Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

(1)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

M. VALDY ARYA AKBAR 100200227

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN ANGGOTA DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN (Studi Bank Sumut Pusat)

Oleh

M. VALDY ARYA AKBAR 100200227

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH., M.S Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum NIP. 196204211988031004 NIP. 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK *M. Valdy Arya Akbar

**Tan Kamello ***Puspa Melati Hasibuan

Pasca menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai wakil rakyat, sejumlah anggota DPRD di berbagai daerah ramai-ramai menggadaikan ‘surat sakti’ tersebut. Meski anggota DPRD tingkat provinsi atau kabupaten/kota di Sumatera Utara belum terungkap, tapi menggadaikan SK tampaknya sudah menjadi tradisi bagi anggota bagi para wakil rakyat. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Upaya penyelesaian kredit apabila debitur wanprestasi.

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.

Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mengajukan permohonan kredit kepada Bank Sumut Pusat dengan Jaminan SK pengangkatan, dimana anggota DPRD sebagai debitur sepakat untuk memberi kuasa kepada pihak Bank sebagai kreditur untuk menarik sejumlah uang dari rekening gaji sebesar sesuai dengan cicilan pada setiap bulannya. Dalam hal ini pengajuan permohonan tersebut harus secara kolektif yang disertai dengan persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu harus sepengetahuan Sekretaris Dewan dan persetujuan bendahara dewan, dimana bendahara dewan ini yang nantinya melakukan pemotongan gaji sesuai besarnya angsuran kredit. Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Upaya penyelesaian kredit apabila debitur wanprestasi, penyelesaian yang dilakukan oleh Bank Sumut Pusat apabila anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang mengalami meninggal dunia, diberhentikan atau mengundurkan diri sebelum pelunasan hutang, tersebut disebabkan oleh apa, apakah mengundurkan diri atau meninggal dunia. Upaya penyelesaian wanprestasi Anggota DPRD yang menggunakan Jaminan SK DPRD pada Bank Sumut adalah Selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun yakni mulai tahun 2004-2014 belum pernah terjadi permasalahan dalam kredit yang menggunakan jaminan SK DPRD, dengan jaminan SK DPRD diikutsertakan dalam asuransi, yang didalamnya mencakup asuransi secara keseluruhan (jika nasabah/anggota DPRD meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan) bank bisa langsung mengklaim kepada asuransi dalam hal pembayaran pelunasan kredit anggota DPRD tersebut.

Kata Kunci : Jaminan Kredit, Surat Keputusan Pengangkatan DPRD * Mahasiswa Fakultas Hukum

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah perlindungan hukum perjanjian kredit dengan jaminan surat keputusan pengankatan anggota dewan perwakilan rakyat daerah kota medan (studi bank sumut pusat)

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

6. Bapak Prof. Dr. Tan kamello, SH.,M.S selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda Ir Arih S dan ibunda Dra Soraya Aziz, beserta M Divo Arya S dan Aldry Arya S selaku abangda dan adinda yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

10.Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada nenek tercinta dan Aulia S dan Wagiah selaku paman dan bibi saya yang telah membimbing dan mendukung saya secara moril, materil, dan kasih sayang sebagai orang tua yang tidak putus kasih sayangnya sampai sekarang dan selamanya.

11.Buat teman-teman stambuk 010, Zaki Nasution, Dicky Ginting, Dendy Bahari, Kyky Siregar, Olko Siba, Joy Ginting, Amanda Nabila, Desty, Echy, Irfan Munandar, Arief Suman, Dek Wir, Amed, Agatha, Taufik Lbs, Mora, Yoga,


(6)

Yayak, Lek kur, Inka, Indri, Dila, Alwi, Cupoy, Jeber, Akbar Aceh, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukung dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Mei 2015 Penulis,

M. Valdy Arya Akbar 100200227


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Metode Penelitian ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ... . 15

A. Pengertian Perjanjian ... . 15

B. Syarat Sahnya Perjanjian ... . 21

C. Jenis-Jenis dan Fungsi Perjanjian ... . 25

D. Berakhirnya Perjanjian ... 29

E. Perjanjian Kredit Dilihat dari Dasar Haknya ... 37

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT ... 39

A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Jaminan Kredit ... ... 39


(8)

C. Jenis-jenis Benda Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit ... 44

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN (STUDI BANK SUMUT PUSAT) ... 55

A.Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 68

B. Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 70

C. Upaya Penyelesaian Apabila Debitur Wanprestasi ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A.Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK *M. Valdy Arya Akbar

**Tan Kamello ***Puspa Melati Hasibuan

Pasca menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai wakil rakyat, sejumlah anggota DPRD di berbagai daerah ramai-ramai menggadaikan ‘surat sakti’ tersebut. Meski anggota DPRD tingkat provinsi atau kabupaten/kota di Sumatera Utara belum terungkap, tapi menggadaikan SK tampaknya sudah menjadi tradisi bagi anggota bagi para wakil rakyat. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Upaya penyelesaian kredit apabila debitur wanprestasi.

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.

Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mengajukan permohonan kredit kepada Bank Sumut Pusat dengan Jaminan SK pengangkatan, dimana anggota DPRD sebagai debitur sepakat untuk memberi kuasa kepada pihak Bank sebagai kreditur untuk menarik sejumlah uang dari rekening gaji sebesar sesuai dengan cicilan pada setiap bulannya. Dalam hal ini pengajuan permohonan tersebut harus secara kolektif yang disertai dengan persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu harus sepengetahuan Sekretaris Dewan dan persetujuan bendahara dewan, dimana bendahara dewan ini yang nantinya melakukan pemotongan gaji sesuai besarnya angsuran kredit. Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Upaya penyelesaian kredit apabila debitur wanprestasi, penyelesaian yang dilakukan oleh Bank Sumut Pusat apabila anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang mengalami meninggal dunia, diberhentikan atau mengundurkan diri sebelum pelunasan hutang, tersebut disebabkan oleh apa, apakah mengundurkan diri atau meninggal dunia. Upaya penyelesaian wanprestasi Anggota DPRD yang menggunakan Jaminan SK DPRD pada Bank Sumut adalah Selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun yakni mulai tahun 2004-2014 belum pernah terjadi permasalahan dalam kredit yang menggunakan jaminan SK DPRD, dengan jaminan SK DPRD diikutsertakan dalam asuransi, yang didalamnya mencakup asuransi secara keseluruhan (jika nasabah/anggota DPRD meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan) bank bisa langsung mengklaim kepada asuransi dalam hal pembayaran pelunasan kredit anggota DPRD tersebut.

