BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai karakteristik responden dan hubungan pengetahuan perawat tentang
perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provsu Medan
dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang.
5.1.1. Karakteristik Responden
Berdasarkan Tabel 5.1 dibawah ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan sebanyak 20 responden
66,6, sebagian besar berumur 25-30 tahun sebanyak 10 responden 33,3 dan berumur 37-42 tahun sebanyak 10 responden 33,3,
sebagian besar beragama Islam sebanyak 16 responden 53,3, sebagian besar adalah suku Batak sebanyak 10 responden 33,3, sebagian besar
perawat berpendidikan D3 Keperawatan sebanyak 18 responden 60, dengan lama kerja mayoritas 5 tahun sebanyak responden 50.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. n = 30
Karakteristik Frekuensi
Persentase Jenis Kelamin
Laki-laki 10
33,3 Perempuan
20 66,6
Umur 25-30
10 33,3
31-36 37-42
43-48 49-54
6 10
2 2
20 33,3
6,7 6,7
Agama Islam
Kristen Katolik Kristen Protestan
16 7
7 53,3
23,3 23,3
Suku Batak
Karo Jawa
Lain-lain
10 7
8 5
33.3 23.3
26,7 16,7
Pendidikan D3
S1 18
12 60
40
Lama Kerja 1 Tahun
1-5 Tahun 5 Tahun
1 14
15 3,3
46,7 50
Universitas Sumatera Utara
5.1.2 Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif
Berdasarkan Tabel 5.2 dibawah ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat memiliki pengetahuan tentang perilaku asertif dalam kategori
cukup yakni sebanyak 15 orang 50.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2012. n=30
5.1.3 Stres Kerja Perawat
Berdasarkan tabel 5.3 dibawah ini menunjukkan bahwa tingkat stres kerja pada perawat di RSJD Provsu mayoritas dalam kategori sedang yakni
sebanyak 18 orang 60.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012.n=30
Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif
Frekuensi Persentase
Baik 6
20 Cukup
15 50
Rendah 9
30
Stres Kerja Perawat Frekuensi
Persentase
Tinggi 5
16,7 Sedang
18 60
Rendah 7
23,3
Universitas Sumatera Utara
5.1.4 Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif dengan Tingkat Stres Kerja Perawat
Tabel 5.4 Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif
Dengan Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. n=30
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat diperoleh bahwa
perawat berpengetahuan asertif yang cukup mengalami tingkat stres kerja yang sedang sebanyak 9 orang 60 sedangkan perawat yang
berpengetahuan asertif yang rendah mengalami tingkat stres kerja yang tinggi sebanyak 4 orang 44,5. Hasil uji statistik diperoleh nilai ? = 0,03
maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan stres kerja pada perawat berpengetahuan asertif yang baik dengan yang berpengetahuan asertif
yang rendah ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat.
Pengetahuan perawat tentang
perilaku asertif Stres kerja perawat
Total P value
Rendah Sedang
Tinggi n
n n
N Baik
1 16,6
4 66,7
1 16,6
6 100
0,03 Cukup
6 40
9 60
15 100
Rendah 5
55,5 4
44,5 9
100 Jumlah
7 23,3
18 60
5 16.6
30 100
Universitas Sumatera Utara
5.2. Pembahasan
5.2.1 Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Di RSJD Provsu
Dalam penelitian ini pengetahuan perawat tentang perilaku asertif adalah semua pemahaman perawat tentang perilaku asertif yang meliputi
pendekatan dalam membangun asertif, unsur-unsur perilaku asertif, keterampilan bersikap asertif, ciri-ciri perawat asertif, teknik-teknik
bertindak asertif dan kategori perilaku asertif. Hasil penelitian tentang pengetahuan perawat tentang perilaku
asertif menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan perawat tentang perilaku asertif termasuk dalam kategori cukup sebanyak 15 orang 50,
6 orang 20 dengan pengetahuan asertif yang baik dan 9 orang 30 berpengetahuan asertif yang rendah.
