Pada usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat badan lahir 2500- 4000 gram dengan nilai Afgar lebih dari 7 tanpa cacat bawaan
Ai Yeyeh, dkk, 2010.
b. Faktor Ibu
1 Umur Ibu Umur ibu melahirkan dibagi dalam 3 kelompok usia remaja dengan
umur 20 tahun, kelompok usia reproduksi sehat dengan umur 20 - 35 tahun dan kelompok usia risiko tua dengan umur 35 tahun, ibu hamil dengan umur
lebih muda sering mengalami komplikasi kehamilan dengan hasil kehamilan tidak baik. Pada kelompok umur risiko tua kejadian berat badan lahir rendah
juga meningkat. Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar pada tahun 1999 ditemukan 84 ibu yang melahirkan bayi prematur berusia
kurang dari 20 tahun dan usia lebih dari 35 tahun umur risiko tinggi. Dalam penelitian Suwiyoga 2007 dengan menggunakan rancangan
penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis neonatorum di kelompok umur ibu kurang dari 20 tahun adalah 14,2, lebih
tinggi dari insidens sepsis di kelompok umur 20 tahun atau lebih. Usia ibu kurang dari 20 tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman
Streptococcus Grup Beta di jalan lahir. 2 Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup,
Universitas Sumatera Utara
seorang ibu dinilai lebih banyak memperoleh infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih mudah menyerap
informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih serta menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan
pemeriksaan kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi sehat. Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh besar
terhadap derajat kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa pendidikan paling berpengaruh adalah pendidikan ibu.
3 Pekerjaan Ibu Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi
keluarga. Penelitian Yahya K, dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada golongan berpenghasilan rendah. Di mana suami bekerja sebagai
burah, kemudian diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan I dan II. Sedangkan istrinya ibu hamil pada umumnya tidak bekerja. Rendahnya
kedudukan tingkat dan macam pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga rendah. Di negara berkembang, banyak ibu bekerja
keras untuk membantu menopang kehidupan keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah tangga, menyiapkan makanan, mengasuh dan
merawat anak. Salah satu studi menunjukkan bahwa 25 dari rumah tangga sangat
bergantung pada pendapatan kaum perempuan. Jika ibu hamil bekerja terlalu keras dan intake kalori kurang selama hamil akan lebih mudah melahirkan
Universitas Sumatera Utara
bayi dengan berat lahir rendah yang merupakan faktor risiko terjadinya infeksi.
4 Umur Kehamilan Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari
pertama haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas: i. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan
28 -36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000 - 2.500 gram,
ii. Partus matures atau aterm cukup bulan, adalah partus pada kehamilan 37- 40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram,
iii. Partus postmaturus serotinus adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
5 Ketuban Pecah Dini KPD Ketuban Pecah Dini KPD yaitu bocornya cairan amnion sebelum
mulainya persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan
terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas
dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Sepsis neonatarum dini sering dihubungkan dengan KPD karena
infeksi dengan KPD saling mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan KPD, demikian pula KPD dapat memudahkan infeksi
Universitas Sumatera Utara
asendens. Infeksi asendens ini dapat berupa amnionitis dan korionitis, gabungan keduanya disebut korioamnionitis. Bila ketuban pecah lebih dari 24
jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1 dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.
Dalam penelitian Suwiyoga, dkk 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko
Sepsis Awitan Dini SAD, pada ketuban pecah kurang 12 jam adalah 1,5 kali, sesudah 12 -18 jam adalah 7 kali dan pada 18-24 jam adalah 9 kali.
Selain itu, KPD merupakan faktor risiko utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama SAD dan kematian perinatal.
i. Infeksi dan Demam 38°C pada Masa Peripartum Infeksi dapat merupakan akibat korioamnionitis, infeksi saluran
kemih, kolonisasi vagina oleh Streptococcus Grup B SGB, kolonisasi permeal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya. Ibu yang menderita
infeksi ketika hamil dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap ibu maupun janin dan bayi neonatal seperti infeksi neonatal.
ii. Cairan Ketuban Hijau Keruh dan Berbau Dalam penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan
rancangan penelitian uji diagnostik potong 1 in tang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat proporsi ibu dengan keadaan air ketuban keruh
melahirkan bayi yang mengalami sepsis neonatorum sebanyak 33,1. Menurut hasil penelitian Simbolon di instalasi kebidanan Rurnah Sakit
Universitas Sumatera Utara
Pusat Sardjito Yogyakarta dari bulan Januari 2001 ditemukan 72 faktor risiko sepsis neonatorum adalah BBLR dengan keadaan air ketuban bau
busuk. iii. Riwayat Persalinan Ibu
Bayi yang lahir dengan tindakan ekstraksi cunamvakum dan seksio sesaria beresiko mengalami sepsis neonatorum. Infeksi dapat diperoleh
bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti alat-alat penolong persalinan yang terkontaminasi. Dalam penelitian Simbolon tahun 2008
dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, kejadian sepsis neonatorum menurut
riwayat persalinan menunjukkan bahwa kejadian sepsis neonatorum sedikit lebih banyak pada bayi dengan riwayat persalinan dengan tindakan
ekstraksi cunamvakum dan seksio sesaria. Bayi yang lahir dengan tindakan beresiko 2,142 kali mengalami sepsis neonatorum dibandingkan
dengan bayi yang lahir secara normal. iv. Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan Antenatal Care
Pemeriksaan kehamilan antenatal care yang teratur berfungsi sebagai kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan,
sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan. Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa
hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan. Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah untuk menemukan ibu
Universitas Sumatera Utara
hamil yang mempunyai risiko tinggi sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan dapat
mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi yang sangat rentan terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama hamil
dapat dideteksi secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang nantinya akan mengakibatkan infeksi pada bayinya.
Menurut Ulina 2004 dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati Kecamatan Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan
pelayanan antenatal yaitu Kl 81 dan K4 66,7. Dari hasil cakupan tersebut terlihat relatif tinggi drop out antara Kl dan K4 yaitu sebesar
14,3. Rendahnya pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ibu hamil merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal
karena beranggapan dirinya sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya perawatan pada masa kehamilan
secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja kurang memiliki waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan keluarga sehubungan
dengan kondisi ibu hamil.
c. Agen