Agen Kebijakan dan Prosedur Ruang Perinatologi

hamil yang mempunyai risiko tinggi sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan dapat mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi yang sangat rentan terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama hamil dapat dideteksi secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang nantinya akan mengakibatkan infeksi pada bayinya. Menurut Ulina 2004 dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati Kecamatan Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan antenatal yaitu Kl 81 dan K4 66,7. Dari hasil cakupan tersebut terlihat relatif tinggi drop out antara Kl dan K4 yaitu sebesar 14,3. Rendahnya pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ibu hamil merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal karena beranggapan dirinya sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya perawatan pada masa kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja kurang memiliki waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan keluarga sehubungan dengan kondisi ibu hamil.

c. Agen

Agent atau organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia coli dan Streptococcus group B yang bersama-sama bertanggung jawab atas 50 - 75 kasus pada kebanyakan pusat pelayanan kesehatan, Streptococcus termasuk kelompok bakteri yang heterogen, dan tidak ada satu Universitas Sumatera Utara sistem pun yang mampu untuk mengklasifikasikannya. Ada dua puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes group A, streptococcus agalactiae group B dan jenis enterococcus group D, dapat dicirikan dengan berbagai tampilannya yang bervariasi: dan karakteristik koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah hemolisis a, hemolisft, atau tanpa hemolisis, komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi biokimia. Jenis Streptococcus pneumonia pneumococcus lebih lanjut diklasifikasikan berdasarkan komposisi antigen polisakarida pada kapsul. Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp, Listeria manocytogenes dan bakteri anaerob, Sepsis awitan dini akan terlihat sebagai proses nyata, yang mengenai banyak organ pada minggu pertama kehidupan, sedangkan sepsis awitan lambat, sering dimanifestasikan sebagai meningitis setelah minggu pertama kehidupan. Pertama-tama biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor ibu dan organisme yang berasal dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir, dan setelah itu bayi mungkin terinfeksi dari lingkungannya atau dari sejumlah sumber di rumah sakit. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas terjadinya sepsis awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, P. aemginosa dan Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis awitan lambat. Universitas Sumatera Utara

d. Environment

Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum terutama berasal dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit NICU yaitu jumlah pasien yang terlalu banyak, kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan, kurangnya handuk atau tissue, tempat penyimpanan sarana kesehatan yang tidak nyaman, buruknya kebersihan, buruknya ventilasi aliran udara dan fasilitas ruangan isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum. a Perubahan perilaku yang dapat terjadi pada Bayi Perubahan pada bayi mungkin dapat merupakan tanda awal bayi sakit, meskipun tingkat aktivitas, nafsu makan dan tangis bayi secara normal bervariasi dari hari kehari bahkan dari jam ke jam, perubahan mencolok dapat menjadi petujuk bayi sakit.Biasanya bayi tetap terjaga dan aktif bila sedang bangun, minum baik dan dapat didiamkan bila sedang menangis. b Bayi malas Minum Masalah malas minum meliputi bayi kesulitan menghisap payudara atau botol, bayi tidak lapar, bayi dengan kehilangan berat badan atau berat bayi tidak naik, kesulitan bayi minum karena masalah bayi kesulitan menghisap, c Bayi sakit Bayi yang dirawat biasanya menunjukan perilaku yang berbeda dengan bayi sehat, BKB, kurang dapat mengontrol dan mengkoordinasikan gerakannya dibanding BCB. Dokter yang merawat harus memberitahu orangtuanya keadaan ini IDAI, 2012 Universitas Sumatera Utara Semua faktor-faklor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.

