BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
A. Pengertian Perjanjian
Sebagaimana yang termuat didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua
pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu
.”
18
Kamus h ukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang
dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih”.
19
Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu
luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu
perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri
sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga
18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka. 2012, hal. 458.
19
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rincka Cipta, 2007, hal. 363.
Universitas Sumatera Utara
mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.
20
R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum.
21
Menurut Salim HS, Perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek
hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya.”
22
Abdul Kadir Muhammad memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
23
Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.
24
Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-
undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan
20
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumi. 2005, hal. 89.
21
RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1988, hal. 97.
22
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 27
23
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 2010, hal. 95
24
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2005 hal 1
Universitas Sumatera Utara
yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja Pasal 1352
KUHPerdata dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena
suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang
berlawanan dengan Hukum Pasal 1353 KUH Perdata. Ketentuan Pasal 2 UU Perbankan, bank dalam menjalankan usahanya
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat harus menggunakan prinsip kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-undang tersebut juga ditegaskan
bahwa dalam melakukan perjanjian kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai yang
diperjanjikan. Dari penjelasan dua pasal tersebut maka dapat diketahui bahwa prinsip utama perkreditan adalah bersandar pada kepercayaan dan kehati-hatian.
Penjelasan Pasal 8 angka 1 UU Perbankan menegaskan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut, maka sebelum melakukan kredit bank harus
melakukan penilaian-penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha dari nasabah. Dalam praktik perbankan hal tersebut
dikenal dengan istilah “The Five C’s of Analysis”. Prinsip-prinsip yang biasa dijadikan acuan dalam penilaian pemberian
kredit perbankan tersebut adalah:
25
25
Munir Fuadi, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung: Citra aditya Bakti, 1996, hal. 24-28
Universitas Sumatera Utara
a. Prinsip kepercayaan setiap pemberian kredit sebenarnya harus selalu disertai
oleh kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur sekaligus kepercayaan bahwa debitur dapat membayar kembali
kreditnya. b.
Prinsip kehati-hatian prudent adalah salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Untuk mewujudkan prinsip ini
maka berbagai jenis usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank yang bersangkutan internal maupun oleh bank luar eksternal yang dalam hal ini
adalah bank sentral. c.
Prinsip 5 C 1
Character kepribadian Bank sebagai kreditur harus terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap watak atau kepribadian calon debiturnya
sebelum kredit diberikan. Jika debitur memiliki watak yang buruk maka akan menimbulkan perilaku yang buruk pula, dan hal ini sangat
berpengaruh kepada perilaku debitur dalam hal membayar hutangnya. 2
Capacity kemampuan Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan bisnisnya,
sehingga dapat diprediksikan kemampuan untuk membayar hutangnya 3
Capital modal Permodalan yang dimiliki debitur juga merupakan hal penting yang harus
diketahui calon krediturnya, karena permodalan dan kemampuan keuangan seorang debitur akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kemampuan dalam pembayaran kredit. Hal ini dapat diketahui melalui laporan keuangan bisnis atau perusahaan debitur.
4. Condition of Economy kondisi ekonomi Kondisi perekonomian secara makro maupun mikro merupakan faktor
penting untuk dianalisis sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur.
5. Colateral agunan Agunan dalam setiap pemberian kredit sangatlah penting, bahkan Undang-
undang mensyaratkan bahwa agunan itu harus ada dalam setiap perjanjian kredit. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi terhadap debitur yang
benar-benar mengalami kredit macet, sehingga agunan dapat dieksekusi d. Prinsip 5P
Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Debitur harus memperoleh suatu kepercayaan dari kreditur
mengenai karakter, kemampuan, dan sebagainya. 1
Party para pihak Merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit.
Pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitur. Bagaimana karakternya, kemampaunnya,
dan sebagainya; 2
Purpose tujuan Kreditur harus dapat melihat dan mencermati apakah kredit yang akan
disalurkan untuk hal-hal yang positf dan benar-benar dapat menaikkan
Universitas Sumatera Utara
income usaha debitur. Perlu pula dilakukan pengawasan terhadap penggunaan dana pinjaman tersebut, apakah benar-benar digunakan untuk
tujuan sesuai dengan yang diperjanjikan. 3.
Payment pembayaran kreditur harus dapat melihat dan menganalisis sumber pendapatan debitur dan apakah sumber pendapatannya mencukupi
untuk membayar kembali kreditnya. 4.
Profability perolehan laba Kreditur harus dapat mengantisipasi, apakah laba yang akan diperoleh oleh debitur lebih besar dari biaya pinjaman dan
apakah pendapatan debitur lebih besar dari biaya pinjaman dan apakah pendapatan debitur dapat menutupi pembayaran kembali kredit.
5. Protection perlidungan
Dalam hal ini dilakukan analisis tentang cukup tidaknya jaminan yang diberikan untuk calon debitur sebagai upaya pengamanan terhadap kredit
yang akan diberikan. e. Prinsip 3R
1 Return hasil yang diperoleh Penilaian harus dilakukan terhadap hasil usaha yang akan dapat dicapai
oleh calon debitur. Terhadap hasil usaha yang akan dicapai tersebut kemudian dianalisis tentang adanya kemungkinan pengembalian kredit beserta bunganya
2. Repayment pembayaran kembali Kemampuan calon debitur untuk mengembalikan kredit harus sudah
diperkirakan sejak dini oleh pihak kreditur.
Universitas Sumatera Utara
3. Risk Bearing Ability kemampuan mengandung risiko Analisis harus dilakukan juga terhadap kemampuan calon debitur untuk
menanggung risiko. Hal ini dimungkinkan apabila terjadi kegagalan pada usaha calon debitur, atau kemungkinan terjadinya kerugian yang mungkin terjadi karena
hal-hal yang tidak dapat diperkirakan sejak semula.
B. Syarat Sahnya Perjanjian