Menjauhi Dengki SIKAP DAN PRILAKU

Sebelum penyakit ini melekat kuat dalam hati manusia, secepatnya ia sadar dan berusaha mengubahnya kearah yang baik. Pertama, manusia harus mengingat asal kejadiannya. Siapa yang menciptakannya, darimana ia dilahirkan dan untuk apa ia dilahirkan kedunia ini. Kedua, Mensyukuri nikmat. Bahwa apa yang diterimanya saat ini adalah pada hakikatnya pemberian Tuhan. Harta dan jabatan yang dimilikinya merupakan titipan Allah yang harus dijalankan dengan baik. Ketiga, mengingat kematian. Sekuat apapun manusia, sebesar apapun kekuasaannya, dan sebanyak apapun harta bendanya, semuanya akan ditinggalkannya saat tali kematian merenggutnya. Kematian akan datang kapan dan dimanapun, dalam keadaan sehat maupun sakit, tua maupun muda. Saat itulah manusia takabbur sadar, bahwa dirinya makhluk yang lemah dan tidak berdaya. 24 Kecongkakan hanya layak bagi yang Maha Kuasa. Manusia yang lemah dan tidak berkuasa apa-apa tidak layak bersikap congkak. Kalau manusia bersikap congkak maka dia berarti telah menentang Tuhan. Inilah yang dimaksud firman Allah dalam sebuah tradisi Qudsi: “kebesaran adalah sarung-Ku dan kecongkakan adalah selendang-Ku. Barang siapa melawan Aku pada keduanya niscaya Aku menghancurkannya.” 25

