Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA DISUSUN

O L E H

NAMA : CORLINA FINCE SANTALIAN NIM : 102600061

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kritus yang selalu menyertai dan yang telah melimpahkan berkat serta anugerahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan baik dan tepat pada waktunya.

Laporan PKLM ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan pendidikan program studi D III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara. Judul dari Praktik Kerja Lapangna Mandiri (PKLM) yang dibuat oleh penulis adalah : PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI

TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA.

Adapun materi-materi yang penulis bahas dalam laporan PKLM ini adalah mengenai kebijakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, jumlah Wajib Pajak yang dilakukan tindak pemeriksaan, pembahasan materi yang dituangkan diambil dari berbagai sumber buku tentang Pemeriksaan Pajak, Peraturan Pemerintah, Keputusan Dirjen Pajak, dan Surat Edaran Dirjen Pajak yang terbaru.


(3)

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus untuk segala pihak yang telah memberikan dukungan, motivasi, kepercayaan, bantuan serta doanya sehingga laporan ini dapat diselesaikan khususnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, M.Si, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hasyim Batubara, M.Si, selaku ketua jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Henri Sibarani, SE.Ak, M.Si selaku dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengajari penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

5. Terimakasih kepada seluruh pegawai, Dosen Prodip III Administasi Perpajakan yang telah banyak membantu dalam kelancaran penyelesaian studi.

6. Bapak Zulham, SE, Kepala Seksi Pemeriksaan selaku Supervisor saya yang telah banyak membantu serta memberikan data dan informasi.

7. Bapak Irwan Harefa selaku Kepala Subbagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

8. Teristimewa buat Orangtua tercinta J. Matondang dan E. N. Lbn Tobing, terimakasih untuk dukungan doa, materi, motivasi, dan semangat yang kalian berikan.


(4)

9. Buat Kak Yohana Lbn Tobing, sepupu terbaikku yang telah banyak memberikan dukungan, doa, dan semangat.

10.Buat Adik-Adikku Rio, Anggi, Eben yang telah memberikan dukungan untuk lebih semangat.

11.Buat Tota Manalu, yang telah banyak memberikan motivasi, dukungan,semangat, serta doa, sukses buat kamu.

12.Buat sahabat-sahabat terbaikku, Jenny, Nurma, Wirdha, Puput yang telah melalui waktu bersama selama 3 (tiga) tahun untuk saling berbagi, saling membantu, serta saling memberikan motivasi, sukses buat kita semua.

13.Buat Eki Prayudi, Alfan, Samuel yang telah berjuang bersama-sama selama melakukan riset di KPP Pratama Medan Kota.

14.Buat teman-teman seperjuangan Tax B 2010 yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng selama 3 (tiga) tahun telah melewati waktu bersama dengan saling berbagi, sukses buat kita semua.

15.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih banyak.

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kepada semua pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.


(5)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2013

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI……… v

DAFTAR TABEL………. ….. viii

DAFTAR GAMBAR……… ….. ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….. ….. 1

B. Tujuan dan Manfaat………. ….. 5

C. Uraian Teoritis……… 8

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri……….. 12

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri………... 12

F. Metode Pengumpulan Data……….. ….. 14

G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM……….. 15

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota……. 18 B. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota 23


(7)

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

A. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak………... 30

B. Pengertian Tentang Pemeriksaan Pajak……….. 31

C. Kriteria Pemeriksaan……….. 34

D. Tujuan Pemeriksaan……… 36

E. Jenis Pemeriksaan………... 39

F. Jangka Waktu Pemeriksaan……… 40

G. Standar Pemeriksaan……….. 42

H. Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak……….. 46

I. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak……… 50

J. Penyelesaian Pemeriksaan……….. 53

K. Pertemuan dengan Wajib Pajak……….. 55

L. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan……… 56

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI A. Penyebab-Penyebab Dilakukan Pemeriksaan Pajak………... 62

B. Prosedur dan Tata Cara Pemeriksaan……….. 63

C. Jumlah Wajib Pajak yang Diperiksa……… 76

D. Penyebab Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak…... 76

E. Upaya-Upaya untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang dan Tidak Patuh……….. 77


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………. 80

B. Saran………... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

1. Tabel IV.1 : Jumlah Wajib Pajak yang Diperiksa


(10)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar II.1 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pemungutan pajak merupakan suatu bentuk kewajiban warga Negara selaku Wajib Pajak serta peran aktif untuk membiayai keperluan Negara yaitu berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalan undang-undang dan peraturan untuk tujuan kesajahteraan bangsa dan Negara.

Sistem perpajakan selalu mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai perkembangan masyarakat dan Negara ,baik dalam bidang kenegaraan maupun dalam bidang sosial dan ekonomi. Reformasi perpajakan di Indonesia dimulai tahun 1984, pada waktu itulah sistem perpajakan yang sebelumnya adalah official


(12)

wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak berubah menjadi self assessment system.

Undang-undang pajak baru menganut self assessment system yaitu suatu

sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung ,memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri wajib pajak terutang (Pasal I ayat 24 KUP), sedangkan fiskus hanya melayani dan mengawasi Wajib Pajak. Self assessment system memberikan konsekuensi yang berat bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan yang dibebankan kepadanya. Secara otomatis, sanksi yang dijatuhkan akan lebih berat, yakni berupa denda bunga, ataupun kenaikan jumlah pajak yang terutang. Dalam beberapa hal ,bahkan hukuman yang dikenakan akan sangat berat, seperti halnya sandera pajak (gijzeling) ataupun pidana pajak.