2.4.3. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan faktor resiko. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan primer terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah: A. Mewujudkan Pelayanan Kebidanan yang Baik dan Bermutu Bidan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang baik dan bermutu antara lain: a Pelayanan yang diberikan bermutu. b Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit namun ada kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit jika terjadi komplikasi. c Diwajibkan bersalin di rumah sakit d Pengawasan ibu dan bayi pada saat intranatal dan postnatal e Perawatan Antenatal Antenatal Care Universitas Sumatera Utara Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan a. Mencuci tangan Dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu syarat penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial. Oleh karena itu, mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang paling penting. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menurunkan bioburden jumlah mikroorganisme pada tangan dan untuk mencegah penyebarannya ke area yang tidak terkontaminasi, seperti pasien, tenaga perawatan kesehatan TPK dan peralatan. Tenaga perawatan diharuskan mencuci tangan sebelum dan setelah memegang bayi untuk menghindari terjadinya infeksi pada bayi tersebut. Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik pasien dan tenaga perawatan kesehatan pada risiko terhadap infeksi atau penyakit. Tenaga perawatan kesehatan yang mencuci tangan kurang adekuat memindahkan organisme-organisme seperti Staphylococcus, Echeriscia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella secara langsung kepada hospes yang rentan, yang menyebabkan infeksi nosokomial dan epidemik di semua jenis lingkungan pasien. Kepatuhan mencuci tangan sangat penting dalam mencegah infeksi nosokomial. Universitas Sumatera Utara Di bawah ini tujuh langkah mencuci tangan yang baik dan benar: Gambar 2.4. Tujuh Langkah Mencuci Tangan b. Pemberian ASI secepatnya Upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan dengan keadaan gizi bayi yang baik. Pemeliharaan gizi bayi dan balita yang baik memerlukan pengaturan makanan yang tepat yaitu salah satunya dengan pemberian ASI secara benar dan tepat. Air susu ibu memegang peranan yang penting untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. Awal menyusui yang baik adalah 30 menit setelah bayi lahir karena dapat merangsang pengeluaran ASI selanjutnya, di samping itu akan terjadi interaksi atau hubungan timbal balik dengan cepat antara ibu dengan bayi. Universitas Sumatera Utara Penggunaan Air Susu Ibu ASI sudah dibuktikan dapat mencegah terjadinya infeksi pada bayi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk memperoleh infeksi daripada bayi yang mendapat susu formula. Efektivitas ASI tergantung dari jumlah yang diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin sedikit risiko untuk terkena infeksi. Insidensi infeksi nosokomial pada bayi premature yang mendapat ASI 29,3 lebih kecil dibandingkan dengan bayi premature yang mendapat susu formula 47,2. c. Pencegahan Infeksi Pada tempat perawatan bayi dimana bayi banyak disatukan, infeksi silang sulit dihindari dengan rawat gabung. Lebih mudah mencegah infesi kolustrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinhgi akan melapisi seluruh permukaan kulit dan saluran pencernaan bayi dan diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. d. Pembersihan Ruang Perawatan Bayi Bentuk, konstruksi dan suasana ruang perawatan yang baik dan memadai dapat mengurangi insidens infeksi nosokomial. Setiap ruang perawatan terutama NICU Neonatal Intensive Care Unit memerlukan paling sedikit 1 ruangan isolasi untuk 2 pasien yang terinfeksi dan ruangan untuk cuci tangan, ruangan tempat memakai baju steril untuk tindakan invasif dan tempat penyimpanan alat-alat atau material yang sudah dibersihkan. Universitas Sumatera Utara e. Perawatan Persalinan Aseptik Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik menurunkan risiko terjadinya infeksi. Antibiotik tersebut diberikan sebagai obat profilaksis.

