dan kehancuran. Jika ia merasa mampu, ia akan melakukan upaya untuk menghilangkan kebahagiaan musuhnya itu. Kedua, perasaan dengki bisa terjadi karena diri merasa lebih
tinggi, lebih mulia, lebih kaya dan lebih berharga dari orang lain. Kerap terjadi dalam hati dan jiwa manusia bahwa dirinya merasa yang paling terhormat, lebih pintar tahu, lebih
suci, lebih berhak dan seterusnya. Ketiga, gemar kepemimpinan dan kedudukan. Ada orang yang suka sekali menjadi pemimpin, ini bagus. Tapi ada juga orang yang hanya
mau menjadi pemimpin, dan tidak mau dipimpin, ini bagus sebab yang terakhir ini targetnya adalah kedudukan, bukan tanggung jawab memegang amanah sebagai
pimpinan. Keempat, jiwa yang buruk dan sifat kikir. Yakni jiwa yang selalu tidak senang dan merasa gelisah melihat keberhasilan orang lain, sebaliknya jika ada orang lain
ditimpa musibah dan kesusahan ia merasa senang. Jiwa semacam ini menimbulkan sifat kikir dalam berbuat baik.
36
Pencegahan dan pengobatannya ialah dengan jalan: a.
Mawas diri muroqobah, mengakui dalam diri sendiri bahwa penyakit hasad itu merusak.
b. Pandai mensyukuri nikmat yang dianugerahkan Allah, betapapun keadaannya.
c. Jika melihat orang lain memperoleh ni’mat atau kelebihan, maka hendaklah
menyadari bahwa mereka perolehnya berkat usaha dan perjuangannya dan berkat karunia yang dianugerahkan Allah kepada mereka.
d. Rajin bekerja mencari karunia yang disediakan Allah bagi jamba-hambanya.
e. Jangan membanding-bandingkan diri dengan orang lain yang lebih tinggi
keadaannya, melainkan hendaklah memeandang mereka yang lebih rendah keadaannya.
f. Do’a, memohon perlindunngan kepada Allah dari sifat hasad.
g. Jika memang didapati hasad dalam diri sendiri, maka hendaklah bertaubat dan
memohon ampun.
37
4. Sikap Pema’af dan Pengampun
ketika Allah swt mengilhamkan kepada Adam beberapa kalimat, dan ketika itu pula Adam memohon ampun kepada-Nya, seraya Allah mema’afkan dan mengampuni
36
Musfah, Bahkan Tuhanpun Bersyukur…, h. 30
37
Ya’kub, Tingkat ketenangan dan kebahagiaan mukmin…, h. 128
kesalahan yang telah dilakukan Adam, sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.
Sikap pema’af merupakan bagian akhlak yang luhur, yang harus menyertai seorang muslim yang bertaqwa, nas-nas al-Qur’an dan dan contoh-contoh perbuatan
Nabi saw banyak menekankan keutamaan sifat ini. Bahkan sifat pema’af merupakan sifat utama orang-orang muhsin yang dekat dengan cinta dan keridaan Allah.
38
Allah swt berfirman:
ﺬ ا او سﺎ ا ﺎ ْاو ْ ْا
ﺎﻜْاو ءاﺮ او ءاﺮ ا نﻮ ْ ْ ْا
.
yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan kesalahan orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan . QS. Ali Imran: 134
Sikap pema’af adalah memberi ma’af, memberi ampun terhadap kesalahan orang tanpa ada rasa benci terhadap orang yang bersalah atau sakit hati atau ada keinginan
untuk membalas padahal dia mampu membalas.
39
Qur’an suci telah memberikan jalan dengan metoda yang cermat dalam mengangkat jiwa kemanusiaan menuju puncak keindahan. Qur’an menetapkan bahwa
seorang yang diperlakukan secara zalim di izinkan membela diri dan membalasnya, kejahatan dibalas dengan kejahatan yang setimpal. Tetapi pembalasan hendaknya bukan
atas balas dendam, juga tidak wajib membalas perlakuan zalim itu. Cara yang lebih baik menurut Ialam adalah bila mau membalas, melakukan pembalasan itu dengan penuh
simpatik sekedar membela diri bahkan dianjurkan untuk menunjukkan keluhuran perangai, bersabar mema’afkan, dan toleran, yang demikian lebih toleran dan
mengundang simpatik.