Oleh karena itu, self assessment system mewajibkan Wajib Pajak untuk lebih mendalami peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perjakannya dengan baik. Namun hal ini tidak efektif bila tidak dilakukan dengan kontrol secara teratur yang dilakukan oleh fiskus dengan cara melakukan seacara langsung terhadap wajib pajak, dengan kata lain wajib pajak berperan aktif dalam menantukan keberhasilan sistem perpajakan.

Pengawasan merupakan aktivitas penting dalam manajemen pemerintahan. Pengawasan bukan dimaksudkan mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan penyimpangan atas pelaksanaan suatu pekerjaan, sehingga bisa dilakukan tindakan


(13)

korektif. Dalam tindakan korektif, maka pekerjaan yang dilakukan akan sesuai dengan rencana. Salah satu bentuk pengawasan tersebut adalah pemeriksaan .

Di dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, telah diatur kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak yang merupakan instrumen untuk menentukan kepatuhan baik formal maupun material yang tujuan utamanya adalah untuk menguji kepatuhan dan meningkatkan pemenuhan perpajakan (Tax Compliance).

Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam surat edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-85/PJ/2011,kriteia pemeriksaan adalah

1.Pemeriksaan Rutin dapat dilakukan dalam hal :

a.Wajib Pajak orang pribadi atau badan yamg menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa yang menyatakan lebih bayar.

b.Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak menyatakan rugi tidak lebih bayar.

c.Wajib Pajak orang pribadi tau badan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak menyampaikan Surat


(14)

Pemberitahuan (SPT) pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

d.Wajib Pajak orang pribadi atau badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN (Pajak Pertambahan Nilai ) atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. 2.Pemeriksaan Kriteria seleksi terdiri dari :

a.Kriteria seleksi dilaksanakan apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan kriteria seleksi.

b.Kriteia seleksi lainnya dilaksanakan apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan terpilih untuk diperiksa secara komputerisasi.

3.Pemeriksaan khusus dapat dilakukan dalam hal : a.Adanya dugaan melakukan tindak pidana.

b.Pengaduan masyarakat ,termasuk melalui pos 5000

c.Terdapat data baru atau data semula yang belum terungkap yang dilakukan melalui pemeriksaan ulang Direktur Jenderal Pajak.

d.Permintaan Wajib Pajak.

e.Pertimbangan Direktur Jenderal Wajib Pajak.

f. Untuk memperoleh informasi dan atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(15)

4.Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan :

Apabila ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil analisis data, informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan pemeriksaan pajak.

Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah metode latihan operasional dimana penulis dilatih secara langsung untuk meningkatkan pengetahuan dan pengetahuan dan pengembangan keterampilan etika pekerjaan, sikap, tugas, dan tanggung jawab serta untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan secara khusus, selain itu penulis ingin mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.Kemudian penulis ingin mengetahui kinerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam melakukan pemeriksaan pajak dan untuk mengetahui pelaksanaan self assessment

system. Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan Praktik Kerja

Lapangan Mandiri (PKLM) dengan mengangkat judul “Pemeriksaan Pajak Sebagai

Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota”


(16)

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) 1. Tujuan Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM )

1.1.Untuk mengetahui penyebab tindakan pemeriksaan oleh fiskus terhadap Wajib Pajak.

1.2.Untuk mengetahui Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

1.3.Untuk mengetahui jumlah Wajib Pajak yang dilakukan tindak pemeriksaan.

1.4.Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak terutangnya.

1.5.Untuk mengetahui upaya-upaya untuk menanggulangi Wajib Pajak yang tidak patuh.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 2.1.Bagi Mahasiswa

a. Menambah wawasan mengenai dunia kerja dan memahami berbagai aspek yang ada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota dalam kaitannya dengan teknologi informasi yang serta melakukan berkembang saat ini.

b. Memperoleh kesempatan untuk melatih keterampilan dalam melakukan pekerjaan sebagai bekal dalam memasuki dunia kerja.


(17)

c. Mempersiapakan mahasiswa sebagai tenaga baru yang terampil dan professional dalam menghadapi dunia kerja.

d. Sarana evaluasi bagi mahasiswa sehingga dapat mengetahui segala kekurangan yang ada dan melakukan perbaikan dan pembekalan lebih baik bagi .

e. Mempelajari berbagai perilaku dan keahlian baru serta mempelajari bentuk tim dan kerja sama.

2.2.Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

a. Sebagai sarana untuk menjalin hubungan baik antara Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).

b. Sebagai sarana untuk mempromosikan citra Kantor Pelayana Pajak Pratama Medan Kota yang baik kepada masyarakat, khususnya sifitas Akademika Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).

c. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota untuk meningkatkan sumber daya manusia melalui pembangunan di bidang pendidikan.


(18)

a. Memberikan tes secara nyata terhadap lulusan atas ilmu yang diterapkan khususnya tentang Administrasi Perpajakan.

b. Meningkatkan hubungan kerja sama antara Program Studi Diploma III Admimistrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

c. Mendapat masukan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP USU).

d. Mempromosikan sumber daya manusia yang terdapat di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).

C. Uraian Teoritis 1. Defenisi Pajak

Pengertian Pajak menurut Prof.Dr.P.J.A.Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.Santoso Brotodiharjo,S.H dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak : Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan –peraturan,dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2010:2).


(19)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1,Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarnya-besarnya kemakmuran rakyat.

2.Fungsi Pajak

2.1.Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.Sebagai contoh : dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri (Waluyo, 2010:6).

2.2.Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi .Sebagai contoh : dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan.Demikian pula terhadap barang mewah (Waluyo, 2010:6).

3. Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang (Waluyo, 2010:17).


(20)

1)Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. 2)Wajib Pajak bersifat pasif.

3)Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assesment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar (Waluyo, 2010:17).

Ciri-ciri Self Assesment System adalah sebagai berikut :

1)Wewenang untuk menentukan besarnya pajak adalah wajib pajak sendiri. 2)Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri

pajak yang terutang.

3)Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (Waluyo, 2010:17).

4. Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data atau keterangan dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan


(21)

pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 Tentang Cara Pemeriksaan Pajak).

5. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62.

6. Tujuan Pemeriksaan

Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah sebagai berikut : 1)Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan :

a. Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak.

b. Surat Pemberitahuan (SPT) rugi.

c. Surat Pemberitahuan (SPT) tidak atau terlambat (melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran ) disampaikan.

d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-selamanya.


(22)

e. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2)Tujuan lain, yaitu :

a. Pemberian NPWP secara jabatan. b. Penghapusan NPWP.

c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP. d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.

e. Pengumpulan bahan untuk untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

f. Pencocokan data dan/ atau alat keterangan.

g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil. h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN. i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

j. Penenentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.

k. Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).


(23)

D. Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan (PKLM)

1.Prosedur dan tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Wajib Pajak . 2.Faktor-faktor yang menyebabkan tindakan pemeriksaan pajak dilakukan. 3.Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dengan

Self Assessment System.

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1.Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan yang menyangkut Praktik Kerja Lapangan Mandiri, mulai dari penentuan topik yang akan diangkat, pengajuan judul, penentuan judul proposal, penentuan tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, mencari bahan utuk membuat proposal, seminar proposal, penentuan dosen pembimbing, pengurusan administrasi dan ijin serta konsultasi dengan Dosen Pembimbing.

2.Studi Literatur

Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan data-data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui sumber bacaan seperti : buku perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, artikel ilmiah maupun literatur yang berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3.Observasi Lapangan

Pada tahap ini penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara langsung pada objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan kondisi serta


(24)

keadaan objek tempat pelaksanan kegiatan utuk mengetahui sistem kerja pada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP) Pratama Medan Kota.

4.Pengumpulan Data

Yaitu dengan mencari serta mengumpulkan data mengenai topik yang akan dibahas yang tersedia pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.Dalam tahap ini penulis mengumpulkan data melalui dua cara yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pihak yang memahami dan objek kajian dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri. b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari referensi yang

mendukung laporan penyajian Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

5.Analisis Data dan Evaluasi

Setelah penulis memperoleh data yang dibutuhkan, penulis akan melakukan analisis dan evaluasi sehingga diperoleh data yang saling mendukung dan akurat dalam bentuk tulisan yang bersifat deskriptif dan informatif.

F. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan sumber-sumber data di atas adalah sebagai berikut :

1. Wawancara (Interview)

Yaitu dengan mengadakan pembicaraan langsung terhadap pegawai dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.


(25)

2. Pengamatan (Observation)

Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung atas kegiatan yang dilakukan di Kantor Pelayana Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

3. Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan aturan-aturan, data-data mengenai pemeriksaan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang menjadi pemikiran dalam penyusunan laporan, Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Uraian Teoritis, Ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri, dan Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

BAB II: GAMBARAN UMUM OBJEK ATAU LOKASI PKLM

Pada bab ini penulis menguraikan sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota,Strukrur Organisasi, Bidang-Bidang


(26)

Kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota, Deskripsi Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

BAB III: GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Pada Bab ini menguraikan tentang pengertian-pengertian secara teoritis dan teori-teori yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak, dasar hukum pemeriksaan pajak, kriteria pemeriksan, jenis pemeriksaan, standar pemeriksaan

BAB IV: ANALISIS DAN EVALUASI

Pada bab ini menguraikan tentang penyebab-penyebab dilakukannya tindakan pemeriksaan pajak oleh fiskus, Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, jumlah Wajib Pajak yang dilakukan tindakan pemeriksaan, faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan upaya-upoaya untuk menanggulangi Wajib Pajak yang tidak patuh.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Visi Direktorat Jenderal Pajak

Visi Direktorat Jenderal Pajak adalah “Menjadi Institusi Pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”

Visi tersebut menjelaskan bahwa DJP ingin menjadi institusi pemerintah yang menjalankan sistem administrasi perpajakan modern, efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat, efektif dan efesien artinya bahwa DJP melakukan pengukuran dan pertanggungjawaban terhadap sistem modern yang dijalankan tersebut, dipercaya masyarakat artinya DJP memastikan masyarakat yakin bahwa sistem administrasi perpajakan memberikan manfaat yang sebesarnya kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Misi Direktorat Jenderal Pajak

Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah “ Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien”


(28)

Misi tersebut menjelaskan bahwa keberadaan DJP adalah untuk menghimpun pajak dari masyarakat guna menunjang pembiayaan pemerintah. Peran DJP tersebut dijalankan melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien.Sistem administrasi tersebut dapat diukur dan dipertanggungjawabkan dalam rangka melayani masyarakat secara optimal untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

A.Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Kota

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak Pratama bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jenderal Pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, yaitu :

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan 2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara 3. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, maka didirikanlah Kantor Inspeksi Pajak


(29)

Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota). Dan Untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat di dalam pembayaran pajak, maka berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 267/KMK.01/1989, diadakan perubahan secara ,menyeluruh pada Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayana Pajak, yang sekaligus dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : Kep.758/KMK.01/1993, maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur merupakan pecahan tiga Kantor Pelayanan Pajak, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Dan Terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah kerja, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat


(30)