2.4.4. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. a. Diagnosis Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa perkembangan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Dalam Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Depkes RI, mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonates berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, vairabel perfusi jaringan dan variabel inflamasi seperti tampak pada Tabel 2.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Sepsis pada Neonatus Jenis Variabel Kriteria Klinis - Suhu tubuh tidak stabil - Denyut nadi 180 kalimenit atau 100 kalimenit - Laju nafas 60 kalimenit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen - Letargi - Intoleransi glukosa plasma glukosa 10 mmolL - Intoleransi minum Hemodinamik - TD 2 SD menurut usia bayi - TD sistolik 50 mmHg bayi usia 1 hari - TD sistolik 65 mmHg bayi usia 1 bulan Perfusi Jaringan - Pengisian kembali kapiler 3 detik - Asam laktat plasma 3 mmolL Inflamasi - Leukositosis 34000x109L - Leucopenia 5000 x 109L - Neutrofil muda 10 - Neutrofil mudatotal neutrofil IT ratio 0,2 - Trombositopenia 100000 x 109L - C Reactive Protein 10 mgdL atau 2 SD dari nilai normal Dalam menentukan diagnosis klinik sepsis, setiap lembaga hendaknya membuat sendiri kriteria yang cocok untuk dipakai di tempatnya. Pengkajian secara statistic mengenai hal ini sangat sulit, karena faktor predisposisi infeksi maupun gejala klinis sangat sulit digolongkan karena saling tumpang tindih. b. Penatalaksanaan Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Universitas Sumatera Utara 1 Pemberian Antibiotik Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2- 3 hari dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan. a Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini Pada bayi dengan sepsis awitan dini, terapi empirik harus meliputi Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes. Kombinasi penisilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab sepsis awitan dini. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri. b Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat digunakan untuk terapi awal sepsis awitan lambat. Pada kasus infeksi Staphylococcus pemasangan kateter vaskular, obat anti staphylococcus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi awal. Pemberian antibiotic harusnya disesuaikan dengan pola kuman yang ada paa masing-masing unit perawatan neonatus. Universitas Sumatera Utara 2 Terapi Suportif adjuvant Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau lebih yang disebut Disfungsi Multi organ, seperti gangguan fungsi respirasi, gangguan kardiovaskular diseminata KID, danatau supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan di kepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin IVIG, pemberian transfuse dan komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor G-CSF dan GM-CSF, inhibitor reseptor IL-1, transfuse tukar IT dan lain-lain.

2.4.5. Pencegahan Tertier

Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita sepsis nenatorum mempunyai risiko untuk mengalami kematian jika tidak dilakukan diagnosis dini dan terapi yang tepat. Untuk itu bayi- bayi yang menderita sepsis perlu mendapat penanganan khusus dari petugas kesehatan dalam rangka mencegah kematian dan membatasi gangguan lain yang dapat timbul di kemudian hari. Universitas Sumatera Utara

2.5. Hipotermi

2.5.1. Definisi Hipotermi

Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal 36ºC pada pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir normal adalah 36,5ºC-37,5ºC suhu aksila. Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Hipotermi adalah temperatur tubuh yang rendah, seperti yang disebabkan oleh pemajanan terhadap cuaca dingin, atau keadaan tubuh yang diinduksi dengan cara menurunkan metabolisme dan dengan demikian menurunkan kebutuhan oksigen Maimunah, 2005

2.5.2. Penyebab terjadinya Hipotermi

Suhu tubuh rendah hipotermi dapat disebabakan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007 Hipotermi dapat terjadi sangat cepat pada bayi sangat kecil atau bayi yang diresusitasi atau dipisahkan dari ibu. Dalam kasus-kasus ini, suhu dapat cepat turun 35ºC Saifuddin, 2002. Jika bayi sangat kecil 1500 gram atau 32 minggu sering terjadi masalah yang berat misalnya sukar bernafas, kesukaran pemberian minum, ikterus Universitas Sumatera Utara berat dan infeksi sehingga bayi rentan terjadi hipotermi jika tidak dalam inkubator Saifuddin, 2002. Hipotermi dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, antara lain: a. Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan, seperti lingkungan dingin, basah atau bayi yang telanjang, cold linen, selama perjalanan dan beberapa keadaan seperti mandi, pengambilan sampel darah, pemberian infus serta pembedahan. Juga peningkatan aliran udara dan penguapan. b. Ketidaksanggupan menahan panas, seperti pada permukaan tubuh yang relatif luas, kurang lemak, ketidaksanggupan mengurangi permukaan tubuh, yaitu dengan memfleksikan tubuh dan tonus otot yang lemah yang mengakibatkan hilangnya panas yang lebih besar. c. Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti defisiensi brown fat, misalnya bayi preterm, kecil masa kelahiran, kerusakan sistem saraf pusat sehubungan dengan anoksia, intra kranial hemorrhage, hipoksia dan hipoglikemi. Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, diagnosa bayi baru lahir yang mengalami hipotermi dapat ditinjau dari riwayat asfiksia pada waktu lahir, riwayat bayi yang segera dimandikan sesaat sesudah lahir, riwayat bayi yang tidak dikeringkan sesudah lahir, dan tidak dijaga kehangatannya, riwayat terpapar dengan lingkungan yang dingin dan riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangatan pada bayi. Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir dapat melalui 4 cara, yaitu: a. Radiasi yaitu dari bayi ke lingkungan dingin terdekat Universitas Sumatera Utara b. Konduksi yaitu langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan bayi c. Konveksi yaitu kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar d. Evaporasi yaitu penguapan air dari kulit bayi.