Kata Kunci : Jaminan Kredit, Surat Keputusan Pengangkatan DPRD * Mahasiswa Fakultas Hukum

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank sebagai penyedia permodalan dan juga sebagai perantara keuangan, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional serta pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sistem keuanganya, dan lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara1

Mengingat sangat pentingnya peranan Bank di Indonesia saat ini, maka kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan harus tetap dijaga, Oleh karena itu, menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya UU Perbankan) bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank, sesuai dengan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas management, likuidasi, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melaksanakan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.2

Pasal 1 angka 2 UU Perbankan merumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

1

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakata: Kencana,2011), hal.7.

2

5Sulistyandari, Hukum Perbankan Perlindungan Hukum Terhadap Penyimpanan Melalui Pengawasan Perbankan Di Indonesia, (Sidoarjo: Laras, 2012), hal. 292.


(11)

menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.3

Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 UU Perbankan, merumuskan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengn pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Bank dalam menjalankan usahanya menganut prinsip kehati-hatian, sesuai dengan Pasal 2 UU Perbankan, menyatakan bahwa: “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”

Bank dalam pemberian kredit selain menggunakan prinsip kehati-hatian juga akan melakukan analisis kredit yang mencakup latar belakang nasabah, prospek usahanya, jaminan yang diberikan, serta faktor-faktor lainya, hal ini dilakukan agar kredit yang diberikan benar-benar aman dalam arti uang yang disalurkan dapat kembali.4

Pemberian jaminan pada perjanjian kredit diharuskan dalam perbankan konvensional, karena pada dasarnya sumber dana yang disalurkan berasal dari masyarakat atau tabungan masyarakat, dengan demikian kredit yang diberikan pada nasabah harus hati-hati dan dapat dipastikan akan kembali pada saat jatuh tempo nanti.

3

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 106.

4


(12)

Bank dalam menerima suatu jaminan kredit, ada 2 (dua) pertimbangan yang dilakukan oleh bank sebagai criteria jaminan tersebut :5 (1) Marketable artinya pada saat dieksekusi, jaminan tersebut mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi hutang debitur; (2) Secured artinya benda jaminan kredit dapat diikat secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan, jika suatu hari wanprestasi, bank mempunyai kekuatan secara yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.

Bank memberikan kredit kepada semua lapisan masyarakat, baik yang mempunyai penghasilan tidak tetap, misalnya pengusaha, pedagang, dan juga memberikan kredit kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan tetap, misalnya karyawan, Pegawai Negeri Sipil, termasuk juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut DPRD).

Pasca menerima Surat Keputusan SK pengangkatan sebagai wakil rakyat, sejumlah anggota DPRD di berbagai daerah ramai-ramai menggadaikan ‘surat sakti’ tersebut. Meski anggota DPRD tingkat provinsi atau kabupaten/kota di Sumatera Utara belum terungkap, tapi menggadaikan SK tampaknya sudah menjadi tradisi bagi anggota bagi para wakil rakyat.6

Sejumlah bank milik pemerintah daerah mulai dibanjiri debitur anggota DPRD. Perilaku anggota DPRD yang menggadaikan SK ini hampir merata dilakukan di seluruh Indonesia dengan BPD setempat. “Menurut pemantauan The

5

Irma Devita Purnamasari,Kiat-Kiat Cerdas,Mudah,Dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, (Bandung: Kaifa,2011), hal.19.

6

http://sumutpos.co/anggota-dprd-ramai-ramai-gadaikan-sk (diakses tanggal 2 Maret 2015)


(13)

Finance, besarnya pinjaman antara Rp 100 juta, Rp 200 juta, bahkan ada yang Rp 500 juta,”7

Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga perwakilan politik didalam susunan ketatanegaraan Indonesia. Anggota DPR direkrut dengan cara dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini sesuai dengan konstitusi Indonesia UUD 1945. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berpedoman pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD dan Tata Tertib DPRD.

Pengertian ‘default’ atau “kegagalan atau kelalaian” adalah : “Kegagalan untuk memenuhi suatu kewajiban sebagaimana tercantum di dalam kontrak, sekuritas, akta atau transaksi lainnya”.8 Dalam pengertian “default”, pelaku kegagalan dinamakan ‘defaulter’, yaitu orang yang gagal atau lalai memenuhi kewajibannya, orang yang menyalahkan uang yang dipercayakan kepadanya untuk di simpan”

Jasa kredit yang diberikan PT. Bank Sumut Pusat dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak termasuk diantaranya adalah para Anggota DPRD Kota Medan dan menggunakan jaminan berupa SK atau Surat Keputusan Pengangkatan Keputusan Pengangkatan Anggota DPRD.

7

Ibid

8

Johannes Ibrahim, Cross Default Dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, (Bandung : Refika Aditama, 2004), hal. 5


(14)

Guna kelancaran angsuran pinjaman Anggota DPRD yang berasal dari gaji Anggota Dewan dan mengantisipasi kemungkinan risiko yang timbul sebagai akibat adanya kebijakan dari Perusahaan/instansi, maka dalam pelayanan harus didukung adanya PKS atau Perjanjian Kerjasama antara Kantor Cabang PT. Bank Sumut dengan Sekretaris Dewan DPRD Kota Medan dengan Instansi tersebut bekerja.

Isi dari PKS/Perjanjian Kerjasama tersebut mencakup hak dan kewajiban, tanggung jawab dan wewenang dari masing-masing pihak. Dengan ditanda tanganinya PKS/Perjanjian Kerjasama tersebut oleh Pemimpin Cabang PT. Sumut Medan sebagai pihak pertama, dengan Pejabat yang mempunyai kewenangan untuk mewakili instansi/perusahaan ditempat Anggota DPRD bekerja, sebagai pihak kedua. Dalam hal ini pihak pertama bersedia memberikan fasilitas kredit kepada para anggota DPRD di Instansi pihak kedua yang memenuhi ketentuan dan persyaratan yang di tetapkan oleh pihak pertama.

Adanya Hak dan Kewajiban di dalam PKS /Perjanjian Kerjasama tersebut mengandung makna yang sama dengan ketentuan di dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Sehingga ketentuan tersebut mengikat bank selaku kreditur untuk melaksanakan hak dan kewajibannya sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 dan Pasal 6 PKS/Perjanjian Kerjasama.