3. Menjauhi Dengki

Menurut al-Qur’an hasud adalah dosa pertama yang muncul dipermukaan bumi ini. Penyebabnya adalah iblis sampai dikeluarkan dari surga, pertama kali lantaran dengki terhadap Adam as. setelah itu dengki menyebabkan Qabil membunuh Habil saudara kandungnya, maka tumpahlah darah untuk pertama kalinya dimuka bumi ini. 26 Sifat buruk yang harus di waspadai oleh seorang muslim ialah sifat hasad dengki. Sifat ini tidak pantas menyertai seorang muslim yang beriman kepada Allah, Rasul dan hari akhir. Rasulullah SAW selalu mengingatkan umatnya agar selalu waspada kepada sifat dengki ini. 27 Beliau bersabda: 24 Musfah, Bahkan Tuhanpun Bersyukur…, h. 92 25 Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin…, h.184 26 Haidar, Etika Islam…, h. 248 27 Hasyimi, Apakah Anda berkepribadian Muslim…, h. 16 ْﺄ ﺪ ْا نﺈ ﺪ ْاو ْ آﺎ إ لﺎ و ْ ا ﻰ ا نأ ةﺮْﺮه أ ْ آ ْ ْا لﺎ ْوأ ْا رﺎ ا آْﺄ ﺎ آ تﺎ ْا 28 Dari Abu Hurairah r.a Rosulullah saw bersabda: “Hati-hatilah kamu sekalian terhadap hasad, karena sesungguhnya hasad, akan memakan habis seluruh kebaikan sebagaimana api melahap habis kayu bakar.” H.R. Abu Daud Manusia yang berjiwa besar tidak mungkin memiliki sifat dengki ataupun ber iri hati, sebab dengki hanyalah sifat yang dipunyai golongan manusia yang berjiwa kecil, berdaya iradah yang sangat lemah, lagi berwatak jahat dan amat buruk, oleh karenanya, maka setiap orang besar, namanya tersohor keseluruh penjuru dunia, berjiwa agung serta enggan kalau cita-citanya patah ditengah jalan, sudah dapat dipastikan bahwa jauh sekali jaraknya antara pribadinya sendiri antara akhlak dan budi pekerti dengan akhlak dan budi pekerti yang rendah, hina dina dan benar-benar tercela itu. 29 Apakah perasaan dendam itu? Apakah kedengkian itu? Yang membangkitkan seseorang untuk tidak meyukai kesenangan dan kebahagiaan orang lain serta berhasrat merenggutnya? Orang semacam itu tidak berfikir untuk memiliki kebahagiaan itu sendiri. Rasa iri orang sehat selalu menjadikannya mengutamakan tujuannya sendiri, dan ini bukan masalah, tetapi menghasratkan kerugian dan bencana bagi orang lain, itu adalah penyakit. Anda dapati orang semacam itu sedia menyakiti dirinya sendiri semata- mata untuk menyakiti orang-orang yang didengkinya. 30 Anda ketahui bahwa sifat-sifat tercela yang bersemi dalam hati banyak macamnya, membersihkan hati dari kotoran itu membutuhkan waktu yang lama, cara penyembuhannya pun sulit dan rumit. Pengetahuan tentang pengobatannya secara tuntas, serta cara melaksanakannya selalu saja samar dan tidak mendapat perhatian, karena kelalaian orang pada dirinya sendiri dan kesibukannya mengejar kemilau dan pesona kehidupan dunia. 31 28 Abu Dawud, Sunan Abu Dawud Kitab al-Adab Bab fi al Hasad, no. 4257 29 Syekh Mustafa Ghalayini, Bimbingan Menuju keakhlak yang luhur, Semarang: CV. Toha Putra, 1976 Cet. 1, h. 212. 30 Murtadho Mutahhari, Manusia Sempurna, Jakarta: Lentera, 1994, cet. 2, h. 6 31 Imam al-Ghazali, Tuntunan Dasar Pembinaan Pribadi Bertaqwa, Jakarta: Angkasa Raya, 1984, cet. I, h. 112 Dengki itu ialah sikap tidak senang atas atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berusaha menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah ketangan diri sendiri atau tidak. 32 Memang, diantara berbagai penyakit hati, dengki atau hasad ialah salah satu yang sangat berbahaya untuk kehidupan manusia. Kita disebut dengki kepada seseorang jika kita tanpa alasan yang jelas apalagi alasan yang adil, serta merta merasa tidak senang dengan segala kelebihan dan keutamaan yang dimiliki orang lain. Kelebihan itu dapat bersifat kebendaan, seperti kekayaan atau harta, dapat juga tidak bersifat kebendaan, seperti kedudukan, kehormatan, prestise, kecakapan dan sebagainya. Jika kita menyimpan kedengkian kepada seseorang, biasanya selain kita membencinya juga diam- diam dalam hati kita menginginkan orang itu celaka, dan kalau sudah begitu besar kemungkinan kita langsung atau tidak langsung berusaha mencelakakannya. 33 Orang yang dengki disebut “hasid”, yang bekerja dan berusaha menghilangkan kesenangan dan kemuliaan seseorang dan mengharapkan kesenangan dan kemuliaan itu beralih ketangan dirinya. 34 Kedengkian dapat menjadi pangkal kesengsaraan si pendengki sendiri. Dan memang tidak ada orang dengki yang tidak menanggung jenis kesengsaraan tertentu. Sebab, perasaan dengki kita kepada seseorang yang menjadi sasaran kedengkian kita ialah justru karena “kebahagiaan” orang itu. Apakah betul orang yang menjadi sasaran kedengkian itu bahagia ataukah kebahagiaannya itu hanyalah ilusi kita akibat merasa diri sendiri kurang bahagia, sehingga membuat kita mempunyai gambaran terlalu besar tentang orang lain dan terlalu kecil tentang diri kita sendiri. Ini berarti bahwa “kebahagiaan” orang lain itu hanyalah hasil refleksi atau pantulan kaca situasi batin kita sendiri yang merasa tidak bahagia. 35 Sifat dengki bisa timbul pada diri manusia karena beberapa sebab: Pertama, Rasa permusuhan dan kebencian. Ketika seseorang merasa dirinya dimusuhi dan dibenci, maka secara manusiawi orang itu akan merasa dengki terhadap musuhnya itu. Ia akan menyumpahi musuhnya dengan kemelaratan, ketidak senangan 32 Moh. Ardhani, Akhlak Tasawwuf…. h. 59 33 Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin…, h. 186 34 Ya’kub, Tingkat ketenangan dan kebahagiaan Mukmin…, h.126 35 Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin…, h. 188 dan kehancuran. Jika ia merasa mampu, ia akan melakukan upaya untuk menghilangkan kebahagiaan musuhnya itu. Kedua, perasaan dengki bisa terjadi karena diri merasa lebih tinggi, lebih mulia, lebih kaya dan lebih berharga dari orang lain. Kerap terjadi dalam hati dan jiwa manusia bahwa dirinya merasa yang paling terhormat, lebih pintar tahu, lebih suci, lebih berhak dan seterusnya. Ketiga, gemar kepemimpinan dan kedudukan. Ada orang yang suka sekali menjadi pemimpin, ini bagus. Tapi ada juga orang yang hanya mau menjadi pemimpin, dan tidak mau dipimpin, ini bagus sebab yang terakhir ini targetnya adalah kedudukan, bukan tanggung jawab memegang amanah sebagai pimpinan. Keempat, jiwa yang buruk dan sifat kikir. Yakni jiwa yang selalu tidak senang dan merasa gelisah melihat keberhasilan orang lain, sebaliknya jika ada orang lain ditimpa musibah dan kesusahan ia merasa senang. Jiwa semacam ini menimbulkan sifat kikir dalam berbuat baik. 36 Pencegahan dan pengobatannya ialah dengan jalan: a. Mawas diri muroqobah, mengakui dalam diri sendiri bahwa penyakit hasad itu merusak. b. Pandai mensyukuri nikmat yang dianugerahkan Allah, betapapun keadaannya. c. Jika melihat orang lain memperoleh ni’mat atau kelebihan, maka hendaklah menyadari bahwa mereka perolehnya berkat usaha dan perjuangannya dan berkat karunia yang dianugerahkan Allah kepada mereka. d. Rajin bekerja mencari karunia yang disediakan Allah bagi jamba-hambanya. e. Jangan membanding-bandingkan diri dengan orang lain yang lebih tinggi keadaannya, melainkan hendaklah memeandang mereka yang lebih rendah keadaannya. f. Do’a, memohon perlindunngan kepada Allah dari sifat hasad. g. Jika memang didapati hasad dalam diri sendiri, maka hendaklah bertaubat dan memohon ampun. 37

4. Sikap Pema’af dan Pengampun