Hubungan Seni, Agama dan Filsafat

3. Hubungan Seni, Agama dan Filsafat

Di sepanjang sejarah perkembangan pemikiran seni, estetika dan filsafat seni di belahan bumi barat sejak jaman Yunani sampai saat ini menunjukkan bahwa persoalan seni dan estetika berkembang sangat dinamis penuh pro dan kontra berkenaan baik definisi hingga tujuan hakekat seni.

Hubungan Seni, filsafat dan agama dalam wacana sejarah seni ternyata dibicarakan begitu eratnya. Mayoritas wacana kesenian pada masa awal sejarah seni hingga akhir abad 20 pun sinergisitas seni, filsafat dan agama masih tetap menarik dibicarakan oleh para filosof seni dan seniman itu sendiri. Sejak dari Sokrates, Plato, Aristoteles, Hegel sampai Tolstoy sinergisitas seni, filsafat dan agama memiliki peran penting untuk Hubungan Seni, filsafat dan agama dalam wacana sejarah seni ternyata dibicarakan begitu eratnya. Mayoritas wacana kesenian pada masa awal sejarah seni hingga akhir abad 20 pun sinergisitas seni, filsafat dan agama masih tetap menarik dibicarakan oleh para filosof seni dan seniman itu sendiri. Sejak dari Sokrates, Plato, Aristoteles, Hegel sampai Tolstoy sinergisitas seni, filsafat dan agama memiliki peran penting untuk

Salah seorang contoh filosof yang mengusung ideomatik seni dan agama melalui falsafahnya di antaranya adalah Hegel, di mana ia beranggapan bahwa seni adalah fenomena dari yang Absolut. Yang absolut di sini tiada lain adalah Tuhan itu sendiri, sebagai seorang idealis, ia selalu menghubungkan analisisnya atas berbagai jenis karya seni dengan dimensi transenden. Namun sekalipun fungsinya sama seni, agama, dan filsafat memiliki cara dan bentuk yang berbeda-beda dalam mempresentasikan yang Absolut. Perbedaan itu terutama terletak pada bentuk (forms). Dalam seni, yang Absolut tampil dalam bentuk yang inderawi, terbatas, dan material. Dalam agama, materi itu semakin berkurang. Agama memang masih membutuhkan medium material, namun peranan medium tersebut tidaklah sepenting pada seni, karena yang terpenting pada agama adalah justeru kepercayaan tidak material (yang ghaib). Dalam filsafat, dimensi material sama sekali tidak berperan. Namun, tidak berperan bukan berarti tidak berarti apa-apa, sebagai sintesa filsafat mengandaikan kedua momen tersebut. Itu berarti di dalam filsafat telah terkandung kedua momen sebelumnya (Aufgehoben). Filsafat Salah seorang contoh filosof yang mengusung ideomatik seni dan agama melalui falsafahnya di antaranya adalah Hegel, di mana ia beranggapan bahwa seni adalah fenomena dari yang Absolut. Yang absolut di sini tiada lain adalah Tuhan itu sendiri, sebagai seorang idealis, ia selalu menghubungkan analisisnya atas berbagai jenis karya seni dengan dimensi transenden. Namun sekalipun fungsinya sama seni, agama, dan filsafat memiliki cara dan bentuk yang berbeda-beda dalam mempresentasikan yang Absolut. Perbedaan itu terutama terletak pada bentuk (forms). Dalam seni, yang Absolut tampil dalam bentuk yang inderawi, terbatas, dan material. Dalam agama, materi itu semakin berkurang. Agama memang masih membutuhkan medium material, namun peranan medium tersebut tidaklah sepenting pada seni, karena yang terpenting pada agama adalah justeru kepercayaan tidak material (yang ghaib). Dalam filsafat, dimensi material sama sekali tidak berperan. Namun, tidak berperan bukan berarti tidak berarti apa-apa, sebagai sintesa filsafat mengandaikan kedua momen tersebut. Itu berarti di dalam filsafat telah terkandung kedua momen sebelumnya (Aufgehoben). Filsafat

“Filsafat atau sains adalah kesatuan antara seni dan agama. Sementara metode visi seni, yang bersifat eksternal dalam bentuk adalah produksi subyektif dan memecah isi subtansial ke dalam bentuk-bentuk yang terpisah dan sementara agama, yang memisahkanya ke dalam bagian- bagian, mengangkat isi itu ke dalam gambaran mental (mental picture) dan memidiasi apa yag diangkat itu; filsafat bukan hanya membuat keduanya bersama-sama dalam sebuah totalitas, tetapi bahkan menyatukannya ke dalam visi spiritual yang tunggal, dan kemudian mengangkat keduanya ke pikiran yang menyadari dirinya sendiri (self conscious thought)”

Kecenderungan adanya sinergisitas seni, filsafat dan agama yang diarahkan kepada seni putih (positif) memang sangat terasa diungkapkan para bapak-bapak filosof kuno kita di Yunani. Selebihnya kalau ada estetika Platonis yang menuju keindahan Tuhan, Plato juga menyebut watak dan hukum yang indah. Aristoteles mengatakan, keindahan itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan baik. Plotinus bicara tentang ilmu dan kebajikan yang indah. Dan orang Yunani membicangkan tentang buah pikiran dan adat kebiasaan yang indah. Dalam pengertian yang luas, keindahan itu tidak hanya terbatas pada seni atau alam, tetapi juga pada moral dan intelektual. Moral yang indah tentulah moral yang baik dan intelek yang indah adalah intelek yang benar. Jadi tentu kita sepakat

Bagus, Baik dan Benar adalah serangkai nilai positif yang relasinya selalu bersifat holistik dalam keharmonisan. (Sidi Gazalba: 1988:64)

Menurut Sidi Gazalba “bagus” merupakan bagian dari aspek kesenian dan estetika, “baik” dalam ranah etika dan “benar” lebih condong mengarah kepada Ilmu dan Agama. Tetapi semuanya itu menurut Sidi dalam filsafat pengetahuannya, Agama pada dasarnya melingkupi ketiganya, baik itu Bagus, Baik dan Benar secara holistik dan komprehensif.

Gagasan intelektual presiden Bosnia, Alija Ali Izetbegovic tertuang dalam bukunya yang terkenal, Islam antara Timur dan Barat, Secara lengkap menjelaskan kedudukan agama, seni, filsafat, dan ilmu. Pada dasarnya hanya ada dua alam dalam hidup setiap manusia, yakni alam nyata yang terindera, dan alam sana, alam lain, di luar alam semesta ini. Kehidupan manusia dapat dipandang dari titik tolak kedua alam ini. Alam manusia nyata adalah alam material dan alam biologis, sedangkan alam lain itu adalah alam spiritual, alam roh, alam atas. Boleh juga dianalogkan dengan alam ide, alam imajinasi, alam ketuhanan.

Alam material manusia dapat dikenali lewat pengalaman hidup sehari-hari, sejak manusia lahir sampai saat kematiannya. Alam material ini juga dapat dipahami, dimengerti secara lebih mendalam lewat lembaga ilmu. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pemahaman manusia atas dunia material dan pemanfaatan dunia material itu untuk kepentingan manusia.

Sementara itu, dunia spiritual dapat dipahami manusia dan juga dihayatinya lewat lembaga agama, lembaga filsafat, dan lembaga seni. Dengan demikian, seni dapat dimasukkan ke dalam lembaga kebenaran yang bersifat spiritual, sejajar dengan agama dan filsafat Agama, seni, dan filsafat adalah dunia antara yang memungkinkan manusia yang masih material itu dapat memasuki alam spiritual atau alam kerohanian. Kegiatan seni lebih cenderung kepada kegiatan kerohanian daripada kegiatan material atau keilmuan.

Alam rohani, alam atas, alam spiritual di luar alam semesta ini memiliki kebenarannya sendiri yang berbeda dengan alam dunia manusia. Alam rohani adalah alam kekal, alam absolut, alam abstrak, alam universal, alam tanpa seks, alam kebebasan, alam sempurna, alam tingkat tertinggi, alam yang tak dikenal manusia. Dalam beberapa hal, alam rohani ini berbeda dengan dunia material manusia yang serba sementara, terikat ruang dan waktu, alam relatif, alam konkret, alam kontekstual, alam dengan seksualitas, alam yang dibatasi oleh aneka struktur, alam serba cacad dalam kekurang-sempurnaan, alam yang dapat dikenali secara mendalam oleh manusia.

Alam rohani ini apakah dapat dikenali dan dicapai manusia selama hidupnya di dunia? Jawabannya jelas: dapat. Bagaimana? Lewat ajaran dan pengalaman agama, lewat renungan falsafi (pemahaman), dan lewat kesenian (penghayatan). Ajaran agama menuntun manusia untuk dapat memasuki alam rohani yang tak terbatas itu, memasuki alam ketuhanan, Alam rohani ini apakah dapat dikenali dan dicapai manusia selama hidupnya di dunia? Jawabannya jelas: dapat. Bagaimana? Lewat ajaran dan pengalaman agama, lewat renungan falsafi (pemahaman), dan lewat kesenian (penghayatan). Ajaran agama menuntun manusia untuk dapat memasuki alam rohani yang tak terbatas itu, memasuki alam ketuhanan,

Alam rohani juga dapat dipahami lebih jelas lewat penalaran manusia yang dikembangkan dalam lembaga filsafat. Apakah hakikat dunia rohani itu? Siapakah Tuhan itu? Apakah hakikat manusia itu? Alam rohani juga dapat dimasuki manusia berkat temuan kreativitas artistik para seniman dengan intuisinya. Dalam sebuah karya musik kita diajak memasuki suasana perasaan yang tidak pemah kita alami dalam hidup sehari-hari. Dalam lukisan kita memasuki suatu penghayatan pengalaman atau perasaan tertentu yang kita rasakan benar, tetapi kita tidak mampu menjelaskannya. Dalam sastra kita merasakan munculnya kekuatan kata- kata dan ajaibnya berbagai imaji yang tak pemah kitajumpai dalam hidup sehari-hari. Semua karya seni besar itu memberikan pengalaman baru dari dunia yang tak kita kenal sebelumnya. Inilah keajaiban kesenian. Seniman telah mencuri sesuatu dari alam yang tak kita kenal sebelumnya, alam asing, alam rohaniah, untuk dibawa ke dunia nyata ini agar penghayatan manusia atas sesuatu bertambah kaya, baru, dan segar.

Dengan demikian, lembaga agama, filsafat, dan seni adalah media bagi manusia untuk dapat menjangkau dunia atas yang bersifat spiritual dan rohaniah itu. Dalam agama, pengalaman adalah pengalaman roh.

Dalam filsafat, temuan filosof dari dunia sana itu disebut esensi. Sementara itu, dalam seni, temuan para seniman disebut imajinasi kreatif. Dalam ketiga lembaga tersebut dipertemukan dunia atas dan dunia manusia. Inilah , sebabnya, praktik agama, renungan falsafi di dalam hangatnya kamar studi, dan tanggapan atas karya seni sering disebut sebagai pengalaman transendental, kehadiran dunia lain atas dunia konkret manusia. Dan dalam studi untuk memahami kekayaan lembaga kerohanian tersebut orang menyebutnya sebagai studi kebudayaan, sedangkan studi tentang segi-segi materialisme manusia di dunia ini disebut sebagai studi peradaban.

Semua yang diuraikan di atas hanyalah struktur gagasan tentang keberadaan manusia di dunia ini. Dalam praktiknya terdapat perbedaan orientasi kontradiktif. Dalam bidang agama, filsafat, dan seni selalu ada pandangan yang mengarah kepada materialisme dan kepada spiritualisme. Ada agama yang orientasinya kepada materialisme, misalnya agama- agama primitif, yang masih mementingkan kepercayaan demi hidup nyata di dunia ini. Agama atau kepercayaan adalah untuk keselamatan hidup di dunia ini. Ingatlah tradisi 'slametan' kita. Tetapi ada juga agama yang orientasinya spiritual, seperti yang kita jumpai dalam kepercayaan yang tumbuh di India. Dalam bidang filsafat juga terdapat aliran filsafat yang orientasinya kepada materialisme dan yang lain pada idealisme. Dalam seni pun ada aliran seni yang berorientasi pada materialisme-objektif dan ada yang berorientasi pada idealisme-subjektif (Sumardjo, 1983 : 10).

Kebanyakan aliran dalam seni sering sulit dikategorikan berorientasi ke mana. Pada setiap karya seni selalu ada aspek materialisme dan aspek spiritualisme atau imajinatif. Inilah tugas para kritikus dan penyusun sejarah seni untuk membuat kategori orientasi dalam setiap karya seni yang dijadikan objeknya.

Hidup manusia di dunia ini terdiri atas badan dan roh, dan keduanya tak terpisahkan. Untuk apa manusia hidup di dunia ini? Untuk apa kita terlempar atau jatuh ke dunia material ini? Inilah pertanyaan yang dijawab oleh lembaga agama dan lembaga filsafat. Di sisi lain, seni, seperti halnya juga ilmu, mendasarkan diri pada kenyataan hidup konkret, pada material dunia dan manusia. Hanya ilmulah yang bertugas menjelaskan secara nalar kenyataan material dunia dan kenyataan material manusia dengan hasil-hasil tingkah lakunya, sedangkan seni merenungkan dunia material dan manusia ini untuk melihat adanya kenyataan lain yang belum pernah dilihat oleh manusia. Dalam usahanya ini, para seniman sering menemukan makna nalar esensial dari kenyataan hidup ini, tetapi juga menemukan kualitas baru yang tak ada di dunia kenyataan material. Wama kuning tertentu dalam sebuah lukisan, misalnya, adalah khas temuan seniman, karena wama kuning seperti itu tak pemah didapatkan dalam kenyataan hidup konkret ini. Seni memperkaya makna dan memperkaya kualitas kenyataan hidup ini.

Dunia ide, dunia roh, adalah dunia yang tak pemah kita kenal selama kita masih hidup di dunia ini, karena badan manusia harus terbatas,

terstruktur, dan terkondisi. Manusia sebenarnya tidak pemah bebas di dunia ini, tetapi memiliki roh yang tidak dapat dikekang dan diatur oleh siapa pun. Dia memiliki kebebasan rohaniah. Dan dengan kebebasan rohaniahnya inilah manusia dapat menjangkau hal-hal di luar struktur dan kondisinya. Manusia dapat memasuki secara spiritual, secara rohani, secara ide, secara imajinasi, dunia lain yang bersifat abadi, absolut, abstrak, sempuma. Setiap manusia agama, manusia filsafat, manusia seni, dapat kreatif dari lubuk rohaninya sendiri untuk menemukan kenyataan dunia atas itu. Kemungkinan ini tak terbatas sampai kapan pun. Manusia selalu berusaha menyempurnakan dirinya, memanusiakan dirinya, memperkaya makna hidupnya dengan banfuan lembaga-lembaga kebenaran tadi.

Seni adalah dunia medium antara materialisme dunia dan kerohaniah yang kekal. Seni adalah sesuatu yang memuat hal-hal yang transendental, sesuatu yang tak kita kenal sebelumnya, dan kini kita kenal lewat karya seorang seniman.