(15)

Dari hasil penelitian/pra riset yang dilakukan ditemukan suatu fakta empiris, yaitu bahwa perjanjian kredit yang memuat kesepakatan antara pihak debitur dengan kreditur, pada pemberian fasilitas kredit, dengan jaminan SK Pengangkatan Anggota DPRD tersebut menggunakan bentuk dan nama “Surat Pengakuan Hutang”. SPH/Surat Pengakuan Hutang tersebut memuat ketentuan bagi debitur/sebagai pihak “yang berhutang” atau peminjam untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Oleh karena itulah Surat Pengakuan Hutang sebagai bentuk perjanjian kredit memegang peranan yang sangat penting, baik bagi bank selaku kreditur, yang akan memberikan dan menyalurkan kreditnya, maupun bagi debitur selaku peminjam atau pihak ‘yang berhutang’

Berdasarkan latar belakang di atas maka tertarik memilih judul Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat).

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut

1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum perjanjian kredit dengan jaminan

Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah?


(16)

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum perjanjian kredit dengan jaminan

Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian kredit apabila debitur wanprestasi.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diharapkan melalui hasil penelitian ini adalah 1. Secara teoritis

Bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan hukum terutama sekali standar kontrak yang mengandung perlindungan hukum perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat). 2. Secara praktis

Bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran bagi pengambilan kebijaksanaan untuk menghadapi persoalan yang muncul dalam Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat).


(17)

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

Penulis telah menelusuri seluruh daftar skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Keperdataan, akan tetapi penulis tidak menemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan dengan judul dan permasalahan yang penulis angkat yaitu tentang “Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat) berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah.

F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu


(18)

pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.9 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.10

Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum.11 Dengan menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam penelitian ini dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pendekatan masalah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Statute Approach)12 terhadap Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan

Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

2. Sumber data

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti, antara lain; buku-buku literatur, laporan penelitian, tulisan para ahli, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Dalam penelitian ini yang merupakan penelitian yuridis normatif, sebagai bahan dasar penelitiannya, menggunakan data sekunder, yakni bahan-bahan yang diperoleh

9

Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hal 1.

10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hal 87.

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Op. cit., hal 10.

12


(19)

dari bahan pustaka lazimnya. Data sekunder yang digunakan sebagai bahan dasar penelitian ini terdiri atas:13

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan atau berbagai perangkat hukum, seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), dalam penelitian semacam ini, hukum ditempatkan sebagai terikat dan faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi hukum dipandang sebagai variabel bebas dan peraturan lainnya.14 Selain itu, hasil wawancara yang didapatkan melalui studi lapangan PT. Bank Sumut. menjadi bahan hukum primer yang membantu dalam mengkaji masalah dalam penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, karya ilmiah, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian, dan bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atas bahan hukum primer.15

13

Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Op. cit., hal 13.

14

Ibid.

15


(20)

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier memberikan petunjuk/penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lainnya.16 Pendekatan yuridis empiris yaitu melalui wawancara dengan pihak PT. Bank Sumut Pusat yaitu Endar Sakti Pane selaku selaku pimpinan cabang.

3. Pengumpulan data

Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai bahan dasar penelitian dikumpulkan dengan menggunakan studi dokumen (documents

study) atau studi kepustakaan (library research) sebagai alat pengumpul data.17

Studi dokumen tersebut merupakan penelitian bahan hukum primer, yaitu peraturan peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan hukum perbankan, khususnya mengenai analisis hukum atas timbulnya kredit macet pada perjanjian kredit perbankan ditinjau dari segi hukum jaminan.

Selain studi dokumen, penulis juga menggunakan studi lapangan (field

research) melalui alat wawancara sebagai alat pengumpul data guna mendapat

data primer sehingga mampu untuk mendukung dan menguatkan bahan hukum primer yang telah dipedomani sebelumnya.

4. Analisis data

Analisa data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian pustaka maupun penelitian lapangan. Data primer yang didapat dari lapangan terlebih dahulu diteliti kelengkapannya dan kejelasannya untuk diklarifikasi serta dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten untuk memudahkan

16

Ibid

17


(21)

melakukan analisis. Data primer inipun terlebih dahulu diedit untuk menyeleksi data yang paling relevan dengan perumusan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil data penelitian baik pustaka maupun lapangan ini dilakukan pembahasan secara deskriptif analisis. Deskriptif adalah pemaparan hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematik terutama mengenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini.

Analisis artinya gambaran yang diperoleh tersebut dilakukan analisis secara cermat sehingga dapat diketahui tentang tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu membuktikan permasalahan sebagaimana telah dirumuskan dalam perumusan permasalahan yang ada pada latar belakang penulisan skripsi. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data yaitu analisis dilakukan dengan metode kualitatif komparatif yaitu penguraian dengan membandingkan hasil penelitian pustaka (data sekunder) dengan hasil penelitian lapangan (data primer). Adapun hasil dari membandingkan tersebut akan menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini sehingga dapat dibuktikan tujuan dari penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan suatu pengantar dari pembahasan selanjutnya yang terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu: latar belakang penulisan, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

Bab ini berisikan tentang pengertian perjanjian, syarat sahnya perjanjian, bentuk-bentuk dan fungsi perjanjian, berakhirnya perjanjian.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT

Bab ini berisikan tentang pengertian dan dasar hukum tentang jaminan kredir, bentuk-bentuk perjanjian jaminan kredit dan jenis-jenis benda sebagai jaminan dalam perjanjian kredit serta perjanjian kredit dilihat berdasarkan hak.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN (STUDI BANK SUMUT PUSAT)

Bab ini berisikan Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Surat Keputusan Pengangkatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (SK DPRD) Sebagai Obyek Jaminan dan Perlindungan Hukum


(23)

Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Upaya penyelesaian kredit apabila debitur wanprestasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian dilengkapi dengan saran yang mungkin bermanfaat di masa yang akan datang untuk penelitian lanjutan.


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Perjanjian

Sebagaimana yang termuat didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”18

Kamus hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.19

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga

18

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka. 2012), hal. 458.

19


(25)

mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.20

R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.21

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”22

Abdul Kadir Muhammad memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.23

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.24 Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan

20

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89.

21

RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 97.

22

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 27

23

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 2010), hal. 95

24


(26)

yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).

