Metodologi dan Pendekatan
2. Metodologi dan Pendekatan
Berdasarkan kerangka teoritik di atas, Faruqi menyusun metode pembahasan mengenai estetika sebagai berikut: Faruqi memulai pembahasannya dengan merumuskan pandangan dunia (world view), kemudian bagaimana estetika Islam dan seperti apa seni Islam itu. Pandangan dunia (world view) yang dibangun oleh Faruqi adalah “pandangan dunia tauhid". Pandangan dunia tauhid ini dijadikan sebagai prinsip dasar estetika (Isma’il, 1986: 86). Mengenai estetika Islam, ia berpendapat, bahwa memahami estetika adalah pekerjaan indra perasa dan intuisi. Sedangkan pengalaman estetika adalah tangkapan indra terhadap esensi meta-natural yang bersifat apriori, yaitu "sesuatu yang seharusnya" dari objek tersebut. Dalam kasus alam yang hidup, seperti Berdasarkan kerangka teoritik di atas, Faruqi menyusun metode pembahasan mengenai estetika sebagai berikut: Faruqi memulai pembahasannya dengan merumuskan pandangan dunia (world view), kemudian bagaimana estetika Islam dan seperti apa seni Islam itu. Pandangan dunia (world view) yang dibangun oleh Faruqi adalah “pandangan dunia tauhid". Pandangan dunia tauhid ini dijadikan sebagai prinsip dasar estetika (Isma’il, 1986: 86). Mengenai estetika Islam, ia berpendapat, bahwa memahami estetika adalah pekerjaan indra perasa dan intuisi. Sedangkan pengalaman estetika adalah tangkapan indra terhadap esensi meta-natural yang bersifat apriori, yaitu "sesuatu yang seharusnya" dari objek tersebut. Dalam kasus alam yang hidup, seperti
Faruqi lebih lanjut menjelaskan, bahwa seni adalah proses penemuan di dalam alam akan esensi meta-natural dan penyuguhannya dalam bentuk yang dapat dilihat. Jadi seni bukanlah tiruan dari alam ciptaan, bukan pula penggambaran indrawi objek-objek alamiah, melainkan seni adalah pembacaan dalam alam, suatu esensi yang bukan alam, menemukan di dalam alam apa yang bukan bagian dari padanya. Padahal apa yang tidak ada dalam alam adalah transenden, sedangkan yang memenuhi syarat transenden hanya Ilahi (Faruqi, 1995: 205). Oleh karena itu, kata Faruqi, keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan kehendakNya yang diwahyukan atau firman-firmanNya (Faruqi, 1995: 207). Dengan demikian, seni Islam adalah segala produk historis yang memiliki nilai estetis yang dihasilkan oleh orang Islam, dalam kurun sejarah Islam, berdasarkan pandangan estetika tauhid dan selaras dengan semangat keseluruhan peradaban Islam. Di samping itu aspek seni dalam kebudayaan Islam juga dipandang sebagai ekspresi estetis dari Alqur’an, sehingga seni Islam tidak lain adalah seni Alqur’an (Faruqi, 1995: 162) dengan enam ciri yang diambil dari ideal Alqur’an, yaitu: Faruqi lebih lanjut menjelaskan, bahwa seni adalah proses penemuan di dalam alam akan esensi meta-natural dan penyuguhannya dalam bentuk yang dapat dilihat. Jadi seni bukanlah tiruan dari alam ciptaan, bukan pula penggambaran indrawi objek-objek alamiah, melainkan seni adalah pembacaan dalam alam, suatu esensi yang bukan alam, menemukan di dalam alam apa yang bukan bagian dari padanya. Padahal apa yang tidak ada dalam alam adalah transenden, sedangkan yang memenuhi syarat transenden hanya Ilahi (Faruqi, 1995: 205). Oleh karena itu, kata Faruqi, keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan kehendakNya yang diwahyukan atau firman-firmanNya (Faruqi, 1995: 207). Dengan demikian, seni Islam adalah segala produk historis yang memiliki nilai estetis yang dihasilkan oleh orang Islam, dalam kurun sejarah Islam, berdasarkan pandangan estetika tauhid dan selaras dengan semangat keseluruhan peradaban Islam. Di samping itu aspek seni dalam kebudayaan Islam juga dipandang sebagai ekspresi estetis dari Alqur’an, sehingga seni Islam tidak lain adalah seni Alqur’an (Faruqi, 1995: 162) dengan enam ciri yang diambil dari ideal Alqur’an, yaitu:
b. Struktur Modular. Karya seni Islam tersusun atas berbagai bagian atau modul yang dikombinasikan untuk membangun rancangan kesatuan yang lebih besar. Masing-masing modul adalah sebuah entitas yang memiliki keutuhan dan kesempurnaan diri yang memungkinkan untuk diamati sebagai sebuah unit mandiri maupun sebagai bagian penting dari kompleksitas yang lebih besar.
c. Kombinasi Suksesif. Pola-pola infinit dalam seni Islam menunjukkan adanya kombinasi berkelanjutan dari modul-modul dasar yang menyusunnya.
d. Repetisi. Sifat ini diperlukan untuk menciptakan kesan, bahwa infinitas sebuah objek seni adalah pengulangan dalam intensitas yang tinggi, yaitu pengulangan terhadap motif, modul, struktural dan kombinasi suksesif yang terus-menerus.
e. Dinamisme. Desain seni Islam bersifat dinamis, yaitu desain yang harus dialami melalui waktu. Ini berlaku bagi kategori seni yang (seni rupa dan arsitektur) dan seni waktu (sastra dan musik) yang dalam seni Islam selalu dialami secara serial dan kumulatif.
f. Kerumitan. Detail yang rumit merupakan ciri sebuah karya seni Islam.
Pendekatan yang digunakan Faruqi adalah pendekatan intuitif atau irfani menurut istilah al-Jabiri, karena menurutnya, memahami estetika adalah pekerjaan indra perasa dan intuisi sepenuhnya, sedangkan Pendekatan yang digunakan Faruqi adalah pendekatan intuitif atau irfani menurut istilah al-Jabiri, karena menurutnya, memahami estetika adalah pekerjaan indra perasa dan intuisi sepenuhnya, sedangkan