a. Program Komputer; b. sinematografi;
c. fotografi; d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudkan, berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak pertama kali diumumkan.
Adapun berapa perubahan pada perlindungan hak ekonomi atas ciptaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 58 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang hak cipta, berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Ciptaan
yang dimaksud antara lain: a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. karya arsitektur;
h. peta; dan i. karya seni batik atau seni motif lain,
Sedangkan untuk perlindungan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta
berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman terhadap ciptaan:
a. karya fotografi; b. Potret;
c. karya sinematografi; d. permainan video;
e. Program Komputer; f. perwajahan karya tulis;
g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan
j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli,
6. Penggunaan Wajar Fair-Dealing
Untuk menyeimbangkan hak-hak pemilik hak cipta dengan kepentingan masyarakat luas untuk memperoleh akses informasi,
undang-undang Hak Cipta di berbagai negara mengizinkan
penggunaan-penggunaan ciptaan tertentu tanpa perlu izin pencipta atau pemegang hak cipta.
11
Perbuatan-perbuatan di bawah ini tidak digolongkan sebagai pelanggaran hak cita dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan
atau dicantumkan dan juga bukan untuk tujuan komersial: a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pencipta; b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun
sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
1 ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
2 pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Pencipta.
11
Tim Lindsey, ed., Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, Bandung : PT. Alumni, 2013, h.123
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali
jika Perbanyakan itu bersifat komersial; e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara
terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan,
dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk
digunakan sendiri.
7. Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta dan hak terkait selain dapat dituntut secara pidana juga secara perdata ke pengadilan niaga di
wilayah domisili hukum pelaku pelanggaran. Di samping itu, pada Pasal 65 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memberi
peluang kepada para pihak untuk menyelesaikan perselisihan hak cipta, yang ada di antar mereka melalu jalur nonlitigasi, seperti melalui alternatif
penyelesaian sengketa atau arbitrase.
Penyelesaian sengketa tindak pidana pelanggaran hak cipta, hak terkait, dan hak moral diadili oleh pengadilan tempat tindak pidana itu
dilakukan locus delicti. Akan tetapi, gugatan keperdataan sehubungan dengan hak cipta harus diajukan ke pengadilan niaga sebagai pengadilan
khusus yang berwenang untuk mengadili sengketa di bidang niaga.
12
Penyelesaian sengketa alternatif, termasuk arbitrase di Indonesia saat ini telah diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri,
yaitu Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tersebut, dapat kita temui sekurangnya ada enam macam tata cara penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, yaitu konsiliasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, pemberi pendapat hukum, dan arbitrase.
Hal yang dinamakan arbitrase adalah pemutusan suatu sengketa oleh seorang atau berapa orang yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa
sendiri, di luar hakim atau pengadilan. Agar alternatif penyelesaian sengketa ini dapat berfungsi dengan
baik sesuai kehendak para pihak, perumusan klausul alternatif penyelesaian sengketa harus dibuat sebaik mungkin dengan menghilangkan celah-celah
hukum sebanyak mungkin. Perumusan yang baik akan mencegah berlarutnya proses penyelesaian sengketa alternatif, serta memberi
kepastian pelaksanaan kesepakatan maupun putusan yang dicapai, diperoleh
12
Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012, h. 252.