Ketentuan Pasal 2 UU Perbankan, bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat harus menggunakan prinsip kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-undang tersebut juga ditegaskan bahwa dalam melakukan perjanjian kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan. Dari penjelasan dua pasal tersebut maka dapat diketahui bahwa prinsip utama perkreditan adalah bersandar pada kepercayaan dan kehati-hatian.

Penjelasan Pasal 8 angka (1) UU Perbankan menegaskan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut, maka sebelum melakukan kredit bank harus melakukan penilaian-penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha dari nasabah. Dalam praktik perbankan hal tersebut dikenal dengan istilah “The Five C’s of Analysis”.

Prinsip-prinsip yang biasa dijadikan acuan dalam penilaian pemberian kredit perbankan tersebut adalah: 25

25

Munir Fuadi, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung: Citra aditya Bakti, 1996), hal. 24-28


(27)

a. Prinsip kepercayaan setiap pemberian kredit sebenarnya harus selalu disertai oleh kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur sekaligus kepercayaan bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya.

b. Prinsip kehati-hatian (prudent) adalah salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Untuk mewujudkan prinsip ini maka berbagai jenis usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank yang bersangkutan (internal) maupun oleh bank luar (eksternal) yang dalam hal ini adalah bank sentral.

c. Prinsip 5 C

1) Character (kepribadian) Bank sebagai kreditur harus terlebih dahulu

melakukan penilaian terhadap watak atau kepribadian calon debiturnya sebelum kredit diberikan. Jika debitur memiliki watak yang buruk maka akan menimbulkan perilaku yang buruk pula, dan hal ini sangat berpengaruh kepada perilaku debitur dalam hal membayar hutangnya.

2) Capacity (kemampuan)

Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan bisnisnya, sehingga dapat diprediksikan kemampuan untuk membayar hutangnya

3) Capital (modal)

Permodalan yang dimiliki debitur juga merupakan hal penting yang harus diketahui calon krediturnya, karena permodalan dan kemampuan keuangan seorang debitur akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat


(28)

kemampuan dalam pembayaran kredit. Hal ini dapat diketahui melalui laporan keuangan bisnis atau perusahaan debitur.

4. Condition of Economy (kondisi ekonomi)

Kondisi perekonomian secara makro maupun mikro merupakan faktor penting untuk dianalisis sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur.

5. Colateral (agunan)

Agunan dalam setiap pemberian kredit sangatlah penting, bahkan Undang-undang mensyaratkan bahwa agunan itu harus ada dalam setiap perjanjian kredit. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi terhadap debitur yang benar-benar mengalami kredit macet, sehingga agunan dapat dieksekusi d. Prinsip 5P

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Debitur harus memperoleh suatu kepercayaan dari kreditur mengenai karakter, kemampuan, dan sebagainya.

1) Party (para pihak)

Merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitur. Bagaimana karakternya, kemampaunnya, dan sebagainya;

2) Purpose (tujuan)

Kreditur harus dapat melihat dan mencermati apakah kredit yang akan disalurkan untuk hal-hal yang positf dan benar-benar dapat menaikkan


(29)

income usaha debitur. Perlu pula dilakukan pengawasan terhadap penggunaan dana pinjaman tersebut, apakah benar-benar digunakan untuk tujuan sesuai dengan yang diperjanjikan.

3. Payment (pembayaran) kreditur harus dapat melihat dan menganalisis

sumber pendapatan debitur dan apakah sumber pendapatannya mencukupi untuk membayar kembali kreditnya.

4. Profability (perolehan laba) Kreditur harus dapat mengantisipasi, apakah

laba yang akan diperoleh oleh debitur lebih besar dari biaya pinjaman dan apakah pendapatan debitur lebih besar dari biaya pinjaman dan apakah pendapatan debitur dapat menutupi pembayaran kembali kredit.

5. Protection (perlidungan)

Dalam hal ini dilakukan analisis tentang cukup tidaknya jaminan yang diberikan untuk calon debitur sebagai upaya pengamanan terhadap kredit yang akan diberikan.

e. Prinsip 3R

1) Return (hasil yang diperoleh)

Penilaian harus dilakukan terhadap hasil usaha yang akan dapat dicapai oleh calon debitur. Terhadap hasil usaha yang akan dicapai tersebut kemudian dianalisis tentang adanya kemungkinan pengembalian kredit beserta bunganya

2. Repayment (pembayaran kembali)

Kemampuan calon debitur untuk mengembalikan kredit harus sudah diperkirakan sejak dini oleh pihak kreditur.


(30)

3. Risk Bearing Ability (kemampuan mengandung risiko)

Analisis harus dilakukan juga terhadap kemampuan calon debitur untuk menanggung risiko. Hal ini dimungkinkan apabila terjadi kegagalan pada usaha calon debitur, atau kemungkinan terjadinya kerugian yang mungkin terjadi karena hal-hal yang tidak dapat diperkirakan sejak semula.

B. Syarat Sahnya Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:26 1. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak sebagai

subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;27

2. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

3. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;

26

Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.

27

Herman Rasyid, Syarat Sahnya Suatu Perjanjian,http://hermansh.blogspot.com/2012/02 Syarat-Sahnya-Suatu-Perjanjian.html, diakses tanggal 2 Mei 2015


(31)

4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

5. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;

6. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu

Agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. Suatu hal tertentu; dan

d. Suatu sebab yang halal

Adapun penjelasan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mempunyai arti bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau saling menyetujui


(32)

kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya paksaan, kekeliruan, dan penipuan.28

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum. Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah. 29

3) Suatu hal tertentu

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.30

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang

28

Ridhuan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 214.

29

Handri Raharjo, Hukum Perusahaan , (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal 25.

30


(33)

dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

4) Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal atau yang diperkenankan oleh undang-undang menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah “persetujuan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan”.Pengertian sebab pada syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian tiada lain adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Jadi dalam hal iniharus dihilangkan salah sangka bahwa yang dimaksud sebab itu di sini adalah suatu sebab yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian tersebut. Bukan hal ini yang dimaksud oleh undang-undang dengan sebab halal. Sesuatu yang menyebabkan sesorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa yang untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak dihiraukan oleh undang-undang. Undang-undang hanya menghiraukan tindakan tindakan orang-orang dalam masyarakat. Jadi yang dimaksud dengan sebab atau kausa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri

Menurut undang-undang, sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini dinyatakan bahwa pada Pasal 1337 KUHPerdata. Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab atau causa yang tidak halal, misalnya jual beli ganja, untuk mengacaukan ketertiban umum.31 Sahnya causa dari suatu

31


(34)

persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.32

Keempat syarat tersebut di atas, dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Syarat subjektif

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif karena merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh subjek perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah dapat dibatalkannya perjanjian (vernietigbaar)

2. Syarat objektif

Syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian. Apabila syarat objektif tidak dapat dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah bahwa perjanjian itu batal demi hukum (van rechtswege nietig)

C. Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis yang penting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata seperti telah diuraikan di depan. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang

32

SieInfokum - Ditama Binbangkum, Perjanjian, diakses dari http://www.jdih.bpk.go.id /Informasi Hukum/Perjanjian.pdf, diakses tanggal 2 Mei 2015.