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK.01/2001 tentang “Organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kotamadya Medan menjadi enam wilayah kerja, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah :

1.1.Kecamatan Medan Timur

1.2.Kecamatan Medan Tembung

1.3.Kecamatan Medan Perjuangan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang lingkup meliputi wilayah :

2.1.Kecamatan Medan Barat

2.2.Kecamatan Medan Sunggal

2.3.Kecamatan Medan Petisah

2.4.Kecamatan Medan Helvetia

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota 3.1.Kecamatan Medan Kota


(31)

3.3.Kecamatan Medan Johor 3.4.Kecamatan Medan Amplas 3.5.Kecamatan Medan Area

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia, dengan ruang lingkup meliputi wilayah: 4.1.Kecamatan Medan Polonia

4.2.Kecamatan Medan Maimun 4.3.Kecamatan Medan Baru 4.4.Kecamatan Tuntungan 4.5.Kecamatan Medan Selayang

5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan, dengan ruang lingkup meliputi wilayah :

5.1.Kecamatan Medan Belawan 5.2.Kecamatan Medan Marelan 5.3.Kecamatan Medan Labuhan 5.4.Kecamatan Medan Deli

6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan.Karena Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan


(32)

Negara bagi sebesarnya-besarnya untuk laporan rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1 lantai IV dan beralamat di jalan Diponegoro Nomor.A Medan. Adapun sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah sebagai berikut :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan :

a. Keptusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK.01/2001 Tanggal 23 Juli 2000

b. Kepusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/KMK.01/2002 tanggal Februari 2002

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/KMK.01/2001 tanggal 26 Februari 2002

2. Yang mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat ini adalah Bapak Yan Santoso Purba.

Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor : 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vartikal


(33)

Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah dibah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 67/PMK.01/2008.

Adapun VISI dari KPP Pratama Medan Kota adalah menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan inegritas dan profesionalisme yang tinggi.

MISI dari KPP Pratama Medan Kota adalah menghimpun dalam negeri dari sektor pajak pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi.

B. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota

a. Sruktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota membawahi 1 (satu) bagian dan 6 (enam) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional. Adapun bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayana Pajak Pratama Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut :


(34)

1) Sub Bagian Umum 2) Seksi Ekstensifikasi

3) Seksi Pengolahan Data dan Informasi ( PDI) 4) Seksi Pelayanan

5) Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 6) Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 7) Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 8) Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 9) Seksi Pemeriksaan

10)Seksi Penagihan


(35)

b. Uraian Tugas dan Fungsi

1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka Kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasi Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan pajak tidak langsung lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasaran peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancara tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

3. Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahakan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(36)

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha angka penerimaaan pajak, pengalikasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Banguna dan Bea Perolehan Hak atas Tanan dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPTdan e-Filling dan penyiapan lapran kinerja.

5. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hokum perpajakan, pengadministasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III, IV)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan pajak lainnya), bimbingan atau hmbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja waji pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4


(37)

(empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (territorial tertetu).

7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pelaksanna penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi perpajakan lainnya.

8. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama.Dalam melaksanakan pekerjaanya, Pejabat Fungsional Pemriksaan berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simpifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.


(38)

GAMBAR II.1 STRUKTUR ORGANISASI

KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA

KEPALA KANTOR YAN SANTOSO PURBA,SH.MM

NIP:196301131985041002 KASUBBAG UMUM IRWAN HAREFA,SE.M.AK NIP:197202151992121002 PELAKSANA KASI EKSTENSIFIKASI GUNAWAN NIP:19620622198210 1001 PELAKSANA KASI PDI EBEN K.SIMANJUNTAK.S P NIP:19730501199903 KASI PELAYANAN

Edison D R SE.Ak MM.

NIP:19720830499803100 1 KASI WASKON SIMON G.SINAMBELA,S H NIP:197102161998

PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA

KASI WASKON II HERLITA.SE.AK. MSI NIP:060090062 PELAKSANA

KASI WASKON III

Alex Kurniawan, S.ST

NIP :

1979082720001210 01

KASI WASKON IV

S.REZA EMIL.SH.MSI

NIP:197308091998 031002

PELAKSANA PELAKSANA

KELOMPOK FUNGSIONAL KASI PEMERIKSAAN ZULHAM, SE NIP:197103239 998031001 KASI PENAGIHAN ANIEKA, SE NIP :197301731998 032002

PELAKSANA PELAKSANA

SUPERVISOR II EBENEZER HJ SITOMPUL

NIP:197212191999031001 SUPERVISOR I

S.SOERDILOGO

NIP:19561224, 1979111001


(39)

c. Perbedaan Struktur Organisasi Lama dengan Struktur Organisasi Baru

Pada struktur organisasi Medan Kota sebelumnya untuk masing-masing pajak dibuat secara terpisah, baik itu PPh, PPN, PPnBM, PBB dan BPHTB, dan lain-lain. Sedangkan struktur organisasi KPP Pratama Medan Kota yang sekarang dibentuk dengan cara menggabungkan bagian-bagian pajak yang terpisah tersebut ke dalam setiap bagian, misalnya terdapat pada masalah pajak baik itu PPh, PPN, PPnBM, dan lain-lain, maka untuk menyelesaikan masalah yang ada tidak lagi di bagian pajak yang bersangkutan melainkan dapat konsultasi di bagian pengawasan dan konsultasi, begitu juga dengan bagian lainnya, sehingga pekerjaan pada setiap bagian lebih efektif dan efisien.


(40)

BAB III

GAMBARAN DATA PKLM

A. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir degan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Repdublik Indonesia Nomor 4999) 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011, tentang Tata Cara

Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013.

