Riwayat Tentang Syeh Quro
56
Setelah Syeh Quro selesai melaksanakan tugasnya di Malaka, selanjutnya beliau mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga, Pesambangan dan Japura
melalui pelabuhan Muarajati. Kedatangan Syeh Quro disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati.
Ia adalah putera bungsu Prabu Westu Kencana atau Sang Prabu Dewaniskala, selain sebagai juru labuhan Ki Gedeng Tapa juga sebagai seorang mangkubumi di
Singapura.
129
Demikan juga dengan masyarakat di daerah ini sangat tertarik terhadap ajaran yang diajarkan oleh Syeh Quro sehingga banyak dari mereka
menyatakan memeluk agama Islam. Namun dalam kegiatan penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh
Syeh Quro, rupanya sangat mencemaskan Raja Padjajaran yang bernama Anggalarang, sehingga Raja Padjajaran mengutus utusannya tersebut meminta
agar penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Syeh Quro untuk diberhentikan, oleh Syeh Quro perintah itu dipatuhi. Namun kepada utusan Raja
Padjajaran yang datang, Syeh Quro mengingatkan meskipun penyebaran agama Islam dilarang kelak dari keturunan raja Prabu Anggalarang akan ada yang
menjadi Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syeh Quro mohon pamit dan Ki Gedeng Tapa
130
merasa perihatin atas apa yang menimpa ulama besar tersebut. Sebab Ki Gedeng Tapa sendiri ingin menambah pengetahuannya tentang agama
Islam. Oleh karena itu pada waktu Syeh Quro akan kembali ke Malaka, Ki
129
Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya termasuk budaya Cirebon dan Betawi, Jakarta: Pustaka Jaya, 2000, h. 349.
130
Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Juman Jati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati, ia adalah Putra Prabu Westu Kencana atau Sang Prabu Dewaniskala.
57
Gedeng Tapa menitipkan Puterinya yang bernama Nyi Subang Larang untuk ikut serta bersama Syeh Quro untuk belajar Agama Islam.
131
Beberapa waktu kemudian Syeh Quro membulatkan tekadnya untuk kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Padjajaran. Untuk keperluan tersebut maka
disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyi Subang Larang. Perjalanan rombongan Syeh Quro melewati laut Jawa kemudian
memasuki Muara Kali Citarum, pada waktu itu muara kali Citarum ramai dilewati oleh perahu para pedagang yang keluar masuk wilayah Padjajaran.
Selesai menelusuri Kali Citarum akhirnya rombongan perahu Syeh Quro di Pura Dalem atau pelabuhan Karawang. Kedatangan Syeh Quro dan rombongan
disambut baik oleh petugas pelabuhan Karawang dan di izinkan mendirikan Musholla yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.
132
Syeh Quro dan rombongannya sangat menjunjung peraturan kota pelabuhan yang dikunjunginya, sehingga aparat setempat sangat menghormatinya
dan member izin untuk membangun musholla yang digunakan sebagai tempat mengaji atau pesantren dan sekaligus sebagai tempat tinggal, lokasi musholla atau
pesantren dipilih untuk tidak terlalu jauh dengan kegiatan pelabuhan. Setelah beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang, Syeh Quro menyampaikan
Dakwah di Musholla yang dibangunnya dengan penuh keramahan. Uraian tentang Islam yang mudah dipahami dan mudah pula untuk diamalkan, karena beliau dan
santrinya langsung memberi contoh pengajian al-Q ur‟an memberikan daya tarik
131
Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang, Sejarah dan Peranan Masjid Agung Karawang dalam pembinaan umat yang beriman dan bertakwa, Karawang: DKM Masjid Agung
Karawang, 1993, h. 4
132
Ibid., h. 5.
58
tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya. Oleh karena itu setiap harinya banyak penduduk setempat yang secara suka rela
menyatakan masuk Islam.
133
Berita tentang kegiatan Dakwah Syeh Quro di pelabuhan Karawang rupanya telah terdengar oleh Prabu Anggalarang yang pernah melarang Syeh
Quro melakukan kegiatan yang sama ketika mengunjungi pelabuhan Muara Jati Cirebon, seperti yang sudah disinggung diatas, sehingga Prabu Anggalarang
mengirim utusan yang dipimpin oleh Putera Mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa atau yang dikenal dengan Prabu Siliwangi untuk menutup
Pesantren Syeh Quro. Namun ketika Putera Mahkota tiba di tempat tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Al-
Quran yang dikumandangkan oleh Nyi Subang Larang. Dan akhirnya Prabu Siliwangi pun mengurungkan niatnya untuk menutup pesantren Syeh Quro.
Peranan sosial keagamaan Syeh Quro dalam menyebarkan agama Islam beliau berjasa dalam usaha Islamisasi pemerintahan Kerajaan Padjajaran Raja
Prabu Siliwangi sehingga memudahkan penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Selain itu peranan sosial lainya adalah beliau membangun lembaga pendidikan
yaitu Pesantren Quro yang sekarang telah berubah menjadi Masjid Agung Karawang.
134
133
Ibid., h. 6.
134
Ibid., h. 8.
59