(35)

komplek ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori diperbolehkan karena lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Menyimpan tabungan atau deposito di Bank maka akan memperoleh buku tabungan atau bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat perjanjian sebagai alat bukti.33

Berdasarkan Pasal 1 angka (11) UU Perbankan, yang dimaksud persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam adalah bentuk perjanjian kredit, sehingga nama perjanjian tersebut adalah perjanjian kredit. Meskipun pada umumnya perjanjian tidak perlu dibuat secara tertulis (asalkan kedua belah pihak sepihak, cakap hukum, tentang suatu sebab tertentu, dan suatu sebab yang halal sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang membolehkan kesepakatan pada perjanjian dapat dilakukan dalam bentuk lisan maupun tulisan) namun kiranya kesepakatan pada perjanjian perbankan harus dibuat dalam sebuah perjanjian tertulis.

Ketentuan ini terdapat pada penjelasan Pasal 8 UU Perbankan yang mewajibkan kepada Bank pemberi kredit untuk membuat perjanjian secara tertulis. Keharusan perjanjian perbankan harus berbentuk tulisan telah ditetapkan dalam pokok-pokok ketentuan perkreditan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 angka (2) UU Perbankan.

33

Sutarno, Aspek–Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta: Alfabeta, 2003), hal. 99.


(36)

Dasar hukum lain yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober 1966. Dalam instruksi tersebut ditegaskan “Dilarang melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara Bank dengan Debitur atau antara Bank Sentral dan Bank-Bank lainnya. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa No. 03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya angka 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit.34

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada tiga jenis perjanjian tertulis:

Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Perjanjian ynag dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu.35

Pasal 8 angka (2) huruf a UU Perbankan menjelaskan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan dalam bentuk tertulis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bank dalam memberikan kredit wajib mempergunakan perjanjian kredit dalam bentuk tertulis.

34

Ibid. hal 99

35


(37)

Bentuk perjanjian kredit secara tertulis tersebut bertujuan untuk memudahkan pihak bank maupun nasabah dalam pelaksanaan kredit, karena dalam isi perjanjian dapat diketahui secara jelas mengenai subjek, objek, maupun hal-hal lain yang diperjanjikan. Bentuk perjanjian ini juga dianggap lebih aman bagi para pihak apabila dibandingkan dengan bentuk lisan, karena dengan bentuk tertulis tersebut para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan, dan ini merupakan bukti yang kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu terhadap kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh para pihak.

Perjanjian yang dibuat secara tertulis dalam praktek perbankan dibedakan lagi menjadi dua bentuk perjanjian yaitu :36

1. Akta di bawah tangan; dan 2. Akta autentik

Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yurudis dan fungsi ekonomis. Fungsi yurudis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. Biaya dalam Pembuatan Perjanjian Biaya penelitian, meliputi biaya penentuan hak milik yang mana yang diinginkan dan biaya penentuan bernegosiasi, Biaya negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya penulisan kontrak, dan biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci, Biaya monitoring, yaitu biaya

36

Badriyah Harun , Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010), hal. 24.


(38)

penyelidikan tentang objek, biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidnagan dan arbitrase, Biaya kekliruan hukum, yang merupakan biaya sosial.37

D. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian berakhir apabila tujuan dari perjanjian tersebut telah tercapai, yaitu dengan terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya perikatan, yaitu apabila suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut, misalnya sebagai akibat daripada pembatalan berdasarkan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata, maka semua perikatan yang telah terjadi menjadi hapus, perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan apa yang telah dipenuhi harus pula ditiadakan Dalam Pasal 1381 KUHPerdata dinyatakan tentang cara berakhimya suatu perikatan, yaitu :

“Perikatan-perikatan hapus karena :

a. Pembayaran adalah kewajiban debitur secara sukarela untuk memenuhiperjanjian yang telah diadakan. Dengan adanya pembayaran oleh seorang debitur atau pihak yang berhutang berarti Debitur telah melakukan prestasi sesuai perjanjian. Dengan dilakukannya pembayaran oleh Debitur maka perjanjian kredit/hutang menjadi hapus atau berakhir. b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

Prestasi debitur dengan melakukan pembayaran tunai yang diikuti denganpenitipan dapat mengakhiri atau menghapuskan perjanjian. Untuk menerangkan maksud kalimat ini perlu diberikan contoh, misalnya

37

Eghasyamgrint.Wordpress.Com/2011/05/21/Fungsi-Perjanjian (diakses tanggal 1 Mei 2015).


(39)

seorang debitur bernama Mr. X memperoleh pinjaman dari Bank 5 juta rupiah dengan bunga 6% pertahun dan jangka waktu satu tahun. Sebelum jangka waktu berakhir debitur memiliki uang yang cukup sehingga menawarkan kepada kreditur untuk melunasi hutang pokok tersebut sebelum jangka waktu berakhir. Jika kreditur menyetujui tawaran debitur tersebut maka terjadilah pembayaran tunai yang mengakhiri perjanjian. Tetapi kalau kreditur menolak tawaran tersebut maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan di Pengadilan Negeri. Ketentuan pembayaran tunai yang diikuti penitipan ini prosedurnya diatur dalam Pasal 1404 s/d 1412 KUH Perdata. Tetapi hanya berlaku untuk perjanjian yang prestasinya“memberi barang-barang bergerak” sedangkan untuk memberi barang tidak bergerak Undang-undang tidak mengatur.

c. Pembaharuan hutang;

Novasi merupakan salah satu cara untuk menghapuskan atau mengakhiri suatu perjanjian. Novasi atau pembaruan utang adalah suatu perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang sama memunculkan perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama. Pasal 1413 KUHPerdata menetapkan 3 (tiga) macam cara untuk terjadinya Nova d. Perjumpaan hutang atau kompensasi;