3.

Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan pajak, tata cara pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan, tata cara penerbitan surat ketetapan pajak atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, dan tata cara penyegelan.


(41)

Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum pemeriksaan pajak di Indonesia ini, maka pajak yang dipugut oleh pemerintah sudah mempuyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu adanya lagi keraguan ataupun alas an bagi wajib pajak untuk menunda ataupu tidak membayar pajaknya.

B. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan dalah serangkaian untuk mencari mencari, memgumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Pasal 1, yang dimaksud dengan :

1. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.


(42)

2. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

3. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

4. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.

5. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.

6. Surat Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

7. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(43)

8. Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor adalah surat panggilan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

9. Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.

10. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SPHP adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi.

11. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi.

12. Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.


(44)

13. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

14. Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.

15. Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.

C. Kriteria Pemeriksaan

Kriteria Pemeriksaan merupakan alasan atau dasar dilakukannya pemriksaan terhadapa Wajib Pajak.Ada dua kriteria pemeriksaan pajak, yaitu kriteria rutin dan kriteria khusus .

1. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin yan dilakukan terhadap WP yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP. Pemeriksaan rutin pelaksanaannya diprioritaskan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal


(45)

17B undang-Undang KUP. Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013, maka kriteria pemeriksaan rutin diatur di Pasal 4 yang terdiri : a. Pemeriksaan SPT Lebih Bayar dengan permohonan.

b. Pemeriksaan SPT Lebih Bayar tetapi tidak ada permohonan.

c. Pemeriksaan atas Wajib Pajak yang telah diberikan pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

d. Pemeriksaan SPT yang menyatakan rugi.

e. Pemeriksaan karena Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

f. Pemeriksaan karena Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap. 2. Pemeriksaan berdasarkan risiko (risk based audit) yang selanjutnya disebut

dengan Pemeriksaan Khusus merupakan pemeriksaan yang dilakuan berdasarkan hasil analisis resiko ketidakpatuhan Wajib Pajak.Analisis resiko ketidakpatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan secara komputerisasi atau secara manual.

Pemeriksaan Khusus terbagi 2 yaitu :

a. Pemeriksaan Khusus dengan analisis resiko bersifat botton up (dari bawah ke atas) yaitu Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis resiko terhadap Wajib Pajak yang dilakukan secara manual oleh Kantor Pelayanan Pajak dan


(46)

disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya untuk mendapatkan persetujuan.

b. Pemeriksaan Khusus dengan analisi resiko bersifat top down (dari atas ke bawah) yaitu Pemeriksaan Khusus yang berdasarkan :

A. Hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan dan pengaduan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Intelijen dan Penyidikan.

B.Hasil analisis risiko secara komputerisasi (selama ini disebut Kriteria Seleksi) yang berupa skor resiko ketidakpatuhan dengan memperhatikan variabel-variabel tertentu serta adanya data dan informasi.

C.Pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak

D. Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang dilakuakn oleh pejabat terhadap wajib pajak yang diperiksa pada hakikatnya memiliki tujuan yang hendak dicapai.Pejabat pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, berwenang melakukan pemeriksaan untuk :


(47)

1. Menguji kepatuhan kewajiban wajib pajak.

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib dapat dilakukan dalam hal:

a. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

b. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

c. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi. d. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi,

pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. e. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan

atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.

f. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.

g. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.

2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan kepatuhan peraturan perundang-undangan perpajakan., yang dapat dilakukan adalah untuk hal-hal seperti ini :


(48)

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatanselain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

b. Penghapusan Nomor Pokok Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi .

c. Pengukuhan atau pencabutanpengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi.

d. Wajib Pajak mengajukan keberatan. e. Pencocokan data dan/atau alat keterangan

f. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan bruto.

g. Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil.

h. Penentuan salah satu atau tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

j. Penentuan saat mulai berproduksi atau memperpanjang waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan fasilitas perpajakan dan/atau :

k. Penentuan permintaan informasi dari Negara Mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Pemeriksaan untuk tujuan lain merupakan pemeriksaan yag dilakukan untuk melaksanakan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undanga perpajakan dan bukan untuk menuji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan


(49)

Wajib Pajak serta tidak dimaksudkan untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak.

E. Jenis Pemeriksaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor.17/PMK.03/2011 jenis pemeriksaaan ada 2 yaitu :

1. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.

2. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor DJP.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 terhadap Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor, dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran tersebut diajukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan:

a. Laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa diaudit oleh akuntan publik atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2 (dua) Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak yang diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.

b. Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, atau penuntutan tindak pidana perpajakan, dan/atau Wajib Pajak


(50)

dalam 5 (lima) tahun terakhir tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

F. Jangka Waktu Pemeriksaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor.17/PMK.03/2013 pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajian perpajakan dilakukan dalam jangka waktu pemeriksaan yang meliputi :

1. Jangka waktu pengujian.

a. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

b. Pemeriksaan Kantor dilakuka dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan, yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.


(51)

2. Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Pelaporan.

Yaitu paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP. Jangka waktu pengujian pada pemeriksaan laphan dan kantor dapat diperpanjang :

a. Pemeriksaan Lapangan

Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam hal:

1) Pemeriksaan Lapangan diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak lainnya.

2) Terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga.

3) Ruang lingkup Pemeriksaan Lapangan meliputi seluruh jenis pajak. 4) Berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.

Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana yang terkait dengan :

1) Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi. 2) Wajib Pajak dalam satu grup.


(52)

3) Wajib Pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan.

Dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.

b. Pemeriksaan Kantor

Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor paling lama 2(dua) bulan dilakukan dalam hal:

1) Pemeriksaan Kantor diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak lainnya.

2) Terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga.

3) Ruang lingkup Pemeriksaan Kantor meliputi seluruh jenis pajak.

4) Berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.

G. Standar Pemeriksaan

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan.Standar Pemeriksaan digunakan sebagai ukuran mutu Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum


(53)

yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan. Standar pemeriksaan pajak ada 3 yaitu :

1. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7)

Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak.

Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang :

a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak.

b. Menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.

c. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara.

d. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan yaitu :


(54)

sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama.

b. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik Pemeriksaan sesuai dengan programPemeriksaan (audit program) yang telah disusun.

c. Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim.

e. Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara.


(55)

f. Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.

g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.

h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.

i. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.

3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan

Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:

a. LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undanganperpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan.


(56)

b. LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat.

1) Penugasan Pemeriksaan 2) Identitas Wajib Pajak

3) Pembukuan atau pencatatan waji pajak 4) Pemenuhan kewajiban perpajakan 5) Data/informasi yang tersedia 6) Buku atau dokumen yang dipinjam 7) Materi yang diperiksa

8) Uraian hasil pemeriksaan 9) Ikhtisar hasil pemeriksaan 10)Penghitungan pajak terutang

11)Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak

H. Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak

Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajibanperpajakan dilaksanakan dengan jenis pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor (Peratuan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013, Pasal 11), Pemeriksa Pajak wajib :

1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan


(57)

dengan jenis Pemeriksaan Kantor.

2. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP 2 kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan.

3. Memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan. 4. Melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberiakn penjelasan

mengenai :

a. Alasan dan tujuan Pemeriksaan.

b. Hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan. c. Hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan

dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.Menuangkan hasil pertemuan dengan Wajib Pajak dalam berita acara pertemuan.

5. Menyampaikan SPHP (Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan) kepada Wajib Pajak.

6. Memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan.

7. Menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

8. Melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan


(58)

perpajakan dengan menyampaiakn saran secara tertulis.

9. Mengembalikan buku, catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak.

10.Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.

Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dilaksanakan dengan jenis pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor (Peratuan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013, Pasal 12)Pemeriksa Pajak memiliki wewenang.

1) Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan :

1. Melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

2. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.

3. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan


(59)

bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

4. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :

a.menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus.

b.Memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak.

c.Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak. 5. Melakukan Penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak

dan/atau tidak bergerak.

6. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak.

7. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.

2) Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Kantor

1. Memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor. 2. Melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang


(60)

data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;c. meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.

3. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak.

4. Meminjam KKP yang dibuat oleh akuntan publik melalui Wajib Pajak. 5. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang

mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.

I. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dan Pemriksaan Kantor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03.2013, Pasal 13), Wajib Pajak berhak :

1. Meminta kepada PemeriksaPajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2.

2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.

3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa


(61)

Pajak mengalami perubahan.

4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan.

5. Menerima SPHP (Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan).

6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan.

7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03.2013, Pasal 13). Wajib Pajak juga memiliki kewajiban.

1. Kewajiban Wajib Pajak pada Pemeriksaan Lapangan :

a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.


(62)

b. Memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.

c. Memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak.

d. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa :

1. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus.

2.Memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak.

3.Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak. e. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP.

f. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. 2. Kewajiban Wajib Pajak pada Pemeriksaan Kantor :


(63)

waktu yang ditentukan.

b. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

c. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.

d. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP. e. Meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik.

f. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

J. Penyelesaian Pemeriksaan

Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan diselesaikan dengan cara :

1. Menghentikan Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir.

Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir dilakukan dalam hal a. Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa

dari Wajib Pajak yang diperiksa :

1) Tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan.

2) Tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4(empat) bulan sejak tanggal Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor


(64)

diterbitkan.

b. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut.

1) Tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP.

2) Tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.

3) Dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.

c. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.

d. Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.


(65)

K. Pertemuan dengan Wajib Pajak

Pemeriksa Pajak wajib bertemu dengan Wajib Pajak yang diperiksa, baik untuk Pemeriksaan Lapangan maupun Pemeriksaa Kantor.Ada perbedaan antara Pemeriksaan Lapangan dengan Pemeriksaan Kantor, yaitu jika pemeriksaan lapangan maka pemeriksa wajib datang ke tempat Wajib Pajak (aktif) dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (SPPH). Sedangan Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak diundang ke kantor pajak dengan mengirim Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.

Pada saat pertama kali berjumpa dengan Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak wajib memberikan penjelasan mengenai :

1. Alasan dan tujuan pemeriksaan.

2. Hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan. 3. Hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan

Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Wajib pajak denganWajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan .

4. Kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak.

Penjelasan terkait dengan 4 hal di atas wajb dibuatkan berita acara pertemuan dengan Wajib Pajak.


(66)

L. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaaan (SPHP) merupakan batas awal penghitungan jangka waktu pembahasan. Jangka waktu pengujian telah berakhir SPHP wajib disampaikan oleh Pemeriksaan Pajak. SPHP haya diberikan sekali saja kepada Wajib Pajak.

Berdasarkan pasal 31 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib memyamaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (closing conference) dalam batas waktu yang ditentukan. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindaklanjuti sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.

SPHP dan temuan hasil Pemeriksaan disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili. Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP, Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

Wajib Pajak memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan dalam bentuk :


(67)

1. Lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan.

2. Surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan.

Wajib Pajak diharapkan memberikan tanggapan. Jika setuju, sudah disediakan formulir persetujuan. Jika tidak setuju sebagian atau seluruhnya maka harus dijelaskan apa dan kenapa tidak setuju. Poin ketidaksetujuan inilah sebenarnya yang menjadi pokok pembahasan di closing conference.Sehingga jika Wajib Pajak menuangkan ketidaksetujuan secara tertulis, maka akan membantu pemeriksa pajak untuk membuat risalah pembahasan.