2.5.3. Tanda-tanda Hipotermi

Gejala awal hipotermi adalah apabila suhu bayi baru lahir 36ºC atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang suhu 32ºC-36ºC. Disebut hipotermi berat apabila suhu tubuh bayi 32ºC Saifuddin, 2006 Menurut Saifuddin 2006, penilaian tanda-tanda hipotermi pada bayi baru lahir meliputi bayi tidak mau minummenetek, bayi tampak lesu atau mengantuk, tubuh bayi teraba dingin, dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras sklerema. Tanda-tanda hipotermi sedang antara lain meliputi aktifitas bayi berkurang letargis, tangisan bayi lemah, kulit berwarna tidak rata Cutis mamorata, kemampuan menghisap lemah dan kaki teraba dingin Saifuddin 2006. Tanda-tanda hipotermi berat sama dengan hipotermi sedang antara lain bibir dan kuku kebiruan, pernafasan lambat, pernafasan tidak teratur dan bunyi jantung lambat Saifuddin 2006.

2.5.4. Pencegahan Hipotermi

Untuk mencegah akibat buruk dari hipotermi karena suhu lingkungan yang rendah atau dingin harus dilakukan upaya untuk merawat bayi dalam suhu lingkungan yang netral, yaitu suhu yang diperlukan agar konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Keadaan ini dapat dicapai bila suhu inti bayi suhu tubuh tanpa berpakaian Universitas Sumatera Utara dapat dipertahankan 36,5ºC-37,5ºC. Kelembaban relatif sebesar 40-60 perlu dipertahankan untuk membantu stabilitas suhu tubuh bayi, yaitu dengan cara mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang rendah, mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan nafas, terutama saat mendapat terapi oksigen dan selama pemasangan intubasi endotrakea atau nasotrakea dan mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan cairan insesibel dari paru Surasmi, 2003. Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, langkah-langkah pencegahan terjadinya hipotermi adalah jangan memandikan bayi sebelum berumur 12 jam, kemudian rawatlah bayi kecil di ruang yang hangat tidak kurang 25ºC dan bebas dari aliran angin. Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin misalnya dinding dingin atau jendela walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah pemancar panas dan jangan meletakkan bayi langsung dipermukaan yang dingin misalnya alas tempat tidur atau meja periksa dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi diletakkan. Pada waktu dipindahkan ketempat lain, jaga bayi tetap hangat dan gunakan pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat, bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat walau dalam keadaan dilakukan tindakan misalnya bila dipasang jarum infus intravena atau selama resusitasi dengan cara memakai pakaian dan mengenakan topi, bungkus bayi dengan pakaian yang kering dengan lembut dan selimuti, buka bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan, berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan misalnya menggunakan pemancar panas, ganti popok setiap kali basah Departemen Kesehatan RI 2007. Universitas Sumatera Utara Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit misalnya kain kasa yang basah, usahakan agar bayi tetap hangat, jangan menyentuh bayi dengan tangan yang dingin dan ukur suhu tubuh: bila bayi sakit frekuensi pengukurannya setiap jam, bila bayi kecil frekuensi pengukurannya setiap 12 jam dan bila keadaan bayi membaik frekuensi pengukurannya setiap sekali sehari Departemen Kesehatan RI 2007. Menurut Wahyuningsih 2008, metode mencegah terjadinya hipotermi umumnya dapat dilakukan dengan cara menghangatkan dahulu setiap selimut, topi atau pakaian sebelum kelahiran kemudian segera keringkan bayi baru lahir. Kemudian mengganti selimut yang basah setelah mengeringkan bayi baru lahir dan hangatkan dahulu area resusitasi bayi baru lahir. Kemudian mengatur suhu ruangan kelahiran pada 24ºC, jangan melakukan pengisapan pada bayi baru lahir diatas tempat tidur yang basah, tunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu bayi stabil selama 2 jam kemudian atur agar tempat perawatan bayi baru lahir jauh dari jendela, dinding-dinding luar atau pintu keluar serta pertahankan kepala bayi baru lahir tetap tertutup dan badannya dibedung dengan baik setiap 48 jam.