Pengetahuan perawat tentang perilaku asertif termasuk kategori cukup karena responden pada umumnya memiliki pemahaman bahwa
perilaku asertif merupakan perilaku yang positif misalnya sabar, ramah kepada pasien dan sesama perawat, suka membantu teman, dan
mempunyai sifat yang kooperatif. Berdasarkan kuesioner yang telah dibagikan pada responden diketahui bahwa responden mau menerima dan
menghargai tema n mereka, merespon keluhan sesama perawat dan pasien, mengungkapkan pendapat mereka secara jujur serta mampu membangun
kerjasama antar sesama perawat. Namun sebagian dari responden tidak dapat mengungkapkan pendapat mereka secara jujur karena takut
Universitas Sumatera Utara
mengecewakan orang lain sehingga dirinya tidak diterima diantara teman- temannya.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan para responden, perawat di RSJD Provsu masih belum memiliki pemahaman yang baik tentang
asertif karena mereka beranggapan bahwa perilaku asertif bertujuan untuk membuat orang lain senang, misalnya mereka tidak menolak ketika teman
meminta tolong walau hal itu bertentangan dengan keinginan mereka. Hal ini merupakan pemahaman yang salah, karena asertif merupakan suatu
kejujuran dan usaha untuk melakukan hal yang terbaik yang dapat kita lakukan dan tujuannya bukan untuk menyenangkan orang lain.
Hal ini sejalan dengan pendapat Pratanti 2007, bahwa kebanyakan orang tidak mau bersikap asertif karena ada rasa takut
mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak disukai atau diterima. Selain itu alasan untuk mempertahankan kelangsungan hubungan
juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin membuat pihak lain sakit hati. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap
tidak asertif justru akan mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain.
Perawat di RSJD Provsu sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin juga menentukan perilaku asertif dimana
perawat perempuan lebih memilih diam jika menghadapi suatu konflik baik itu yang datang dari sesama perawat, dokter maupun pasien dengan
alasan bahwa itu suatu bentuk kesopanan.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini juga dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan, perawat yang bekerja di RSJD Provsu sebagian besar adalah tamatan D3
keperawatan. Pengetahuan mereka tentang perilaku asertif masih belum baik, hal ini disebabkan karena mereka merupakan perawat vokasional
yang lebih menjurus kepada praktek. Pendidikan mempunyai andil yang cukup besar terhadap pembentukan perilaku, khususnya perilaku asertif.
Pendidikan mempunyai tujuan untuk menghasilkan individu yang mudah menerima dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja, lebih mampu
untuk mengungkapkan pendapatnya, memiliki rasa tanggung jawab dan lebih berorientasi ke pendapatnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Muing A. 2012 di RSUD Labuang Baji Makassar yang menyatakan bahwa Perawat belum
semuanya bersikap asertif dalam pelayanan keperawatan. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pend idikan perawat yang mayoritas
berpendidikan D3 keperawatan sebanyak 96,7 . Hal ini juga berkaitan dengan lama kerja perawat tersebut di rumah
sakit. Pengalaman dalam menghadapi pasien dan teman sekerja akan mempengaruhi perilaku asertif seorang perawat. Rata-rata perawat di
RSJD Provsu telah bekerja 5 tahun, Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keteramp ilan dalam
berperilaku asertif terhadap pasien dan sesama perawat. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmojo 2003 yang
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang yang bervariasi dapat
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pendidikan, usia, jenis kelamin dan pengalaman kerja.
5.2.2 Tingkat Stres Kerja Perawat Di RSJD Provsu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden dikategorikan dalam tingkat stres kerja sedang yakni sebanyak
18 orang 60, tingkat stres yang rendah sebanyak 7 orang 23,3 dan 5 orang 16,7 responden mengalami stres dalam kategori tinggi . Hal ini
menunjukkan bahwa perawat di RSJD Provsu telah menyesuaikan diri dengan situasi kerja dan memahami apa yang menjadi penyebab dari stres
kerja mereka sebagai seorang perawat sehingga stres kerja yang mereka alami menurun.
Menurut Hans Selye dalam Sunaryo 2002 stres merupakan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban yang ada
dalam dirinya. Misalnya bagaimana respon tubuh perawat ketika mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila perawat sanggup
mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka perawat tidak mengalami stress. Namun jika perawat mengalami gangguan
pada fungsi organ tubuh sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik maka ia mengalami stress.
Abraham C. dan Shanley F. 1997 menyatakan bahwa sumber stres dalam keperawatan meliputi beban kerja berlebihan, kesulitan menjalin
hubungan dengan staf yang lain, kesulitan terlibat dalam merawat pasien
Universitas Sumatera Utara
kritis, berurusan dengan pengobatanperawatan pasien dan merawat pasien yang gagal untuk membaik.
