Implementasi Kebijakan Mandatory Sentencing Law di Negara Bagian dan Wilayah di Australia

II.2 Implementasi Kebijakan Mandatory Sentencing Law di Negara Bagian dan Wilayah di Australia

II.2.1 Western Australia

Kebijakan Mandatory Sentencing Law di Australia diberlakukan untuk jenis kejahatan yang berbeda-beda di negara bagian dan wilayah di negara ini. 69 Contohnya

seperti hukuman wajib atau hukuman minimal yang diberlakukan di Western Australia. Pemerintah negara bagian ini memperkenalkan kebijakan Mandatory Sentencing Law pada tahun 1992, yang diberlakukan untuk pengulangan tindak kekerasan dan pencurian kendaraan bermotor. Akan tetapi, kebijakan ini dihapus pada tahun 1994 dikarenakan kebijakan ini yang telah berhasil mengurangi tindak kekerasan dan pencurian kendaraan bermotor, sehingga tindak kejahatan ini menjadi

tidak banyak dilakukan masyarakat di Western Australia. 70 Kemudian, pemerintah negara bagian Western Australia kembali

memberlakukan kebijakan Mandatory Sentencing Law pada tanggal 14 November

67 George Zdenkowski. Mandatory Imprisonment of Property Offenders in the Northern Territory. Australia: UNSW Law Journal. 1999, hlm. 303.

68 Ibid., hlm. 303. 69 Adrian Hoel. Op.Cit, hlm. 1. 70 Ibid., hlm. 2.

1996. 71 Pemberlakuan hukuman wajib atau hukuman minimal di negara bagian ini dimulai kembali setelah diadakannya amandemen terhadap Criminal Code 1913

(WA). Hukuman wajib atau hukuman minimal yang diberikan kepada pelaku tindak kejahatan yang telah melakukan pengulangan kejahatan untuk ketiga kalinya yaitu

hukuman penjara selama 12 bulan. 72 Remaja yang melakukan tindak kejahatan ini mendapatkan hukuman 12 bulan penjara atau atau rehabilitasi yang telah ditentukan,

dengan penyesuaian terhadap kondisi remaja yang bersangkutan. 73 Pada tahun 1996, terdapat amandemen dari Sentencing Act 1995, yang

dilakukan untuk perubahan dalam hukuman wajib 12 bulan bagi dewasa yang melakukan pengulangan tindak kejahatan, serta aturan mengenai remaja yang

dinyatakan bersalah atas perampokan rumah. 74 Akan tetapi, apabila pelaku tindak pelanggaran atau kejahatan adalah remaja, maka hukuman tidak diberikan apabila

tindak kejahatan dikategorikan sebagai tindak kejahatan kecil. Hal ini diatur dengan melihat kondisi karakter pelaku, umur, kondisi kesehatan dan mental. Pertimbangan dilakukan pengadilan dengan melakukan kompromi dan asumsi bahwa tindakan

hukum bukanlah jalan satu-satunya bagi terdakwa yang bersangkutan. 75

II.2.2 New South Wales

Kebijakan Mandatory Sentencing Law juga diberlakukan di New South Wales untuk beberapa jenis kejahatan. Kebijakan ini diberlakukan di New South Wales pada tahun 2002 dalam Crimes (Sentencing Procedure) Amendment (Standard Minimum Sentencing) Act 2002 bagi pelaku tindak kejahatan yang berkaitan dengan alkohol dan narkoba. Selain itu, pemerintah negara bagian New South Wales juga memberlakukan kebijakan Mandatory Sentencing Law terhadap pelaku tindak kejahatan pembunuhan terhadap aparat kepolisian. Tindak kejahatan yang dilakukan

71 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 48. 72 Criminal Code 1913 (WA). Bab 401(4). 73 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 48. 74 Department of Justice. Mandatory Sentences of Imprisonment in Common Law Jurisdictions: Some

Representative Models.

http://www.justice.gc.ca/eng/rp-pr/csj-sjc/ccs- ajc/rr05_10/p7.html diakses pada tanggal 4 Mei 2015 pukul 21.20 WIB.