Tanggapan tertulis harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan waktu penyampaian tanggapan tertulis untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu berakhir.

Tanggapan tertulis dan pemberitahuan tertulis disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimili. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaaan yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak


(68)

harus diberikan hak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.Hak hadir diberikan melalu penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak denggan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanaknnya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

Pada tanggal sesuai tertera di undangan, Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dan membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak jika Wajib Pajak tersebut hadir. Jika tidak hadir maka dibuatla berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak. Pembahasan tidak harus dilakukan sehari sesuai tanggal undangan. Jika memang belum selesai, maka pembahasan bisa dilakukan hari berikutnya sesuai yang disepakati oleh Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak asalkan dalam periode jangka waktu pembahasan 2 bulan.

Jika Wajib Pajak sudah berniat mengajuka pembahasan ke Tim Quality

Assurance (Tim QA) maka tidak perlu waktu yang lama dalam pembahasan dengan

Wajjb Pajak. Diskusi atau pembahasan dengan Pemeriksa Pajak sebenarnya bias dilakukan pada periode jangka waktu pengujian. Sehingga ada waktu 6 atau 8 bulan diskusi masalah pemeriksaan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance, Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan kepada :


(69)

dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

2. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.

Menurut Pasal 49 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tim QA bertugas untuk :

1. Membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksaan Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

2. Memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak.

3. Membuat risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan dan keputusan hasil pembahasan yang bersifat mengikat.

Pembahasan dengan Tim QA bukan berarti pemeriksaan selesai. Proses

closing conference baru berakhir jika telah dibuat berita acara Pembahasan Akhir

Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengani ikhtisar hasil pembahasan akhir. Artinya setelah pembahasan dengan Tim QA , Wajib Pajak harus harus menandatangani risalah pembahasan Tim QA, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Tetapi jika Wajib Pajak tidak memita pembahasan dengan Tim QA maka saat pembahasan dengan pemeriksa pajak, langsung saja dibuatkan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri ikhtisar hasil pembahasan akhir.


(70)

BAB 1V

ANALISIS DAN EVALUASI

Sistem self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan dan tanggungjawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sistem

self assessment dibelakukan sampai sekarang karena sistem official assessment yang

sebelumnya diberlakukan dinilai tidak efisien, dan menimbulkan kecenderungan Wajib Pajak kurang bertanggungjawab, dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban perpajakannya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan tersebut maka sistem self assessment yang diberlakukan.

Sistem self assessment memberikan konsekuensi bagi Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan yang dibebankan kepadanya. Secara otomatis, sanksi yang dijatuhkan apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya sehingga akan dikenakan sanksi, yakni berupa denda atau bunga, ataupun kenaikan jumlah pajak yang terutang. Dalam beberapa hal, bahkan hukuman yang dikenakan akan sangat berat, sama seperti halnya sandera pajak (gijzeling) atapun pidana pajak. Oleh karena itu, sistem self assessment mewajibkan Wajib Pajak untuk lebih memahami dan menerapkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan terhindar sanksi perpajakan.


(71)

Sistem self assessment memberikan kepercayaan bagi Wajib Pajak untuk melakukan sendiri kewajiban perpajakannya khusus. Yang sering menjadi pertanyaan adalah seberapa besarkah Wajib Pajak dapat memahami seluruh aturan perpajakan yang berlaku untuk menghitung pajaknya sendiri. Karena tidak semua Wajib Pajak tentuya mengerti mengenai aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia yang sering mengalami perubahan seturut perkembangan ekonomi.

Dalam hal ini, fungsi Direktorat Jenderal Pajak melakukan pembinaan, pelayanan, pengadministrasian, dan pengawasan. Dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk mnenguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, atau tujuan lain dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Selain itu, fiskus berkewajiban pula melaksanakan penegakan hukum dalam perpajakan (tax law enforcement) dalam rangka upaya untuk memelihara agar proses dan pelaksanaan self assessmentsystem dapat berjalan efektif dan tetap berada pada jalurnya. Salah satunya melalui pemeriksaan pajak yang merupakan instrument untuk menentukan tingkat kepatuhan formal dam material yang tujuan utamanya adalah untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam rangka Perpajakan

(tax compliance). Dengan demikian, pemeriksaan pajak merupakan pagar penjaga

agar Wajib Pajak tetap berada pada ketentuan peraturan perundakang-undangan perpajakan.


(72)

A. Penyebab-penyebab Dilakukan Pemeriksaan Pajak Oleh Fiskus

Objek pemeriksaan pajak adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan atau Surat Pemberitahuan (SPT) Masa yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Oleh sebab itu, Wajib Pajak akan dperiksa apabila :

1. Surat Pemberitahuan menyatakan lebih bayar dan atau rugi. 2. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau terlambat.

3. Surat Pemberitahuan memenuhi kriteria tertentu yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk diperiksa.

4. Ada indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain hal diatas.

Pemeriksaan pajak juga dapat dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan dari Wajib Pajak dalam menjalankan sistem self assessment yaitu : 1. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban intern, yaitu dalam pembayaran

atau pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT PPn setiap bulan. 2. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban tahunan, yaitu dalam menghitung

pajak atas dasar sistem self assessment dan melaporkan perhitungan pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pada akhir tahun pajak serta melunasi hutang pajaknya.


