. P


(53)

2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

3. Peraturan Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2008 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.

b. Pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai dengan standart pemeriksaan yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan dan standar pelaporan pemeriksaan.

c. Tim Pemeriksa Pajak harus mencantumkan dasar hukum berupa

ketentuan pelaksanaannya serta bukti-bukti pendukungnya, atas setiap temuan pemeriksaan.

d. Temuan pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak

melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang penyampaiannya hanya dapat dilakukan satu kali.

e. Wajib Pajak harus diberi kesempatan hadir untuk melakukan

pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pembahasan akhir harus dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan yaitu 1 (satu) bulan untuk pemeriksaan lapangan dan 3 (tiga) minggu untuk pemeriksaan kantor.

f. Dalam hal dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, baik Tim

Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan maupun Tingkat Kantor Wilayah, harus diperhatikan hal-hal berikut:

1. Tim pembahas dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana

Pemeriksaan atau Kepala Kantor Wilayah DJP dan atas nama Direktur Jenderal Pajak yang bertugas.

2. Tim Pembahas akan melaksanakan tugasnya dalam hal

terdapat permohonan dari Wajib Pajak.

3. Pembahasan oleh Tim Pembahas hanya dilakukan antara Tim

Pemeriksa Pajak dan Tim Pembahas tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak.

g. Apabila hasil pemeriksaan ternyata berbeda dengan profil Wajib Pajak, tim pemeriksa pajak harus menjelaskan perbedaan tersebut dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan


(54)

serta mengirimkan data perbedaan tersebut kepada Seksi Pengawasan dan Konsultasi Terkait.

h. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan 1 (satu) Surat Perintah Pemeriksaan yang meliputi satu atau beberapa jenis pajak dan satu atau beberapa masa pajak, maka Nota Perhitungan dan Surat Ketetapan Pajak harus diterbitkan untuk setiap Masa Pajak dan Jenis Pajak..

Dalam proses pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim pemeriksa harus sesuai prosedur Pemeriksaa Pajak sebagai berikut: mengevaluasi data yang dilaporkan wajib pajak, menganalisa angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan wajib pajak, meminta keterangan lisan dan/atau tulisan wajib pajak yang diperiksa, memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat penyimpanan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk, melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut, apabila wajib pajak atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud.

3.4 Penyebab-penyebab Dilakukan Pemeriksaan Pajak oleh Fiskus Pardiat (2008:5) menjelaskan bahwa:

Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak, maka Wajib Pajak dapat diperiksa apabila :

a. S

urat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau Rugi.

b. S

urat Pemberitahuan tidak disampaikan atau tidak tepat waktu yang sudah ditetapkan.

c. S


(55)

d. A danya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban lainnya.

Pemeriksaan pajak juga dapat dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan dari Wajib Pajak dalam menjalankan sistem self assessment yaitu:

a. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban intern, yaitu dalam pembayaran atau pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Ppn setiap bulan

b. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban tahunan, yaitu

dalam menghitung pajak atas dasar sistem self assessment dan melaporkan perhitungan pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pada akhir tahun pajak serta melunasi hutang pajaknya.

c. Ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap ketentuan materiil dan

yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.

Pardiat juga mengatakan (2008:6) bahwa “terdapat Pemeriksaan Khusus yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan, atau pengaduan yang berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu”.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh fiskus selaku pelaksana khusus dengan ketentuan :

a. Adanya dugaan melakukan tindak pidana. b. Pengaduan masyarakat.

c. Terdapat data baru atau data semula yang belum terungkap yang dilakukan

melelui pemeriksaan ulang Direktur Jenderal Pajak. d. Permintaan wajib pajak.


(56)

f. Untuk memperoleh informasi dan atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan. peraturan perundang-undangann perpajakan.

Sebelum berjalannya pemeriksaan, tim pemeriksa harus terlebih dahulu mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah data dan membaca keterangan yang berpotensi akan terjadinya suatu penyelewengan atau ketidaksesuain dalam perpajakan. Dengan memahami keterangan dan mengetahui penyebab dilakukannya pemeriksaan pajak, seharusnya proses pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan dengan tepat, benar dan adil.