Berdasarkan wawancara dan kuesioner yang telah dibagikan kepada responden beban kerja yang dialami perawat di RSJD Provsu tergolong
sedang, hal ini disebabkan pasien yang dirawat sebagian telah mampu beraktivitas seperti biasa dan membantu perawat dalam mengawasi serta
merawat pasien yang masih belum mampu seperti membersihkan ruangan, memandikan pasien, memberi makan dan obat pada pasien. Pembagian
shift kerja disesuaikan dengan proporsi kerja dimana shift pagi lebih banyak perawat jaganya karena jumlah kerja lebih banyak di pagi hari
daripada sore dan malam hari. Waktu yang tersisa setelah melaksanakan tugasnya dalam merawat
pasien digunakan untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien, bercakap-cakap dengan pasien atau sesama
perawat. Namun banyaknya waktu luang diantara jam kerja dan melakukan kegiatan yang sama setiap hari membuat perawat merasa jenuh
bekerja, perawat bosan untuk bekerja yang menyebabkan potensi perawat merasakan keletihan.
Perbedaan beban kerja memberikan gambaran terhadap terjadinya stres kerja yang berbeda dimana setiap individu memiliki batasan ukuran
kemampuan dalam bekerja, bila beban terlalu ringan maka timbul kebosanan dan bila terlalu berat akan menimbulkan kelelahan yang
berpengaruh terhadap stres kerja. Menurut penelitian yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
Supardi 2007 di RS Putri Hijau Kesdam Medan menunjukkan bahwa perawat dengan beban kerja yang sedang mengalami stres kerja yang
disebabkan oleh kebosanan, kondisi kerja yang kurang baik dan ketidakpuasan.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Chusna 2010 di RSU Islam Surakarta yang menyatakan bahwa perawat mengalami tingkat stres kerja
yang tinggi. Peningkatan beban kerja yang dialami oleh perawat dalam memberikan pelayanan menimbulkan stres yang menyebabkan kondisi
perawat menjadi tidak stabil. Dari hasil analisis data terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja. Hal ini
membuktikan bahwa beban kerja yang berlebihan pada perawat dapat menyebabkan timbulnya stres kerja yang dialami oleh perawat.
Konflik yang mereka alami antara sesama perawat jarang terjadi karena mereka telah mengetahui perannya masing- masing . Mereka tidak
kesulitan dalam berinteraksi dengan staf yang lain misalnya dokter, bagian obat-obatan. Hal ini juga dipengaruhi lama kerja perawat di RSJD Provsu
mayoritas 5 tahun 50, hal ini memberikan pengaruh terhadap kematangan pengalaman perawat di ruangan baik dalam merawat pasien
maupun berkomunikasi dengan sesama perawat, perawat dengan sendirinya telah menyesuaikan diri dengan sifat dan macam pekerjaan
yang harus dilakukan, lama kerja setiap hari, penyesuaian dengan teman sejawat dan para pimpinan, dengan lingkungan pekerjaan dan peraturan
yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Namun sebagian responden yakni 5 orang 16,7 mengalami stres kerja yang tinggi, hal ini disebabkan perawat masih belum bisa
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan kerja dan kurang berinteraksi dengan perawat yang lain, hal ini biasanya dialami perawat yang masih
baru kerja di RSJD Provsu, mereka masih canggung untuk berkomunikasi dengan perawat yang telah lama bekerja disana. Perawat merasa bosan
dengan pekerjaan mereka yang menurut mereka terus berulang setiap hari dan merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman
sekerjanya serta tidak mampu merawat pasien dengan baik. Bahkan ada yang mengalami konflik dengan sesama perawat yang lain dan tidak bisa
berkomunikasi dengan baik kepada pasien hal ini semua menyebabkan mereka mengalami stres kerja
Hal ini sejalan dengan penelitian Andreas K 2008 terhadap perawat di RS tipe C Semarang yang menyatakan bahwa komunikasi yang kurang
antara sesama perawat menjadi faktor pemicu stres yang dialami perawat di tempat kerja. Selain itu, kemampuan individu dalam mengambil sikap di
tempat kerja memberi pengaruh yang cukup besar sebagai penyebab stres kerjsa.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ade 2010 di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya yang mengatakan bahwa perawat di
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya mengalami stres kerja yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak kondusif, beban kerja