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak


(40)

berkedudukan baik sebagai kreditur maupun kreditur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.38

e. Kompensasi atau perjumpaan utang kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis

(generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal

balik, dimana masing-masing pihak berkedudukanbaik sebagai kreditur maupun kreditur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.39

f. Percampuran hutang; percampuran hutang terjadi apabila kedudukan Kreditur dan Debitur bersatu pada satu orang, maka demi hukum atau otomatis suatu percampuran utang terjadi dan perjanjian ini menjadi hapus atau berakhir. Contoh terjadinyapernikahan antara kreditur dan debitur dan ada persatuan harta pernikahan maka terjadi percampuran hutang.

g. Pembebasan hutangnya Pasal 1438-1443 KUH Perdata

Undang-undang tidak memberikan definisi apa yang disebutkqn dengan pembebasan utang. Namun, menurut Mariam Darus Badrulzaman pembebasan utang adalah pembuatan atau pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur.40 Menurut Pasal 1439 KUH Perdata, pembebasan utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi hari dibuktikan. Misalnya, pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur, merupakan bukti tentang pembebasan hutangnya

38

Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 280

39

Ibid.

40


(41)

h. Musnahnya barang yang terhutang;

Apabila barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan Debitur dan sebelum debitur lalai menyerahkan barangnya kepada kreditur.

i. Pembatalan; Jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan. Bila syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak semuladianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan wanprestasi (Pasal 1266 KUHPerdata).

j. Lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri

Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai, dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam mengadakan perjanjian


(42)

tersebut. Selain cara berakhirnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu :41

1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam perjanjian itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya Pasal

1250 KUHPerdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh lebih dari 5 tahun.

3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus sesuai dengan Pasal 1603 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perhubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh.

4. Karena persetujuan para pihak.

5. Pernyataan penghentian pekerjaan dapat dikarenakan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak hanya pada perjanjian yang bersifat sementara.

6. Musnahnya barang yang terhutang apabila barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan debitur dan sebelum debitur lalai menyerahkan

41

Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 387


(43)

barangnya kepada kreditur. Apabila debitur dibebaskan untuk memenuhi perjanjian yang disebabkan peristiwa musnahnya atau hilangnya barang. 7. Pembatalan perjanjian jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak

dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan.Bila syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak semula dianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata hak-hak berkaitan dengan barang yang musnah atau hilang, misalnya hak asuransi atas barang tersebut maka Debitur diwajibkan menyerahkan kepada Kreditur

8. Karena pembebasan utang.

Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan Kreditur denganmenyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitur. Artinya kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada debitur bahwa kreditur membebaskan kepada debitur untuk tidak membayar lagi hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan secara sepihak yang berupa pernyataan atau pemberitahuan tertulis kepada Debitur yang isinya Kreditur membebaskan hutangnya dan Debitur


(44)

menerima pemberitahuan itu atau membalas surat Kreditur yang menyetujui pembebasan hutang tersebut.

Apabila dalam suatu perjanjian semua perikatan-perikatan telah berakhir, maka berakhir pulalah seluruh perjanjian tersebut. Dalam hal demikian berakhirnya seluruh perikatan yang terdapat dalam suatu perjanjian menyebabkan perjanjian berakhir, namun sebaliknya berakhirnya suatu perjanjian dapat mengakibatkan berakhirnya seluruh perikatan yang ada dalam perjanjian tersebut. Hal ini dapat terjadi pada perjanjian yang berakhir karena pembatalan berdasarkan wanprestasi. Pembatalan perjanjian tersebut menyebabkan seluruh perikatan-perikatan yang ada berakhir. Perikatan-perikatan-perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan segala apa yang telah dipenuhi harus berakhir. Akan tetapi dapat juga terjadi suatu perjanjian berakhir untuk waktu selanjutnya dan kewajiban yang telah ada tetap ada.

Adapun mengenai berakhirnya suatu perjanjian dapat terjadi karena : a. Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian. Suatu perjanjian berakhir

pada saat yang telah ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian.

b. Batas berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang, misalnya hak untuk membeli kembali suatu barang yang telah dijual tidak boleh diperjanjikan lebih dari 5 (lima) tahun (Pasal 1520 KUHPerdata) c. Apabila terjadi suatu peristiwa tertentu yang oleh para pihak atau


(45)

berakhirnya perjanjian, misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus (pasal 1603 KUHPerdata). 42

Jadi perjanjian kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal didalam KUHPerdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat di dalam Buku II KUHPerdata43. Akibat hukum suatu perjanjian dibatalkan karena syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian tidak dipenuhi atau karena dibatalkan salah satu pihak karena wanprestasi yaitu:

1) Hak dan kewajiban para pihak kembali kepada keadaan semula sebelum adanya perjanjianPara pihak harus mengembalikan hak-hak yang telah dinikmati misalnya Debitur yang telah menerima uang pinjaman maka Debitur segera mengembalikan sebesar uang yang diterimanya. Pembeli yang telah menerima barangnya segera mengembalikan barangnya. Penjual yang telah menerima pembayaran segera mengembalikan uang Pasal 1451 dan Pasal 1452 KUH Perdata. Berlakunya suatu syarat batal 2) Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang lahirnya atau

berakhirnyadigantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa itu masih belum tentu terjadi. Suatu perikatan yang lahirnya digantungkan dengan terjadinya suatu peristiwa dinamakan perikatan dengan syarat tangguh. Apabila syarat batal dipenuhi maka akan menghentikan perjanjian itu dan membawa kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian, akibatnya semua pihak dalam perjanjian itu harus mengembalikan ke dalam keadaan semula.

42

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Binacipta,1997), hal.69

43


(46)

Misalnya, seorang yang berutang telah menerima uangnya, dan Kreditur menerima jaminannya, maka si berutang harus mengembalikan hutangnya dan Kreditur memberikan dokumen jaminannya (Pasal 1265 KUH Perdata).

E. Perjanjian Kredit Dilihat dari Dasar Haknya

Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata merupakan pedoman bagi para pihak dalam membuat suatu perjanjian kredit, yaitu selain harus berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku, para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kredit harus tetap berpedoman pada kepatutan, kebiasaan serta itikad baik sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.