3.5 Usaha-Ussaha Untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Kurang dan Tidak Patuh

Berdasarkan hasil penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dapat diketahui bahwa pada umumnya sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya kota Medan masih banyak yang kurang atau bahkan tidak mengerti pelaksanaan sistem self assessment yang berlaku dalam sistem perpajakan. Pada umumnya wajib pajak hanya mengetahui hal-hal umum tentang pajak (awareness), dimana mereka mengaku mengenal dan tahu pajak. Akan tetapi, lebih lanjut soal kepatuhan mereka dalam pelaksaaan kewajiban pajaknya, hanya sebagian kecil jumlah masyarakat dimana dalam hal ini wajib pajak yang mengaku telah melaksanakan kepatuahan. Dari sini dapat disimpulkan, meski masyarakat pada umumnya tahu tentang pajak tetapi belum banyak yang tahu soal hak dan kewajiban sebagai wajib pajak, termasuk kepatuhan perpajakan. Dengan kata lain, pengetahuan dan pemahaman tentang pajak tidak serta merta berdampak pada perilaku patuh pajak.


(57)

Hal tersebut mengakibatkan sampai saat ini masih banyak penyelewengan pajak yang terjadi, baik yang tidak sengaja akibat kurangnya pemahaman wajib pajak mengenai sistem tersebut maupun yang disengaja oleh wajib pajak itu sendiri karena ketidakpatuhannya terhadap Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

Semakin tingginya penyelewengan yang terjadi dibidang perpajakan mengakibatkan pemeriksaan pajak beberapa tahun belakangan ini semakin gencar dilaksanakan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Untuk itu perlu usaha-usaha yang harus dilakukan oleh pihak fiskus untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh tersebut adalah

a. Direktorat Jendral Pajak giat melakukan penyuluhandan sosialisasi perpajakan yang lebih difokuskan pada peningkatan pemahaman pada hal-hal mendasar dan filosofis dari administrasi perpajakan: hak, kewajiban dan manfaat.

b. Penerapan sistem transparansi dan akuntabilitas baik dari pemerintah atau pun Direktorat Jendral Pajak kepada publik. Apabila hal ini dapat terwujud dengan benar dan sesuai keinginan wajib paja maka wajib pajak akan cenderung mematuhi aturan perpajakan.

c. Penegakan hukum yang terus dilakukan berupa sanksi-sanksi tegas apabila

terdapat wajib pajak tidak atau kurang patuh dalam pajak. Dengan memenuhi rasa keadilan kepada semua orang (termasuk pejabat publik) sehingga mendorong kepercayaan masyarakat kepada pajak dalam mengelola keuangan


(58)

pajak yang dibayarkan, dimana kemungkinan pemanfaatan dalam pajak dapat terjadi misalnya korupsi.

d. Direktorat Jendral Pajak harus secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk mendekatkan pelayanan perpajakan kepada masyarakat; seperti mobil pajak keliling, pojok pajak, call center, SMS center dan sebagainya serta pemberdayaan KP2KP. Inovasi pelayanan perlu dirangsang agar terus tumbuh dan berkembang di benak masyarakat dalam mematuhi pajak.

3.6 Upaya-Upaya Untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan

Dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan perlu didahulukan dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapatkan pengawasan yang seksama terhadap wajib pajak yang akan diperiksa. Jadi, untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan maka diperlukan upaya-upaya yang harus diterapkan oleh pihak pemerintah perpajakan.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak adalah sebagai berikut :

a. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan. Upaya peningkatan efisiensi institusional, profesionalitas, dan integritas aparat perpajakan tersebut dapat dilakukan melalui meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.


(59)

b. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan mendorong efektifitas dalam pelaksanaan pengawasan.

c. Menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) dalam

pelaksanaan tugas.

d. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat

perpajakan.

e. Perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga terkait dengan koordinasi dengan pihak-pihak lain.