2.5.5. Penanganan Hipotermi

Seorang bayi yang cukup bulan yang sehat dan berpakaian akan mempertahankan suhu tubuh sebesar 36-37 ºC asalkan suhu lingkungan dipertahankan antara 18 dan 21 ºC, gizi cukup dan gerakannnya tidak terhambat oleh bedong yang ketat. Laju metabolisme bayi berbeda-beda, tetapi masing-masing bayi harus diawasi tidak boleh terlalu panas. Universitas Sumatera Utara Hipotermi padat terjadi jika bayi berada dekat pada sumber radiasi panas. Aktivitas berkeringat akan berlangsung terutama didaerah dahi, walaupun kemampuan ini masih terbatas pada bayi baru lahir Wahyuningsih, 2008. Saat merawat bayi beresiko, harus melakukan pengukuran ekstra untuk mempertahankan suhu lingkungan yang netral neutral thermal environment [NTE] untuk bayi tersebut. Suhu lingkungan yang netral adalah suhu lingkungan dimana bayi tertentu akan mempertahankan suhu normal tanpa menggunakan energi berlebihan untuk melakukannya. Bayi yang mengalami hipotermi akan meningkatkan kecepatan metabolismenya untuk meningkatkan suhu tubuhnya dalam kisaran normal Jensen, 2005. Penanganan bayi hipotermi berat dapat dilakukan tindakan yaitu segera hangatkan bayi dibawah alat pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila mungkin gunakan inkubator atau ruangan hangat bila perlu. Kemudian ganti baju yang dingin dan basah bila perlu beri pakaian yang hangat, pakai topi dan selimuti dengan selimut hangat. Bayi harus dihindari dari paparan panas yang berlebihan dan usahakan agar posisi bayi sering diubah bila bayi dengan gangguan nafas frekuensi nafas lebih 60 atau kurang 40 kalimenit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi. Penanganan bayi yang mengalami hipotermi sedang dapat dilakukan tindakanyaitu dengan mengganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi dan selimut dengan selimut hangat. Apabila ada ibu atau pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit dengan kulit perawatan bayi lekat akan tetapi apabila ibu tidak ada: hangatkan kembali bayi dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan alat pemancar panas. Gunakanlah inkubator dan ruangan hangat bila perlu. Kemudian periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI perah dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.

2.6. Kebijakan dan Prosedur Ruang Perinatologi

Kebijakan penanganan bayi di ruang perinatologi adalah sebagai berikut: 1. Bila ada neonatus resti masuk ruang sakit harus melalui UGD dan dikonsulkan spesialis anak 2. Setiap neonates resti minimal dirawat 2 x 24 jam 3. Pasien dengan resiko tinggi dirawat dalam incubator Prosedur penanganan bayi di ruang perinatologi mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi tempat untuk bayi berisiko : a. Bayi resiko tinggi tanpa sepsis –asphyxia, prematur, bblr2.000gr dirawat di inkubator b. Bayi Resiko tinggi dengan sepsis, rawat di incubator c. Bayi resiko sedang di rawat di ruang bayi d. Bayi resiko sedang untuk primer SC, observasi 6 – 8 jamsampai k.u stabil, bisa ikut ibu. Universitas Sumatera Utara e. Bayi resiko sedang lahir dengan tindakan di observasi 12 – 24 jam, bisa ikut ibu bila keadaan baik. f. Bayi resiko sedang dengan BB 2000 gr – 2500 gr dirawat di R Perinatologi 2. Melakukan pendokumentasian yang lengkap a. Melakukan registrasi pasien dalam 24 jam b. Memasukkan pasien ke sensus harian dalam 24 jam c. Melengkapi CM keperawatan d. Dokter melengkapi CM perjalanan penyakit

2.7. Kerangka Konsep