yang berlebihan dan ancaman di lingkungan kerja.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3 Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan
Tingkat Stres Kerja Perawat Di RSJD Provsu
Berdasarkan hasil analisa statistik yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang perilaku asertif
dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provsu. Dari analisa statistik diperoleh nilai signifikan p = 0,03. Nilai ini lebih kecil dari nilai signifikan
a = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa diterima artinya bahwa adanya hubungan antara pengetahuan perawat tentang perilaku
asertif dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provsu dapat diterima. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kristianingsih 2008 menunjukkan adanya hubungan yang berkorelasi negatif antara stres kerja dengan perilaku asertif yaitu semakin seorang
perawat berperilaku asertif maka stres kerjanya akan semakin rendah. Perawat yang mengalami stres kerja disebabkan oleh lingkungan
kerja yang tidak mendukung, komunikasi antara sesama staf tidak terjalin dengan baik dan beban kerja yang berlebihan. Untuk itu perawat harus
beradaptasi dengan lingkungan dimana dia bekerja, lebih terbuka dengan staf yang lain sehingga komunikasi bisa terjalin dengan baik dan menerima
tanggung jawab dan perannya dengan baik. Perawat berpengetahuan asertif yang baik mengalami penurunan
stres kerja karena perawat mampu menghargai dan menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai perawat baik diantara sesama perawat ataupun
Universitas Sumatera Utara
pasien. Perawat mampu mengungkapkan pendapatnya secara langsung dan bersikap tegas dalam menghadapi pasien dan sesama perawat.
Pengetahuan perawat tentang perilaku asertif berhubungan dengan tingkat stres kerja perawat di tandai dengan perawat yang memiliki
pemahaman tentang perilaku asertif misalnya sabar, ramah kepada pasien dan sesama perawat, suka membantu teman, menghargai sesama staf dan
menerima tanggung jawabnya masing- masing seperti merawat pasien, memandikan pasien, memberi makan dan obat kepada pasien mampu
untuk beradaptasi dengan situasi kerja, mampu mengungkapkan pendapatnya dan mampu berinteraksi dengan sesama perawat dan pasien.
Hal ini dapat menurunkan stres kerja yang dialami perawat selama bekerja.
Perawat berpengetahuan asertif yang rendah cenderung mengalami tingkat stres yang tinggi, hal ini disebabkan perawat masih belum mampu
mengeluarkan pendapatnya dan terus memendamnya karena takut dirinya tidak diterima diantara teman-temannya sehingga hal ini memicu
munculnya stres kerja. Selain itu kemampuan berinteraksi dengan lingkungan kerja juga kurang, merasa bosan dengan pekerjaan mereka
yang menurut mereka terus berulang setiap hari. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri 2012 yang menyatakan
bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada perawat ICU dan perawat IGD.
Seorang perawat yang memiliki pengetahuan yang baik dapat mengatasi tuntutan
Universitas Sumatera Utara
dan tekanan lingkungan lingkungan pekerjaannya, mereka akan tetap tenang walaupun berada dibawah tekanan dan mampu bekerja dengan
baik. Namun berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perawat yang berpengetahuan asertif yang baik memiliki stres kerja ya ng tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya stres kerja tidak
hanya dipengaruhi oleh perilaku asertif seorang perawat, tetapi lama bekerja perawat 5 tahun yang merasa bosan dengan pekerjaannya
misalnya melakukan pendokumentasian keperawatan pada pasien gangguan jiwa yang dilakukan secara berulang- ulang, melakukan
intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa setiap hari secara rutin dan kondisi psikologis individu yang mengalami stres kerja serta cara
pandang perawat tersebut dalam menangani stres yang dialaminya. Hal ini sejalan dengan Rasmun 2004 yang mengatakan bahwa
cara pandang perawat dalam melihat situasi kerja akan menentukan besarnya stres yang dialami perawat. Stres pada tingkat tertentu bertindak
sebagai stimulus atau dorongan untuk bertindak, namun ketika stres meningkat sampai pada fase kelelahan maka prestasi kerja dapat menurun
secara dratis.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN