Pengertian Filsafat Seni dan Estetika
1. Pengertian Filsafat Seni dan Estetika
Filsafat seni maupun estetika adalah salah satu ilmu bagian dari filsafat. Apa bedanya filsafat seni estetika? Mengapa harus ada filsafat seni, tidak cukup estetika saja? Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan pengetahuan sejarah permulaan timbulnya pemikiran seni di belahan dunia Barat. Kaum pemikir seni mula-mula berasal dari Yunani Purba, sekitar 500-300 tahun SM. Mereka adalah filosof umum, seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Plotinus, St Agustinus (di zaman kemudian). Mereka membicarakan seni dalam kaitannya dengan filsafat mereka tentang apa yang disebut 'keindahan'. Pembahasan tentang seni masih dihubungkan dengan pembahasan tentang keindahan. Inilah sebabnya pengetahuan ini disebut filsafat keindahan, termasuk di dalamnya keindahan alam dan keindahan karya seni (Sumardjo, 1983:24).
Seni atau art aslinya berarti teknik, pertukangan, ketrampilan, yang dalam bahasa Yunani kuno sering disebut sebagai techne. Arti demikian juga berlaku dalam budaya Indonesia kuno. Baru pada pertengahan abad ke-17, di Eropa dibedakan antara keindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya seni atau benda seni. Inilah sebabnya lalu muncul istilah Seni atau art aslinya berarti teknik, pertukangan, ketrampilan, yang dalam bahasa Yunani kuno sering disebut sebagai techne. Arti demikian juga berlaku dalam budaya Indonesia kuno. Baru pada pertengahan abad ke-17, di Eropa dibedakan antara keindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya seni atau benda seni. Inilah sebabnya lalu muncul istilah
Istilah estetika sendiri baru muncul tahun 1750 oleh seorang filosof minor bemama A.G.Baumgarten (1714-1762). Istilah ini dipungut dari bahasa Yunani kuno, aistheton. yang berarti "kemampuan melihat lewat "penginderaan". Baumgarten menamakan seni itu sebagai termasuk. pengetahuan sensoris, yang dibedakan dengan logika yang dinamakannya pengetahuan intelektual. Tujuan estetika adalah keindahan, sedang tujuan logika adalah kebenaran (Sumardjo, 1983:25).
Sejak itu istilah 'estetika' dipakai dalam bahasan filsafat mengenai benda-benda seni. Tetapi karena karya seni tidak selalu 'indah' seperti dipersoalkan dalam estetika, maka diperlukan suatu bidang khusus yang benar-benar menjawab tentang apa hakekat seni atau arts itu. Dan lahirlah apa yang dinamakan 'filsafat seni'. Jadi, perbedaan antara estetika dan filsafat seni hanya dalam obyek materialnya saja. Estetika mempersoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni, sedang filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni atau artefak yang disebut seni (Sumardjo, ibid).
Menurut Sumardjo, ciri-ciri karya seni adalah; yang pertama, mengekspresikan gagasan dan perasaan, sedangkan alam tidak mengandung makna ekspresi semacam itu. Kedua, dalam karya seni, orang dapat bertanya: "apa yang ingin dikatakan karya ini?" atau apa maksud karya ini?. Tetapi kita tak pernah bertanya serupa ketika menyaksikan keindahan matahari terbenam di pantai, atau menyaksikan bentuk awan senja, derasnya air terjun, gemurahnya suara ombak. Jadi, karya seni selalu membawa makna tertentu dalam dirinya, ada usaha komunikasi seni dengan orang lain. Dalam keindahan alamiah hal itu tak terjadi. Kecantikan seorang wanita kita nikmati sebagai indah begitu saja. Tetapi dalam karya seni, seorang wanita tua atau buruk rupa dapat menjadi indah. Sedangkan wanita cantik justru tidak indah dalam seni yang gagal, Ketiga, seni dapat meniru alam, tetapi alam tidak mungkin meniru artefak seni.
Keempat, dalam alam kita dapat menerima keindahannya tanpa kepentingan praktis-pragmatis dalam hidup ini. Inilah keindahan tanpa pamrih (disinterestedness), sedang dalam karya seni kita masih dapat menjumpai karya-karya itu sebagai indah dan berguna sekaligus. Keindahan alamiah itu gratis, tanpa pamrih kegunaan apa pun. Keindahan seni, karena punya makna, dapat membawa nilai-nilai lain di samping nilai keindahan (Sumardjo, 1983:26). Dengan demikian cukuplah dikatakan bahwa estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedang filsafat seni hanya merupakan bagian estetika yang khusus membahas karya seni.