Pihak bank dalam perjanjian kredit pada umumnya berada dalam posisi kuat, selain karena pihak bank selaku pelaku usaha yang menentukan isi perjanjian, pihak bank juga dilindungi oleh perjanjian standart perbankan dalam klausula baku dari pihak bank yang pada intinya menegaskan bahwa nasabah (debitur/konsumen) tunduk pada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan masih akan diterapkan kemudian oleh pihak bank. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kedudukan bank sebagai pemberi kredit dengan calon nasabah sebagai penerima kredit tidak seimbang. Hal ini tidak sesuai dengan kesetaraan, nasabah harus menerima jika masih ingin tetap melanjutkan perjanjian tersebut walaupun melemahkan posisinya, terutama mengenai hal-hal yang terjadi diluar kuasanya seperti keadaan memaksa (overmacht).

Perjanjian kredit dapat juga ditinjau dari sudut subyek hukumnya, yaitu dari sisi kreditur maupun debitur. Dari sisi kreditur, perjanjian kredit dapat


(47)

dilakukan antara dua kreditur dengan satu debitur, yang disebut sebagai kredit sindikasi. Dari sisi debitur, subyek hukumnya dapat berstatus badan hukum (korporasi) maupun perorangan. Walaupun badan hukum korporasi dan orang perseorangan dapat melakukan tindakan hukum (rechtsbevoegdheid), namun keduanya tetap memiliki pengecualian atau pembatasan. Pengecualian atau pembatasan ini biasanya diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.

Selain di dalam KUHPerdata, pada UU Perbankan, juga dikenal adanya beberapa ketentuan yang menjadi pedoman dalam memberikan kredit, sebagaimana disebutkan bahwa pada Pasal 11 angka (2) Undang-Undang Perbankan menyebutkan bahwa batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam angka (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pihak pemerintah di dalam Undang- Undang Perbankan mengenai ketentuan kredit pada dasarnya bukanlah untuk membatasi kegiatan Bank, melainkan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola dana masyarakat, memperkecil risiko kerugian yang mungkin timbul serta untuk melindungi kepentingan masyarakat.44

44

Fuady Munir, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal 87


(48)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT

A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Jaminan Kredit

Istilah “jaminan“ berasal dari istilah “zekerheid” atau“ cautie “merupakan terjemahan bahasa Belanda,yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutanganya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap kreditur. Istilah “zekerheid” atau “cautie “ mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin kalau tagihan itu dapat terpenuhi, disamping itu juga memuat pertanggung jawaban debitur. Adapun istilah “agunan”, ketentuan dalam Pasal 1 angka 23 UU Perbankan.

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menetapkan bahwa”segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada dikemudianhari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya”

Agunan dalam konstruksinya merupakan jaminan tambahan demi mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Agunan memiliki beberapa unsur di antaranya:


(49)

1. Jaminan tambahan;

2. Diserahkan oleh debitur kepada bank

3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembayaran

Pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.45 Definisi ini difokuskan pada pengaturan pada hak-hak kreditur semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan.

Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.46

Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.47

Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak

45

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 3

46

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, ((Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 3.

47

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 6.


(50)

mampu membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya.48

Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, segala harta kekayaan debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan.

Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur di mana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan, fidusia, gadai, maupun cessie piutang. Kreditur yang memegang hak tersebut memiliki hak utama untuk mendapatkan pembayaran kredit seluruhnya dari hasil penjualan benda jaminan. Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda jaminan terebut dapat diberikan kepada kreditur lain.

Eksistensi adanya perjanjian penjaminan tergantung pada perjanjian pokok. Perjanjian pokok biasanya berupa perjanjian kredit. Perjanjian penjaminan tidak mungkin ada tanpa perjanjian kredit. Apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka perjanjian penjaminan akan berakhir pula.

48

Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), hal. 67


(51)

Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit adalah Pasal 8 angka (1) UU Perbankan yang menyatakan bahwa :“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”Jaminan pemberian kredit menurut Pasal 8 angka (1) adalah bahwa keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

B. Bentuk-bentuk Perjanjian Jaminan Kredit

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dilakukan secara lisan atau tertulis yang terpenting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian, perjanjian yang dilakukan secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang kompleks ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori diperbolehkan karena perjanjian secara lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun haruslah dibuat secara tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Kita menyimpan tabungan atau deposito di bank maka akan memperoleh tabungan atau


(52)

bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat perjanjian kredit sebagai alat bukti.

Dasar hukum yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah : 1. Instruksi Presidium Kabinet Nomor 115/EK/IN/10/1996 Tanggal 10 Oktober

1996, menegaskan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa ada perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur, nasabah atau bank-bank sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya.

2. Surat Keputusan Direksi bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/17/UPB Tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum,yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan disepakti pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis

Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap bank devisa No. 03/1093/UPK/PKD Tanggal 29 Desember 1970, khususnya angka 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit. Dengan keputusan-keputusan tersebut maka pemberian kredit oleh bank kepada debiturnya menjadi pasti bahwa

a. Perjanjian diberi nama perjanjian kredit b. Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis


(53)

Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat bukti. Setiap kredit yang diberikan harus dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis yang sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:49

1. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank

2. memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud.

C. Jenis-Jenis Benda Sebagai Jaminan dalam Perjanjian Kredit

Dalam perjanjian kredit, masing-masing jenis kebendaan diikat oleh lembaga jaminan dengan cara yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Hal tersebut terjadi, karena demikian diatur menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga sebelum kita mengetahui lembaga jaminan yang dapat mengikat objek jaminan dalam perjanjian kredit, maka sebelumnya harus ditahui terlebih dahulu jenis-jenis kebendaan yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan dalam perjanjian kredit.

Secara rinci benda-benda apa saja yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan dari kuasa menjual atas perjanjian kredit yang terjadi antara kreditur terhadap pinjaman dana yang diberikannya kepada debitur.

49

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal 261.