Namun jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak membuahkan hasil dan walaupun telah dilakukan pemeriksaan WP tetap tidak mau melakukan pembetulan dengan kesadaran sendiri maka dapat ditindak lanjuti dengan upaya penyidikan yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa tindakan tersebut merugikan negara. Upaya penyidikan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(60)

(61)

4.1Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sistem self assessment merupakan sistem perpajakan dimana wajib pajak yang menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sistem ini terlaksana sejak reformasi tahun 1983 dengan berdasarkan Undang Undang Perpajakan nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 28 tahun 2007. Sistem ini dituntut agar wajib pajak aktif dan sadar dalam membayar pajak. 2. Sampai dengan saat ini dengan berjalannya sistem self assessment terkadang

ada kesalahan hitung atau selisih jumlah antara perhitungan wajib pajak dengan perhitungan fiskus, maka diperlukan pemeriksaan atas pajak yang dilaporkan wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak masing-masing sehingga tidak menimbulkan kerugian dari pihak negara ataupun pihak wajib pajak itu.

3. Pada realitasnya self assessment memungkinkan adanya potensi wajib pajak

yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan secara baik akibat dari kelalaian, kesenjangan ataupun ketidaktahuan wajib pajak atas tanggungjawab dari kewajiban perpajakan untuk mengatasi hal tersebut harus diseimbangi dengan pemeriksaan.

4. Pemeriksaan merupakan kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah data dan


(62)

Dalam pelaksanaannya harus berdasarkan ketentuan prosedur dan tata cara undang-undang Perpajakan yang berlaku. Terdiri dari ketentuan formal dan material.

5. Pemeriksaan pajak merupakan elemen penting sebagai pilar dari penegakan

hukum dalam pelaksanaan perpajakan. Serta sebagai salah satu upaya untuk menghindari indikasi penyelewengan dan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam perpajakan.

6. Pemeriksaan terjadi apabila ada indikasi bahwa wajib pajak tidak memenuhi

kewajiban perpajakannya, dimana menitikberatkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Kelebihan Pembayaran pajak atas yang diserahkan wajib pajak.

7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak diawali dengan dikeluarkannya Surat

Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak oleh pejabat pajak yang berwenang dan berakhir dengan disetujukannya Laporan Pemeriksaan Pajak. Laporan ini disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada tidaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan dan memuat pula pengungkapan informasi lainnya yang terkait.

8. Dengan adanya pemeriksaan diharapakan kepada wajib pajak untuk

meningkatkan kepatuhannya ditahun-tahun mendatang sekaligus dapat mendorong penerimaan pajak ke arah yang lebih baik.


(63)

4.2Saran

Saran yang dapat diberikan penulis sehubungan dengan uraian-uraian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Penyuluhan dan sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh pegawai pajak

ternyata kurang mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya materi yang disampaikan oleh pegawai pajak terstruktur serta berhubungan dengan tujuan dan manfaat pajak dalam proses pembangunan.

2. Berbagai upaya yang pernah dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan

masyarakat terhadap pajak kurang memberi pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Hal ini terkait dengan tertangkapnya pegawai pajak Gayus Tambunan dengan penyelewengan pajak. Oleh karena itu, penting transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat terhadap pajak yang mereka bayar.

3. Pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku penyelewengan pajak yang

selama ini berjalan tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Maka dari itu, hendaknya dilakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap semua tindakan yang dinilai menyimpang dari pajak.

4. Petugas pemeriksaan pajak yang selama ini bertugas kurang menguasai hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan. Oleh sebab itu, hendaknya Dirjen pajak meningkatkan kualitas petugas pemeriksaan dengan pembekalan ilmu untuk yang lebih mendalam tentang pemeriksaan baik melalui pendidikan maupun pelatihan.

5. Kualitas pelayanan publik yang diberikan perpajakan selama ini kurang sesuai dengan harapan masyarakat. Maka dari itu, inovasi pelayanan kepada publik


(64)

penting untuk dilakukan untuk dengan harapan dapat meningkatkan kelancaran dalam proses pemungutan pajak

6. Koordinasi antara Dirjen Pajak dengan instansi terkait perlu dioptimalkan. Terciptanya koordinasi yang baik tentunya akan mempermudah tugas dalam sistem pelaksanaan pajak.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas B. Wirawan dan Richard Burton. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-123/PJ/2006, Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-142/PJ/2001, Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.

Mardiasmo. 2002. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pardiat. 2007. Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Penerbit Mitra Media Penerbit Mitra. Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan MenKeu No.199/PMK.03/2007

Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Surat Edaran, Nomor: SE-10/PJ.04/2008, Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.