Diakses

dari:

75 Ibid.

dengan serangan memukul seseorang dengan disengaja, yang kemudian membuat orang tersebut meninggal juga mendapatkan hukuman wajib atau hukuman minimal ini. Apabila tindak kejahatan ini dilakukan oleh seseorang yang sedang mabuk, maka orang tersebut akan dikenakan hukuman one punch law. Hukuman one punch law yang dimaksud adalah dengan memberikan hukuman penjara kepada pihak yang

bersangkutan selama 12 bulan. 76 Negara bagian New South Wales memberlakukan non-parole periode sampai

pada tahun 2010 dan dihapuskan pada tahun 2011 karena menimbulkan dampak ketidakadilan bagi masyarakat yang mengalami kondisi khusus. 77 Dalam non-parole

periode, kebijakan ini diberlakukan kepada pelaku tindak kejahatan perampokan dan invasi rumah, seperti perusakan dan masuk ke dalam rumah seseorang. Tindak

kejahatan ini mendapatkan hukuman wajib tujuh tahun penjara. 78 Selain itu, tindak kejahatan pembunuhan mendapat hukuman wajib atau hukuman minimal selama

delapan tahun penjara. Hukuman yang diberikan untuk pembunuhan yang dilakukan terhadap aparat polisi yang sedang bertugas adalah hukuman wajib seumur hidup. 79

Hal ini menjadi semakin parah ketika pihak yang bersangkutan berada dibawah pengaruh obat-obatan atau alkohol. 80

II.2.3 Queensland

Kebijakan Mandatory Sentencing Law diberlakukan di Queensland dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kriminalitas di negara bagian ini. Hukuman wajib atau hukuman minimal yang diberlakukan di Queensland pada tahun 1993 ini diberikan kepada pelaku tindak pelecehan seksual terhadap anak, pembunuhan, kepemilikan senjata api atau obat-obatan, dan juga bagi pihak yang merupakan anggota dari geng motor. Dalam tindak kejahatan pembunuhan, pelaku mendapatkan hukuman selama 20 tahun penjara untuk pembunuhan tunggal, 30 tahun untuk lebih

76 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 9. 77 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 51. 78 Crimes (Sentencing Procedure) Act 1999 (NSW). Section 112. Australia. 79 Crimes Act 1900 (NSW). Section 19B. Australia. 80 Ibid., Section 25B.

dari satu pembunuhan, dan 25 tahun untuk pembunuhan aparat polisi. Peraturan ini dicantumkan dalam Penalties and Sentences Act 1992. 81

Kebijakan yang telah dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah terkadang tidak sesuai dengan implementasi yang terjadi pada saat kebijakan tersebut dijalankan, yang dapat terlihat dalam kebijakan mengenai hukuman wajib atau hukuman minimal, yang menurut Queensland Law Society membuat pihak pengadilan menolak untuk memberikan hukuman ini kepada pelaku tindak pelanggaran atau kejahatan yang bersangkutan. 82 Hal ini terjadi dikarenakan pihak

pengadilan mempertimbangkan dan memikirkan apakah hasilnya akan menjadi adil atau tidak. Apabila hasilnya diperkirakan tidak adil, maka pihak pengadilan menolak

untuk memberikan hukuman terhadap pelaku tindak pelanggaran. 83 Bahkan beberapa pelaku sengaja diputuskan oleh pengadilan bahwa pelaku tersebut melakukan

pelanggaran yang lebih rendah agar mendapatkan hukuman yang tidak seberat hukuman wajib atau hukuman minimal. 84