Pertanyaan lain yang cukup menarik adalah, apakah setiap karya seni itu mesti indah? Bukankah banyak karya seni yang merangsang munculnya perasaan-perasaan tidak indah, seperti mengganggu, menyakitkan, provokatif, mengecewakan, tidak menenteramkan, persoalan ini muncul pada para pemikir seni sejak abad 18 di Eropa, dan lebih-lebih lagi dalam karya-karya seni kontemporer Barat. Pernyataan bahwa saya menyukai lukisan itu karena sangat membingungkan atau novel itu sungguh getir, menunjukkan hadirnya ketidakindahan dalam seni.
Kenyataan di atas (bahwa seni tidak harus indah) nampaknya paradoks, namun bagaimana pun salah satu aspek dari seni selalu menghadirkan keindahan. Kalau tidak demikian mengapa disukai? Keindahan seni yang tidak indah terletak pada bentuk ungkapannya yang artistik. Nilai-nilai kualitas obyeknya mungkin saja getir, tetapi ia harus diungkapkan dalam bentuk yang mengandung kualitas keindahan. Ada keteraturan, struktur, kosmos di dalam wujudnya. Ini sesuai dengan ucapan Melvin Rader, bahwa keindahan itu dihasilkan oleh hakekat yang diungkapkan atau oleh berhasilnya cara pengungkapan. Cara pengungkapan itulah yang harus indah, seni (Sumardjo, 1983:26).
Estetika adalah bagian dari filsafat. Dalam studi filsafat, estetika digolongkan dalam persoalan nilai, atau filsafat tentang nilai, sejajar dengan nilai etika. Tetapi dalam penggolongan obyeknya, estetika masuk| dalam bahasan filsafat manusia, yang terdiri dari logika, etika, estetika, dan antropologis. Studi estetika sebagai filsafat yang bersifat spekulatif, Estetika adalah bagian dari filsafat. Dalam studi filsafat, estetika digolongkan dalam persoalan nilai, atau filsafat tentang nilai, sejajar dengan nilai etika. Tetapi dalam penggolongan obyeknya, estetika masuk| dalam bahasan filsafat manusia, yang terdiri dari logika, etika, estetika, dan antropologis. Studi estetika sebagai filsafat yang bersifat spekulatif,
Sumardjo berpendapat bahwa estetika ilmiah bekerja dengan bantuan ilmu-ilmu lain, seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan lain- lain. Dengan demikian dibedakan antara estetika falsafi dan estetika ilmiah. Filsafat seni merupakan bagian dari studi estetika ilmiah ini. Dengan demikian sifat spekulatifnya makin bergeser pada kegiatan empiris keilmuan. Meskipun demikian, ciri spekulatifnya masih dipertahankan, hanya disertai penguatan empiris.
Aspek-aspek yang dibahas dalam filsafat seni menurut Sumardjo biasanya meliputi pokok-pokok sebagai berikut: Pertama,. persoalan sikap estetik, yang di dalamnya dibahas masalah ketidakpamrihan seni dan jarak estetik. Kedua, persoalan bentuk formal seni yang melahirkan berbagai konsep seni yang muskil. Ketiga. persoalan pengalaman estetik atau pengalaman seni. Keempat persoalan nilai-nilai dalam seni. Kelima. persoalan pengetahuan dalam seni. Dengan kata lain, filsafat seni membahas aspek kreativitas seniman, membahas benda seni itu sendiri, membahas nilai-nilai seni, membahas pengalaman seni atau komunikasi seni, membahas nilai konteks seni dan terakhir mengenai resepsi publik Aspek-aspek yang dibahas dalam filsafat seni menurut Sumardjo biasanya meliputi pokok-pokok sebagai berikut: Pertama,. persoalan sikap estetik, yang di dalamnya dibahas masalah ketidakpamrihan seni dan jarak estetik. Kedua, persoalan bentuk formal seni yang melahirkan berbagai konsep seni yang muskil. Ketiga. persoalan pengalaman estetik atau pengalaman seni. Keempat persoalan nilai-nilai dalam seni. Kelima. persoalan pengetahuan dalam seni. Dengan kata lain, filsafat seni membahas aspek kreativitas seniman, membahas benda seni itu sendiri, membahas nilai-nilai seni, membahas pengalaman seni atau komunikasi seni, membahas nilai konteks seni dan terakhir mengenai resepsi publik