(54)

Pengaturan benda dalam KUH Perdata pada prinsipnya memuat pengertian benda, jenis-jenis benda, dan jenis-jenis hak kebendaan. Secara yuridis, yang diartikan sebagai benda (zaak) adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik.50 Pengertian benda yang dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang adalah meliputi barang berwujud dan tidak berwujud (hak), barang bergerak dan barang tidak bergerak. Barang tidak berwujud juga ditentukan sebagai barang bergerak dan barang tidak bergerak. Hal ini menunjukkan bahwa istilah benda bukan saja berada dalam lingkup hukum benda, tetapi juga berada dalam lapangan hukum harta kekayaan. Pengertian ini memberikan makna yang luas dari benda, sehingga ada yang berpendapat bahwa sebaiknya benda diartikan sebagai barang yang berwujud saja.51

Perkembangan selanjutnya, timbul pula istilah ‘barang’ yang memiliki arti yang lebih luas dari benda, dimana dikatakan dalam KUH Perdata bahwa barang adalah bagian dari benda, sehingga barang meliputi selain benda, juga adalah objek dari suatu hak yaitu hak-hak kekayaan, sedangkan benda merupakan sesuatu yang berobjek fisik (materi).52

Selain pengertian benda, suatu hal yang penting dalam kaitannya dengan jaminan adalah cara membedakan benda. Menurut KUH Perdata, benda dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan benda tidak berwujud, benda yang diperdagangkan dan tidak diperdagangkan, benda yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, benda yang

50

T an Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2006), hal. 139.

51

Ibid.

52


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mengajukan permohonan kredit kepada Bank Sumut Pusat dengan Jaminan SK pengangkatan, dimana anggota DPRD sebagai debitur sepakat untuk memberi kuasa kepada pihak Bank sebagai kreditur untuk menarik sejumlah uang dari rekening gaji sebesar sesuai dengan cicilan pada setiap bulannya. Dalam hal ini pengajuan permohonan tersebut harus secara kolektif yang disertai dengan persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu harus sepengetahuan Sekretaris Dewan dan persetujuan bendahara dewan, dimana bendahara dewan ini yang nantinya melakukan pemotongan gaji sesuai besarnya angsuran kredit.

2. Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Upaya penyelesaian kredit apabila debitur wanprestasi, penyelesaian yang dilakukan oleh Bank Sumut Pusat apabila anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang mengalami meninggal dunia, diberhentikan atau mengundurkan diri sebelum pelunasan hutang, tersebut disebabkan oleh apa, apakah mengundurkan diri atau meninggal dunia. Hal ini karena masing-masing kondisi tersebut, penyelesaiannya akan berbeda.


(2)

3. Upaya penyelesaian wanprestasi Anggota DPRD yang menggunakan Jaminan SK DPRD pada Bank Sumut adalah Selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun yakni mulai tahun 2004-2014 belum pernah terjadi permasalahan dalam kredit yang menggunakan jaminan SK DPRD, dengan jaminan SK DPRD diikutsertakan dalam asuransi, yang didalamnya mencakup asuransi secara keseluruhan (jika nasabah/anggota DPRD meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan) bank bisa langsung mengklaim kepada asuransi dalam hal pembayaran pelunasan kredit anggota DPRD tersebut.

B. Saran

1. Jika jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota DPRD telah diterima pihak bank, maka sebaiknya apabila bank dapat memproses permohonan kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota DPRD secara lebih cepat dan lebih baik bila permohonan dapat dikabulkan pada hari yang sama dengan permohonan yang diajukan sehingga memberikan kepuasan kepada nasabah / calon debitur

2. Bentuk pengikatan jaminannya dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara kreditur (bank) dengan debitur yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan yang akan mengikat kedua belah pihak di dalam perjanjian kredit bank.


(3)

3. Sebaiknya dalam menyalurkan Kredit Multiguna pada Anggota DPRD tidak hanya mengikutsertakan dalam asuransi jiwa (akibat meninggal dunia) tetapi mengikutsertakan asuransi secara keseluruhan (akibat: meninggal dunia, mengundurkan diri serta diberhentikan) seperti halnya yang telah dilakukan oleh Bank Sumut, sehingga apabila terjadi Anggota DPRD meninggal dunia, diberhentikan sewaktu-waktu terhadap nasabah, Bank Sumut Pusat tidak menanggung risiko yang sangat besar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 2010.

Bahsan M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.

Badrulzaman, Mariam Darus, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumi. 2005.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakata: Kencana,2011. Harun, Badriyah, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta :

Pustaka Yustisia, 2010.

Ibrahim, Johannes, Cross Default Dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung : Refika Aditama, 2004

Jusuf, Jopie, Kriteria Jitu Memperoleh kredit bank, Elex Media Komputindo, Jakarta 2003

Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta:Raja Grafindo Persada,2012.

Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Bandung: Alumni, 2006.

Purnamasari, Irma, Devita,Kiat-Kiat Cerdas, Mudah,Dan Bijak Memahami

Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Bandung: Kaifa,2011

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010.

RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1988.

Raharjo, Handri, Hukum Perusahaan, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009.

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2008


(5)

Satrio, J., Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.

Soebekti, Aneka Perjanjian, Bandung :Citra Aditya Bakti, 2010 _______, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung : Binacipta,1997

_______, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Jakarta: Pradnya,2007.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamadji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009

Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rincka Cipta, 2007

Sulistyandari, Hukum Perbankan Perlindungan Hukum Terhadap Penyimpanan Melalui Pengawasan Perbankan Di Indonesia, Sidoarjo: Laras, 2012

Sutarno, Aspek–Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Jakarta: Alfabeta, 2003 Syamsuddin, Mohd.Syaufii, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial,

Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005.

Syahrani, Ridhuan, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni, 1992.

Widjaja, Gunawan, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

______________ Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka. 2012


(6)

C. Internet

http://sumutpos.co/anggota-dprd-ramai-ramai-gadaikan-sk diakses tanggal 2 Maret 2015

SieInfokum - Ditama Binbangkum, Perjanjian, diakses dari http://www.jdih.bpk.go.id

/Informasi Hukum/Perjanjian.pdf, diakses tanggal 2 Mei2015

Herman Rasyid, Syarat Sahnya Suatu

Perjanjian,http://hermansh.blogspot.com/2012/02

Syarat-Sahnya-Suatu-Perjanjian.html, diakses tanggal 2 Mei 2015

http://brainly.co.id/tugas/167972?source=500, diakses tanggal 20 Maret 2015 https://eghasyamgrint.wordpress.com/2011/05/21/fungsi-perjanjian (diakses tanggal 1 Mei 2015)

D. Wawancara

Wawancara dengan Endar Sakti Pane selaku Pimpinan Cabang Utama Bank Sumut, 18 Juni 2015


Dokumen yang terkait

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 41 285

Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Studi PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk) Cabang Medan

0 0 8

Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Studi PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk) Cabang Medan

0 0 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Pengertian Perjanjian - Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

0 0 14