II.2.4 South Australia

Pemerintah negara bagian South Australia juga menerapkan kebijakan Mandatory Sentencing Law di negara bagiannya pada tahun 1990. Sesuai dengan Criminal Law (Sentencing) Act 1988 (SA), hukuman wajib atau hukuman minimal diberikan kepada pelaku tindak kejahatan serius dan terorganisir ataupun pelanggaran tertentu yang dilakukan terhadap polisi, sesuai dengan Bab 38(2B)(A). Selain itu, hukuman wajib atau hukuman minimal juga diberikan kepada pelaku tindak kejahatan serius yang telah menerima hukuman percobaan selama lima tahun terakhir

untuk jenis pelanggaran tertentu, sesuai dengan Bab 38(2B)(B). 85 Tindak kejahatan serius dan terorganisir yang dimaksud adalah seperti partisipasi seseorang dalam

organisasi kriminal, pemerasan atau penyalahgunaan jabatan publik. Keadaan

81 Criminal Code (Qld). Section 305. Australia. 82 Queensland Law Society. Mandatory Sentencing Laws Policy Position. Queensland: Queensland

Law Society. 2014, hlm. 2 83 M. Tony. Sentencing Matters. Australia: Australian Institute of Criminology. 1996, hlm. 138.

84 Queensland Law Society. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 2 85 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 52-53.

semakin diperparah ketika tindak kejahatan dilakukan untuk kepentingan atau memiliki koneksi dengan organisasi kriminal, pelanggaran mengenai saksi, serta pelanggaran perdagangan dan manufaktur obat yang dikendalikan. Kebijakan ini

dihapuskan pada tahun 1998 dan digantikan dengan hukuman maksimal. 86

II.2.5 Victoria

Pemerintah Victoria memberlakukan kebijakan Mandatory Sentencing Law pada tahu 2013 sesuai dengan Crimes Amendment (Gross Violence Offences) Act 2013 (Vic) atau yang disebut dengan GVO Act. GVO Act ini merupakan amandemen

dari Crimes Act 1958 (Vic). 87 Dalam GVO Act ini, tercantum mengenai hukuman wajib atau hukuman minimal yang diberlakukan bagi pelaku tindak kejahatan yang

secara disengaja ataupun tidak, telah menyebabkan cedera serius yang disebabkan

88 oleh kekerasan yang dilakukan terhadap seseorang. Hukuman yang diberikan untuk gross violence adalah hukuman wajib atau hukuman minimal selama empat tahun

penjara. 89 Hukuman maksimal selama 20 tahun penjara diberikan kepada terdakwa yang sengaja menimbulkan gross violence, sesuai dengan yang diatur dalam Crimes

Act Bab 15A, dan 15 tahun penjara untuk terdakwa yang dengan sembarangan menimbulkan gross violence sesuai dengan yang diatur dalam Crimes Act Bab 15B. 90

Hukuman wajib atau hukuman minimal ini diberlakukan kepada pelaku tindak kejahatan yang ditentukan, kecuali pihak pengadilan menemukan alasan khusus untuk memberikan hukuman lain, sesuai dengan yang diatur dalam Crimes Act 1991 (Vic) Bab 10A. Alasan khusus yang dapat diberikan oleh pengadilan adalah seperti alasan- alasan yang berhubungan dengan remaja, pihak yang membantu polisi, berusia 18-20 tahun dengan alasan yang dapat dijelaskan melalui psikologi sosial dimana seseorang dapat dikatakan belum dewasa dan tidak dapat mengontrol emosinya, serta seseorang yang memiliki penyakit atau gangguan mental. Hal ini dapat membuat pihak

86 Criminal Law (Sentencing) Act 1988 (SA). Bab 38(2B)(B). Australia. 87 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 54. 88 Department of Justice. Loc.Cit. 89 Crimes Amendment (Gross Violence Offences) Act 2013 (Vic) (GVO Act). Australia. 90 Ibid., Bab 15A dan 15B.

pengadilan mempertimbangkan dan meringankan hukuman yang diberikan kepada pelaku. 91

II.2.6 Northern Territory

Berbeda dengan negara-negara bagian di Australia lainnya, pemerintah Australia menerapkan kebijakan Mandatory Sentencing Law di wilayah Northern Territory untuk kejahatan properti, seperti yang diatur dalam Sentencing Act 1995