(1)

(2)

4.1Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sistem self assessment merupakan sistem perpajakan dimana wajib pajak yang menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sistem ini terlaksana sejak reformasi tahun 1983 dengan berdasarkan Undang Undang Perpajakan nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 28 tahun 2007. Sistem ini dituntut agar wajib pajak aktif dan sadar dalam membayar pajak. 2. Sampai dengan saat ini dengan berjalannya sistem self assessment terkadang

ada kesalahan hitung atau selisih jumlah antara perhitungan wajib pajak dengan perhitungan fiskus, maka diperlukan pemeriksaan atas pajak yang dilaporkan wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak masing-masing sehingga tidak menimbulkan kerugian dari pihak negara ataupun pihak wajib pajak itu.

3. Pada realitasnya self assessment memungkinkan adanya potensi wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan secara baik akibat dari kelalaian, kesenjangan ataupun ketidaktahuan wajib pajak atas tanggungjawab dari kewajiban perpajakan untuk mengatasi hal tersebut harus diseimbangi dengan pemeriksaan.

4. Pemeriksaan merupakan kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan perpajakan.


(3)

Dalam pelaksanaannya harus berdasarkan ketentuan prosedur dan tata cara undang-undang Perpajakan yang berlaku. Terdiri dari ketentuan formal dan material.

5. Pemeriksaan pajak merupakan elemen penting sebagai pilar dari penegakan hukum dalam pelaksanaan perpajakan. Serta sebagai salah satu upaya untuk menghindari indikasi penyelewengan dan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam perpajakan.

6. Pemeriksaan terjadi apabila ada indikasi bahwa wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, dimana menitikberatkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Kelebihan Pembayaran pajak atas yang diserahkan wajib pajak. 7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak diawali dengan dikeluarkannya Surat

Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak oleh pejabat pajak yang berwenang dan berakhir dengan disetujukannya Laporan Pemeriksaan Pajak. Laporan ini disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada tidaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan dan memuat pula pengungkapan informasi lainnya yang terkait. 8. Dengan adanya pemeriksaan diharapakan kepada wajib pajak untuk

meningkatkan kepatuhannya ditahun-tahun mendatang sekaligus dapat mendorong penerimaan pajak ke arah yang lebih baik.


(4)

4.2Saran

Saran yang dapat diberikan penulis sehubungan dengan uraian-uraian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Penyuluhan dan sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh pegawai pajak ternyata kurang mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya materi yang disampaikan oleh pegawai pajak terstruktur serta berhubungan dengan tujuan dan manfaat pajak dalam proses pembangunan. 2. Berbagai upaya yang pernah dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan

masyarakat terhadap pajak kurang memberi pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Hal ini terkait dengan tertangkapnya pegawai pajak Gayus Tambunan dengan penyelewengan pajak. Oleh karena itu, penting transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat terhadap pajak yang mereka bayar.

3. Pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku penyelewengan pajak yang selama ini berjalan tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Maka dari itu, hendaknya dilakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap semua tindakan yang dinilai menyimpang dari pajak.

4. Petugas pemeriksaan pajak yang selama ini bertugas kurang menguasai hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan. Oleh sebab itu, hendaknya Dirjen pajak meningkatkan kualitas petugas pemeriksaan dengan pembekalan ilmu untuk yang lebih mendalam tentang pemeriksaan baik melalui pendidikan maupun pelatihan.

5. Kualitas pelayanan publik yang diberikan perpajakan selama ini kurang sesuai dengan harapan masyarakat. Maka dari itu, inovasi pelayanan kepada publik


(5)

penting untuk dilakukan untuk dengan harapan dapat meningkatkan kelancaran dalam proses pemungutan pajak

6. Koordinasi antara Dirjen Pajak dengan instansi terkait perlu dioptimalkan. Terciptanya koordinasi yang baik tentunya akan mempermudah tugas dalam sistem pelaksanaan pajak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas B. Wirawan dan Richard Burton. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-123/PJ/2006, Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-142/PJ/2001, Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.

Mardiasmo. 2002. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pardiat. 2007. Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Penerbit Mitra Media Penerbit Mitra. Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan MenKeu No.199/PMK.03/2007

Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Surat Edaran, Nomor: SE-10/PJ.04/2008, Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.