54
Selain men gambil pelajaran I‟tibar dari mayyit dan mengingat terhadap
kehidupan akhirat, ziarah kubur juga memiliki kaitan erat dengan masalah psikologis. Karena antara peziarah dan yang diziarahi biasanya memiliki
hubungan emosional yang sangat dekat, seperti anak dan orang tuanya. Maka, hubungan itu akan menimbulkan pesan-pesan bermakna bagi psikologis
seseorang.
55
BAB IV TRADISI ZIARAH KUBUR DI MAKAM SYEH QURO
A. Riwayat Tentang Syeh Quro
Syeh Quro adalah putra ulama besar Makkah yang menyebarkan agama Islam di Campa Kamboja, ayahnya bernama Syeh Yusuf Siddik, seorang ulama
besar di Campa, yang masih ada garis keturunan dengan Syaikh Jamaludin serta Syeh Jalaludin ulama besar makkah, bahkan menurut sumber lainnya garis
keturunannya itu sampai kepada Sayidina Husein bin Syaidina Ali RA dan siti Fatimah. Kemudian Syeh Quro menikah dengan Ratna Sondari yakni Putri Ki
Gedeng Karawang, dari perkawinannya lahir Syeh Ahmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang. Cucu Syaikh Ahmad dari puterinya yang bernama Nyi Mas
Kedaton, yakni Musanudin yang kelak menjadi Lebe Cirebon dan memimpin Tajug sang ciptarasa pada masa Sunan Gunung Jati.
127
Pada tahun 1409 M, kaisar Cheng Ho dari Dinasti Ming memerintahkan Laksamana Sam Po Bo untuk memimpin armada angkatan lautnya dan
mengerahkan 63 buah kapal dengan prajuritnya yang berjumlah 27.800 orang untuk menjalin persahabatan dengan kesultanan Islam. Dalam armada angkatan
laut itu diikut sertakan Syeh Hasanuddin atau Syeh Quro dari Campa untuk mengajar agama Islam di kesultanan Malaka.
128
127
Syamsurizal dkk, Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain,Karawang: Mahdita,
2009, h. 10.
128
Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari : karya sastra sebagai sumber pengetahuan sejarah, Bandung : Proyek permuseuman Jawa Barat, 1986, h. 31.
56
Setelah Syeh Quro selesai melaksanakan tugasnya di Malaka, selanjutnya beliau mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga, Pesambangan dan Japura
melalui pelabuhan Muarajati. Kedatangan Syeh Quro disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati.
Ia adalah putera bungsu Prabu Westu Kencana atau Sang Prabu Dewaniskala, selain sebagai juru labuhan Ki Gedeng Tapa juga sebagai seorang mangkubumi di
Singapura.
129
Demikan juga dengan masyarakat di daerah ini sangat tertarik terhadap ajaran yang diajarkan oleh Syeh Quro sehingga banyak dari mereka
menyatakan memeluk agama Islam. Namun dalam kegiatan penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh
Syeh Quro, rupanya sangat mencemaskan Raja Padjajaran yang bernama Anggalarang, sehingga Raja Padjajaran mengutus utusannya tersebut meminta
agar penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Syeh Quro untuk diberhentikan, oleh Syeh Quro perintah itu dipatuhi. Namun kepada utusan Raja
Padjajaran yang datang, Syeh Quro mengingatkan meskipun penyebaran agama Islam dilarang kelak dari keturunan raja Prabu Anggalarang akan ada yang
menjadi Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syeh Quro mohon pamit dan Ki Gedeng Tapa
130
merasa perihatin atas apa yang menimpa ulama besar tersebut. Sebab Ki Gedeng Tapa sendiri ingin menambah pengetahuannya tentang agama
Islam. Oleh karena itu pada waktu Syeh Quro akan kembali ke Malaka, Ki
129
Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya termasuk budaya Cirebon dan Betawi, Jakarta: Pustaka Jaya, 2000, h. 349.
130
Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Juman Jati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati, ia adalah Putra Prabu Westu Kencana atau Sang Prabu Dewaniskala.