40
Seorang guru harus bersifat pema’af terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-
sebab yang kecil. Berkepribadian dan mempunyai harga diri.
41
38
Hasyimi, Apakah Anda berkepribadian Muslim…, h. 40
39
Ahmad Muhammad al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad saw, Terj. Mashdar helmy, Jakarta: Bulan Bintang, 1991, cet. 1, h. 257
40
Hasyimi, Apakah Anda berkepribadian Muslim…, h. 41
41
Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami, A. Ghani dan johar bahri, Jakarta: Bulan Bintang, 1970, cet. 1, h. 141
Al-Qur’an adalah menjadi sumber budi pekerti Nabi, sifat-sifat beliau adalah pema’af , banyak memberi ma’af, dan pemaafannya itu disaat beliau mampu membalas,
sifat ma’af beliau timbul dari jiwa yang pemurah. Aisyah berkata: Aku sama sekali belum pernah melihat Rasulullah membalas
karena beliau dianiaya selam tidak dilanggar larangan-larangan Allah, tetapi apabila larangan-larangan Allah dilanggar, beliau amat keras amarahnya. Beliau memaafka
kesalahan orang lain yang mengenai dirinya, karena mema’afkan adalah sifat yang utama, tetapi beliau tidak memberi ma’af terhadap sesuatu yang menyinggung agama dan
berhubungan dengan hak-hak Allah.
42
Mema’afkan orang yang dibawah peengaruhnya adalah bersikap mendidik, namun demikian seorang muslim dituntut juga untuk menampakkan keberanian dan
kekuatannya, agar disegani dan ditakuti oleh orang-orang yang hendak menjatuhkan martabatnya.
43
Seorang Muslim yang memelihara hukum-hukum agama selalu bersikap toleran karena ilmunya, menyebarkan kasih sayang dan memancarkan sumber kasih sayang dari
hatinya. Ia sadar bahwa kasih sayang seorang hamba dibumu menjadi sebab datangnya rahmat dari langit.
44
ْ ْ ا
ا لﻮ ر لﺎ ْ ا ر ةﺮْﺮه
ﺎ ْﺮ ﺎ ْ و ْ ا ﻰ ْﺮ
45
Dari Abu Hurairah r.a Rosulullah saw bersabda: “barang siapa yang tidak menaruh belas kasih kepada sesama manusia Allah pasti tidak akan menaruh belas
kasih kepadanya HR. Bukhari.
Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memperlakukan mereka seperti perlakuan terhadap anak sendiri. Rasulullah s.a.w.
bersabda, “Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak dengan anak”. Oleh karena itu siguru melayani murid seperti melayani anaknya sendiri.
46
42
al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad saw…h. 260
43
Hasyimi, Apakah Anda berkepribadian Muslim…, h. 45
44
Hasyimi, Apakah Anda berkepribadian Muslim…, h. 36
45
Imam Bukhari, Sahih Bukhari, Kitab al-Adab Bab Rahmat al-walad… no. 553
46
Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami… h. 152
Inilah sifat-sifat yang lazim dirasakan oleh seorang murid oleh gurunya disamping merasakan kecintaannya dan sumbangsihnya dalam membimbing untuk mencapai
keselamatan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Seorang gurupun lazim untuk menanamkan rasa persaudaraan diantara murid-muridnya seperti ia menanamkan
kecintaan diantara anak-anaknya sampai mereka saling menyayangi dan saling mencintai, tidak saling membenci dan saling menghasud, seperti itulah sikap para ulama
salaf dalam membina hubungan dengan murid-murid mereka.
47
B. Aspek Pendidikan dan Pengajaran 1. Metode Kisah