(1)

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh adalah :

1. Dengan melakukan himbauan kepada Wajib Pajak untuk : a. Menyampaikan SPT Tahunan dan Masa.

b. Membayar pajak terutang yang sebenarnya.

2. Dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dan sosialiasasi kepada Wajib Pajak. Penyuluhan tersebut adalah kegiatan menyampaikan informasi, konsultasi, bimbingan secara berkesinambungan kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak guna meningkatkan kepatuhan terhadap sisem self assessment serta meningkatkan pengetahuan Wajib Pajak untu melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pengetahuan dasar mengenai :

a. Prosedur pelaksaan sistem self assessment.

Cara menghitung, memungut, membayar, dan melaporkan pajak sendiri. b. Sanksi-sanksi yang akan dikenakan Wajib Pajak itu sendiri sesuai yang

tercantum dalam Undang-undang perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana.

c. Perundang-undangan yang berlaku serta perubahan-perubahan perundang-undangan tersebut secara transparan.


(2)

3. Dengan melakukan pemeriksaan pajak.

Dalam melaksanakan tindakan pemeriksaan perlu didahulukan dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan perlu didahulukan dengan tujuan pemeriksaan dan mendapatkan pengawasaan yang seksama terhadapa Wajib Pajak yang akan diperiksa.

4. Dengan melakukan Sensus Pajak Nasional.

Menyadari masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, maka pemerintah melaksanakan kegiatan Sensus Pajak Nasional. Dengan kegiatan ini diharapkan semua orang atau badan usaha yang belum melaksanakan kewajiban membayar pajak, dapat melaksanakannya sesuai ketentuan perpajakan.Penerimaan Negara dapat ditingkatkan jika ada perluasan basis pajak. Perluasan basis pajak tersebut dapat diwujudkan jika terdapat data yang akurat mengenai potensi pajak. Itulah mengapa Sensus Pajak Nasional sangat diperlukan agar keadilan dan kesejahteraan rakyat terwujud melalui pengunaan uang pajak.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini membahas kesimpulan yang diambil dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dan kesimpulan yang diperolehdari teori pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). Dalam bab ini penulis juga memberikan saran-saran terhadap pelaksanaan PKLM guna untuk membangun di masa yang akan datang agar lebih baik lagi, dan saran-saran agar pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan ole fiskus dapat berjalan sesuai peraturan perundang-undangan, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannnya.

A. Kesimpulan

1. Tuntutan keikutsertaan Wajib Pajak dalam penyelenggaraan perpajakan yang memakai sitem self assessment membutuhkan kepatuhan perpajakan (tax compliance) Wajib Pajak yang tinggi. Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya maka tindakan pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan dilakukan terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak yang menunjukkan kelebihan pembayaran pajak/rugi, SPT tidak disampaikan atau tidak tepat, SPT yang memenuhi kriteria menurut DJP.


(4)

pemeriksaan (standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilaksanakan setelah SP2 (Surat Pemberitahuan Pemeriksaan) diterbitkan. Pemeriksaan dilakukan oleh tim pemeriksa yang terdiri dari supervisor, ketua tim, dan anggota tim. Setelah melakukan pemeriksaan, pemeriksa pajak harus menyampaikan temuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak melaui SPHP (Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan). Melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan memberi kesempatan Wajib Pajak untuk hadir.

3. Jumlah Wajib Pajak yang dilakukan tindakan pemeriksaan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyaknya Wajib Pajak yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan ditambah lagi dengan kualitas Wajib Pajak sendiri yang selalu mencoba mencari cara baik atau buruk untuk menghindar dari membayar pajak. Untuk itu upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui pemeriksaan harus lebih ditingkatkan dan lebih mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.

4. Sampai dengan tahun 2013 penerimaan pajak belum dapat mencapai target yang telah ditetapkan setiap tahunnya tetapi terus mengalami peningkatan. Masih banyak masyarakat khususnya Wajib Pajak yang belum atau tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Waijb Pajak ialah ketidaktahuan Wajib Pajak dalam menghitung pajaknya dengan sistem self assessment, kurangnya kesadaran masyarakat


(5)

terhadap kewajiban perpajakannya, pelayanan publik yang semakin rendah, dan kurangnya pemahaman Wajib Pajak tentang peraturan perundang-undangan perpajakan.

5. Dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak DJP harus bekerja keras. Salah satunya dengan menguji kepatuhan Wajib Pajak melaui tindakan pemeriksaan. Untuk melihat apakah Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakannya dan untuk mengetahui Wajib Pajak yang menghindari pajak terutangnya.

B. Saran

1. Direktorat Jenderal Pajak lebih meningkatkan pengawasan terhadap Wajib Pajak agar dapat menekan tindakan penghindaran pajak dan manipulasi pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

2. Direktorat Jenderal Pajak lebih meningkatkan pembinaan kepada Wajib Pajak melalui penyuluhan dan sosialisasi guna meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

3. Menciptakan pelayanan publik yang profesional agar masyarakat dapat lebih merasakan manfaaat dari pajak tersebut.

4. Membuat peraturan perpajakan yang lebih mudah dipahami oleh Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak dapat melakukan kewajiban perpajakanya dengan baik. Dengan begitu tindakan pemeriksaan pajak pada Wajib Pajak semakin berkurang. 5. Meningkatkan tindakan penegakan hukum (law enforcement) kepada Wajib Pajak


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, 2010.Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.

Sihaloho, Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Rajawali Pers.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Perpajakan

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan

Surat Edaran, Nomor : SE-85/PJ/2011, Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Sumber lain :

www.ortax.co.id