(NT). 92 Tindak kejahatan properti ditetapkan untuk mendapatkan hukuman wajib atau hukuman minimal adalah seperti pencurian, kerusakan, penggunaan yang tidak sah

atas kendaraan, penerimaan barang curian, serangan yang dimaksudkan untuk pencurian, dan perampokan. 93 Tindak kejahatan serupa yang tidak mendapatkan

hukuman wajib atau hukuman minimal adalah white-collar crime. 94 Hukuman wajib atau hukuman minimal diberlakukan di Northern Territory

kepada setiap orang dewasa yang ditemukan bersalah dengan melakukan tindak kejahatan properti. Orang dewasa yang melakukan tindak kejahatan properti ini kemudian diberikan hukuman wajib atau hukuman minimal selama 14 hari pada saat melakukan tindak kejahatan untuk pertama kalinya. Kemudian, untuk pengulangan tindak kejahatan atau melakukan tindak kejahatan untuk kedua kalinya, pelaku akan menerima hukuman wajib atau hukuman minimal selama 90 hari. Setelah itu, pada tindak kejahatan ketiga kalinya atau lebih, pelaku mendapatkan hukuman wajib atau

hukuman minimal selama satu tahun penjara. 95 Selain itu, terdapat pula hukuman wajib atau hukuman minimal yang lebih

ringan yang diberlakukan bagi remaja. Sesuai dengan Juvenile Justice Act 1983, tepatnya pada Bab 53AE, hukuman yang diberikan kepada remaja yang melakukan tindak kejahatan properti adalah tidak mendapatkan hukuman penjara ketika

91 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 55. 92 Law Council of Australia. Loc.Cit.

93 NT Office of Crime Prevention. Fact Sheet: Recorded Crime – Offences Against The Person Northern Territory. Op.Cit, hlm. 6-8.

94 Neil Morgan. Mandatory Sentences in Australia: Where Have We Been and Where Are We Going? Australia: Criminal Law Journal. 2000, hlm. 166.

95 Sentencing Act 1995 (NT). Bab 78BA. Australia.

melakukan tindak kejahatan pertama. Kemudian, untuk tindak kejahatan kedua kalinya, hukuman wajib atau hukuman minimal yang diberikan adalah 28 hari penjara atau partisipasi remaja yang bersangkutan dalam suatu pogram yang telah ditentukan. Terakhir, untuk tindak kejahatan ketiga kalinya atau lebih, maka remaja diberikan

hukuman selama 28 hari penjara. 96 Menurut Bab 53AE(2)(C), pihak pengadilan dapat memutuskan pelanggar

remaja untuk berpartisipasi dalam program pengalihan atau rehabilitasi. Hal ini dapat dijadikan pilihan agar remaja yang melakukan tindak kejahatan properti ini dapat

terhindar dari hukuman wajib atau hukuman minimal. 97 Akan tetapi, apabila remaja ini sudah pernah berpartisipasi dalam program pengalihan atau rehabilitasi, maka

remaja ini tidak dapat mengulangi untuk berpartisipasi dalam program yang bersangkutan. Hal ini yang kemudian membuat remaja pelaku tindak kejahatan terkena hukuman wajib atau hukuman minimal sesuai yang ditetapkan dalam kebijakan Mandatory Sentencing Law ketika remaja ini melakukan pengulangan

tindak kejahatan. 98 Selain itu, pada bulan Juni tahun 1999, terdapat amandemen dari Sentencing

Act 1995 (NT). Dalam amandemen Sentencing Act 1995 (NT) ini terdapat pernyataan bahwa hukuman wajib atau hukuman minimal mengalami perubahan dan tidak lagi diberikan kepada pelaku tindak kejahatan properti. Pada tahun 1999, hukuman wajib ini diberikan kepada orang dewasa yang menjadi pelaku tindak pelecehan seksual. Sesuai dengan amandemen 1999 ini, hukuman minimal sudah tidak diberlakukan lagi. Akan tetapi, hukuman wajib tetap diberlakukan untuk pelaku tindak pelecehan

seksual dengan sanksi hukuman wajib penjara. 99 Terdapat beberapa periode dalam pemberlakuan kebijakan Mandatory

Sentencing Law di Northern Territory. Sejak awal diterapkannya kebijakan Mandatory Sentencing Law di Northern Territory, yaitu pada tahun 1997 sampai

96 Gordon Hughes. Op.Cit, hlm. 4. 97 Juvenile Justice Act 1983. Bab 53AE(2)(C). Australia. 98 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 50. 99 Law Coucil of Australia. The Mandatory Sentencing Debate. Australia: Law Council of Australia.

2001, hlm. 4.

dengan tahun 1999, kebijakan Mandatory Sentencing Law berada dalam non-parole periode. Pada non-parole periode ini, kebijakan Mandatory Sentencing Law diberlakukan kepada siapapun yang melakukan tindak kejahatan properti, dengan tidak memperdulikan bagaimana kondisi pelaku. Dalam periode ini, hakim tidak memiliki banyak peran karena tidak dapat memberikan keringanan terhadap terdakwa

dengan kondisi tertentu. 100 Hal ini menyebabkan banyaknya kejadian dimana masyarakat yang melakukan tindak kejahatan serius dijatuhkan hukuman yang sama

dengan masyarakat lainnya yang melakukan pelanggaran ringan. Terjadinya hal ini dikarenakan jenis-jenis pelanggaran ataupun kejahatan yang dimaksud kurang dipaparkan secara jelas dan lebih detail. Contohnya seperti tindak kejahatan pencurian yang tidak diketahui dengan jelas jenis pencurian seperti apa yang dimaksud. Hal ini membuat masyarakat yang mencuri satu permen dengan

masyarakat yang mencuri sepuluh mobil dijatuhi hukuman yang sama. 101 Setelah itu, pada September 1999 non-parole periode pun berakhir dan

Mandatory Sentencing Law mulai memperhatikan alasan-alasan dari pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dalam kondisi tertentu, hakim dapat meringankan hukuman yang dikenakan kepada terdakwa. Kondisi tertentu yang dimaksud adalah kondisi dimana pelaku tindak kejahatan yang terkait belum pernah berada dalam keadaan dimana dirinya ketika menjadi pelaku diperlakukan dibawah exceptional circumstances atau diperlakukan istimewa dari keputusan pengadilan, dan mendapatkan hukuman yang berbeda dengan pelaku tindak kejahatan yang melakukan kejahatan yang sama lainnya. Selain itu, kondisi lainnya adalah exceptional circumstances bisa didapatkan oleh pelaku tindak kejahatan yang melakukan kejahatan properti tunggal. Exceptional Circumstances juga bisa didapatkan oleh pelaku tindak kejahatan yang melakukan kejahatan kecil atau sepele. Selain itu, pelaku tindak kejahatan harus memberikan upaya yang wajar untuk mengganti rugi tindakannya yang dinilai merugikan. Terakhir, pelaku tindak

100 Raji Mangat. Op.Cit, hlm. 5. 101 Glen Cranny. Op.Cit, hlm. 9.

kejahatan harus merupakan individu yang memiliki karakter yang baik dan dapat bekerja sama dengan aparat kepolisian. 102

Kebijakan Mandatory Sentencing Law yang diberlakukan bagi pelaku tindak kejahatan properti terus berlangsung sampai pada saat dimana Partai Liberal telah kehilangan kekuatannya pada Pemilu bulan Agustus 2001 di Northern Territory. Pemenang dari Pemilu, yaitu Partai Buruh berkomitmen untuk menghapuskan

kebijakan Mandatory Sentencing Law dari Northern Territory pada Oktober 2001. 103 Pemerintah Partai Buruh melihat bahwa kebijakan Mandatory Sentencing Law ini

tidak dapat memenuhi tujuannya selama diterapkan di Northern Territory. Tujuan untuk mengurangi tingkat kriminalitas, yang dalam hal ini adalah tindak kejahatan

properti tidak dapat dicapai dengan adanya kebijakan Mandatory Sentencing Law. 104